PENDAHULUAN
“Apakah pelayanan misi ditanggungkan bagi setiap orang percaya? Jika demikian,
apakah itu berarti setiap orang percaya harus menjadi seorang misionaris?” Pertanyaan-
pertanyaan demikian masih sering ditanyakan oleh jemaat terkait dengan pelayanan misi.
Hal tersebut secara nyata ditanyakan oleh beberapa jemaat di beberapa gereja yang
penulis layani. Ada jemaat yang memiliki paradigma bahwa panggilan misi ditujukan
kepada semua orang. Hal ini membuatnya berpikir bahwa ia harus menjadi seorang
misionaris yang melakukan perjalanan lintas budaya. Hal ini baik. Namun, jika sang jemaat
tersebut tidak sungguh menggumulkan akan panggilan tersebut, dengan kata lain hanya
dibekali dengan paradigma yang demikian juga tidak baik. Ia akan menghadapi sebuah
krisis akibat penyerahan diri tersebut. 1 Penulis memahami kalimat tersebut dengan sebuah
gambaran bahwa sang jemaat tersebut akan sangat gampang mundur dari pelayanan
bahkan kecewa kepada Tuhan.
Namun, di sisi lain, beberapa jemaat juga memiliki paradigma bahwa panggilan misi
hanya ditujukan bagi gembala, mahasiswa teologi, atau “orang-orang khusus” yang
diberikan karunia demikian. Hal tersebut dijadikan alasan keengganan mereka untuk
menjadi seorang misionaris. Jemaat hanya senang dan bertepuk tangan saat mendengarkan
kesaksian bahwa ada jiwa yang dibawa kepada Tuhan, padahal mereka sama sekali tidak
terlibat di dalamnya. Adapula jemaat yang menganggap bahwa mereka sudah melakukan
misi ketika mereka ikut menyumbangkan dana atau mendoakan bagi pelayanan misi.
1
M.David Sills, Panggilan Misi, (Surabaya : Momentum, 2011), 5
jelas dan pasti bahwa inilah jalan yang ditetapkan Allah bagi mereka.” 2 Tentu bukanlah
suatu hal yang dipertanyakan lagi, sebab pada awal kemunculan gerakan misioner,
pergerakan ini dimulai dengan munculnya gerakan faith missions.3 Mereka adalah orang-
orang yang mengalami kebangkitan iman dalam diri mereka dan memiliki semangat
panggilan untuk bermisi. Misalnya saja, James Hudson Taylor, seorang pemuda yang oleh
kebangunan iman dalam dirinya, ia merasa mendapat panggilan pribadi dan memberi diri
untuk pekerjaan misioner. Kuatnya dorongan akan panggilan ini membuat dia
memutuskan untuk berangkat ke Cina sebagai sukrelawan untuk memberitakan Injil
kepada orang-orang di Cina. 4
Melihat berbagai kebingungan di dalam jemaat dan juga perspektif dari beberapa
ahli misiologi, maka penulis merasa penting untuk membahas tentang panggilan pelayanan
misi. Topik ini sangat fundamental bagi terlaksananya pelayanan misi di zaman ini. Apakah
panggilan ini memang panggilan khusus bagi orang-orang percaya tertentu? Atau
panggilan yang ditujukan bagi semua orang percaya? Pemahaman tentang panggilan
pelayanan misi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang riil bagi jemaat Tuhan,
sehingga mereka memiliki pandangan yang jelas tentang pelayanan misi. Lebih dari itu,
agar Injil itu dapat menjangkau orang-orang yang belum menerimanya melalui orang-
orang yang terbeban dalam pelayanan misi.
2
Mark A. Simon, “Panggilan Misi”, Jurnal Teologi Aletheia, 16 (2014), 67
3
Richard A.D.Siwu, Misi Dalam Pandangan Ekumenikal dan Evangelikal. (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996),
120
4
Siwu, Misi Dalam Pandangan, 122
5
Siwu, Misi Dalam Pandangan, 132
APA ITU MISI?
Kata “misi” merupakan suatu kata yang sekarang ini memiliki suatu resonansi yang
khusus di dunia sekuler.6 Hal ini menyadarkan setiap kita bahwa misi bukanlah suatu
istilah yang hanya dapat dilihat sebagai kegiatan di gereja saja, namun juga di luar gereja.
Lalu, apa itu misi? Menurut World Council of Churches Ecumenical Missionary Conference
di Mexico pada tahun 1963, misi berkaitan dengan geografi. Konferensi ini mengungkapkan
bahwa seluruh dunia ini adalah ladang misi sebab seluruh dunia adalah kepunyaan Tuhan
dan misi menempati seluruh jemaat yang ada di seluruh dunia.7
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, maka pengertian misi dalam kekristenan
mengalami perkembangan. J.Andrew Kirk dalam bukunya mengungkapkan pengertian misi
sebagai berikut :
6
J.Andrew Kirk, Apa itu Misi?, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012), 26
7
Michael W.Goheen, Introducing Christian Mission Today, (America : InterVarsity Press, 2014), 25
8
Kirk, Apa itu, 27
9
Kirk, Apa itu, 75
pengecualian.10 Memang dalam beberapa literatur misi, penulis menemukan pembedaan
istilah ini. Kedua istilah ini sering digunakan tumpang tindih. Oleh sebab itu, penulis
merasa penting untuk membahas kedua hal ini, yakni “Pekabaran Injil” dan “Penginjilan”
atau yang sering diidentikkan orang dengan “Misi”.
Berdasarkan asal katanya, pekabaran Injil berasal dari bahasa Yunani, yaitu
euanggelizomai.12 Sedangkan, misi berasal dari bahasa Latin, yaitu misio13 Penggunaan
nama inipun menimbulkan kekeliruan. Mengapa? Sebab beberapa ahli Misiolog
menganggap bahwa euanggelizomai memberikan arti yang sama dengan misi. Namun, para
ahli teologi PB mengungkapkan bahwa secara etimologis, kedua istilah tersebut berbeda. 14
Namun, Verkuyl, seorang ahli PI, memisahkan kedua istilah ini secara praktis. Misiologi
dimaksudkan untuk menyelediki Pekabaran Injil kepada orang yang belum pernah
10
Goheen, Introducing Christian, 26
11
Goheen, Introducing Christian, 31
12
Artinya adalah mengabarkan Injil atau membawa kabar baik.
13
Artinya, pengutusan yang dalam bahasa Yunani apostole.
14
Venema, Injil untuk Semua, 42
mendengar Injil, sehingga mereka belum pernah percaya. Sementara pekabaran Injil
adalah kegiatan PI kepada orang yang pernah atau belum percaya.15
Pandangan tradisional yakni menurut tradisi gerejawi, hanya ada satu perbedaan
antara pekabaran Injil dengan evangelisasi (misi), yaitu berkaitan dengan alamat. 19
Maksudnya adalah, pekabaran Injil dialamatkan kepada “orang jauh”, yakni mereka yang
belum pernah mendengar tentang Yesus Kristus, sedangkan evangelisasi dialamatkan
kepada orang yang berasal dari kaum Kristen (mantan Kristen atau anggota gereja lain).
Namun, di sisi lain, David J. Bosch memberikan perbedaan istilah antara misi
(evangelisasi) dan pekabaran Injil (evangelisme). Bagi Bosch, pekabaran injil
(evangelisme) mengacu kepada : 1) kegiatan-kegiatan yang melibatkan penyebaran Injil ;
2) refleksi teologis tentang kegiatan-kegiatan ini. Sementara, misi (evangelisasi) adalah
kegiatan yang mengacu kepada : 1) proses penyebaran Injil ; 2) sejauh manakah Injil itu
telah disebarluaskan.20
Melalui kedua pemikiran di atas, penulis melihat adanya satu titik temu antara
kegiatan misi dan pekabaran Injil, yakni keduanya termasuk ke dalam kegiatan
memberitakan Injil. Melalui kedua pemikiran ini, penulis menyimpulkan bahwa baik misi
maupun pekabaran Injil, keduanya adalah kegiatan menyampaikan kabar baik (Injil)
kepada orang-orang yang belum percaya, ataupun sudah pernah percaya namun berbalik.
Pada sisi yang lain, melalui pembedaan yang diberikan oleh Bosch, penulis melihat
adanya dua hal yang berbeda, namun sebenarnya saling mempengaruhi satu dengan yang
18
Michael W.Goheen, Introducing Christian, 15
19
Venema, Injil untuk Semua, 30
20
David J. Bosch, Transforming Missions Paradigm Shifts in Theology of Mission, (New York : Orbis Books,
1991), 627
lainnya. Namun, perbedaan ini menjadi pertentangan di dalam beberapa pihak. 21
Pertentangan yang dimaksudkan adalah percayanya beberapa pihak bahwa misi gereja
termasuk ke dalam pekabaran Injil.22 Menanggapi akan hal tersebut, penulis pada bagian
ini setuju dengan pernyataan bahwa misi dan pekabaran Injil adalah dua hal yang berbeda
dan perbedaan ini bukanlah perbedaan yang menekankan bagian yang satu lebih penting
dibanding bagian yang lainnya. Namun, sebagaimana yang penulis ungkapkan di atas,
bahwa perbedaan ini adalah perbedaan yang saling mempengaruhi antara satu dengan
yang lainnya. Artinya, tidak mungkin PI berjalan dengan baik tanpa adanya suatu kesaksian
hidup tampak dalam tindakan nyata tentang kuasa Injil yang dilakukan melalui pelayanan
misi.
26
Kirk, Apa itu, 101
27
Kirk, Apa itu, 102-112
28
Kirk, Apa itu, 113
melayani dalam pelayanan misi. Panggilan yang sama juga menguatkan para misionaris
dalam menghadapi medan pelayanan sulit yang dipercayakan bagi mereka. Memang setiap
pelayanan memiliki medan yang sulit, namun tidak bisa dipungkiri bahwa medan
pelayanan seorang misionaris bukanlah main-main. Ia harus berhadapan dengan kondisi
alam yang ekstrem, kebudayaan yang berbeda-beda, rentan terhadap marabahaya, dan
jauh dari peradaban. Oleh sebab itu, ia membutuhkan sebuah aspek yang tidak hanya
sekedar dukungan moril. Namun, lebih dari itu, ada satu kuasa yang menguatkan dirinya
untuk tetap bertahan, yakni kuasa panggilan ilahi.
Defenisi yang diungkapkan oleh Sills tampaknya sudah jelas untuk mendefenisikan
tentang panggilan misi. Pertama, Sills melihat bahwa panggilan ini berangkat dari sebuah
kesadaran akan adanya kebutuhan. Kebutuhan akan semua bangsa untuk mendengar
kabar baik menjadi sebuah motivasi yang kuat bagi banyak misionaris. 30 Namun, Sills tidak
menyinggung pembahasan tentang lintas budaya secara langsung, melainkan tersirat di
dalam frasa “suku-suku bangsa”. Kedua, perintah Kristus memotivasi untuk pergi dan
memuridkan berbagai kelompok suku yang ada di dunia. Ketiga, aspek komitmen yang
dapat mendefenisikan tentang panggilan misi. Berbagai kebutuhan dari suku-suku bangsa
29
Sills, Panggilan Misi, 10
30
Simon, “Panggilan”, 79
diikuti kesadaran akan perintah Allah membentuk sebuah komitmen untuk melakukan apa
saja yang Allah perintahkan kepadanya.
Sills juga memberikan penjelasan bahwa panggilan misi adalah sebuah sebuah
kombinasi antara keprihatinan yang mendalam bagi mereka yang terhilang, karunia Roh,
dan afirmasi dari gereja lokal, dan yang paling penting adalah adanya kerinduan yang tak
terlukiskan yang memberikan motivasi melebih segala pengertian yang ada. 31 Sejauh ini,
penulis memahami bahwa seseorang memang memiliki panggilan khusus untuk menjadi
seorang misionaris. Hal ini tampak dari argumen Sills yang seakan-akan mengungakapkan
bahwa ada beban khusus yang Tuhan berikan kepada seorang misionaris, berangkat dari
keadaan lingkungan yang membutuhkan Injil tersebut.
Sills mengakui bahwa panggilan misi telah dipahami dalam berbagai cara selama
berabad-abad, dan terkadang disalahmengertikan.32 Seorang ahli misi, J.Herbert Kane
mengungkapkan bahwa istilah “panggilan misi” tidak akan pernah ditemukan, sebab istilah
ini tidak alkitabiah dan oleh karenanya menjadi sangat berbahaya. 33 Pandangan terhadap
istilah ini dapat dibedakan menjadi tiga pandangan dasar. Pandangan ini didasarkan pada
pemahaman tradisional dan historis. Pertama, bahwa tidak ada yang disebut dengan istilah
panggilan misi.34 Hal ini disebabkan tidak ditemukannya istilah “panggilan misi” di dalam
Alkitab. Kedua, pandangan bahwa setiap orang Kristen telah menerima panggilan dalam
Amanat Agung dan panggilan pribadi tidaklah diperlukan sama sekali. Ketiga, pandangan
yang menekankan bahaya-bahaya dan tantangan-tantangan ladang misi dan menuntut
bahwa Anda harus tetap tinggal apabila Allah belum memanggil untuk bermisi.
31
Sills, Panggilan Misi, 22
32
Sills, Panggilan Misi, 57
33
J.Herbert Kane, Understanding Christian Missions, (Grand Rapids, MI : Baker Book House, 1974), 41.
34
Sills, Panggilan Misi, 57-58
35
Sills, Panggilan Misi, 58
melihat bahwa Injil Kristus harus diberitakan kepada dunia. Sills berpendapat bahwa kita
memang tidak memerlukan panggilan khusus untuk menerapkan panggilan umum
tersebut, yakni Amanat Agung. Namun, kita memerlukan sebuah panggilan yang khusus
untuk membebaskan kita dari penerapannya atas hidup. Ketiga, panggilan misi secara
spesifik. Ia menggunakan argumen Thomas Hale.36
36
Argumen Thomas Hale, “Misionaris-misionaris, khususnya dipimpin keluar dari budaya-budaya mereka
sendiri sering kali ke dalam perairan yang bekym dipetakan. Bimbingan sederhana ke dalam vokasi-vokasi ini
tidaklah cukup ; orang-orang ini perlu disisihkan. Mereka memerlukan panggilan yang jelas dan pasti bahwa
ini adalah jalan yang Allah telah rancang bagi mereka.”