Anda di halaman 1dari 11

PAPER

PANGGILAN PELAYANAN MISI DAN IMPLIKASINYA BAGI JEMAAT

PENDAHULUAN

“Apakah pelayanan misi ditanggungkan bagi setiap orang percaya? Jika demikian,
apakah itu berarti setiap orang percaya harus menjadi seorang misionaris?” Pertanyaan-
pertanyaan demikian masih sering ditanyakan oleh jemaat terkait dengan pelayanan misi.
Hal tersebut secara nyata ditanyakan oleh beberapa jemaat di beberapa gereja yang
penulis layani. Ada jemaat yang memiliki paradigma bahwa panggilan misi ditujukan
kepada semua orang. Hal ini membuatnya berpikir bahwa ia harus menjadi seorang
misionaris yang melakukan perjalanan lintas budaya. Hal ini baik. Namun, jika sang jemaat
tersebut tidak sungguh menggumulkan akan panggilan tersebut, dengan kata lain hanya
dibekali dengan paradigma yang demikian juga tidak baik. Ia akan menghadapi sebuah
krisis akibat penyerahan diri tersebut. 1 Penulis memahami kalimat tersebut dengan sebuah
gambaran bahwa sang jemaat tersebut akan sangat gampang mundur dari pelayanan
bahkan kecewa kepada Tuhan.

Namun, di sisi lain, beberapa jemaat juga memiliki paradigma bahwa panggilan misi
hanya ditujukan bagi gembala, mahasiswa teologi, atau “orang-orang khusus” yang
diberikan karunia demikian. Hal tersebut dijadikan alasan keengganan mereka untuk
menjadi seorang misionaris. Jemaat hanya senang dan bertepuk tangan saat mendengarkan
kesaksian bahwa ada jiwa yang dibawa kepada Tuhan, padahal mereka sama sekali tidak
terlibat di dalamnya. Adapula jemaat yang menganggap bahwa mereka sudah melakukan
misi ketika mereka ikut menyumbangkan dana atau mendoakan bagi pelayanan misi.

Perdebatan tentang panggilan pelayanan misi tidak hanya terjadi di kalangan


jemaat saja. Beberapa sarjana misiologi, pembicara, dan penulis literatur misi juga masih
belum memiliki kesepakatan akan hal ini. Misalnya saja, Thomas Hale yang dimuat dalam
Jurnal Teologi Aletheia menuliskan, "Para misionaris secara khusus diutus meninggalkan
budaya mereka sendiri, ke wilayah baru, yang seringkali belum dikenal. Diperlukan
bimbingan khusus supaya orang bisa menjalankan tugas ini. Mereka perlu panggilan yang

1
M.David Sills, Panggilan Misi, (Surabaya : Momentum, 2011), 5
jelas dan pasti bahwa inilah jalan yang ditetapkan Allah bagi mereka.” 2 Tentu bukanlah
suatu hal yang dipertanyakan lagi, sebab pada awal kemunculan gerakan misioner,
pergerakan ini dimulai dengan munculnya gerakan faith missions.3 Mereka adalah orang-
orang yang mengalami kebangkitan iman dalam diri mereka dan memiliki semangat
panggilan untuk bermisi. Misalnya saja, James Hudson Taylor, seorang pemuda yang oleh
kebangunan iman dalam dirinya, ia merasa mendapat panggilan pribadi dan memberi diri
untuk pekerjaan misioner. Kuatnya dorongan akan panggilan ini membuat dia
memutuskan untuk berangkat ke Cina sebagai sukrelawan untuk memberitakan Injil
kepada orang-orang di Cina. 4

Namun, di pihak lain, Donald McGavran, pelopor gerakan pertumbuhan gereja


mengungkapkan bahwa gereja memiliki otoritas mutlak untuk melakukan tugasnya dalam
hal menjadikan semua orang di bumi ini menjadi murid Yesus. 5 Dalam hal ini, McGavran
sangat berpendirian teguh bahwa setiap jemaat harus menjangkau dan memenangkan
jiwa-jiwa yang belum mendengar Injil. Oleh sebab itu, McGavran sangatlah menekankan
kepada metode yang digunakan dalam penginjilan. Baginya, setiap orang dapat melakukan
pelayanan misi dengan belajar metode-metode tertentu yang digunakan ketika ia pergi
melakukan misi ke suatu tempat.

Melihat berbagai kebingungan di dalam jemaat dan juga perspektif dari beberapa
ahli misiologi, maka penulis merasa penting untuk membahas tentang panggilan pelayanan
misi. Topik ini sangat fundamental bagi terlaksananya pelayanan misi di zaman ini. Apakah
panggilan ini memang panggilan khusus bagi orang-orang percaya tertentu? Atau
panggilan yang ditujukan bagi semua orang percaya? Pemahaman tentang panggilan
pelayanan misi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang riil bagi jemaat Tuhan,
sehingga mereka memiliki pandangan yang jelas tentang pelayanan misi. Lebih dari itu,
agar Injil itu dapat menjangkau orang-orang yang belum menerimanya melalui orang-
orang yang terbeban dalam pelayanan misi.

2
Mark A. Simon, “Panggilan Misi”, Jurnal Teologi Aletheia, 16 (2014), 67
3
Richard A.D.Siwu, Misi Dalam Pandangan Ekumenikal dan Evangelikal. (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996),
120
4
Siwu, Misi Dalam Pandangan, 122
5
Siwu, Misi Dalam Pandangan, 132
APA ITU MISI?

Kata “misi” merupakan suatu kata yang sekarang ini memiliki suatu resonansi yang
khusus di dunia sekuler.6 Hal ini menyadarkan setiap kita bahwa misi bukanlah suatu
istilah yang hanya dapat dilihat sebagai kegiatan di gereja saja, namun juga di luar gereja.
Lalu, apa itu misi? Menurut World Council of Churches Ecumenical Missionary Conference
di Mexico pada tahun 1963, misi berkaitan dengan geografi. Konferensi ini mengungkapkan
bahwa seluruh dunia ini adalah ladang misi sebab seluruh dunia adalah kepunyaan Tuhan
dan misi menempati seluruh jemaat yang ada di seluruh dunia.7

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, maka pengertian misi dalam kekristenan
mengalami perkembangan. J.Andrew Kirk dalam bukunya mengungkapkan pengertian misi
sebagai berikut :

Misi merupakan hal yang untuknya komunitas Kristen diutus


melakukannya, dimulai dari tempat di mana ia tinggal, (“kamu akan
menjadi saksi-Ku di Yerusalem…dan sampai ke ujung bumi.”, Kis.1:8).
Walaupun dijalankan dengan berbagai cara sesuai dengan keadaan
setempat yang khas, keharusan misi adalah sama di mana pun komunitas
itu didirikan.8

Melalui defenisi Kirk, penulis memahami bahwa perkembangan pengertian misi di


era 2000an ini semakin meluas. Artinya, subjek pelayanan misi pada era ini lebih
mengarah kepada seluruh orang Kristen. Misi juga tidak harus dikirim ke suatu tempat,
melainkan dimanapun orang Kristen berada. Terakhir, misi menggunakan metode-metode
tertentu sesuai dengan tempat di mana orang Kristen berada.
Memahami perkembangan pengertian misi ini, Kirk mengungkapkan bahwa hal
tersebut dipengaruhi oleh diskusi dalam gereja yang menonjol sekitar seratus lima puluh
tahun terakhir. Diskusi yang dimaksud oleh Kirk adalah pemakaian istilah “pekabaran Injil”
dan “penginjilan”.9 Menanggapi hal ini, Goheen menambahkan bahwa misi pada zaman ini
bergerak dari pemahaman bahwa misi Allah adalah menebus seluruh bumi, tanpa ada

6
J.Andrew Kirk, Apa itu Misi?, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2012), 26
7
Michael W.Goheen, Introducing Christian Mission Today, (America : InterVarsity Press, 2014), 25
8
Kirk, Apa itu, 27
9
Kirk, Apa itu, 75
pengecualian.10 Memang dalam beberapa literatur misi, penulis menemukan pembedaan
istilah ini. Kedua istilah ini sering digunakan tumpang tindih. Oleh sebab itu, penulis
merasa penting untuk membahas kedua hal ini, yakni “Pekabaran Injil” dan “Penginjilan”
atau yang sering diidentikkan orang dengan “Misi”.

MISI DAN PEKABARAN INJIL

Menanggapi perbedaan defenisi antara misi dan pekabaran Injil, Goheen


memberikan beberapa langkah praktis untuk memahami defenisi ini :

1. Berefleksi dari pemahaman Kitab Suci


2. Menafsirkan kembali cara pemahaman kita terhadap sejarah misi
3. Menyelaraskan antara pemahaman Kitab Suci dengan natur dari misi
4. Mengkontekstualisasi
5. Memperbarui isu terkini seputar kebudayaan
6. Penemuan para misionari dengan kepercayaan-kepercayaan lain di dalam
ladang misi11

Berdasarkan langkah-langkah yang diajukan oleh Goheen, penulis mencoba


mengikuti langkah-langkah tersebut. Tujuannya adalah untuk memahami dengan
jelas defenisi dari misi dan perbedaannya dengan pekabaran Injil.

Berdasarkan asal katanya, pekabaran Injil berasal dari bahasa Yunani, yaitu
euanggelizomai.12 Sedangkan, misi berasal dari bahasa Latin, yaitu misio13 Penggunaan
nama inipun menimbulkan kekeliruan. Mengapa? Sebab beberapa ahli Misiolog
menganggap bahwa euanggelizomai memberikan arti yang sama dengan misi. Namun, para
ahli teologi PB mengungkapkan bahwa secara etimologis, kedua istilah tersebut berbeda. 14
Namun, Verkuyl, seorang ahli PI, memisahkan kedua istilah ini secara praktis. Misiologi
dimaksudkan untuk menyelediki Pekabaran Injil kepada orang yang belum pernah

10
Goheen, Introducing Christian, 26
11
Goheen, Introducing Christian, 31
12
Artinya adalah mengabarkan Injil atau membawa kabar baik.
13
Artinya, pengutusan yang dalam bahasa Yunani apostole.
14
Venema, Injil untuk Semua, 42
mendengar Injil, sehingga mereka belum pernah percaya. Sementara pekabaran Injil
adalah kegiatan PI kepada orang yang pernah atau belum percaya.15

George W.Peters mendefenisikan misi adalah sebagai berikut :

Missions is a specialized term. By it I mean the sending forth of authorized


persons beyond the borders of the New Testament church and her
immediate gospel influence to proclaim the gospel of Jesus Christ in
gospel-destitute areas, to win converts from other faiths or non-faiths to
Jesus Christ, and to establish functioning, multiplying local congregations
who will bear the fruit of Christianity in that community and to that
country.16

Sementara evangelisasi (pekabaran Injil) bagi Peters adalah sebagai berikut :

Evangelization refers to the initial phase of Christian ministry. It is the


authoritative proclamation of the gospel of Jesus Christ as revealed in the
Bible in relevant and intelligible terms, in a persuasive manner with the
definite purpose of making Christian converts. It is a presentation-
penetration-permeation-confrontation that not only elicits but demands a
decision. It is preaching the gospel of Jesus Christ for a verdict. It is the
effective presentation of the gospel for the conversion of the unbeliever or
nonbeliever, making him a believer in Jesus Christ.17

Melalui defenisi Peters, didapatkan sebuah pemahaman bahwa misi dalam


kekristenan berarti pelayanan mengirimkan seseorang ke daerah tertentu untuk
memberitakan Injil keselamatan, memberdayakan jemaat yang sudah percaya, dan
melipatgandakan jemaat yang akan menghasilkan buah kekristenan di wilayah tersebut.
Melalui defenisi ini, penulis melihat ada beberapa faktor yang ada dalam pekerjaan misi,
yakni : 1) Pengiriman utusan misi (misionaris) ke daerah tertentu ; 2) Akitivitas yang
dilakukan oleh misionaris ; 3) Tujuan akhir dari pelayanan misi.

Sementara pelayanan pekabaran Injil adalah pelayanan memberitakan Injil dengan


satu tujuan yakni membuat orang yang belum percaya pada akhirnya memutuskan untuk
percaya kepada Yesus Kristus. Penulis memahami pelayanan pekabaran Injil (jika
dibandingkan dengan pelayanan misi adalah pelayanan yang dapat dilakukan dimana pun
15
Venema, Injil untuk Semua, 42
16
George W.Peters, A Biblical Theology of Mission, (Chicago : Moody Press, 1984), 11
17
Peters, A Biblical Theology, 11
seseorang berada (tidak harus dikirim ke daerah tertentu. Aktivitas yang dilakukan pun
lebih banyak menggunakan kemampuan verbal. Demikian pula tujuan akhir dari pelayanan
pekabaran Injil tidak seluas pelayanan misi.

Michael W Goheen juga menjelaskan bahwa penggunaan istilah “mission” atau


“missions”, atau “missionary” atau “missionfield” atau “missiology” memang masih menjadi
perdebatan hingga hari ini.18 Goheen menjelaskan perdebatan yang dimaksud masih
menyangkut pandangan tradisional tentang ide perluasan geografis.

Pandangan tradisional yakni menurut tradisi gerejawi, hanya ada satu perbedaan
antara pekabaran Injil dengan evangelisasi (misi), yaitu berkaitan dengan alamat. 19
Maksudnya adalah, pekabaran Injil dialamatkan kepada “orang jauh”, yakni mereka yang
belum pernah mendengar tentang Yesus Kristus, sedangkan evangelisasi dialamatkan
kepada orang yang berasal dari kaum Kristen (mantan Kristen atau anggota gereja lain).

Namun, di sisi lain, David J. Bosch memberikan perbedaan istilah antara misi
(evangelisasi) dan pekabaran Injil (evangelisme). Bagi Bosch, pekabaran injil
(evangelisme) mengacu kepada : 1) kegiatan-kegiatan yang melibatkan penyebaran Injil ;
2) refleksi teologis tentang kegiatan-kegiatan ini. Sementara, misi (evangelisasi) adalah
kegiatan yang mengacu kepada : 1) proses penyebaran Injil ; 2) sejauh manakah Injil itu
telah disebarluaskan.20

Melalui kedua pemikiran di atas, penulis melihat adanya satu titik temu antara
kegiatan misi dan pekabaran Injil, yakni keduanya termasuk ke dalam kegiatan
memberitakan Injil. Melalui kedua pemikiran ini, penulis menyimpulkan bahwa baik misi
maupun pekabaran Injil, keduanya adalah kegiatan menyampaikan kabar baik (Injil)
kepada orang-orang yang belum percaya, ataupun sudah pernah percaya namun berbalik.

Pada sisi yang lain, melalui pembedaan yang diberikan oleh Bosch, penulis melihat
adanya dua hal yang berbeda, namun sebenarnya saling mempengaruhi satu dengan yang

18
Michael W.Goheen, Introducing Christian, 15
19
Venema, Injil untuk Semua, 30
20
David J. Bosch, Transforming Missions Paradigm Shifts in Theology of Mission, (New York : Orbis Books,
1991), 627
lainnya. Namun, perbedaan ini menjadi pertentangan di dalam beberapa pihak. 21
Pertentangan yang dimaksudkan adalah percayanya beberapa pihak bahwa misi gereja
termasuk ke dalam pekabaran Injil.22 Menanggapi akan hal tersebut, penulis pada bagian
ini setuju dengan pernyataan bahwa misi dan pekabaran Injil adalah dua hal yang berbeda
dan perbedaan ini bukanlah perbedaan yang menekankan bagian yang satu lebih penting
dibanding bagian yang lainnya. Namun, sebagaimana yang penulis ungkapkan di atas,
bahwa perbedaan ini adalah perbedaan yang saling mempengaruhi antara satu dengan
yang lainnya. Artinya, tidak mungkin PI berjalan dengan baik tanpa adanya suatu kesaksian
hidup tampak dalam tindakan nyata tentang kuasa Injil yang dilakukan melalui pelayanan
misi.

Perbedaan lain diungkapkan oleh R.D Winter dalam “Advancing Strategies of


Closure : From Mission to Evangelism to Mission”. 23 Sederhananya ia mengungkapkan
bahwa pekabaran Injil adalah menyampaikan kabar baik dengan tujuan seseorang menjadi
murid Yesus, namun tidak selalu perlu melakukan lintas budaya. Sementara misionaris
adalah melakukan penginjilan kepada orang yang memiliki budaya yang berbeda
dengannya. Melalui ungkapan Winter, penulis mendapatkan setidaknya satu kata kunci
dalam menyatakan perbedaan antara pekabaran Injil dan misi. Kata kunci yang penulis
maksudkan adalah lintas budaya.

Terkesan aneh jika kita memasukkan masalah kebudayaan dalam sebuah


pembahasan tentang misi Kristen.24 Namun, pokok pemikiran ini sudah dimulai pada
zaman abad-abad pertama.25 Pada zaman itu, gereja-gereja Kristus sudah merumuskan
pendapatnya tentang cara PI kepada suku-suku terasing. Mengapa? Sebab pada zaman itu,
pekabaran Injil hanya dilaksanakan dalam lingkungan kebudayaan yang sama (helenisme
dan kekaisaran Roma). Walaupun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa masalah
21
Kirk, Apa itu, 76
22
Kirk menjelaskan bahwa alasan utama yang diberikan untuk mengidentifikasi misi dengan pekabaran Injil
adalah kekhawatiran. Jika pekabaran Injil dianggap sebagai salah satu aspek di antara sekian banyak misi
gereja lainnya, maka pekabaran Injil akan terkikis berangsur-angsur dan kehilangan prioritasnya.
Argumennya ini didukung dengan pandangan bahwa walaupun orang-orang non-Kristen dapat terlibat dan
memang terlibat dalam banyak kegiatan yang patut dipuji demi orang yang ditindas dan yang berkebutuhan,
hanya komunitas Kristen lah yang dapat menceritakan tentang kisah Yesus Kristus dengan keyakinan.
23
Dimuat dalam Jurnal Teologi Aletheia Vol.16 no.6
24
Kirk, Apa itu, 101
25
H.Venema, Injil untuk Semua Orang Jilid 1, (Jakarta : Yayasan Pendidikan Bina Kasih, 1997), 21
kebudayaan sangatlah mempengaruhi aspek dari pekabaran Injil maupun misi. Apalagi,
jika dibandingkan dengan keberadaan gereja di Indonesia yang memiliki keberagaman
budaya. Bahkan Kirk mengungkapkan bahwa kebudayaan begitu sentral dalam segala
aspek misi.26 Beberapa alasan yang disampaikan oleh Kirk, antara lain :

1. Injil disampaikan melalui kebudayaan


2. Persoalan-persoalan kebudayaaan dalam kehidupan Gereja Purba
3. Dualisme spiritual
4. Identitas etnis dan nasional
5. Sifat ke-Barat-an dari iman Kristen
6. Isu-isu dari sejarah misi
7. Komunikasi lintas budaya27

Alasan-alasan tersebut memberikan kejelasan bahwa pelayanan misi tidak bisa


dipisahkan dengan kebudayaan. Seorang yang terbeban dalam pelayanan misi pastinya
akan masuk ke dalam sebuah daerah dan akan menghadapi kebudayaan di daerah tersebut.
Kirk sekali lagi menjelaskan bahwa bagian ini tidaklah gampang dan bersifat pribadi. 28
Penulis menangkap bahwa yang dimaksudkan oleh Kirk dengan tidak gampang adalah
penyampaian Injil yang menebus budaya dalam suatu masyarakat bukanlah suatu hal yang
instan untuk dilakukan. Dibutuhkan waktu yang lama untuk Injil dapat menyentuh
kebudayaan masyarakat. Oleh sebab itu, pelayanan misi memakai berbagai macam sarana
(pendidikan, kesehatan, social, dsb) sehingga Injil dapat menyentuh kebudayaan melalui
sarana ini. Kedua, bersifat pribadi berarti pelayanan ini sangat mempengaruhi orang-orang
yang terikat di dalamnya, khususnya misionaris. Ia harus membayar harga untuk turut
serta dalam pelayanan yang tidak instan dan belum ada kepastian jangka waktu.

Mempertimbangkan hal tersebut, penulis sementara memahami bahwa dibutuhkan


sebuah panggilan khusus bagi pelayanan misi. Panggilan yang diberitakan bagi seseorang
untuk melayani secara spesifik, yakni sebagai seorang misionaris. Panggilan ini bertujuan
untuk meyakinkan dengan kuat bahwa Allah beradulat memanggil diri seseorang untuk

26
Kirk, Apa itu, 101
27
Kirk, Apa itu, 102-112
28
Kirk, Apa itu, 113
melayani dalam pelayanan misi. Panggilan yang sama juga menguatkan para misionaris
dalam menghadapi medan pelayanan sulit yang dipercayakan bagi mereka. Memang setiap
pelayanan memiliki medan yang sulit, namun tidak bisa dipungkiri bahwa medan
pelayanan seorang misionaris bukanlah main-main. Ia harus berhadapan dengan kondisi
alam yang ekstrem, kebudayaan yang berbeda-beda, rentan terhadap marabahaya, dan
jauh dari peradaban. Oleh sebab itu, ia membutuhkan sebuah aspek yang tidak hanya
sekedar dukungan moril. Namun, lebih dari itu, ada satu kuasa yang menguatkan dirinya
untuk tetap bertahan, yakni kuasa panggilan ilahi.

PANGGILAN PELAYANAN MISI

M.David Sills mendefenisikan tentang seseorang yang dipanggil dalam pelayanan


misi sebagai berikut :

Orang-orang yang memiliki kesadaran akan kebutuhan-kebutuhan dari


suku-suku bangsa. Mereka juga mempunyai kesadaran akan perintah-
perintah Kristus. Mereka merasa prihatin dan terbeban akan kebutuhan-
kebutuhan yang mereka lihat, dan mereka berkomitmen untuk melakukan
apa saja yang Allah perintahkan. Keputusan untuk mengikut Dia tidak
pernah diragukan. Mereka rindu untuk membuat nama-Nya dikenal dan
dipuji di seluruh dunia. Mereka berkomitmen untuk hidup kudus bagi
kemuliaan Allah. Mereka tahu bahwa diperlukan hidup yang rela
berkorban bagi suku-suku bangsa yang terhilang di dunia, agar mereka
menjadi orang-orang yang berkomitmen kepada Kristus sebagai Raja.29

Defenisi yang diungkapkan oleh Sills tampaknya sudah jelas untuk mendefenisikan
tentang panggilan misi. Pertama, Sills melihat bahwa panggilan ini berangkat dari sebuah
kesadaran akan adanya kebutuhan. Kebutuhan akan semua bangsa untuk mendengar
kabar baik menjadi sebuah motivasi yang kuat bagi banyak misionaris. 30 Namun, Sills tidak
menyinggung pembahasan tentang lintas budaya secara langsung, melainkan tersirat di
dalam frasa “suku-suku bangsa”. Kedua, perintah Kristus memotivasi untuk pergi dan
memuridkan berbagai kelompok suku yang ada di dunia. Ketiga, aspek komitmen yang
dapat mendefenisikan tentang panggilan misi. Berbagai kebutuhan dari suku-suku bangsa

29
Sills, Panggilan Misi, 10
30
Simon, “Panggilan”, 79
diikuti kesadaran akan perintah Allah membentuk sebuah komitmen untuk melakukan apa
saja yang Allah perintahkan kepadanya.

Sills juga memberikan penjelasan bahwa panggilan misi adalah sebuah sebuah
kombinasi antara keprihatinan yang mendalam bagi mereka yang terhilang, karunia Roh,
dan afirmasi dari gereja lokal, dan yang paling penting adalah adanya kerinduan yang tak
terlukiskan yang memberikan motivasi melebih segala pengertian yang ada. 31 Sejauh ini,
penulis memahami bahwa seseorang memang memiliki panggilan khusus untuk menjadi
seorang misionaris. Hal ini tampak dari argumen Sills yang seakan-akan mengungakapkan
bahwa ada beban khusus yang Tuhan berikan kepada seorang misionaris, berangkat dari
keadaan lingkungan yang membutuhkan Injil tersebut.

Sills mengakui bahwa panggilan misi telah dipahami dalam berbagai cara selama
berabad-abad, dan terkadang disalahmengertikan.32 Seorang ahli misi, J.Herbert Kane
mengungkapkan bahwa istilah “panggilan misi” tidak akan pernah ditemukan, sebab istilah
ini tidak alkitabiah dan oleh karenanya menjadi sangat berbahaya. 33 Pandangan terhadap
istilah ini dapat dibedakan menjadi tiga pandangan dasar. Pandangan ini didasarkan pada
pemahaman tradisional dan historis. Pertama, bahwa tidak ada yang disebut dengan istilah
panggilan misi.34 Hal ini disebabkan tidak ditemukannya istilah “panggilan misi” di dalam
Alkitab. Kedua, pandangan bahwa setiap orang Kristen telah menerima panggilan dalam
Amanat Agung dan panggilan pribadi tidaklah diperlukan sama sekali. Ketiga, pandangan
yang menekankan bahaya-bahaya dan tantangan-tantangan ladang misi dan menuntut
bahwa Anda harus tetap tinggal apabila Allah belum memanggil untuk bermisi.

Meresponi akan hal tersebut, Sills memberi tanggapan.35 Pertama, pemahaman


bahwa panggilan misi itu tidak ada, tidak mencoba mengurangi orang yang pergi misi atau
mencegah siapapun untuk menjadi seorang misionaris dalam cara apapun. Kedua,
pemahaman bahwa setiap orang Kristen telah menerima panggilan misi . Hal ini benar
bahwa setiap orang Kristen memiliki sebuah kewajiban umum di mana orang Kristen

31
Sills, Panggilan Misi, 22
32
Sills, Panggilan Misi, 57
33
J.Herbert Kane, Understanding Christian Missions, (Grand Rapids, MI : Baker Book House, 1974), 41.
34
Sills, Panggilan Misi, 57-58
35
Sills, Panggilan Misi, 58
melihat bahwa Injil Kristus harus diberitakan kepada dunia. Sills berpendapat bahwa kita
memang tidak memerlukan panggilan khusus untuk menerapkan panggilan umum
tersebut, yakni Amanat Agung. Namun, kita memerlukan sebuah panggilan yang khusus
untuk membebaskan kita dari penerapannya atas hidup. Ketiga, panggilan misi secara
spesifik. Ia menggunakan argumen Thomas Hale.36

36
Argumen Thomas Hale, “Misionaris-misionaris, khususnya dipimpin keluar dari budaya-budaya mereka
sendiri sering kali ke dalam perairan yang bekym dipetakan. Bimbingan sederhana ke dalam vokasi-vokasi ini
tidaklah cukup ; orang-orang ini perlu disisihkan. Mereka memerlukan panggilan yang jelas dan pasti bahwa
ini adalah jalan yang Allah telah rancang bagi mereka.”

Anda mungkin juga menyukai