Skripsi 001-Dikonversi
Skripsi 001-Dikonversi
SKRIPSI
Oleh :
Vinsensius Tnopo
NIM: 031124001
SKRIPSI
Oleh :
Vinsensius Tnopo
NIM: 031124001
i
ii
iii
PERSEMBAHAN
Bapak dan Ibu saya sebagai teladan kepemimpinan dalam hidup saya,
sebagai komunitas religius yang membentuk saya menjadi religius Frater Bunda
Hati Kudus,
iv
v
vi
MOTTO
“Hidup ini tak semudah apa yang kita harapkan, namun tak sesulit apa yang kita
takutkan. Hidup ini adalah perjuangan menuju titik akhir yang membahagiakan.”
kepadaku”.
(Filipi 4 : 13)
“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab
(Mzmr. 23: 4 )
vii
ABSTRAK
viii
semoga para pemimpin dan para anggota Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di
Indonesia dapat mentransformasikan diri untuk menjadikan kepemimpinan
kegembalaan Yesus sebagai model kepemimpinannya dalam mengarungi zaman
yang arus negatifnya semakin deras dan tak terelakkan.
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is” The Shepherd Leadership of Jesus in John 10:11-
15 as a Leadership Model of Holy Heart Mother Fratres in Indonesia Nowadays.”
This topic is taken according to the reality which happens inside the Holy Mother
Fraters Congregation in the matter of leadership. The writer has an impression that
the leaders of congregation in this era are lack of commitment for their mission,
whether as fraters or as leaders in congregation. The leaders of the congregation do
understand about the core values and the meaning of the christianity leadership and
the religious leadership. But in fact, they have not been able to deeply realize and
actualize the values that they are believed in into their practical act of leadership in
their daily life. This reality is strongly supported by the result of the research.
Generally the respondents, who are the members of the congregation, express
much of their concern about the life of Holy Heart Mother Fraters Congregation as
a religious constitution which lives and act in Indonesia.
The basic problem of this thesis which becomes the concern of the author is
how to improve the leadership quality among the fraters of Holy Heart Mother
Congregation in Indonesia. The writer has an opinion that the effective effort to
facilitate the improvement is really needed. It is very important because if a
religious constitution has its high quality leaders, the growth and the development
of the constitution also become better and it means the growth and the
development of the members become greater also.
Concerning this situation, the writer assums that the self transformation
from the leaders and the members of the congregation is needed in order to deepen,
comprehend, and apply the basic values of christianity and religious leadership
which are concentrated and centered to the Jesus Christ’s Shepherd Leadership.
The shepherd leadership of jesus as it is written in John 10:11-15 should become
the model of leadership to the fraters so that it can improve and develop the skill
of the Holy Heart Mother Fraters in Indonesia in doing their mission. In this thesis,
the writer will describe the transformative leadership basic values that will lead to
deeper comprehension about Jesus’s Shepherd Leadership values as the main
inspiration and also as a leadership spirituality for the Holy Heart Mother Fraters in
this difficult and full of challenges era.
In the last part of this thesis, the writer proposes a model of spirituality
guidance as an effort to deepen a leadership spirit to the Holy Heart Mother Fraters,
so that they can be come reliable leaders. The writer’s guidance is made according
to life experiences cathechise. The writer hopes tha the leaders and the members of
Holy Heart Mother Fraters will be able to transform themselves into Jesus’s
Shepherd Leadership model in facing the life which is full of negative influences
that cannot be avoided.
x
KATA PENGANTAR
Allah Tritunggal Maha Kudus atas berkat, rahmat, dan cinta-Nya yang selalu setia
membimbing, menuntun dan menaungi penulis dalam saat-saat yang amat sulit
penyusunan skripsi ini, yang pada akhirnya dapat terselesaikan dengan baik.
Frater Bunda Hati Kudus di Indonesia saat ini dan berusaha memaparkan suatu
kiranya dapat dijadikan oleh para Frater Bunda Hati Kudus sebagai model
kesulitan.
dukungan dari banyak pihak yang telah memberikan perhatian, dorongan, motivasi
dan inspirasi. Maka pada kesempatan ini penulis patut mengucapkan terima kasih
kepada :
senantiasa dengan sabar, setia, perhatian dan penuh kasih seorang bapak dalam
xi
membimbing, mengarahkan, memotivasi dan memberikan masukan serta
dosen penguji II yang penuh perhatian dan cinta memotivasi, mendukung serta
3. Dra. J. Sri Murtini,M.Si., selaku dosen penguji III yang telah berkenan
mendampingi dan membimbing penulis dengan penuh perhatian dan cinta yang
4. Bapak-Ibu dosen dan staf prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah
5. Frater Provinsial Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus beserta dewannya yang
IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta.
perhatian, doa dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan tugas studi ini.
7. Para konfrater, Fr. Amatus, Fr. Clemens, Fr. Anton, Fr. Norbertus, Fr. Renatus,
Fr. Marselinus, Fr. Maximus, Fr. Roberto, Fr. Arnoldus, Fr. Gilbertus, Fr.
Asterius dan Fr. Bonavantura yang telah sudi berkenan meluangkan waktu
xii
8. Bruder Provinsial MTB dan para Bruder Komunitas Ngadikan Kotabaru serta
9. Konfraterku seperjuangan: Fr. Wiliam, Fr. Kardinus dan Fr. Paskalis yang
persaudaraan yang tulus selama ini sehingga pada akhirnya bisa menyelesaikan
10. Semua rekan-rekan seangkatan 2003 yang walaupun sudah berpisah, namun
11. Adikku Magdalena Mada Hede yang selalu setia menemani dan memberikan
semangat, motivasi, doa, perhatian dan kasih yang tulus bagi penulis dalam
12. Semua pihak yang penulis tidak sebut pada tulisan ini yang dengan caranya
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Karena itu, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala kritik dan
semoga skripsi ini menjadi sumbangan pemikiran bagi siapa saja yang belajar
xiii
menjadi seorang pemimpin yang handal dan berspiritualitas sebagai gembala bagi
Penulis,
Vinsensius Tnopo
xiv
DAFTAR ISI
xv
ii
5. Laporan Hasil Penelitian ………………………………………… 69
a. Temuan Umum : Komunitas para frater yang ada di Surabaya,
Kediri dan Malang Jawa Timur .……………………………... 69
b. Temuan Khusus: Hasil wawancara …………………………... 75
c. Pembahasan Penelitian ……………………………………….. 81
d. Kesimpulsan Penelitian ………………………………………. 86
BAB V. USULAN KATEKESE BAGI PARA FRATER BUNDA
HATI KUDUS SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN
KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF …………………….. 88
A. Kepemimpinan Transformatif sebagai Model Kepemimpinan yang
diharapkan Kongregasi Frater Bunda hati Kudus di Indonesia di
Zaman Sekarang ……………………………………………………. 90
1. Kepemimpinan Transformatif …………………………………… 90
a. Pengertian transformasi ………………………………………. 90
b. Pengertian kepemimpinan transformatif ……………………... 90
2. Kemampuan Dasar Kepemimpinan Transformatif ……………... 93
3. Spiritualitas Kepemimpinan Transformatif ……………………... 95
a. Kepemimpinan sebagai gembala ……………………………... 96
b. Kepemimpinan sebagai pelayan ……………………………… 98
c. Kepemimpinan sebagai pengurus rumah tangga ……………... 99
B. Kepemimpinan Transformatif dalam praksis di Kongregasi Frater
Bunda Hati Kudus di Indonesia ……………………………………. 102
1. Transformasi dalam diri sang pemimpin ………………………... 102
2. Transformasi dalam komunitas …………………………………. 103
3. Transformasi dalam karya kerasulan ……………………………. 104
C. Katekese Sebagai Salah Satu Upaya Mewujudkan Pola
Kepemimpinan Yang Transformatif Bagi Para Frater Bunda Hati
Kudus di Indonesia………………………………………………… 105
xv
iii
1. Pokok-pokok Katekese …………………………………………. 105
a. Arti/ pengertian katekese ……………………………………... 105
b. Tujuan pokok katekese ……………………………………….. 106
c. Isi pokok katekese ……………………………………………. 108
d. Model-model katekese ……………………………………….. 109
2. Pemilihan Katekese Model Pengalaman Hidup ………………… 110
a. Alasan pemilihan katekese model pengalaman hidup ……….. 110
b. Langkah-langkah model katekese pengalaman hidup ……….. 112
D. Program Katekese ………………………………………………….. 114
1. Pengertian Program ……………………………………………... 114
2. Pemikiran Dasar Program Katekese ...…………………………… 115
3. Usulan Tema Katekese …………………………………………... 117
4. Matriks Program Katekese ………………………………………. 119
5. Contoh Persiapan Katekese I …………………………………….. 124
a. Identitas katekese ……………………………………………... 124
b. Pemikiran dasar ………………………………………………. 125
c. Pelaksanaan pertemuan katekese ……………………………... 128
6. Contoh Persiapan Katekese II …………………………………… 140
a. Identitas katekese …………………………………………….. 140
b. Pemikiran dasar ………………………………………………. 141
c. Pelaksanaan pertemuan katekese …………………………….. 144
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………... 157
A. Kesimpulan ………………………………………………………… 157
B. Saran ……………………………………………………………….. 159
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 162
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat permohonan wawancara kepada para Frater ……… (1)
Lampiran 2 : Daftar nama subyek yang diwawancara ………………… (2)
Lampiran 3 : Daftar pertanyaan wawancara …………………………… (3)
Lampiran 4 : Pokok-pokok jawaban subyek wawancara ……………… (4)
Lampiran 5 : Cerita “Kebijaksanaan Sang Abdis Tua”. ……………….. (17)
xix
Lampiran 6 : Grafik Jumlah Frater Kongregasi Frater Bunda
Hati Kudus................................................................................(19)
xx
DAFTAR SINGKATAN
AC : Angelus Custos
Art. : Artikel
Ay : Ayat
Bdk. : Bandingkan
BHK : Bunda Hati Kudus
CMM : Congregatio Matris Misericordiae
CT : Catechesi Tradendae
Dsb. : Dan sebagainya
Flp
: Seruan Rasul Paulus kepada kepada jemaat di Filipi
Fr.
: Frater
Gal : Surat rasul Paulus kepada jemaat di Galatia
Kel : Kitab Keluaran
KHK : Kitab Hukum Kanonik
Kis : Kisah para rasul
KKN : Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Kor : Surat Rasul Paulus kepada umat di Korintus
Konst. : Konstitusi Para Frater Bunda Hati Kudus yang
disyahkan oleh pemimpin umum Fr. Wilfried van der
Poll, 31 Mei 1997.
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
Luk
: Injil Lukas
Mat
: Injil Mateus
MB : Madah Bakti
Mgr. : Monseigneur
MSC : Micionari Sacro Corde
Mzm : Kitab Mazmur
No. : Nomor
xxi
NTT : Nusa Tenggara Timur
PAK : Pendidikan Agama Katolik
PIA : Pendampingan Iman Anak
PIR : Pendampingan Iman Remaja
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
Pr
: Projo
Ptr
: Surat Rasul Petrus
SCP
: Shared Christian Praxis
SDK : Sekolah Dasar Katolik
SMPK : Sekolah Menengah Pertama Katolik
SMUK : Sekolah Menengah Umum Katolik
SPG
: Sekolah Pendidikan Guru
SJ
: Serikat Jesus
Ul
: Kitab Ulangan
USD : Universitas Sanata Dharma
Yer : Kitab Yeremia
Yoh : Injil Yohanes
xxii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kepemimpinan merupakan suatu topik yang sangat hangat dan menarik untuk
menyedot perhatian sebagian besar masyarakat di planet bumi ini adalah peristiwa
pesta demokrasi di Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara adidaya (negara super
power). Dalam pesta demokrasi yang sangat fantastis dan penuh persaingan yang amat
sebagai presiden Amerika Serikat yang ke-44. Terpilihnya Presiden Barak Obama ini
telah menorehkan dalam lembaran sejarah panjang Amerika Serikat sebagai orang non
kulit putih pertama yang berhasil mendiami Gedung Putih sebagai lambang kekuasan
negara Pamansam. Selain itu Pesiden Obama pun telah mencatatkan diri sebagai
presiden Amerika Serikat yang pelantikannya dihadiri dan disaksikan oleh undangan
dan penonton terbanyak (+ 2 juta orang) dengan pengamanan super ketat, (Kompas
Selasa, 21/01/2009).
orang non kulit putih yang notabene merupakan kelompok minoritas berhasil meraih
sukses sebagai orang nomor satu di negara super power tersebut? Tentu saja ada
banyak hal yang mendukung kesuksesan Presiden Obama ini. Salah satunya karena ia
tampil pada saat yang tepat yakni saat rakyat Amerika dan dunia terjerumus dalam
krisis dimensional yang sangat mengkhawatirkan, yang merupakan dampak dari krisis
berkuasa. Dalam situasi krisis yang sedemikian parah tersebut tampillah Presiden Barak
2
Obama sebagai orang muda yang punya idealisme untuk menjadikan Amerika Serikat
didukung oleh kepiaweannya sebagai seorang orator ulung dan dengan persona yang
penuh pesona dan karisma telah berhasil meyakinkan dan membangkitkan pengharapan
dan kerinduan rakyat Amerika serta masyarakat di seluruh belahan dunia akan suatu
peradaban kehidupan yang penuh harmoni, damai, tenteram dan sejahtera. Dan bukan
“Jika anda ingin bergabung dalam pencarian mustahil ini, merasa takdir telah
memanggil, melihat sebagaimana saya melihat masa depan yang membentang
di depan kita, merasakan sebagaimana saya merasakan bahwa sekarang telah
tiba saatnya kita bangun dari tidur panjang, menanggalkan ketakutan, berbuat
yang terbaik untuk melunasi hutang kita kepada generasi yang telah lewat dan
generasi yang akan datang, maka saya siap menerima tugas itu dan berjalan
serta bekerja bersama Anda semua. Mulai hari ini, kita akan bersama-sama
menyelesaikan pekerjaan yang sangat dibutuhkan untuk mengantarkan
kelahiran kebebasan baru di bumi ini” (Abdilah Toha, 2008: 129).
Dalam kepemimpinan bangsa dan negara kita sebagaimana kita saksikan setiap
saat, baik melalui media cetak maupun media elektronik, di mana para pemimpin kita
mulai dari tataran paling atas sampai tataran paling bawah satu persatu mulai terseret ke
pengadilan akibat terjerat kasus korupsi. Hal ini sangat bertentangan dengan harkat dan
yang begitu parah yang patut mendapatkan perhatian serius dari berbagai elemen
masyarakat untuk memperbaiki situasi ini dengan memilih pemimpin yang berintegritas
baik, berkualitas, berani melakukan perubahan dan mau mengabdi serta melayani demi
terwujudnya masyarakat yang makmur, tenteram, damai dan sejahtera. Oleh karena itu
sangat diharapkan agar para pemimpin kita yang telah terpilih dalam pemilu tanggal, 9
April 2009 yang lalu, kiranya dapat sungguh-sungguh menunjukkan integritas dirinya
Ranah kehidupan menggereja di era post-modern saat ini pun tidak terluput dari
krisis-krisis serupa terutama krisis kepemimpinan yang hampir dialami dan dirasakan di
setiap lembaga Gereja konkritnya lembaga religius. Dalam hal ini tidak bisa dipungkiri,
bahwa lembaga-lembaga Gereja pada umumnya dan lembaga religius pada khususnya
bersama para pemimpinnya, berada pada lembaga yang berpegang teguh pada hirarki
nilai transenden dan sekaligus menempatkan diri sebagai pejuang dalam usaha
Dalam menghadapi situasi jatuh bangun tersebut para pemimpin dan warga
perlu berdiam sejenak dan bertanya dalam hati, apa sesungguhnya penyebab terjadinya
semuanya itu? Jawaban atas pertanyaan ini tidak bisa dilepaskan dari manusia sebagai
subyek pos-modern itu sendiri. Dalam hal ini Prasetyo (2003: 5-6) berkata:
Situasi negatif yang timbul dari era post-modern ini mengakibatkan juga adanya
kelemahan dan kerapuhan pribadi, termasuk para pemimpin religius: dalam
tataran kognitif berupa kekaburan sistim nilai, dalam tataran penghendakan
berupa kelesuan (burn-out) dan dalam tataran afektif berupa kemenduaan hati,
perang batin, keretakan yang membuat gelisah dan tidak tenang. Ini semua pada
gilirannya mempengaruhi sistim motivasi seseorang, karena membentuk
kekuatan batin (inner power) pada taraf yang tidak dewasa. Dari situlah mulai
hilangnya segi misteri manusia, terhukum oleh budaya post-modern, atau hanya
tinggal implisit. Manusia kehilangan aspek ketinggian, kedalaman dan keluasan
kepribadian dan misterinya, dan inilah sesuatu yang perlu dikembalikan melalui
4
ia harus selalu berusaha memimpin “bersama dan seperti Yesus”. Dalam hal ini ia harus
khususnya para pemimpin religius di zaman ini amat jauh dari apa yang diharapkan
apa yang menjadi obsesi pribadinya. Hal ini seringkali disebabkan oleh pemahaman
para pemimpin akan arti dan makna terdalam dari kepemimpinan itu sendiri, di mana
kepemimpinan bukan dipahami dan diterima sebagai sebuah fungsi untuk mengabdi
dan keharmonisan para anggotanya, melainkan dijadikan sebagai status, kekuasaan dan
jenjang karier yang harus dipertahankan dengan menghalalkan berbagai macam cara
demi kepentingan pribadi atau kelompoknya. Berkaitan dengan hal ini rasul Petrus
berkata:
kepemimpinan dalam Gereja dan tarekat religius di zaman sekarang adalah model
Yesus harus menjadi “roh” yang menggerakkan setiap pemimpin dalam membantu para
anggotanya mencapai kedewasaan iman dan cinta serta baktinya kepada Tuhan yang
sendiri, tetapi harus dengan penuh kerendahan hati dan dalam keheningan batin mau
mendengarkan dalam hatinya apa yang dikehendaki Tuhan dan dari diri sesama
anggotanya sebagai satu kesatuan yang integral. Berkaitan dengan hal ini para anggota
pun dituntut agar mau terbuka untuk membantu dan mendukung pemimpinnya dalam
yang sehat dan jujur antar satu sama lain, sehingga dengan demikian apa yang menjadi
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus sebagai salah satu lembaga religius laikal
yang berpusat di Indonesia (Malang Jawa Timur) dalam perkembangannya hingga saat
ini sebagai anak zaman tidak terlepas dari tantangan dan pengaruh-pengaruh yang
dilahirkan oleh zaman pos-modern saat ini, sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dalam hal ini para Frater Bunda Hati Kudus dalam menjalankan tugas perutusan
sehari-hari baik sebagai pemimpin maupun sebagai yang dipimpin kerap mengalami
krisis, baik krisis kepemimpinan maupun krisis identitas serta kualitas diri sebagai
bagaimana upaya para Frater Bunda Hati Kudus menjawab persoalan-persoalan yang
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
3. Usaha macam apakah yang dapat membantu para Frater Bunda Hati Kudus dalam
C. TUJUAN PENULISAN
1. Membantu para Frater Bunda Hati Kudus untuk semakin memahami secara benar
serta mendalam arti dan makna kepemimpinan kegembalaan Yesus dalam Injil
2. Memotivasi para Frater Bunda Hati Kudus untuk semakin memahami, memaknai
kepemimpinannya sehari-hari.
para Frater Bunda Hati Kudus dalam upaya menghayati, mengaktualisasikan dan
4. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu
D. MANFAAT PENULISAN
pemimpin dan segenap anggota Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus agar dapat
sehari-hari.
3. Membangun kesadaran dan perspektif baru bagi para pembaca teristimewa para
Frater Bunda Hati Kudus akan pentingnya nilai-nilai keutamaan Yesus sebagai
E. METODE PENULISAN
sebuah studi pustaka dari berbagai buku referensi karangan ilmiah yang berkaitan
dengan tema yang diangkat penulis. Selain itu, penulis juga berusaha menggali konteks
Hati Kudus akan situasi konkrit kepemimpinan dalam Kongregasi Frater Bunda Hati
F. SISTEMATIKA PENULISAN
sistematika penulisan.
Kudus, spiritualitas Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus. Selanjutnya bab ini akan
Kitab Hukum Kanonik, kepemimpinan dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus,
Frater Bunda Hati Kudus, karakteristik kepemimpinan religius, situasi dan tantangan
Bab III membahas konteks Injil Yohanes 10:11-15, sebagai sumber ispirasi
kepemimpinan kristiani, yang akan mencakup: struktur Injil Yohanes 10:11-15, tafsir
yang meliputi latar belakang sejarah masuknya Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di zaman sekarang, yang akan dicapai lewat
Bab VI adalah bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
9
BAB II
SEKILAS TENTANG
Congregatie van de Fraters van Onze Lieve van het Heilig Hart atau
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus adalah suatu kongregasi bruder Belanda, yang
merupakan komunitas pria religius yang bukan imam. Kongregasi Frater Bunda Hati
Kudus didirikan pada tanggal, 13 Aguatus 1873 oleh Mgr. Andreas Ignatius
Schaepman (1815-1882), Uskup Agung Utrecht, di kota Utrecht Belanda. Maksud dari
bagi sekolah-sekolah Katolik yang baru didirikannya (van Vugt, 2005: 31).
dikeluarkan oleh para uskup Belanda yang turut ditandatanganinya. Dalam Surat
Gembala, yang diterbitkan pada tahun 1868, para uskup Belanda menolak secara tegas
pendidikan sekolah negeri yang netral dan tak berdasarkan agama. Melalui Surat
Gembala tersebut para uskup mau menjelaskan kepada umat Katolik bahwa hanya
sekolah Katoliklah yang cocok dan aman bagi pendidikan anak-anak mereka.
Walaupun di kota Utrecht pada waktu itu tidak mengalami kekurangan guru, namun
pada tahun 1870 Mgr. Schaepman tetap berusaha untuk menarik beberapa bruder dari
kongregasi bruder yang sudah ada di Belanda untuk sekolah-sekolah yang didirikannya.
Pertimbangan utamanya ialah kehadiran para religius guru ini akan semakin
tersebut, Mgr. Schaepman juga memiliki motivasi lain yang lebih mendasar yakni agar
para religius rela bekerja dengan gaji yang lebih kecil bila dibandingkan dengan gaji
tenaga awam. Pertimbangan ini memang sangat penting berhubung pada waktu itu
mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dengan melihat situasi yang amat berat ini, Mgr.
Johanes Zwijsen, seorang rekannya di Den Bosch, menulis surat kepadanya bahwa
“Rupanya keadaan di kota Utrecht menjadi sungguh kacau; keinginan besar untuk
sehingga mungkin sekolah-sekolah itu akhirnya tak bisa dipertahankan…” (van Vugt,
2005: 32).
bruder yang telah ada di Belanda untuk datang ke kota Utrech, akhirnya beliau
memutuskan untuk mendirikan sendiri suatu kongregasi bruder menurut model yang
telah berhasil yakni Kongregasi Fraters van Onze Lieve Vrouw, Moeder van
Barmhartigheid, yang lebih dikenal dengan sebutan “Fraters van Tilburg” atau yang
kita kenal di kota Yogyakarta dengan nama “Frater CMM”, yang didirikan oleh Mgr. J.
Swijsen pada tahun 1844. Melalui suatu surat edaran yang dikirim kepada semua
Pada tahun 1871 Mgr. Schaepman bertemu dengan seorang pemuda bernama
(1841- 1915) dari Zwolle kota asal Monsenyiur, dan Gerbrandus de Leeuw (1845-
1880) dari Groningen. Kepada ketiga pemuda itu Mgr. Schaepman meyakinkan mereka
bahwa masa depan mereka berada dalam kongregasi baru yang didirikannya itu.
Akhirnya pada tahun 1871 Antonius Vonk dan Bernard Hollak, diperkenankan
11
menerima busana biara dengan nama Fr. Bonifacius Vonk dan Fr. Wililbrordus Hollak.
Pada tahun 1872 Gerbrardus de Leeuw menyusul mereka dengan nama Fr. Gregorius
de Leeuw. Tiga orang frater ini merupakan pioner bagi Kongregasi Frater Bunda Hati
Kudus yang pada ulang tahunnya ke 127 telah memiliki anggota sekitar 1200 orang
Sesudah menerima busana biara, ketiga frater pioner ini harus mengikuti tahun
novisiat yang diwajibkan menurut hukum Gereja dan mengenal praktek sehari-hari
hidup membiara. Maka langkah selanjutnya adalah ketiga frater ini dikirim ke rumah
induk Kongregasi Frater CMM di kota Tilburg untuk menjalani masa pembinaannya.
Pada tahun 1873 ketiga frater menyelesaikan masa pembinaannya dan mereka kembali
ke kota Utreht. Mereka bertiga tinggal dan hidup bersama di sebuah gedung di
Ganzenmarkt (terletak di belakang balai kota Utrecht), yang beberapa tahun kemudian
mereka pindah ke Herenstraat, tempat rumah induk Provinsi Belanda sampai sekarang.
Pada taggal 13 Agustus 1873 dalam suatu upacara misa yang sederhana diangkatlah
Frater Bonifacius Vonk oleh Mgr. Schaepman sebagai pemimpin/ Overste bagi anggota
kongregasi yang baru dibentuknya itu. Peristiwa ini dianggap sebagai hari kelahiran
kongregasi. Dengan demikian tanggal 13 Agustus 1873 ini selalu diperingati sebagai
hari lahirnya Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus sampai sekarang (van Vugt, 2005:
55).
yang khas yang akan diterapkan dalam tarekat barunya itu. Ia hanya ingin mengikuti
contoh kongregasi yang sudah ada yakni Kongregasi Frater CMM di Tilburg. Di mana
dalam Kongregasi Frater CMM ini diterapkan bentuk campuran yakni ada Frater yang
dithabiskan menjadi imam dan ada Frater seumur hidup/ bruder. Maka dalam benak
12
Mgr. Schaepman pun ingin menerapkan bentuk yang sama bagi kongregasinya. Demi
menjadi imam dengan terlebih dahulu mengikuti kursus secara kilat untuk
mempersiapkan diri sebagai imam. Juga dalam penyusunan Peraturan kongregasi, Mgr.
Schaepman hanya mengikuti contoh Kongregasi Frater CMM dari Tilburg. Ketiga
frater pioner ini diberi suatu versi peraturan Kongregasi Frater CMM yang sudah
dengan baik dan cepat karena mereka memenuhi kebutuhan sosial dan religius yang
besar yang sedang bergejolak pada waktu itu. Namun lain halnya dengan Kongregasi
Frater Bunda Hati Kudus/ kongregasi van Utrecht. Dalam dua puluh lima tahun
pertama kongregasi ini kurang berkembang, penyebab utama adalah karena pribadi dan
kepemimpinan Pater Bonifacius Vonk, yang ternyata tidak sanggup menjabat sebagai
overste/ pemimpin kongregasi. Dampak dari kelemahan ini adalah jumlah frater hampir
tidak bertambah dan karya pendidikan yang merupakan tujuan pendirian kongregasi
tidak banyak berkembang, baik dalam jumlahnya maupun mutunya. Tahun 1891 Pater
Vonk pergi dengan diam-diam dan meninggalkan konfrater lainnya dalam kebingungan
besar. Akibatnya pada tahun-tahun berikut kongregasi beberapa kali terancam bubar.
Namun pada permulaan abad XX keadaan kongregasi tiba-tiba sangat membaik. Hal
itu antara lain kerena beberapa kali para frater berhasil memilih seorang pemimpin
umum yang sangat mampu dalam bidang kepemimpinan. Khususnya Fr. Stephanus
Buil (1906-1914) yang merupakan pemimpin yang paling baik di mata para frater.
Dampak positif dari kepemimpinan Fr. Stephanus Buil ini adalah, jumlah novis
semakin meningkat dan mutu pendidikan para frater pun semakin baik. Begitu pula
sekolah-sekolah yang ditangani para frater pun semakin meningkat baik dari sisi
13
kualitas maupun kuantitasnya. Bagi Kongregasi van Utrecht seperti juga bagi
Dunia I ini disebabkan antara lain oleh “penyamaan finansial” antara pendidikan
Penyamaan itu adalah hasil perjuangan politik yang panjang oleh kalangan Katolik dan
Protestan, yang mencapai hasilnya pada tahun 1917. Maka mulai tahun 1920 sekolah
Katolik dan Protestan dibiayai oleh pemerintah sama seperti sekolah negeri. Dengan
Utrecht. Kini gaji para frater yang mengajar di sekolahpun sama dengan guru awam
lainnya dan tidak lagi jauh lebih rendah dari seperti dulu lazim untuk kaum religius.
Keadaan finansial kongregasi-kongregasi pun mulai membaik. Lagi pula antara tahun
1918 - 1940 mereka memperoleh jumlah anggota yang luar biasa besar. Hal ini juga
berlaku bagi Kongregasi van Utrecht. Dengan adanya perubahan dan perkembangan
positif ini, Kongregasi van Utrecht pun semakin mampu memperluas karyanya dengan
semakin meningkatnya jumlah frater yang menjadi guru atau memiliki ketrampilan
tertentu yang dapat dijadikan sebagai modal dalam menjalankan tugas perutusan tarekat
yang dipercayakan kepada mereka. Perkembangan Kongregasi van Utrecht ini juga
dapat dilihat dari penanganan karyanya yang dulu belum begitu profesional, kini
menjadi tarekat guru dan pengasuh yang ahli dan profesional (van Vugt, 2005: 35).
14
Pada tahun 1928 perkembangan yang baik dalam Kongregasi Frater Bunda Hati
Kudus juga nyata melalui keputusan pimpinan pusat untuk mengutus para frater ke
tanah misi Hindia Belanda dengan maksud menangani pendidikan Katolik di sana. Bagi
Kongregasi van Utrecht usaha misi yang baru ini memberi kesempatan untuk memakai
kemungkinan finansial dan ketenagaan yang baru itu dalam bidang yang sangat baru
dan sekaligus merupakan tantangan yang amat besar. Kekhawatiran para frater ini
wajar karena memang keadaan dan situasi di Hindia Belanda sangat berbeda dengan
situasi dan keadaan di Belanda. Tetapi bidang karya yang akan ditangani para frater di
Hindia Belanda sama dengan apa yang telah mereka tangani sebelumnya di negeri
Belanda yakni di bidang pendidikan dan pengasuhan/ asrama. Dengan keyakinan dan
semangat yang mereka miliki dan dibawa ke tanah misi, berdampak sangat positif
yakni hanya dalam kurun waktu beberapa tahun saja jumlah frater di Hindia Belanda
dan sekolah serta lembaga yang mereka kelola berkembang dengan pesat. Lagi pula
para frater Belanda berhasil menarik beberapa pemuda pribumi (Jawa) untuk menjadi
novis yang akan menjadi penerus mereka di tanah misi suatu saat nanti. Inilah suatu
permulaan yang sederhana dari perkembangan yang sangat penting bagi pertumbuhan
Dalam peziarahan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus bersama dan di tengah
umat selama ini selalu memunculkan pertanyaan “Mengapa para anggota kongregasi ini
disebut Frater dan bukan Bruder?” dan “Mengapa Bunda Hati Kudus dan bukan gelar
Bunda yang lain?”. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, di sini akan diuraikan
alasan sebutan “Frater” dan gelar “Bunda Hati Kudus” yang di pakai dalam Kongregasi
Kata Frater berasal dari bahasa Latin yang berarti “Saudara laki-laki” (K. Prent,
1969: 351). Sedangkan kata Buder/ Brother berasal dari bahasa Inggris yang
mangandung arti yang sama pula yakni “Saudara laki-laki” (Desy Anwar, 2001: 43).
Tetapi mengapa Kongregasi van Utrecht memilih sebutan Frater? Hal ini disebabkan
karena sebelum Kongregasi Frater Bunda Kerahiman (Frater CMM) dan Kongregasi
Frater Bunda Hati Kudus (Frater BHK) didirikan di negeri Belanda telah terdapat suatu
lembaga religius yang bernama “Para Bruder kehidupan Bersama-sama”. Para anggota
dari lembaga religius ini kadang di sebut “Frater”. Lembaga ini berkembang amat pesat
dan Belanda, yang akhirnya juga dibubarkan oleh Napoleon pada tahun 1812.
Anggotanya yang paling akhir hidup adalah Frater Gerardus Mulder (Informasi
Mgr. J. Swijsen pendiri kongregasi Frater CMM dari Tilburg dan Mgr. Andreas
I. Schaepman pendiri Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus (BHK) ingin melanjutkan
tradisi historis yang telah dimulai oleh Para Bruder/ Frater Kehidupan Bersama-sama
tersebut. Dengan demikian kedua uskup agung itu bersepakat dan memutuskan bahwa
para anggota dari kedua kongregasi yang didirikannya disebut “Frater” (Informasi
yang baru didirikannya, Pater Salesius de Beer pemimpin umum Kongregasi Frater
16
CMM, menganjurkan agar Mgr. Schaepman mencari inspirasi pada devosi “Bunda Hati
Kudus”. Tepat pada waktu itu devosi kepada Bunda Hati Kudus sangat populer dan
sangat di dukukung oleh Mgr. De Beer. Sejak tahun lima puluhan dalam abad XX
devosi Bunda Hati Kudus ini disebarkan oleh seorang Pastor dari Prancis, yakni Pater
Jules Chevalier pendiri Kongregasi para Misionaris Hati Kudus (MSC) dan Kongregasi
Putri Bunda Hati Kudus (PBHK) di Issoudun, Prancis Tengah. Pater Chevalier ingin
mengaitkan penghormatan tradisional kepada Maria dengan devosi Hati Kudus Yesus,
yang pada waktu itu merupakan devosi yang paling penting dan paling tersebar luas di
Eropa.
Pada tahun enam puluhan spiritualitas ini juga muncul di Belanda Selatan,
Broederschap van Onze Lieve van het Heilig Hart (persaudaraan Bunda Hati Kudus) di
Sittard pada tahun 1867. Pada tahun 1870 Pater Chevalier sendiri berkunjung ke
Belanda dan berkotbah di kota Sittard, Roemond dan Tilburg. Devosi Bunda Hati
Kudus ini menarik banyak perhatian positif. Sekitar tahun 1870 Mgr. Schaepman
bersama para uskup lainnya bergabung menjadi anggota persaudaraan Bunda Hati
Kudus tersebut. Berdasarkan anjuran dari pater Pemimpin Umum Kongregasi Frater
didirikannya ke dalam perlindungan Maria Bunda Hati Kudus sebagai penyalur segala
rahmat dan karunia dari Hati Kudus Yesus kepada para anggota tarekat dan siapa saja
yang akan mereka jumpai dan layani. Dalam hal ini Mgr. Schaepman secara tidak
langsung ingin memberikan kepada kongregasinya dasar spiritual yang kuat demi
Spiritualitas Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus lahir dari hati pendiri Mgr. A.
I. Schaepman yang hatinya tergerak dan tersentuh ketika melihat kebobrokan zamannya
yakni terjadinya ketidakadilan dalam bidang pendidikan. Hal ini tersirat dalam motonya
tersebut, ia berusaha untuk menanggapi dengan mendirikan sebuah tarekat religius laki-
laki yang akan mengemban misi pendidikan untuk menjawabi kebutuhan zamannya.
Mgr. Andreas.I. Schaepman menaruh harapan penuh optimisme akan suatu profil dan
kualifikasi yang harus dimiliki oleh para anggota kongregasinya, yang terungkap
yang rajin dan berbudi luhur dalam kebajikan. Saya membutuhkan orang laki-laki
yang sering dikenal dengan istilah Spiritualitas. Dengan demikian inti jiwa tersebut
betul-betul menjadi bagian integral dari hidup kongregasi, menjadi bagian dari inti
kebatinan kongregasi, dan sekaligus menjadi api atau obornya kongregasi. Inti jiwa
hidup atau spiritualitas kongregasi yang merupakan suatu gerakan kharisma itu dapat
diidentifikasi melalui empat unsur pokok yakni: “Mistik Kongregasi yakni “Hati yang
yakni “Ikut serta membebaskan sesama yang miskin dan menderita, khususnya kaum
muda agar mereka dapat berkembang serupa citra-Nya” (Konst. 1-3 & 6-9). Cara
Konst. 6b, 24, 34) (Sekretariat Dewan Umum Kongregasi Frater BHK, 2006: 1).
Keempat unsure pokok di ataslah yang kemudian membentuk atau menjadi tonggak
Proses pengidentifikasian empat unsur pokok ini hanya dapat digali dan
meresapi cara hidup para anggota sepanjang sejarahnya. Dengan demikian keempat
Kongregasi tersebut perlu dikenal. Dari keempat pilar utama tersebut, kita dapat
melihat baik secara eksplisit penekanannya pada “Hati” yang membebaskan dan
kita dapat menemukan aplikasi dari kasih atau hati yang membebaskan itu melalui
sikap dasar “Kepedulian, Kesederhanaan dan Ugahari” (Apostolat dan Cara Hidup
Kongregasi). Dalam hal ini kasih menjadi sentral, yang tertuju pada : Teosentris,
Trinitaris dan Kristosentris, yakni kasih Allah yang diwujudkan dalam relasi personal
Mgr Andreas I. Schaepman dengan pribadi Yesus Kristus. Kasih itu diwujudkan oleh
Allah melalui Roh-Nya sendiri yang merasuk dalam diri pendiri dan para anggota
tarekat yang harus diperjuangkan dan diperbaharui terus-menerus agar kasih Allah
itupun mewujud dalam relasi dengan sesama dan alam ciptaan lainnya.
menjadi pegangan, obor dan api yang selalu membakar semangat, menuntun,
mengarahkan serta menjadi sumber inpirasi bagi kongregasi dalam mengemban tugas
19
perutusannya di tengah dunia kapan dan di manapun diutus (Sekretariat Dewan Umum
C. Pengertian Kepemimpinan
Kata pemimpin dalam bahasa Inggris disebut leader . Akar katanya to lead.
Dalam kata itu terkandung beberapa arti yang saling erat berhubungan yakni : bergerak
lebih awal, berjalan di depan, mengambil langkah pertama, mengarahkan pikiran dan
pengaruhnya. Dengan demikian arti pemimpin adalah: ”orang yang bergerak lebih awal,
Pemimpin dan kepemimpinan merupakan dua hal yang tak terpisahkan, karena
kedua istilah tersebut menunjuk pada seseorang yang memiliki wewenang untuk
orang untuk mencapai suatu tujuan. Berikut ini akan dipaparkan beberapa pengertian
tentang kepemimpinan menurut tiga orang ahli yang dikutip oleh Sudomo (2005: 21-
Allen ”Kepemimpinan adalah bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada orang
20
lain dalam usahanya untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah proses untuk
sebenarnya inti dari kepemimpinan adalah ”Pengaruh”. Dalam hal ini secara arti kata
antara kata pemimpin dan kepemimpinan tetap ada perbedaan yakni Pemimpin adalah
orang yang dapat mempengaruhi anggota kelompoknya untuk bekerja sama dalam
mencapai tujuan bersama, sedangkan kepemimpinan adalah seni dan ilmu yang dimiliki
oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi anggota kelompoknya agar mereka mau
Father Anthony D’Souza dalam bukunya Developing The Leader Within You,
Strategies for Effective Leadership yang dikutip oleh Sudomo (2005: 13)
kinerja suatu organisasi. Pemimpin adalah seseorang yang tahu jalannya, menunjukkan
2. Kepemimpinan Religius
hidup religius itu sendiri, yakni mencapai kesempurnaan hidup Injili. Seorang
pemimpin religius dalam menjalankan fungsi dan peranannya hanya semata-mata demi
kehidupan sehari-hari. Apabila hal ini yang dipegang teguh dan dihayatinya maka
bukan lagi ambisi dan obsesi pribadi yang berjalan malainkan kehendak Allah dan
tarekatlah yang diperjuangkannya. Hal ini sesuai dengan apa yang digambarkan oleh
21
para Bapa Gereja tentang kepemimpinan religius sebagaimana termaktub dalam Kitab
Para pemimpin hendaknya menjalankan kuasa yang diterima dari Allah lewat
pelayanan Gereja dalam semangat pengabdian. Maka dalam melaksanakan
tugasnya hendaklah peka terhadap kehendak Allah, serta mengusahakan
ketaatan sukarela mereka dengan menghargai kepribadian manusiawi mereka,
dengan senang hati mendengarkan mereka serta mengajukan peran serta mereka
demi kebaikan tarekat dan gereja, tetapi dengan tetap memelihara wewenang
mereka sendiri untuk memutuskan serta memerintahkan apa-apa yang harus
dilaksanakan (KHK, no. 618, 1999: 193).
Dalam hal ini anjuran para Bapa Gereja di atas mau menegaskan kepada para
dianugerahkan Allah bagi mereka. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugas
kepemimpinan, mereka harus peka, tanggap dan taat terhadap kehendak Allah yang
mewujud dalam pengabdian dan pelayanannya terhadap para anggotanya dan juga
Selain itu, dalam KHK kanon 619 para Bapa Gereja menegaskan sekali lagi
tentang bagaimana caranya para pemimpin Gereja khususnya para pemimpin religius
anggotanya, yakni :
Pemimpin religius adalah orang yang dipercaya oleh tarekat untuk menerima
dan melaksanakan tugas suci dari Allah. Oleh karena itu pemimpin hendaknya
menerima tugas itu dengan tulus dan rendah hati serta berusaha menjalankannya
dengan tekun dan penuh tanggung jawab. Pemimpin juga harus menyadari bahwa
dalam mengemban tugas kepemimpinan itu tidak sendirian melainkan, bersama para
anggota tarekat atau anggota komunitas yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Maka
dari itu ia harus menerima, menghargai, mengarahkan serta membimbing mereka untuk
membangun suatu komunitas kristiani dalam Kristus, di mana Allah dicari, dicintai dan
diabdi melebihi segala sesuatu. Dalam hal ini tugas seorang pemimpin adalah
memberikan perhatian yang tulus dan secara holistik yakni perhatian dan pelayanan
yang mencakup unsur rohani dan jasmani para anggotanya sesuai dengan tradisi serta
semangat tarekat yang dihayatinya. Berkaitan dengan hal itu, Soenarja (1984: 26)
berkata:
Dengan melihat realitas kehidupan para religius dewasa ini, baik para pemimpin
maupun para anggotanya, tanpa kecuali para Frater Bunda Hati Kudus, dalam
orang mulai memisahkan antara tuntutan karir dan kehidupan rohani. Dampaknya
23
adalah kerap kali kehidupan rohani dan penghayatan nilai-nilai hidup berkomunitas
terabaikan atau dinomorduakan, akhirnya orang lebih mengejar prestasi dan prestise
dari pada makna dan nilai hidup religius dibalik perutusan itu sendiri. Berkaitan dengan
Sesungguhnya inilah nilai dan makna terdalam dari hidup religius yang harus
ditanamkan dan dihayati oleh para pemimpin religius dan para anggotanya termasuk
para pemimpin dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus dan para anggotanya.
menjadi sumber kabar suka cita bagi sesama, atau dengan kata lain para religius dapat
berperan sebagai garam dan terang dunia di tengah kehidupan dunia yang semakin
memprihatinkan ini. Berkaitan dengan hal ini, Timothy Radcliffe, (2009: 11)
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus sebagai salah satu lembaga religius laikal
keuskupan, secara institusional tentu saja tidak terlepas dari struktur kepemimpinan
Semangat kepemimpinan yang dihayati dalam kepemimpinan para Frater Bunda Hati
Kudus pun tidak terlepas dari semangat kepemimpinan yang telah diwariskan oleh sang
pendiri Mgr. Andreas I. Schaepman, yang termaktub dalam mottonya: “In Sollicitudine
Mgr. A.I. Schaepman lahir di kota Zwolle, Belanda, pada tanggal 04 September
1815 dan pada hari yang sama kanak-kanak ini dibaptis dalam gereja yang disebut
“Borger”. Ia merupakan anak kelima dari Sembilan bersaudara. Ayahnya bernama P.H.
Schaepman dan ibunya Elisabet I.B. Kistemaker. Mengenai masa kecilnya tidak
diketahui secara pasti kecuali sebuah peristiwa yang sangat mengagumkan yang sempat
setelah ia terapung selama beberapa jam di atas air sungai yang menghanyutkannya.
pertama di sebuah sekolah berasrama yang dipimpin Tuan van den Heuvel di
Ravensteyn, Belanda. Karena ia merasa diri dipanggil untuk menjadi imam, maka studi
‘s Heerenberg, Belanda. Ia memiliki semangat belajar yang tinggi. Selain itu ia juga
memiliki bakat seni yakni menggambar, yang di kemudian hari ia tunjukkan dan
salurkan lewat dukungan dan usahanya demi pelestarian dan pengembangan karya-
Schaepman dithabiskan imam pada tanggal 09 Maret 1838 oleh Mgr. van
sebagai pastor paroki di Gereja Sta. Maria di Zwolle kota kelahirannya. Pada tahun
1843 Pastor Schaepman diutus lagi ke Ommerschans. Di sana ia bersuaha untuk selalu
berada bersama para kaum pekerja yang setiap hari bekerja menggali tanah liat untuk
dan kesederhanaan. Namun tiga tahun kemudian yakni tahun 1846 ia diangkat menjadi
pastor paroki di Assen, dan di tempat inipun ia selalu diterima dan dicintai oleh
umatnya yang pada umumnya orang-orang kecil dan sederhana (Fransiskus, 1998: 1).
kota Zwolle dan bertugas sebagai pastor paroki di Paroki St. Mikhael. Selanjutnya
tepatnya taggal 29 September 1857 oleh Mgr. J. Zwijsen (uskup agung Utrecht) Pastor
Schaepman diangkat menjadi rektor seminari tinggi di Rijsenburg dan pada tanggal 08
Mei 1858 ia diangkat lagi menjadi Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Utrecht untuk
membantu Mgr. J. Zwijsen yang wilayah penggembalaannya sangat luas. Namun tidak
hanya sampai di sini, sebab pada taggal 08 Desember 1858 ia diangkat oleh Paus Pius
IX menjadi Proost (Ketua) Kepitel Gereja metropolitan Utrecht dan sekaligus sebagai
pastor dan vikjen, ia sangat dikenal rendah hati dan bijaksana sehingga ia selalu
Pada tanggal 08 Juli 1860 Pastor Schaepman diangkat oleh Bapa Suci Paus Pius
IX menjadi uskup Esebon, dalam kedudukan ini ia sekaligus menjadi uskup co-ajutor
diterimakan oleh Mgr. van Vree di kapela seminari tempat ia bekerja dulu pada taggal
Dengan moto ini ia bersumpah di depan uskup agungnya, bahwa ia ingin menjadi
seorang gembala yang penuh perhatian bagi orang-orang yang dipercayakan kepadanya,
yakni kaum beriman yang digembalakannya, bahwa dalam kesederhanaan hati ia ingin
menjadi seorang bapak yang penuh cinta kasih bagi mereka. Janjinya ini secara
dengan beberapa ekor domba”. Perhatian dan pelayanan yang tulus dari kegembalaan
Mgr. Schaepman ini pun akhirnya mendapatkan perhatian dari pihak penguasa yakni
Kerajaan Belanda yang pada tanggal 12 Ferbruari 1867 menganugerahkan kepada Mgr.
Schaepman bintang/ lencana jasa “Bangsawan dalam Ordo Singa Belanda” (Fransiskus,
1998: 23).
Pada tanggal 07 Februari 1868 Mgr. A.I. Schaepman oleh Bapa Suci Paus Pius
IX diangkat sebagai uskup agung Utrecht, sedangkan Mgr. J. Zwijsen tetap menjadi
diselenggarakan pada tanggal 09 Maret 1868 di Gereja Sta. Katarina (Fransiskus, 1998:
24).
tantangan demi tantangan ia hadapi, sampailah pada suatu saat yang boleh dikatakan
27
sebagai tantangan dan peluang yakni pada tanggal 13 Agustus 1873 dalam situasi sulit
untuk mengatasi kebobrokan di bidang pendidikan yang terjadi saat itu. Akhirnya ia
meninggal dunia pada taggal 19 September 1882. Namun sebelum meninggal yakni
dalam masa-masa kritisnya, ia masih menyempatkan diri menulis dan mengirim sebuah
surat kepada yang mulia Paus Pius IX. Dalam surat itu ia menyatakan imannya, dan
sekaligus memohon berkat khusus dari Bapa Suci bagi dirinya. Selain itu ia juga
berkatnya sebagai uskup kepada semua imam dan umat beriman dalam keuskupannya,
dan akhirnya sesuai dengan motto thabisan uskupnya “In Sollicitudine et Simplicitate”
dengan sebuah ucapan yang sangat mengharukan, penuh kerendahan hati, ia meminta
ampun atas segala sesuatu yang kurang baik yang mungkin pernah dilakukannya
terhadap umat kesayangannya di keuskupan agung maupun bagi siapapun yang pernah
Dari seluruh perjalanan hidup dan kepemimpinan Mgr. A.I. Schaepman ini
dapat disimpulkan, bahwa ia merupakan seorang pemimpin dan gembala umat yang
penuh dedikasi, berbakat dan bertalenta melimpah. Satu hal yang paling istimewa
adalah bahwa ia memiliki kekayaan cinta yang luar biasa dalam hati dan hidupnya yang
menderita miskin, sakit dan tersingkirkan. Selain itu dalam menunaikan tugas
thabisan uskupnya yang tertera dalam perisai keuskupannya. Semua kekayaan ini telah
dalam konstitusi BHK no. 25 (Kapitel Umum, 1994: 49) yang berbunyi:
dilihat sebagai perwujudan cinta kasih kita kepada Allah melalui persekutuan yang
untuk menyatukan segenap anggotanya dalam ikatan cinta kasih Kristus sendiri sebagai
pemimpin utama. Selain itu dalam menjalankan perannya, seorang pemimpin juga
harus mengusahakan terciptanya komunikasi dan dialog yang sehat dan jujur di antara
satu sama lain, baik antar pemimpin, pemimpin dengan anggota, maupun antar anggota,
D. Fungsi Kepemimpinan
menjadi contoh bagi anggota, membawa anggota ke jalan yang benar, membantu
mempersatukan kelompok.
tujuan dan tata kerja, partisipasi kelompok, hasil kerja dan sebagainya.
apa yang menjadi tuntutan kepemimpinan profan, namun ada tuntutan-tuntutan lain
yang lebih mendasar dan sekaligus merupakan kekhasan bagi kepemimpinan religius.
Keunikan karakteristik atau ciri-ciri pelayanan yang harus dimiliki dan diberikan oleh
tarekat religius khususnya dan Gereja pada umumnya. Tidak dapat disangkal bahwa
zaman telah berubah dan kemajuan teknologi telah menguasai segala aspek kehidupan
manusia dari saat ke saat. Kenyataan ini di satu sisi telah membawakan sesuatu yang
positif namun di sisi lain juga ada dampak-dampak negatif bagi pertumbuhan dan
perkembangan hidup manusia terutama hidup para religius. Oleh karena itu dalam
kelangsungan hidup tarekat dan para anggotanya tidak boleh melupakan atau
meninggalkan apa yang menjadi “Kharisma dan semangat pendiri”. Dalam hal ini
mereka harus berpegang teguh padanya sebagai “api” dan “roh” yang senantiasa
yang dibangun hendaknya berdasar pada “kesadaran yang tinggi akan nilai pribadi,
nilai perbedaan aspirasi dan gerak-gerak batin yang hidup”. Dalam membangun
anggotanya untuk saling berbagi dan melengkapi satu sama lain dari segala kelebihan
juga harus selalu menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab penuh untuk
talenta yang dimilikinya. Hormat terhadap pribadi didasarkan pada pemahaman bahwa
hak-hak pribadi merupakan sesuatu yang luhur dan mulia. Hormat terhadap pribadi
menunjukkan kasih Allah dalam hidupnya kepada para anggota. Kasih dan kepercayaan
merupakan tanda untuk membuktikan bahwa apakah relasi pribadi yang terbangun
antara pemimpin dan para anggotanya benar-benar otentik atau tidak. Bila tidak ada
kasih dan kepercayaan di antara kedua belah pihak, maka dalam hubungan di antara
keduanya akan muncul ketakutan, hambar, kaku, penuh ketegangan dan penuh curiga.
Hubungan seperti ini akan membekukan relasi antar pribadi dan bahkan bisa
mematikan daya rasuli yang hendak dibangun dan dihayati. Sebaliknya apabila relasi
yang dibangun di antara pemimpin dengan para anggotanya didasari oleh nilai kasih
dan kepercayaan satu sama lain, maka akan nampak keharmonisan, saling menghargai
dan saling percaya satu sama lain, yang dengan sendirinya akan turut meningkatkan
Hidup di zaman sekarang ini harus disadari bahwa tidak hanya Roh Kudus yang
berkarya dalam diri manusia dan dunia tetapi kejahatan pun berjuang lebih giat dengan
segala tipu muslihatnya untuk merusak manusia dan dunia ini. Karena itu seorang
terjadi dalam hidup sehingga dapat membawa dia ke suatu pengarahan yang bijaksana
dan seturut kehendak Allah. Tanda-tanda zaman memang selalu bersifat mendua dan
misteri, maka itu perlu diteliti dan dicermati sehingga tidak merusak kehidupan
bersama dalam tarekat. Cara yang tepat dan efektif untuk membaca tanda-tanda zaman
adalah selalu mengarahkan hidupnya kepada Kristus dan melihat sesuai dengan “mata”
Tidak perlu diragukan lagi bahwa tanda-tanda zaman selalu mengandung nilai-
nilai positif atau mengandung janji serta undangan Allah untuk hidup secara baru dan
bernilai. Semuanya itu perlu diterjemahkan ke dalam hidup sehari-hari dan dalam hidup
perutusannya.
33
7. Memberi Inspirasi
yang memunculkan sikap pesimistis dan putus asa, perlu memberikan inspirasi dan
daya hidup bagi orang-orang di sekitarnya terutama para anggotanya. Untuk itu seorang
pemimpin perlu memiliki iman yang mendalam akan cinta kasih Allah. Ia juga perlu
memiliki kebesaran jiwa dan kedewasaan yang menjadikannya benar-benar siap dan
Roh Kudus. Dengan demikian ia akan memiliki keberanian untuk maju, memiliki visi
yang luas dan membangun, semangat dan keteguhan untuk berjuang tanpa henti
Hal ini menjadi tuntutan dasar untuk menjadi pemimpin sejati di zaman
sekarang. Pada dasarnya gambaran seorang pemimpin religius adalah orang yang selalu
menerima kenyataan apapun bentuknya, bukannya merasa mapan dan puas dengan apa
yang dicapainya saat ini. Pemimpin religius adalah orang yang terbuka dan bersedia
Rutinitas sering membawa kejenuhan dalam hidup maupun karya. Karena itu
perlu memupuk semangat untuk mempersembahkan pelayanan yang lebih dan terbuka
terobosan-terobosan baru dalam kepemimpinannya. Tetapi ia juga harus berani dan siap
untuk menghadapi dan menanggung segala resikonya. Bila itu terjadi maka pemimpin
tidak takut akan adanya penilaian dan kritikan yang dilontarkan kepadanya. Ia tidak
menjadi orang yang keras kepala atau keras hati namun sebaliknya menjadi semakin
terbuka dan rendah hati mengakui segala kelemahannya. Ia juga akan memiliki daya
tahan untuk tidak menyerah dan berani memulai lagi. Seorang pemimpin yang selalu
merasa diri benar tidak akan mampu mendorong dan mengundang kepercayaan dari
anggotanya.
mendalam dan terus-menerus atas tujuan-tujuan apostolis serta tujuan yang mau dicapai
dipahami dan dimengerti oleh seorang pemimpin. Sebagai gerakan, jiwa dan semangat,
menyampaikan gagasan serta perasaan emosi. Lebih dalam lagi komunikasi berarti
perkembangan jasmani dan rohani para anggotanya. Hubungan dan komunikasi yang
sehat antara pemimpin dan anggota akan menumbuhkan rasa saling pengertian,
F. Gaya Kepemimpinan
teori tentang gaya-gaya kepemimpinan, yang kesemuanya tentu saja memiliki makna
dan arti yang sangat positif bagi peningkatan mutu kepemimpinan dalam setiap tataran
36
kehidupam manusia, baik itu menyangkut pribadi maupun organisasi. Berkaitan dengan
organisasi atau tarekat sebagai miliknya sendiri. Ia selalu bertindak diktator dan
menganggap anggota yang lain hanya sebagai obyek atau alat belaka. Dengan
demikian ia memerintah dengan tangan besi dan ia hanya memberi perintah atau
dan pendapatnya.
yang belum dewasa dan masih membutuhkan bantuan dan perlindungan. Gaya
mengambil keputusan dan bertindak serta berinisiatf sendiri yang dampaknya para
secara bersama sebagai suatu tim, Pemimpin cukup memberi arahan-arahan yang
perlu.
organisasi. Pemimpin meyakini bahwa segala sesuatu akan berjalan lancar apabila
semua orang patuh pada peraturan. Pengambilan keputusan oleh pemimpin selalu
anggota selalu merasa puas dan gembira. Ia meyakini bila orang merasa baik dan
Dari semua gaya kepemimpinan di atas menurut Myron Rush, “Tidak ada satu
gaya kepemimpinan yang paling baik”. Sedangkan Tet W. Engstrom dan Edward R.
Dayton berpendapat bahwa “Para pemimpin memerlukan gaya yang berbeda pada saat
yang berlainan”. Artinya, para pemimpin perlu dapat menerapkan semua gaya sesuai
gaya kepemimpinannya pada saat yang tepat. Inilah yang disebut sebagai gaya
kepemimpinan situasional.
38
di era post-modern saat ini boleh dikatakan sangat rumit dan sekaligus semakin
mengaburkan prospek kepemimpinan religius di masa yang akan datang. Dalam hal ini
Prasetyo (2003: 10-12) secara rinci mengemukakan 7 jenis tantangan yang sedang dan
yang akan dihadapi dan dirasakan, baik oleh para pemimpin religius maupun oleh para
2. Adanya kelekatan yang tak teratur terhadap barang, jabatan maupun pekerjaan yang
Terlebih lagi kalau semuanya itu sempat menciptakan popularitas dan penghargaan
3. Adanya hukum senang, yakni ia menjadi tertutup dan kurang mendengarkan karena
kerohanian dangkal dan cenderung mengikuti apa yang lebih disenanginya dari
pada apa yang dikehendaki dan berkenan kepada Tuhan, maka terjadilah sistem
nilai subyektif yang membuatnya tidak terbuka terhadap situasi yang nyata dan
sekaligus tidak mau mendengar lagi pengarahan dari pimpinan. Hal seperti ini
sendiri atau bahkan utopi yang sulit diintegrasikan dengan apa yang menjadi visi-
misi tarekat.
39
sampai membuatnya menjadi fanatik dan tidak terbuka pada kenyataan obyektif
dari tarekat. Hal ini terkait dengan kelemahannya seperti haus popularitas dan
prestasi sebagai akibat adanya kelekatan terhadap kedudukan dan status yang
prestasi, maka ia akan terus merasa berjasa dan merasa sebagai anggota tarekat
yang paling penting dan ia akan selalu menuntut dan mengatur padahal ia sudah
menyelinap dalam diri para religius. Mereka ini diam-diam menuntut haknya
sebagai senior dan menjadi mudah tersinggung bila tidak diperhitungkan, ingin
juga menjadi tidak percaya dengan yang muda karena mereka takut jangan-jangan
apa yang telah mereka perjuangkan dan menuai hasil akan menjadi gagal di tangan
para generasi penerus. Selain itu, mereka juga ada yang mendasarkan
kebanggaannya pada keberhasilan dan kejayaan masa lalu. Maka setelah yang muda
memegang pimpinan, yang tua justru menjadi rewel, banyak melontarkan kritik
yang tidak membangun dan tidak menunjukkan adanya dukungan yang tulus.
6. Adanya segi fisik dan kemampuan yang semakin menurun dan tidak diimbangi
pertumbuhan secara realistis, dan kurang mampu menerima kenyataan dirinya yang
sampai sekarang.
7. Adanya nafsu duniawi termasuk nafsu kedagingan yang sering berkuasa secara
bawah sadar, terutama yang terkait dengan kebutuhan psikologis yang sentral pada
kacau karena dikuasai oleh nafsu seksual dan libido yang tak pernah diolah tetapi
malah dinikmati”. Orang yang dikuasai oleh nafsu seksual dan libido seringkali
hal ini Jofizal Janis, (Kepala Pusat Pemeliharaan, Peningkatan, dan Penanggulangan
manusia”.
Lebih lanjut Donald L. Hilton Jr. (Ahli bedah syaraf Rumah Sakit San Antonio, AS)
berkata:
perlu menjalani terapi. Maka di sini Hilton mengusulkan empat langkah metode
yang dapat digunakan antara lain “Memotivasi pecandu sehingga mau berupaya
terbebas dari kecanduan, menciptakan situasi aman dengan menghambat akses pada
BAB III
Dalam perikop Injil Yohanes 10: 11-15, Yesus secara istimewa ingin
diri sebagai seorang gembala yang baik yang senantiasa hadir, tinggal dan hidup
bersama para kawanannya untuk merawat, memperhatikan dan merasakan apa yang
menjadi suka dan duka mereka. Dengan demikian Ia ingin menunjukkan kepada para
pemimpin Yahudi dan tak terkecuali para pemimpin Kristiani dan religius kapan, dan di
mana pun, serta siapa pun dia, tentang siapa sesungguhnya pemimpin sejati itu. Oleh
karena itu untuk lebih memahami hal ini, maka dalam Bab III ini akan dibahas
mengenai konteks, struktur, tafsir dan pesan Injil Yohanes 10: 11-15. Berikut
dikutipkan kisah lengkap tentang “Yesus Gembala Yang Baik” (Yohanes 10: 11-15)
yang dikutip dari Kitab Suci Perjanjian Baru, terbitan Lembaga Alkitab Indonesia,
tahun 2000.
Perikop Injil Yohanes 10: 11-15 merupakan kelanjutan dari situasi kontroversi
yang terjadi antara Yesus dengan para pemimpin agama Yahudi yang menekankan
hubungan khusus antara Yesus dan umat beriman. Kontroversi ini menggunakan jenis
sastra “alegori”, yaitu analogi (persamaan) yang membandingkan suatu realitas dengan
realitas lain dalam berbagai seginya. Bedanya dengan perumpamaan adalah bahwa
dalam perumpamaan satu realitas dijelaskan dengan realitas lain, sedangkan dalam
Penggunaan kiasan domba dan gembala cukup dikenal dalam Perjanjian Lama,
di mana Daud (2Sam 7:8) dan Allah (mis. Yer 31:10) dikiaskan dengan
gembala, sedangkan Israel sebagai domba-dombanya. Kemudian, perkerjaan
gembala terhadap domba digunakan untuk menggambarkan karya eskatologis
Allah dalam kehidupan umat (Yes 40:11; Yeh 34). Yeh 34 berperanan bagus
sebagai latar belakang perbedaan antara pemimpin yang palsu dan gembala
yang baik, yang adalah Daud (Yeh 34: 23) dan Allah dalam karya penebusan-
Nya (Hadiwiyata, 2008: 143).
yang berbeda: Yohanes 10:1-18 termasuk dalam situasi yang lebih dekat dengan Yoh 9
yaitu pesta pondok daun, sedangkan Yoh 10:22-39 nampaknya termasuk dalam situasi
pemberkatan kenisah yang merupakan pintu masuk bagi Yesus menuju jalan
Ayat 11-13 : Yesus menegaskan diri sebagai gembala yang baik dengan berkata
Ayat 14-15 : Mengulang lagi rumusan ilahi “Akulah gembala yang baik”.
44
kelompok-Nya dengan gambaran yang amat lazim di kenal oleh lingkungan serta para
kawanan-Nya. Dalam hal ini Perjanjian Lama kerap kali melukiskan kehadiran Allah di
tengah umat pilihan-Nya sebagai Gembala dan umat Israel sebagai kawanan domba-
Nya (Mzm 23 & 78). Dalam Perjanjian Baru Yesus digambarkan sebagai Gembala
yang membawa keluar kawanan-Nya dan menemukan tempat yang aman bagi
penggembalaan, (Yoh 10:4-5 bdk Ul 1:30; Kel 1:10). Dengan demikian Darmawijaya
(1988: 161) berkata: “gambaran yang demikian mau menunjukkan tiga hal yang sering
Ay. 11-13 Akulah gembala yang baik. Pernyataan Yesus ini sekali lagi mau
menunjukkan kontras antara diri-Nya dengan orang-orang upahan yang bukan gembala
(ay 12). Kata “Baik” diterjemahkan dengan berbagai cara: yang ideal, yang layak
diteladani, dan yang penuh dedikasi, yang semuanya merujuk pada pribadi Yesus.
pribadi Yesus sebagai gembala yang baik yang rela menyerahkan nyawa-Nya bagi
Lain sama sekali dengan orang-orang upahan yang bukan pemilik domba, di mana
mereka memiliki tanggung jawab yang sangat terbatas, bahkan mereka tidak segan-
segan meninggalkan domba-domba apabila mereka berada dalam keadaan bahaya, (ay.
12-13). Orang-orang upahan ini mengacu kepada para pemimpin agama Yahudi dan
juga siapa pun yang mengemban tugas kepemimpinan yang selalu menyalahgunakan
45
Ay. 14-15 Penginjil menampilkan lagi rumusan ilahi “Akulah gembala yang
baik”, namun kali ini fokusnya menjadi lain yakni fokusnya pada hubungan timbal
balik saling pengenalan antara Yesus dan kawanan/ kaum beriman. Di sini, hubungan
akrab yang ditandai saling kenal mencakup komitmen dan kasih antara kedua pihak.
Hubungan antara Yesus dan umat beriman lebih mencerminkan hubungan kasih antara
Yesus dengan Bapa-Nya (ay 15 seperti juga dalam 17:11). Perlu disadari bahwa
keakraban seperti ini tidak perlu dipikirkan secara mistik, dalam arti yang satu terserap
ke dalam yang lain karena ini tetap merupakan suatu hubungan personal di mana
D. Pesan Injil Yohanes 10: 11-15 bagi Para Frater Bunda Hati Kudus
Kisah dalam Yoh 10: 11-15 ini merupakan suatu kisah wejangan yang sangat
menarik, mendalam, penuh makna dan sekaligus menantang para pendengarnya saat itu
dan juga bagi para pendengar sepanjang masa, khususnya bagi para pemimpin. Sebab
dalam wejangan ini Yesus mau mengkritik pola dan keteladanan kepemimpinan para
46
pemimpin agama Yahudi dan para kaum Farisi pada saat itu yang sarat dengan
kemiskinan, penderitaan bagi umat pilihan Allah. Namun selain itu dalam wejangan ini,
Yesus sebagai Mesias ingin menunjukkan dan sekaligus mewariskan suatu pola dan
digambarkan dengan alegori sebagai “Gembala yang baik”. Kiranya pola dan
keteladanan kepemimpinan Yesus sebagai Gembala yang baik ini, senantiasa menjadi
pola dan keteladanan kepemimpinan Kristiani dan religius dalam setiap tataran
sepanjang masa sebagai ahli waris dari Yesus sang Guru dan gembala sejati.
bersumber dan bermuara pada Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuan yang empunya
segalanya. Karena itu setiap orang yang diserahi tugas kepemimpinan harus selalu
berusaha hidup dan memimpin seturut sabda, cara hidup dan gaya kepemimpinan
Yesus sebagai guru dan teladan kepemimpinannya. Dengan kata lain pribadi dan pola
serta keteladanan kepemimpinan Yesus sebagai Gembala yang baik harus menjadi satu-
satunya model kepemimpinan bagi para pemimpin Kristen sepanjang masa. Hal ini tak
terkecuali juga para pemimpin dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus dewasa ini.
Apa bila hal ini yang menjadi pegangan dan obsesi seorang pemimpin Kristen/ religius,
maka ia akan berusaha untuk selalu menuntun, membimbing, mengarahkan dan bekerja
bersama orang-orang yang dipimpinnya menuju apa yang dicita-citakan bersama dan
Dalam hal ini Yesus dengan jelas memberikan gambaran perbedaan antara
kepemimpinan sejati atau Kristen dan kepemimpinan duniawi dalam Injil Matius
sebagai berikut:
Dari perikop di atas jelas sekali bahwa Tuhan Yesus memberikan gambaran
Berkaitan dengan hal ini, Myron Rush berkata, “Bukanlah besarnya kekuasaan yang
Gambaran tentang kepemimpinan Kristiani ini secara jelas dan mendalam hanya
dapat ditemukan, digali dan dimaknai dari Injil Yesus Kristus sendiri sebagai harta
sungguh menarik dan senantiasa diulang-ulang dalam Perjanjian Baru, yang semuanya
dimulai dengan huruf ‘S’: Servan (Pelayan), Shepherd (Gembala), dan Steward
pengertian serta perlu dipelajari dan diterapkan secara cermat. Kepemimpinan Kristiani
yang sejati berarti mengikuti Yesus Kristus sebagai Pelayan, Gembala, dan Pengurus
dengan begitu indah dalam Injil Yohanes 10:11-15 untuk menggali, menemukan dan
dijadikan sebagai model kepemimpinan bagi para Frater Bunda Hati Kudus sebagai
kasih yang tulus dan murni sebagai landasan dan modal utama bagi seorang pemimpin
dalam menggembalakan kawanan domba yang dipercayakan kepadanya. Dalam hal ini
kita dapat mengacu pada tiga pertanyaan Yesus yang dilontarkan-Nya kepada Petrus:
“Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka
ini?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku
mengasihi Engkau”. Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-
Ku”. Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya “Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan,
Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau”. Kata Yesus kepadanya:
“Gembalakanlah domba-domba-Ku”. Kata Yesus kepadanya untuk ketiga
kalinya: “ Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka
sedihlah hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah
engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu
segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau”. Kata Yesus
kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:15-19).
49
Yesus melalui peristiwa ini, Ia mau menegaskan kepada Petrus yang pernah
menyangkal-Nya tiga kali bahwa modal utama baginya untuk menerima tugas
kegembalaan yang dipercayakan Yesus kepadanya adalah “kasih yang murni dan suci
atau kasih agape kepada Yesus, sebagaimana digambarkan rasul Paulus dalam suratnya
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan
diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari
keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang
lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia
menutupi segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (1 Kor 13:4-7).
yang paling penting dan hakiki yang Yesus inginkan untuk Petrus miliki. Pada waktu
itu, Yesus dapat saja menanyai Petrus dengan banyak pertanyaan, namun mungkin
karena terbatasnya waktu yang tersisa sebelum Dia diangkat kembali ke Allah Bapa,
maka Yesus hanya mau menyampaikan satu pertanyaan mendasar dan amat penting
Sebab tanpa kasih yang demikian Petrus tidak dapat menanggapi ketika Yesus berkata,
“Ikutlah Aku.” Demikian pula halnya bahwa hanya dengan kasih agape itu ia dapat
130).
Petrus sebagai rasul yang mendapat kepercayaan penuh dari Yesus, harus
memiliki relasi kasih yang intim dan mendalam dengan Yesus sebagai Sang Gembala
Utama, sebagai pemberi kuasa dan pemilik kawanan domba. Kasih yang sama pula
50
harus dia arahkan dan bagikan bagi kawanan domba yang dipercayakan kepadanya
Persyaratan “Kasih dan cinta agape” ini pula yang dituntut Yesus dari para
pemimpin Kristiani pada umumnya dan para pemimpin religius (para Frater Bunda Hati
Kudus) pada khususnya sepanjang masa sebagai modal utama dalam menerima dan
Fokus utama seorang pemimpin gembala adalah para pengikut atau para
anggotanya sebagai orientasinya. Para anggota itu sendiri yang menjadi tujuan dan
buah dari upaya kepemimpinannya. Karena itu, ketika anggotanya tetap hidup
menghadapi berbagai bahaya dalam perjalanan, ataupun ketika mereka bertambah kuat,
gembala harus tetap setia menunaikan tugas kegembalaannya. Domba memang harus
dibimbing, didorong dan dimotivasi untuk mencapai yang terbaik dalam hidupnya.
Oleh karena itu para pemimpin Kristen dan termasuk para pemimpin dalam Kongregasi
Frater Bunda Hati Kudus dituntut untuk senantiasa bertindak sebagai gembala sejati
atas anggotanya. Dalam hal ini para pemimpin pertama-tama harus melihat dan
menempatkan komunitasnya sebagai komunitas manusia yang kaya dan dinamis, yang
harus dihargai dan diperhatikan dengan penuh kasih sayang dan cinta sebagaimana
Yesus sendiri yang selalu menempatkan diri sebagai gembala yang baik, yang selalu
kepemimpinan gembala yang baik. Dalam hal ini Sudomo (2005: 81-92) menguraikan
beberapa karakteristik kepemimpinan yang berhati gembala antara lain: a). Pemimpin
dipimpinnya sebagai wujud nyata kasihnya kepada Tuhan. c). Mempunyai hubungan
yang akrab dan harmonis dengan orang-orang yang dipimpinnya. d). Memberi
pengayoman dan rasa aman kepada orang-orang yang dipimpinnya. e). Menjadi teladan
Atas dasar poin-poin di atas, diharapkan para pemimpin Kristen termasuk para
pemimpin dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus selalu berusaha untuk
kehidupan tarekat mereka. Hanya dengan jalan demikianlah jalinan kesatuan antara
Yesus sebagai Gembala Utama dengan para pemimpin dan para anggotanya menjadi
satu kesatuan yang tak terpisahkan dan penuh daya, memiliki kekuatan serta senantiasa
eskatologis.
sebagaimana dilukiskan dengan indah dalam Injil Yohanes 10:14. Yang terpenting
adalah di antara kedua belah pihak harus ada relasi pribadi yang diikat oleh kehangatan
kasih dan saling pengertian timbal balik. Sebab hanya dengan cara demikian keduanya
akan selalu bersama dan bersatu serta saling menguatkan dan mendukung. Hal ini pula
yang dituntut dari setiap pemimpin Kristen termasuk para pemimpin dalam Kongregasi
52
Frater Bunda Hati Kudus tanpa kecuali. Sebab akan menjadi sesuatu yang mustahil
kalau seorang pemimpin tidak mengenal siapa anggotanya. Dalam hal ini seorang
pemimpin harus memahami dengan benar apa yang menjadi kebutuhan, keprihatinan,
sini dituntut suatu kepekaan dan kepedulian yang tinggi dari sang pemimpin.
Salah satu contoh yang bisa diterapkan sorang pemimpin tarekat terhadap para
atas misalnya: ketika seorang anggotanya mendapatkan masalah, dia tidak akan hanya
sekedar mendengar dari orang lain lalu mengajukan vonis untuk mempersalahkan
anggotanya itu, tetapi sebaliknya sebagai seorang pemimpin yang berhati gembala, ia
akan berusaha mendekati dan berbicara dari hati ke hati sebagai saudara serta berusaha
mendengarkan secara langsung apa sesungguhnya yang menjadi dasar permasalahan itu,
menjalankan tugas yang dipercayakan tarekat kepadanya, sebagai pemimpin yang baik
yang gagal itu, melainkan ia akan mendekatinya dan berdialog dari hati ke hati untuk
mengetahui apa penyebab terjadinya kegagalan itu. Dari sana sang pemimpin berusaha
bahwa kegagalan itu bisa dilihat sebagai sukses yang tertunda, sehingga dengan
Proses pengenalan yang mendalam dan menyeluruh inipun kalau dilihat dari
pihak domba/ kawanan kiranya mengandung konsekuensi yang harus diterima dan
dijalankan. Konsekuensi yang dimaksud adalah, bahwa setiap domba/ kawanan yang
53
mengaku diri mengenal siapa gembalanya, tentu juga harus senantiasa menunjukkan
cinta, perhatian, sikap hormat, ketaatan, pengabdian yang total dan tulus, dedikasi serta
memperhatikan, mengabdi dan melayani para kawanannya dengan penuh cinta dan
perhatian yang tulus, sekalipun nyawanya menjadi taruhan. Sedangkan dalam tataran
relasi antara manusia dengan Tuhan sebagai Sang Gembala Utama, seorang pemimpin
Kristen/ religius yang mengaku diri mengenal Tuhan, diharapkan ia selalu menyadari
berusaha untuk menyelaraskan diri dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Dalam
hal ini sekecil apapun yang dibuatnya harus melulu demi kebesaran dan kemuliaan
nama Tuhan serta demi kebahagiaan para anggotanya. Begitupun sebaliknya seorang
pemimpin yang merasa dikenal dan dicintai oleh Tuhan akan memiliki keberanian
yang besar karena merasa dicintai dan dilindungi oleh yang Maha Kuasa, (bdk. Yoh
senantiasa siap apabila mereka membutuhkan dirinya. Dengan kata lain seorang
pemimpin gembala harus mudah ditemui oleh para anggotanya, khususnya ketika
pentingnya kehadiran seorang pemimpin dalam seluruh perjalanan dan aktivitas para
anggotanya yakni : “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut
bahaya, sebab Engkau besertaku; Gada-Mu dan Tongkat-Mu, itulah yang menghibur
anak buahnya itu terus melangkah karena percaya bahwa ia hadir bersama mereka.
dan menuntunnya keluar, Ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti
Dia…” (Yoh 10: 3-4). Seorang pemimpin gembala hendaknya selalu melangkah di
depan. Ia selalu menuntun mereka ke padang rumput yang hijau dan ke sumber air yang
tenang yang dapat menghilangkan rasa lapar dan rasa haus para dombanya/anggotanya.
Dengan demikian para pemimpin Kristen, tak terkecuali para pemimpin dalam
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus dianjurkan agar dalam kepemimpinannya selalu
berusaha untuk menuntun dan mengarahkan para anggotanya untuk keluar dari
keterkungkungan diri mereka menuju bentangan realitas hidup mereka secara pribadi
dan juga realitas kehidupan kongregasi yang dihidupinya. Untuk itu pentinglah bahwa
memberikan rasa aman dan tenteram bagi para domba atau para pengikutnya. Dalam
hal ini seorang pemimpin gembala harus menunjukkan kontras antara dirinya dengan
seorang pemimpin palsu sebagaimana digambarkan dalam Injil Yoh 10: 12 dengan
istilah orang-orang upahan yang bukan pemilik domba, yang hanya mencari
keuntungan sendiri, bahkan kalau perlu merugikan para anggotanya. Menjadi seorang
55
pemimpin gembala dituntut adanya kemauan dan keberanian besar untuk mengambil
resiko.
Keberanian besar semacam ini dapat kita temukan dalam diri seorang tokoh dalam
Kitab Suci Perjanjian Lama yakni Daud. Di mana karena ia sangat ingin meyakinkan
Raja Saul bahwa ia mampu bertarung melawan Goliath yang bertubuh raksasa itu,
Pengalaman Daud di atas merupakan contoh bagi semua pemimpin Kristen dan
khususnya bagi para pemimpin dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus untuk
kepemimpinannya para pemimpin harus selalu menjadikan hidup doa sebagai dasar
melaksanakan kehendak-Nya dan sebaliknya ia pun akan dikenal dan dicintai oleh
mereka tidak terjerumus ke dalam bahaya. Dengan demikian dalam diri seorang
pemimpin gembala dituntut bisa bersikap lemah-lembut dan rendah hati dalam
seorang pemimpin diharapkan ia sungguh memiliki perhatian yang tulus dan penuh
namun sungguh menarik dan mendalam maknanya tentang domba yang hilang.
Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia
kehilangan seekor diantaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh
sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia
menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas
bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat
dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-
sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata
kepadamu: demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa
yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang
benar yang tidak memerlukan pertobatan (Luk 15:4-5).
Para pemimpin Kristiani yang tidak memiliki hati seorang gembala mungkin
berkata. “Apa artinya segelintir domba yang hilang? Atau segelintir anggotanya yang
tersesat bahkan hilang? Untuk apa membuang-buang waktu untuk mencari dan
Ia bergaul dengan pemungut cukai, pelacur, para pendosa, para penderita dan orang-
orang miskin dan menjadikan mereka semua sahabat-sahabat-Nya. Mereka semua itu,
57
di mata Tuhan adalah domba-domba yang hilang akibat kesombongan, keangkuhan dan
sikap sok suci dari para pemimpin Yahudi. Oleh karena itu bagi Yesus, orang-orang
seperti itu perlu dicari, ditemukan dan dijadikan satu kawanan dalam kasih
Demikian pula para pemimpin Kristen pada umumnya dan para pemimpin
dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus, hendaknya mereka juga selalu peka dan
tanggap apabila ada dari anggotanya yang tersesat atau hilang akibat dosa dan
kesalahan, baik itu kesalahan pribadi maupun kesalahan komunitas yang ditimpakan
kepadanya. Sang pemimpin harus berusaha untuk mencari dan membawanya kembali
pengayom dan sekaligus sebagai seorang bapak yang penuh perhatian dan kasih bagi
para anggotanya.
dirindukan oleh para anggotanya setiap saat. Kiranya ini juga yang menjadi figur para
BAB IV
KEBERADAAN KONGREGASI
Indonesia
Pada tahun seribu sembilan ratus dua puluhan dan tiga puluhan, pendidikan
tenaga guru bagi penanganan sekolah-sekolah yang ada. Untuk mengatasi masalah ini,
yang ada di negeri Belanda yang nota bene berkarya di bidang pendidikan untuk
Undangan dari para uskup di Hindia Belanda ini ternyata mendapat tanggapan positif
dari kongregasi-kongregasi yang ada di negeri Belanda, baik itu kongregasi suster
maupun kongregasi bruder dan tak ketinggalan pula kongregasi Frater Bunda Hati
Kudus yang pada saat itu kehidupan dan perkembangannya di Belanda cukup baik, baik
dari sisi jumlah anggota maupun finansialnya yang pada tahun-tahun sebelumnya
Pada tahun 1927 dewan kongregasi mulai menindaklanjuti rencana dan niat
untuk bermisi ke Hindia Belanda dengan mengadakan koresponden dengan para imam
jawabannya, para imam Karmelit menawarkan bukan hanya sebuah sekolah yang
menangani para siswa putera Belanda malainkan juga sebuah sekolah untuk anak-anak
59
pribumi, dan juga panti asuhan untuk anak-anak Indo. Semuanya ini merupakan suatu
perencanaan awal yang sangat baik bagi kongregasi. Tetapi ternyata situasi berbicara
lain dari apa yang telah direncanakan dewan kongregasi. Hal ini disebabkan oleh
kongregasi untuk memberi izin bagi karya misi di Hindia Belanda. Mgr. Van de
Wetering agak skeptis terhadap semangat misi waktu itu. Sebab menurutnya, semangat
misi itu hanya merupakan angan-agan yang tidak akan bertahan lama, dan bahwa
terlalu banyak kongregasi pergi ke luar negeri tanpa menyadari bahwa tugas utamanya
ada di dalam negeri. Lagi pula di negeri Belanda masih ada begitu banyak pekerjaan
yang tersedia dan harus ditangani oleh para Frater Bunda Hati Kudus. Namun
walaupun demikian, toh Mgr. Van de Wetering tetap memberi lampu hijau bagi karya
misi itu dengan syarat para frater harus terlebih dahulu membuka sebuah sekolah luar
memang sekolah itu sangat dibutuhkan di sana (van Vugt, 2005: 207).
Pada tahun 1928 Kongregasi mendapat persetujuan dari Mgr. van de Wetering
untuk memulai misi ke Hinda Belanda/ Indonesia. Pada tahun yang sama pula
kongregasi mencapai suatu persetujuan dengan para misionari O’Carm di Malang, Jawa
Tepatnya pada tanggal 2 Februari 1928 para frater misionaris pertama yang diutus
dewan kongregasi atas restu pemimpin tertinggi kongregasi, Mgr. Van de Wetering tiba
di Indonesia. Frater-frater itu antara lain: Fr. M. Wilfridus, BHK, Fr. M. Gregorius,
BHK, dan Fr. M. Agustinus, BHK. Setibanya di Indonesia ketiga frater ini lagsung
60
menuju ke kota Malang sebagai pusat misi para imam Karmelit, yang pada waktu itu
berada di bawah kekuasaan Mgr. Van Albers, O’Carm (van Vugt, 2005: 99).
Tujuan misi Kongregasi Frater Bunda hati Kudus di Hindia Belanda/ Indonesia
tidak bisa dilepaspisahkan dari misi awal kongregasi, yakni melayani di bidang
pendidikan kaum muda, baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Misi
yang sama pula yang ingin dikembangkan di daerah misi sebagaimana ditawarkan dan
disepakati antara para imam Karmelit di Hindia Belanda dengan Dewan Kongregasi
Di Hindia Belanda, kota Malang menjadi pusat misi Kongregasi Frater Bunda
Hati Kudus. Tak lama setelah para frater misionaris pertama tiba, mereka berusaha
membangun sebuah biara dengan kompleks sekolah yang luas. Kompleks ini sampai
sekarang dikenal dengan nama Komunitas Bunda Hati Kudus Celaket 21 Malang, yang
Para frater misionaris pertama ini menangani dua buah sekolah yakni,
komunitas dan unit karya yang lebih sederhana di tempat-tempat lain misalnya:
Komunitas, asrama anak-anak yatim piatu Erasia dan anak-anak terlantar dan sekolah
pendidikan grafis di Probolinggo (Jawa Timur, 1934), Komunitas dan SD dan SMP di
Palembang (Sumatra, 1936), Komunitas dan sekolah SPG di Kediri (Jawa Timur, 1939),
Komunitas, SMP, SMA dan asrama di Surabaya (Jawa Timur, 1940). Karya misi
kongregasi di Hindia Belanda/ Indonesia ini dari tahun ke tahun semakin berkembang,
dan sampai menjelang Perang Dunia II yang awalnya hanya 3 orang farter yang diutus
61
ke daerah misi, akhirnya menjadi 50 orang frater. Kongregasi sampai mengutus banyak
frater ke daerah misi karena pada tahun seribu sembilan ratus tiga puluhan di Belanda
setiap tahun sejumlah besar calon baru masuk kongregasi. Perkembangan misi di
Indonesia ini didukung pula oleh syarat subsidi yang baik yang berlaku di Hindia
Belanda bagi sekolah-sekolah yang diakui oleh pemerintah (van Vugt, 2005:209-210).
Negeri Belanda, dengan demikian pola pendidikan yang diterapkan adalah pola
pendidikan ala Belanda dan juga bahasa Belanda digunakan sebagai bahasa pengantar.
Namun satu hal yang membedakan adalah bahwa kalau di Belanda para frater hanya
mengajar dan mendidik anak-anak laki-laki Katolik sedangkan di Hindia Belanda para
frater mengajar dan mendidik baik anak-anak laki-laki Katolik maupun yang bukan
katolik. Maka di Hindia Belanda sekolah-sekolah frater dengan sadar dan eksplisit,
lebih terarah keluar/ terbuka daripada ke dalam. Dalam hal ini para frater melalui
eksklusivisme di Belanda yang terkenal begitu kuat antara yang Katolik dengan kaum
Protestan.
Bagi para frater yang diutus ke Hindia Belanda, mereka menyadari sepenuhnya,
bahwa tujuan misi mereka adalah “penyebarluasan Gereja dalam dunia, harus
dikonkretkan dalam karya nyata, yakni terwujudnya kesejahteraan dan kemajuan sosial
para siswa serta semua orang yang dipercayakan kepada mereka yang menjadi preoritas
Dalam bidang karya, para frater juga melihat bahwa hubungan tak setara antara
guru dan para siswa bukan merupakan situasi yang cocok untuk penerimaan iman.
Maka dalam pelayanan mereka, para frater selalu berusaha menempatkan para
62
siswanya atau siapa pun yang mereka layani sebagai pribadi yang berharga dan
terhomat. Namun dalam pengembangan misi ini para frater tidak termotivasi untuk
mengkatolikkan para sisiwanya yang non katolik, namun sebaliknya para frater selalu
berusaha membimbing mereka sesuai dengam agama yang mereka anut. Dalam hal ini
Sampai sekarang para mantan frater misionaris yang masih hidup bangga bahwa
dulu mereka tidak berusaha “menjaring jiwa” dan tak mendesak siswa-siswanya
untuk menjadi Katolik. Suasana Katolik di sekolah-sekolah frater, perhatian
pribadi para frater akan kemajuan siswa-siswanya dan teladan yang seimbang
serta spiritualitas yang bisa mereka beri sebagai religius, semestinya cukup
untuk menyalakan iman dalam hati beberapa siswanya.
Utrecht berharap agar suatu kelak bisa menyambut putra-putra pribumi sebagai
konfrater dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus dan sekaligus sebagai penerus
karya misi tarekat di Indonesia. Dan akhirnya kerinduan itupun terjawab, di mana
setelah beberapa tahun kemudian sudah ada beberapa pemuda Jawa yang hatinya
tergerak untuk menjadi frater, maka diputuskan untuk memberi tanggapan positif bagi
untuk para calon dari Hindia Belanda dan diangkatnya Fr. M. Theodorus van der Geijn
sebelas orang frater yang berasal dari Hindia Belanda ( van Vugt, 2005: 212).
Pada tahun seribu sembilan ratus tiga puluhan nampaknya misi kongregasi di
Hindia Belanda akan mempunyai masa depan yang cerah. Namun pada tahun 1942
Hindia Belanda mulai jatuh ke tangan Jepang sehingga segala angan-agan, dan harapan
serta perjuangan dari seluruh misionaris tanpa kecuali misi Kongregasi Frater Bunda
Hati Kudus mulai terhenti. Para frater sebagaimana orang-orang Belanda lainnya, mulai
ditangkap, disiksa dan bahkan mereka di bawa ke Bandung dan Cimahi untuk
63
dimasukkan ke dalam kamp-kamp tawanan Jepang. Akibatnya ada beberapa frater yang
mulai jatuh sakit dan pada akhirnya meninggal, namun ada juga yang masih bertahan
hanya terdiri dari empat orang frater Jawa, yakni pada tahun 1937 masuknya Fr. Patrick
Schieveld, Fr. Borgias Tekaprajitna, Fr. Redemtus Raden Hardjamoeljo, Fr, Flavianus
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di Indonesia semakin bertambah banyak dan
tidak hanya dari Jawa, namun mulai heterogen yakni ada yang dari Ambon, Flores,
Timor dan Palembang, yang di dalamnya juga terdapat frater yang keturunan cina.
Dalam hal ini jumlah anggota tarekat di Indonesia dari tahun ketahun semakin
meningkat, namun sejak tahun 2006 sampai sekarang dari tahun ke tahun jumlah
anggota semakin berkurang seiring perkembangan zaman yang secara perlahan namun
pasti semakin menghantar orang hidup dalam sekularisasi di mana orang mulai
memisahkan antara hidup duniawi dengan hal-hal yang berbau rohani/ religius dan
orang lebih terarah pada kehidupan duniawi dengan segala kenikmatan yang
ditawarkannya. Hal ini terlihat dari grafik jumlah frater yang dikeluarkan oleh bagian
Kesekretariatan Dewan Provinsi Indonesia, di mana mulai tahun 2006 jumlah anggota
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di Indonesia berjumlah 112 orang frater (Frater
novis 13 orang, frater yunior 40 orang, dan yang berkaul kekal 59 orang). Pada tahun
2007 berjumlah 112 orang frater (Frater novis 12 orang, frater yunior 40 orang dan
yang berkaul kekal 60 orang). Tahun 2008 berjumlah 107 orang frater (Frater novis 7
orang, frater yunior 43 orang dan yang berkaul kekal 57 orang). Sedangkan tahun 2009
berjumlah 106 orang frater ( Frater novis 11 orang, frater yunior 34 orang dan frater
64
yang berkaul kekal 61 orang). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam grafik
jumlah frater yang tertera pada bagian lampiran (hal 19) (Sekretariat Dewan Provinsi
Dari total jumlah anggota Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di Indonesia
mayoritas berasal dari Indonesia Timur yakni, Flores, Manggarai, Timor, sedangkan
yang berasal dari Jawa merupakan minoritas. Namun walaupun demikian, dalam
kehidupan sehari-hari, baik di komunitas maupun di unit karya atau dimanapun para
sekongregasi tanpa memandang perbedaan suku, budaya atau apapun di antara mereka.
memang sejak tahun 1983 orang Indonesia mulai diberi kepercayaan untuk memegang
jabatan overste misi yang pada waktu itu dijabat oleh Fr. M. Rumoldus Moedjija (orang
Jawa/Solo) dan dalam kapitel umum 1994 orang Indonesia juga mulai diberi
kesempatan untuk duduk dalam Dewan Umum di Utrech Belanda yakni Fr. M. Paulino
B.C. da Silva (orang Flores Timur/ Larantuka) sebagai Anggota Dewan Umum dan
dalam kapitel umum tahun 2000 Fr. M. Clemen BHK (Orang Flores Timur/ Solor)
terpilih lagi sebagai wakil pemimpin Umum di Belanda. Akhirnya pada Tahun 2003
kedudukan Dewan Umum berpindah kedudukan dari kota Utrech Belanda menuju
Indonesia, tepatnya di Komunitas St. Wilibrordus Jl. Brigjen Slamet Riyadi 58 Malang
Jawa Timur Indonesia. Dalam Kapitel Umum Kongregasi tahun 2006 terpilihlah tiga
Anggota Dewan Umum Kongregasi yang baru, yang ketiganya merupakan orang
Indonesia yakni Fr. M. Simon Lele Ruing, BHK (Pemimpin Umum Kongregasi), Fr. M.
Kanisius Sara, BHK (Wakil Pemimpin Umum) dan Fr. M. Venansius Edi Budi Santosa
(Anggota Dewan Umum) dengan Mgr. Herman Joseph Pandoyo Putro, O’Carm sebagai
Indonesia merupakan suatu peluang dan sekaligus sebagai sutau tantangan yang sangat
berat bagi perkembangan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus ke depan. Namun
dengan selalu berusaha berguru kepada Daud hamba Yahwe yang selalu meletakkan
kepemimpinannya dalam tangan Tuhan, maka para Frater Bunda Hati Kudus perlu
B. Persiapan Penelitian
1. Permasalahan Penelitian
a. Sejauh mana pemahaman para Frater Bunda Hati Kudus tentang kepemimpinan
Kristiani?
b. Sejauh mana pemahaman para Frater Bunda Hati Kudus tentang kepemimpinan
religius/ biara?
c. Bagaimana pengalaman para Frater Bunda Hati Kudus atas kepemimpinan para
2. Tujuan Penelitian
kepemimpinan Kristiani.
66
3. Manfaat Penelitian
pemahaman para Frater Bunda Hati Kudus tentang kepemimpinan Kristiani dan religius
keberanian, dan kesetiaan para frater dalam menjalankan tugas pelayanan dan
pengabdiannya sebagai pemimpin dalam bentuk dan dalam tataran apapun yang
dipercayakan tarekat kepadanya, demi lebih besarnya kemuliaan Allah dan kebahagiaan
serta keselamatan sesama. Selain itu juga diharapkan agar melalui penelitian ini,
penulis dapat menemukan gambaran pemimpin yang didambakan oleh para frater bagi
perkembangan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus ke depan, sebagai bahan masukan
untuk pembuatan usulan katekese bagi para Frater Bunda Hati Kudus sebagai upaya
4. Metodologi Penelitian
Pada bagian ini, penulis akan menguraikan metodologi penelitian yang meliputi:
pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisa data, dan keabsahan data.
67
a. Pendekatan Penelitian
responden dengan didasarkan atas masalah dalam rancangan penelitian. Hal ini sesuai
Frateran St. Vinsensius a Paulo Karang Pilang Surabaya, Komunitas St. Paulus
Kepanjen Surabaya, Komunitas St. Yohanes Berchmans Kediri dan Komunitas St.
c. Responden Penelitian
Responden penelitian adalah para Frater Bunda Hati Kudus, baik yang sudah
berkaul kekal maupun yang masih berkaul sementara, yang berjumlah 15 orang frater.
Penulis melakukan wawancara terhadap para frater, baik frater yang berkaul kekal
maupun fratrer yunior dengan maksud agar penulis mendapatkan informasi yang lebih
68
menetapkan 15 orang frater mengingat keterbatasan jumlah frater dan juga tingkat
dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama/ instrument utama.”
Pendapat Moleong di atas sangat tepat karena, jika memanfaatkan alat pengumpul data
yang bukan manusia, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian
terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Oleh karena itu, hanya manusia
sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau obyek lainnya, dan
Selain itu hanya manusia sebagai instrument pulalah yang dapat menilai apakah
kehadirannya menjadi faktor pengganggu, sehingga apabila terjadi hal yang demikian
Teknik analisa data merupakan suatu langkah penting yang harus dilalui.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
yang diperoleh melalui wawancara. Setelah dibaca dan dipelajari, langkah
selanjutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
melakukan abstraksi yaitu membuat rangkuman lalu kemudian
menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian
dikategorisasikan dan mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Langkah
69
penulis tidak menerapkan semua langkah proses analisa data yang ada, namun penulis
berusaha menerapakan hampir semua langkah yang ada kecuali langkah penafsiran
data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif/ teori baru, sebab
memang penulis tidak bermaksud untuk sampai ke penemuan teori baru yang dimaksud.
f. Keabsahan Data
yaitu mengusahakan agar data yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh pihak lain.
memberikan laporan tertulis mengenai wawancara yang telah dilakukan penulis. Tujuan
member chek adalah sebagai peneguh informasi yang diperoleh untuk digunakan dalam
penulisan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan (Moleong, 2007: 148).
a. Temuan Umum: Komunitas para frater yang ada di Surabaya, Kediri dan
religius yang berada dalam wilayah teritorial Paroki St. Yoseph Karangpilang
pinggiran kota Surabaya bagian barat, yang tingkat kehidupan ekonomi masyarakatnya
dari sisi suku, budaya, agama maupun ras. Komunitas ini letaknya masih agak jauh dari
Anggota Komunitas St. Vinsensius a Paulo ini terdiri dari empat orang frater,
yakni Fr. M. Amatus, BHK (Pimpinan komunitas), Fr. M. Maximus, BHK (Mahasiswa
Donatus, BHK (Ekonom rumah dan calon misionaris ke Kenya Afrika), dan Fr. M.
Roberto, BHK (Tata Usaha di SMPK Angelos Custos II). Keempat frater ini berasal
dari Flores.
sebagaimana tertera di atas. Namun selain tugas-tugas pokok itu, para frater juga
dalam komunitas yang mewujud dalam acara harian komunitas. Sedangkan kegiatan-
kegiatan lain yang bersifat insidental adalah membantu pelayanan di paroki, memimpin
umat yang sakit, mengikuti kegiatan yang diadakan oleh perkumpulan para religius
Komunitas Frateran St. Vinsensius a Paulo ini pun membawahi sebuah unit
karya kongregasi sebagai perwujudan misi kongregasi yakni sebuah unit Sekolah
Menengah Pertama Katolik Angelos Custos II (SMPK AC II) yang para muridnya rata-
rata orang-orang pribumi yang tingkat ekonominya rata-rata menengah ke bawah. Unit
karya ini berada di bawah naungan Yayasan Mardi Wiyata Sub Perwakilan Surabaya
Komunitas Frateran St. Paulus Surabaya terletak di kota Surabaya bagian utara
yang juga termasuk pusat kota Surabaya. Komunitas ini termasuk wilayah teritorial
Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Keuskupan Surabaya. Paroki Kelsapa ini
termasuk salah satu paroki tertua di kota Surabaya yang dikelola oleh para Romo
Kongregasi Misi (CM), yang umatnya rata-rata berusia lanjut dan tingkat kehidupan
Jumlah frater yang mendiami Komunitas St. Paulus ini sejumlah 6 orang frater
yakni: Fr. M. Normbertus, BHK (Pimpinan komunitas, Kepala Yayasan Mardi Wiyata
Sub Perwakilan Surabaya dan Kepala Sekolah SMUK Frateran Surabaya), Fr. M.
Herman Yoseph, BHK ( Wakil pimpinan komunitas, Kepala Sekolah SMPK Angelos
Custos I, dan Pengurus Yayasan Mardi Wiyata Pusat), Fr. M. Gaudensius, BHK
(Mantan Kepala Sekolah SDK Xaverius I-II Surabaya), Fr. M. Gonsalis, BHK (Guru
SDK Xaverius I-II Surabaya), Fr. M. Arnoldus, BHK (Bendahara Yayasan Sub
Tugas utama para frater di komunitas ini adalah menjalankan tugas perutusan
kongregasi sebagaimana dijelaskan di atas. Oleh karena itu untuk lebih jelasnya bahwa
Komunitas Frateran St. Paulus ini membawahi beberapa unit karya yakni: Kantor
Yayasan Mardi Wiyata Sub Perwakilan Surabaya, SMUK Frateran Surabaya, SMPK
Angelos Custos I, SMPK Angelos Custos II dan SDK Xaverius I-II Surabaya. Murid
dari unit-unit karya ini mayoritas anak-anak cina yang tingkat ekonominya menengah
ke atas terkecuali SMPK Angelos Custos II. Unit-unit karya Sub Perwakilan Surabaya
ini sekaligus merupakan pendonor utama bagi kelangsungan unit-unit karya lain yang
menyebar di Jawa dan NTT. Selain para frater melaksanakan tugas perutusan utama
tersebut, mereka juga masih membantu di bidang pelayanan lain yang sifatnya
72
kelompok misdinar). Selain itu, berhubung letak komunitas ini yang sangat strategis
dengan jalur transportasi baik udara maupun laut, maka komunitas inipun berperan
aktif sebagai komunitas transit untuk melayani para tamu yang datang, baik itu tamu
Brantas, yang juga berada di tengah kota Kabupaten Kediri. Komunitas ini termasuk
dalam wilayah teritorial Paroki St. Yoseph Kediri Keuskupan Surabaya yang dikelola
oleh seorang Romo Projo (Rm. Gonsalis, Pr) dan seorang Romo Kongregasi Misi (Rm.
Komunitas Frateran St. Yohanes Berchmans ini memiliki dua peran, yakni
selain sebagai komunitas karya juga merupakan komunitas bagi para frater yang telah
memasuki usia lanjut (Komunitas Lansia). Para frater yang mendiami komunitas ini
berjumlah 6 orang frater antara lain: Fr. M. Renatus, BHK (Pimpinan Komunitas dan
Kepala Yayasan Mardi Wiyata Sub Perwakilan Kediri), Fr. M. Marselinus, BHK
(Wakil pimpinan komunitas dan Guru SMPK Frateran Kediri), Fr. M. Asterius, BHK
(Perawat para frater lansia dan guru SDK Mardiwiyata Kediri), Fr. M. Bonavantura,
BHK (Ekonom rumah), Fr. M. Paulus, BHK (Lansia) dan Fr. M. Marianus, BHK
(Lansia). Asal usul keenam frater ini yakni satu orang dari Kediri Jawa Timur (Fr. M.
Renatus, BHK), satu lagi dari Palembang yang juga keturunan Jawa (Fr. M.
Bonaventura, BHK) sedangkan keempat frater lainnya berasal dari Flores- NTT.
Komunitas Frateran St. Yohanes Berchmans ini membawahi tiga unit karya yakni:
73
Kantor Yayasaan Sub Perwakilan Kediri, SMPK Mardi Wiyata Kediri dan SDK Mardi
Wiyata Kediri. Kedua unit karya ini memiliki jumlah murid yang relatif sedikit dan
Tugas pokok yang diemban oleh para frater di komunitas Frateran St. Yohanes
Berchmans ini, terkecuali kedua frater lansia adalah menunaikan tugas perutusan
itu para frater juga ambil bagian dalam karya pelayanan di paroki dan di tengah umat
misalnya: membantu di paroki sebagai prodiakon, lektor dalam misa harian, melayani
komuni bagi umat yang sakit di RS. Baptis, mengikuti kegiatan rohani lingkungan dan
Dau, Desa Karang Widoro, yang posisinya berada di bagian barat kota Malang arah
menuju Gunung Kawi, yang merupakan daerah perumahan. Komunitas Frateran St.
Gregorius ini termasuk wilayah territorial Paroki St. Andreas Tidar Keuskupan Malang,
yang dikelola oleh para Imam Karmelit, yang nota benenya tingkat kehidupan ekonomi
Provinsi Indonesia tinggal. Komunitas ini selain didiami oleh para Dewan Kongregasi
Provinsi Indonesia juga ada beberapa frater muda yang sedang menjalani tugas studi di
kota Yogyakarta. Para penghuni Komunitas St. Gregorius ini antara lain: Fr. M.
Fr. M. Timotheus, BHK (Wakil Pimpinan Komunitas dan Ekonom Provinsi Indonesia),
74
Fr. M. Polikarpus, BHK (Anggota Dewan Komunitas dan Bendahara Yayasan Mardi
Wiyata Pusat), Fr. M. Clemens, BHK (Mantan Provinsial, mantan Anggota Dewan
Pusat di Belanda, dan sekarang sebagai Pengelola sekaligus Direktur Museum Zoologi
Frater Vianney, BHK), Fr. M. Damianus, BHK (Provinsial), Fr. M. Kristoforus, BHK
Pengawai Yayasan Santo Yoseph, Pengurus Arsip DPI, dan Ketua Komisi Penasihat
Keuangan Yayasan Mardi Wiyata), Fr. M. Monffort, BHK (Anggota Dewan Provinsi
Indonesia, Ketua Yayasan Mardi Wiyata, Wakil Ketua Komisi Penasihat Keuangan
Dewan Pimpinan Umum, dan Anggota Komisi Penanaman Modal Kongregasi), Fr. M.
Florianus, BHK (Mahasiswa IPPAK-USD Yogyakarta dan Anggota Tim Formasio), Fr.
Buku Tahunan Kongregasi, dan Staf Pengajar Novisiat), Fr. M. Wiliam, BHK
jurusan Akuntansi – USD Yogyakarta). Anggota Komunitas ini semuanya berasal dari
Tugas-tugas pokok yang ditangani oleh para Frater di Komunitas St. Gregorius
ini adalah sesuai dengan tugas perutusan yang dipercayakan kongregasi kepada masing-
masing frater sebagaimana termaktub di atas. Namun selain tugas-tugas pokok di atas,
para frater di komunitas ini pun ambil bagian dalam pelayanan umat di paroki dan
membawakan komuni bagi umat yang sudah lanjut usia dan yang sakit, baik di rumah
Pada bagian ini, penulis akan memaparkan temuan khusus hasil wawancara
enam (6) responden, dari lima belas (15) responden yang telah diwawancarai, yang
kepemimpinan para pemimpin dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus saat ini.
para Frater Bunda Hati Kudus tentang kepemimpinan Kristiani, pemahaman para Frater
Bunda Hati Kudus tentang kepemimpinan religius, pengalaman para Frater Bunda Hati
Kudus atas kepemimpinan para pemimpinnya dalam Kongregasi Frater Bunda Hati
Kudus selama ini, dan gambaran pemimpin yang para Frater Bunda Hati Kudus
1). Pemahaman para Frater Bunda Hati Kudus tentang Kepemimpinan Kristiani
Apa yang diungkapkan oleh ke enam responden di atas didukung oleh Sembilan
Kristiani adalah kepemimpinan yang berpola/bersumber pada ajaran Yesus Kristus dan
keteladanan hidup-Nya.
2). Pemahaman para Frater Bunda Hati Kudus Tentang Kepemimpinn Religius
kapitel provinsi, yang mencakup tiga hal pokok yakni hidup rohani/doa, hidup
berkomunitas/persaudaraan, dan hidup karya/kerasulan.”
Selain apa yang diungkapkan oleh ke enam responden di atas juga didukung
oleh ke sembilan responden lainnya dengan asumsi yang pada dasarnya memiliki esensi
terpisahkan dari kepemimpinan Kristiani yang bersifat hirarkis dan selalu melandaskan
diri pada ajaran Yesus, ajaran Gereja dan khasanah kongregasi, demi menuntun dan
bersama.
3). Pengalaman para Frater Bunda Hati Kudus berkaitan dengan kepemimpinan
R1 : “… situasi kongregasi kita khususnya dalam provinsi Indonesia saat ini sedang
mengalami krisis kepemimpinan yang luar biasa. Hal ini pada umumnya
disebabkan oleh faktor kepribadian dan pola kepemimpinan dari para
pemimpin kita, yakni para pemimpin kita tidak memiliki program kerja yang
jelas sehingga kerap kali program yang dijalankan hanya bersifat spontan
belaka, tidak mendalam dan bahkan tidak menjawabi kebutuhan kongregasi
dan para anggotanya. Program pengembangan sumber daya manusia para
frater yang diamanatkan kapitel provinsi dijalankan namun tidak berjalan
maksimal karena kurang adanya pengontrolan dan evaluasi serta karena
kacau-balaunya manajeman kepemimpinan yang ada. Selain itu mereka juga
kurang memiliki kemampuan untuk mendengarkan orang lain, tidak
membangun dialog dari hati ke hati/ pemibicaraan pribadi khususnya dalam
vsitasi. Pola pendekatan yang mereka bangun dengan para anggota pun lebih
bersifat otoriter, kurang memberikan kepercayaan kepada para anggota atau
memberipun hanya setengah hati, tidak memiliki kepedulian dan perhatian
terhadap pendampingan dan pembinaan lanjutan bagi para frater yunior
maupun frater senior. Beberapa hal lain yang menjadi penyebab terjadinya
ketidakefektifan kepemimpinan kita saat ini adalah kurang adanya sikap
rendah hati untuk mengakui dan memperbaiki kesalahan/ kekeliruan yang
dibuat, kerap kali banyak persoalan yang timbul dalam kongregasi tidak
diselesaikan dengan baik dan tuntas, lambat dalam menanggapi persoalan
yang muncul dan sekaligus lambat membaca peluang demi
memperkembangkan kongregasi dan para anggota, Kurangnya pendalaman
78
R7 : “… menurut saya ada beberapa titik lemah yang menjadi penyebab terjadinya
banyak keprihatinan dalam kongregasi kita khususnya di Provinsi Indonesia
saat ini antara lain: kurangnya sikap mengayomi oleh para pemimpin kita
terhadap semua anggota, kurang jujur dan terbuka, kurang memilki
pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang kepemimpinan dan hal-hal
yang berkaitan dengan hal ikhwal kongregasi. Selain itu mereka juga
perilakunya masih infantile/ kekanak-kanakan, kurang berwibawa, sehingga
kesannya mereka ada atau tidak ada sama saja”.
sembilan reponden lain juga mengukapkan realitas-realitas yang hampir sama, yang
pada umumnya mengarah pada satu pendapat bahwa keberadaan Kongregasi Frater
Bunda Hati Kudus khususnya di Porvinsi Indonesia saat ini sedang mengalami krisis
kepemimpinan yang cukup parah yang perlu mendapatkan perhatian secara serius dari
4). Gambaran Pemimpin yang didambakan oleh para Frater Bunda Hati Kudus
zaman sekarang?
dan dilengkapi oleh pendapat sembilan responden lainnya yang pada intinya sama-sama
c. Pembahasan Penelitian
Frater Bunda Hati Kudus selama ini. Keempat, mengenai gambaran pemimpin yang
didambakan oleh para Frater Bunda Hati Kudus dalam kehidupan di zaman sekarang.
82
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa para Frater Bunda Hati Kudus,
Kristiani adalah kepemimpinan yang mengacu dan berpola serta berpusat pada ajaran
dan keteladanan hidup Yesus Kristus. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh rasul Petrus dalam suratnya yang pertama yang mengatakan bahwa: “Sebab untuk
itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah
menunjukkan bahwa betapa mutlaknya ajaran dan keteladanan hidup Yesus bagi
kepadanya.
Pemahaman akan arti kepemimpinan Kristiani ini tidak secara otomatis dapat
dihayati dan dilaksanakan secara baik oleh seorang pemimpin dalam ranah
kepemimpinannya. Begitupun halnya para Frater Bunda hati Kudus yang secara
dalam penghayatan masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Hal ini terungkap dari
para frater bahwa betapa indahnya ajaran dan keteladanan hidup Yesus yang
diwariskan-Nya kepada kita, namun betapa sulitnya setiap orang Kristen khususnya
kehidupan sehari-hari. Namun bagaimanapun juga ajaran dan keteladanan hidup Yesus
inilah yang menjadi satu-satunya tolok ukur bagi kepemimpinan Kristiani sepanjang
masa. Inilah yang harus dihayati, dimaknai, diaktualisasikan dan diperjuangkan oleh
sudah cukup memahami arti kepemimpinan religius. Pada intinya mereka berpendapat
tetap berpola pada Yesus Kristus sebagai pemimpin utama, ajaran Gereja, Konstitusi,
adat kebiasaan dan spiritualitas kongregasi untuk menghantar para anggotanya menuju
kesejahteraan jasmani dan rohani secara utuh. Hal ini sesuai dengan apa yang
termaktub dalam Kitab Hukum Kanonik, Bab II khususnya dalam kanon 618, yang
dari Allah lewat pelayanan Gereja dalam semangat pengabdian,...” (KHK, no. 618,
1999: 193).
kepemimpinannya dengan apa yang menjadi kehendak dan rencana Allah baginya demi
rohani para anggotanya. Namun para frater pun menyadari penuh bahwa ternyata
pengertian kepemimpinan religius ini tidak cukup hanya sebatas dipahami tetapi juga
bahwa ternyata kepemimpinan dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus selama ini,
tidak secara sepenuhnya para pemimpin menghayati dan mengaktualisasikan apa yang
termaktub di atas. Hal ini terlihat dari begitu banyaknya ungkapan keprihatinan dan
krisis kepemimpinan yang sedang terjadi dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus
saat ini. Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan bagi banyak frater
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan
yang sangat parah. Hal ini disebabkan oleh faktor kepribadian yakni kelemahan-
kelemahan manusiawi dari para pemimpin yang tidak disadari dan diolah. Selain itu
juga faktor manajerial kepemimpinan yang sangat rapuh, sebagaimana terungkap dalam
hasil wawancara yang telah penulis paparkan di atas. Dari hasil wawancara itu pada
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus, khususnya dalam Dewan Provinsi Indonesia saat
ini diibaratkan seperti robot yakni berjalan tanpa roh dan kekuatan serta pegangan.
Situasi keprihatinan ini tak dapat dipungkiri, dan ini menjadi keprihatinan dan tanggung
solusi terbaik untuk menyelamatkan masa depan kongregasi dari situasi dan keadaan
4). Gambaran pemimpin yang didambakan oleh para Frater dalam kehidupan di
zaman sekarang.
Dari hasil penelitian yang ada, dengan bertolak dari realitas yang sedang terjadi
dalam kongregasi saat ini, yakni krisis kepemimpinan yang telah menimbulkan
kongregasi saat ini. Hal ini terungkap dari setiap responden yang pada umumnya
mendambakan pemimpin yang memiliki relasi intim dengan Yesus sebagai pemimpin
utama dalam hidupnya, mampu mengangkat harkat dan martabat setiap anggotanya,
hatinya, tahu menempatkan diri, mampu mengolah diri dan dapat memberikan
kesaksian hidup bagi para anggota dan orang lain, rendah hati, bijaksana, berwibawa,
dan yang mau mengabdi dan melayani penuh cinta dengan meneladan pola
kepemimpinan Yesus sendiri sebagai pemimpin utama dan pemimpin sejati sepanjang
masa.
Kiranya inilah yang menjadi kerinduan terdalam dari setiap frater dalam
menyikapi realitas kepemimpinan yang sedang berlagsung selama ini. Oleh karena itu
hanya melalui suatu kesadaran mendalam dan pengolahan diri yang baik serta suatu
proses transformasi diri yang utuh dan menyeluruhlah, suatu keterpurukan, kelemahan
dan kekurangan dapat teratasi dan diperbaharui menuju suatu ranah yang lebih baik dan
religius serta semakin terjaminnya kesejahteraan jasmani dan rohani para anggotanya.
Dalam hal ini seorang pemimpin dituntut untuk senantiasa menyadari keberadaannya
dari sisi kelebihan dan terutama apa yang menjadi kelemahannya, sehingga dari sana ia
86
d. Kesimpulan Penelitian
pemimpin Kristiani pada umumnya dan pemimpin religius khususnya mutlak harus
sehingga ia tahu dan secara sadar, mau berusaha mengaktualisasikan nilai-nilai yang
jasmani dan rohani para anggotanya serta demi perkembangan dan kemajuan karya
kerasulan kongregasi yang dipimpinnya. Kiranya hal inilah yang patut dipahami dan
dihayati serta diwujudkan oleh para pemimpin dalam Kongregasi Frater Bunda Hati
kepemimpinan dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus saat ini, ternyata realitas
berbicara lain. Kenyataannya dalam kepemimpinan saat ini tidak berjalan sesuai
dengan apa yang diharapkan bersama atau boleh dikatakan kepemimpinan dalam
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus khususnya dalam Provinsi Indonesia saat ini
sangat melenceng jauh dari apa yang menjadi idealisme kepemimpinan Kristiani dan
kepemimpinan religius yang dicita-citakan bersama. Hal ini terungkap dari keprihatinan
yang mendalam berkaitan dengan kepemimpinan Kongregasi frater Bunda Hati Kudus
kepemimpinan dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus demi semakin bertumbuh
menyadari keberadaan dirinya (kelebihan dan kelemahannya) sehingga dari sana dapat
timbul suatu kesadaran untuk mentransformasikan diri baik secara pribadi maupun
secara bersama-sama menuju kehidupan bersama yang lebih baik. Dalam hal ini para
Berdasarkan realitas ini, maka pada Bab V dalam penulisan ini, penulis akan
mengusulkan sebuah katekese bagi para Frater Bunda Hati Kudus sebagai upaya
jasmani dan rohani para frater dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di zaman
sekarang.
88
BAB V
TRANSFORMATIF
yang baik adalah pemimpin yang bersikap seperti ”gembala” yang baik terhadap
”domba-dombanya”, atau para anggota yang harus dilayaninya. Oleh karena itu sikap
utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin gembala adalah ia harus rela
bagi para anggotanya, siap melindungi/ memberi rasa nyaman bagi para anggotanya,
dekat dan mengenal secara mendalam para anggotanya, sehingga ia dapat dicintai dan
dipercaya oleh mereka, dan yang paling mendasar adalah ia harus memiliki relasi yang
intim dan mendalam dengan Allah, sehingga segala tidakan dan kebijakkannya selalu
selaras dengan rencana dan kehendak Allah. Selain itu karena ia dekat dan merasa
dikenal Allah, maka ia amat berani karena merasa selalu disertai Allah dalam
di mana sang pemimpin berusaha untuk senantiasa mentransormasikan dirinya dan juga
hidup para anggotanya. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
transformatif adalah pemimpin yang peka terhadap kebutuhan para pengikut/ para
menyediakan dirinya bagi pelayanan terhadap para anggotanya dan menjadikan para
opsesi pribadinya. Dalam hal ini pemimpin selalu berusaha untuk mentransformasikan
dirinya dan juga para anggotanya untuk bersama-sama hidup terarah pada apa yang
dicita-citakan bersama dalam lembaga atau kongregasi yang dihidupinya dan sekaligus
itu bertolak dari hasil penelitian yang telah penulis paparkan dalam Bab IV khususnya
berkaitan dengan keberadaan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di Indonesia saat ini
saat ini dan ke depan, maka penulis merasa perlu adanya suatu proses transformasi diri
yang menyeluruh bagi para Pemimpin Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus maupun
Pada Bab V ini penulis mengusulkan sebuah model kepemimpinan yang tak
terpisahkan dari model kepemimpinan Kristiani yang penulis anggap masih sangat
relevan dan inspiratif untuk dapat dihayati dan dikembangkan oleh para pemimpin
maupun para anggota Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus demi meningkatkan
akan disosialisasikan dan diperdalam melalui suatu bentuk katekese yang penulis
model kepemimpinan Yesus sebagai gembala yang baik yang selalu berjuang bahkan
memberikan nyawa-Nya sendiri sebagai tebusan dan sekaligus demi memberikan rasa
nyaman, sukacita dan kegembiraan bagi yang sedih dan kesepian, kelimpahan bagi
yang berkekurangan, kesembuhan bagi yang sakit, menunjukkan jalan bagi yang
1. Kepemimpinan Transformatif
a. Pengertian Transformasi
menyeberang/ melintasi) dan formatio (dari forma = bentuk, rupa, wujud) yang
berkaitan dengan kata kerja formare yang berarti ‘memberi bentuk kepada’,
‘membentuk’. Maka istilah transformasi memuat makna “suatu perubahan bentuk yang
perubahan hidup secara positif”. Dalam ranah kepemimpinan religius sebagai wujud
konkret dari struktur pelayanan dalam suatu lembaga hidup bakti atau suatu kongregasi,
Dalam hal ini kepemimpinan dalam lembaga Gereja khususnya lembaga hidup religius
masih sangat labil, yang dari saat ke saat masih membutuhkan suatu transformasi
sebagai suatu proses menuju suatu pola kepemimpinan yang ideal yang tentu saja
berpusat dan bersumber pada Kristus sebagai pusat dan sumber keteladanan
91
kepemimpinan sejati. Oleh karena itu dalam suatu lembaga religius harus selalu
berusaha menyadari keberadaannya, baik dari sisi positif maupun sisi negatifnya dalam
Dengan demikian pemimpin dan seluruh anggota lembaga itu secara sadar, tahu dan
mau mengadakan suatu proses transformasi diri menuju suatu taraf kehidupan yang
lebih berkualitas baik dari sisi kepemimpinannya maupun aspek-aspek kehidupan lain
dari lembaga itu. Sebab apabila hal ini tidak disadari dan dilakukan maka, lembaga
hidup religius itu entah cepat atau lambat akan mengalami stagnasi bahkan mati.
cara hidup baru dengan menerima gagasan serta pandangan baru, cara kerja dan
kerasulan baru ataupun juga yang dapat tumbuh dan berkembang dalam hidup religius
secara positif”. Lebih lanjut Darminta mengatakan tumbuh menjadi baru berarti bahwa
“hidup religius tetap bermakna baik bagi kaum religius itu sendiri maupun bagi orang
lain yang menerima pelayanan kaum mereka”. Dalam hal ini seorang pemimpin dalam
sebagai hal tertinggi yang harus ia perjuangkannya. Untuk mencapai hal ini, pemimpin
harus mampu mengosongkan dirinya untuk dengan segala kerendahan hati dan penuh
cinta mendekati, membangun baik secara bersama-sama maupun dari hati ke hati,
kesedihan, kegembiraan yang dialami oleh para annggotanya, sehingga dari sana ia
mereka dan sekaligus visi-misi lembanganya. Oleh karena itu seorang pemimpin dalam
mendukung. Hal ini dicapai melalui dialog dan keterlibatan semua anggota baik
secara prbadi maupun bersama, demi menemukan kekuatan yang ada dalam
kelompok untuk masuk ke dalam suatu proses pembaharuan serta perubahan dalam
2). Pemimpin harus membantu atau mengajak anggotanya untuk menemukan sarana-
sarana yang mau dicapai bersama demi suatu perubahan cara hidup, atau cara kerja,
atau penciptaan karya-karya baru yang tepat guna atau yang sesuai dengan
3). Pemimpin harus menumbuhkan keyakinan dan kemampuan anggota untuk bertindak
dan mengambil langkah yang tepat dan bijaksana. Pemimpin mengajak seluruh
perlu memiliki keyakinan yang teguh bahwa penderitaan dalam mencapai suatu
pembaharuan itu berharga dan bermakna, oleh karena itu pemimpin dituntut untuk
4). Pemimpin perlu menempatkan bakat dan ketrampilan seseorang menurut kebutuhan
5). Seorang pemimpin perlu mengembangkan team work dan kerjasama dengan orang
suatu tanggung jawab sehingga kepemimpinannya dapat lebih efektif dan efisien.
kepemimpinan yang efektif dan efisien apabila kepemimpinan itu mampu membawa
para anggotanya untuk memasuki suatu proses transfomasi diri tahap demi tahap
menuju suatu kehidupan yang lebih baik yang diidealkan bersama dengan tidak
pembaharuan hidup secara terus-menerus baik bagi pemimpinnya maupun bagi para
religius.
Menjadi seorang pemimpin yang transformatif merupakan sesuatu hal yang tidak
dasar dalam diri sang pemimpin itu sendiri sebagai kekuatan yang dapat
memampukan dia dalam melakukan suatu transformasi baik bagi dirinya maupun
a. Menjadi seorang pemimpin yang mampu terus belajar, yakni mampu untuk
macam-macam hal dan faktor, berwawasan luas, mampu berdialog, peka pada
b. Menjadi komunikator yang baik, yang mampu menyampaikan sesuatu dengan jelas,
keseluruhan. Ia juga harus mampu membuat para anggotanya merasa at home dan
d. Menjadi orang yang mampu dan berani membuat keputusan yang tepat dan
bijaksana bagi kebaikan bagi seluruh anggota kongregasi dan pihak-pihak lain yang
berhubungan dengan keputusan itu. Ia pun harus berani mengambil resiko dan
menanggungnya.
segalanya terpusat pada dirinya dan tidak memungkinkan orang lain berkembang
hidup dari hidup yang terpusat pada diri atau kepentingan sendiri ke hidup altruis,
yakni hidup untuk orang lain dan makin terbuka terhadap suka-duka kehidupan
masyarakat sekitarnya, terutama bagi mereka yang lemah, kecil, miskin, dan
tersingkir.
95
f. Menjadi orang yang bisa mengerjakan seperti yang dikerjakan Yesus dalam
pemimpin harus memiliki visi dan arah yang jelas yang mau dituju, mendorong,
g. Menjadi pendoa. Seorang pemimpin yang baik dan transformatif tentu ia rajin
seorang yang hidup rohani dan doanya mendalam, sebagaimana terungkap dalam
kata dan tindakan sedemikian rupa sehingga para anggotanya dan orang lain di
transformatif belumlah cukup bagi seorang pemimpin untuk menjadi seorang pemimpin
transformatif yang sesungguhnya. Oleh karena itu seorang pemimpin khususnya para
pemimpin dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus sangat perlu memperdalam
spiritualitas kepemimpinan transformatif yang menyangkut inti jiwa atau roh yang
sebagai pusat/ titik sentral kepemimpinannya yang terejawantah dalam diri para
anggota yang dipimpinnya. Dalam hal ini seorang pemimpin harus selalu menjadikan
Kristus sebagai sumber dan pusat kekuatan dan inspirasi kepemimpinannya. Dalam hal
transformatif Injili yang kiranya sangat perlu didalami, dimilki dan dihayati oleh
adalah :
Gembala yang baik berani dan rela menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya
(Yoh 10:11). Gembala yang baik selalu mengenal domba-dombanya dan domba-domba
mengenalnya (Yoh 10:14). Seorang gembala yang baik juga harus memiliki
pengenalan dan relasi yang intim dengan Bapa (Yoh 10: 15) Dan akhirnya gembala
yang baik selalu berusaha mencari domba yang tersesat di mana ia rela meninggalkan
yang sembilan puluh sembilan ekor untuk pergi mencari dan menemukan satu ekor
kehormatan atau martabat belumlah cukup. Pemimpin harus berani kehilangan yang
paling berharga dari dirinya, yakni hidupnya sendiri. Dalam hal ini seorang pemimpin
(Frater BHK) harus rela merepotkan diri dan direpotkan oleh para anggota serta berani
memberikan seluruh totalitas hidupnya, yakni hati, pikiran, bakat dan kemampuan
97
hidup para anggotanya teristimewa bagi mereka yang dianggap lemah dan tak berdaya
agar mereka dapat menemukan kepenuhan hidup dalam Kristus sang Gembala utama
mereka.
Mengenal dalam arti biblis bukan hanya sekedar tahu nama, hobi, alamat entah
alamat surat, telepon, email atau facebooknya, keluarga atau pekerjaannya. Mengenal
mendalam”. Dalam hal ini semangat kegembalaan seorang pemimpin (Frater BHK)
tampak dalam bagaimana ia memiliki hubungan yang mendalam, personal dan saling
meneguhkan dengan para anggotanya. Segala suka-duka para anggotanya ada dalam
Suatu hal pokok yang harus dibangun dan dimiliki oleh seorang pemimpin
(Frater BHK) adalah ia harus memiliki relasi yang personal dan intim dengan Allah
Bapanya, dalam arti ia harus sungguh mengenal, mencintai dan setia serta taat
melaksanakan apa yang dikehendaki Allah baginya dan selalu menempatkan Allah
atau Kristuslah yang selalu hidup, hadir dan memimpin dalam dirinya. Hidup dan cara
memimpin yang demikian sangat sesuai dengan apa yang dihayati oleh Santo Paulus
“…namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup. Melainkan Kristus yang
hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah
hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-
ekor domba dan mencari satu ekor domba yang hilang ialah pemimpin yang selalu
mencintai setiap anggotanya, sekalipun anggotanya itu ada yang selalu rewel,
seorang gembala/ pemimpin yang baik (Frater BHK), setiap domba/ setiap anggota,
entah bagaimanapun keadaannya, ia tetap bernilai dan berharga baginya, yang akan
dijaganya seperti biji mata, sebagaimana disampaikan oleh Nabi Musa ”Tetapi bagian
Tuhan adalah umat-Nya, Yakup ialah milik yang ditetapkan bagi-Nya. Didapati-nya di
belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya” (Ul
32: 9-10).
samar dan bahkan boleh dikatakan tidak relevan lagi. Hamba dalam pengertian biblis
ialah mereka yang menjadi budak. Menjadi seorang budak berarti hidup tanpa hak
apapun dan secara ekstrim hak atas hidupnya pun tidak dimilikinya. Seorang budak
hanya memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan setiap saat, karena ia harus
melayani tuannya/ majikannya kapan dan di manapun ia dibutuhkan. Dengan kata lain
budak itu total hanyalah seorang pelayan, di mana ia hanya melaksanakan perintah
tuannya. Inti spiritualitas hamba ada pada hidup dan pribadi Yesus sang hamba sejati:
yang mengosongkan diri, menjadi hamba dan bahkan mati di salib sebagaimana
dikatakan Santo paulus “ Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran
dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa
Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu, sebagai milik yang harus
dalam arus gerakan menurun ialah yang paling penting dalam spiritualitas
Setiap pemimpin memiliki tuan atau majikan yang utama, yakni Tuhan sendiri.
Namun dalam praksis kepemimpinan sehari-hari majikan utama, yakni Tuhan itu hadir
melalui dan dalam diri para anggota kongregasi ataupun orang-orang yang
dilayani. Oleh karena itu agenda kerja seorang pemimpin (Frater BHK) harus
bersumber dan tertuju pada kebutuhan dan kepentingan kongregasi yang di dalamnya
Tuhan hadir melalui dan dalam diri pribadi-pribadi para anggota yang harus dilayani
dengan penuh totalitas, kerendahan hati atau pengosongan diri serta penuh kelembutan
kasih. Dengan demikian bagi seorang pemimpin (Frater BHK) hidup adalah
pengabdian kepada mereka yang dilayani. Dalam hal ini orientasi kepemimpinan
seorang Frater Bunda Hati Kudus adalah para anggota dan mereka yang dipercayakan
Tuhan kepada mereka lewat misi dan karya kerasulan kongregasi yang diemban. Maka
Seorang Frater Bunda Hati Kudus dalam menjalankan tugas kepemimpinannya harus
selalu menyadari bahwa bukan obsesi, kepentingan,dan popularitas diri atau kelompok
sebagai sang majikan sejati yang harus dilayani dalam diri para anggotanya dengan
Pengurus rumah tangga itu memadukan beberapa kualifikasi yakni kekuasaan dan
mengawasi tata aturan/ nomos dalam rumah tangga/ oikos). Pengurus rumah tangga
adalah orang yang mengawasi tata tertib rumah tangga, adat istiadat, aturan dan
rumah tangga hanya muncul dua kali dalam Perjanjian baru, yakni Luk 12:42 dan Luk
16:1.
Dari teks Luk 12:42 dan Luk 16:1 ditampilkan tiga ciri atau sifat pengurus
rumah tangga:
1). Seorang pengurus rumah tangga bertindak sebagai seorang pelayan dan bukannya
dirinya bukanlah pemilik kongregasi dan karya kerasulan kongregasi, sebab semua itu
semata-mata milik dan karya Tuhan. Pemimpin itu juga harus menyadari bahwa tugas
ini adalah pinjaman dan karunia yang dipercayakan Tuhan kepadanya, yang harus ia
pertanggungjawabkan kepada Tuhan pula. Ia harus menyadari pula bahwa tugas dan
wewenang sebagai pemimpin itu hanya sementara sifatnya, sebab suatu saat tugas dan
wewenang itu akan diambil lagi darinya, dan pada akhirnya ia harus
kepadanya tanpa berusaha menguasainya. Ia sadar bahwa para anggota dan orang-orang
yang dipercayakan kepadanya bukanlah miliknya, maka ia pun tidak berkuasa atas
hidup mereka.
2). Kekuatan dan keutamaan pengurus rumah tangga ada pada perpaduan antara sifat
101
Seorang pemimpin yang baik tentu mengamini bahwa yang paling perlu dan penting
adalah kepercayaan. Sebab apabila seorang pemimpin tidak lagi dipercaya oleh para
dimilikinya, sebab komitmen itu merupakan api dan penggerak seluruh aktivitas
hidupnya.
Komitmen itu diletakkan pertama-tama pada dorongan Roh Kudus dan kemudian pada
kejujurannya untuk melayani kemuliaan Allah dan kebahagiaan serta keselamatan
sesama/ para anggotanya.
Ciri khas dari kepemimpinan rumah tangga ialah tidak adanya sang majikan
(paling tidak secara fisik) di tengah komunitas/ persekutuan itu. Dalan situasi seperti ini
pengurus rumah tangga bersifat pinjaman, sebab wewenangnya ada sejauh majikannya
tidak berada di rumah. Dalam hal ini ketidakhadiran majikan bisa dimaksudkan:
a). Tuhan kini memberi wewenang kepada pemimpin untuk ambil bagian dalam
wewenang-Nya atas diri para anggotanya. Tetapi wewenang itu hanya bersifat
b). Wewenang itu menuntut tanggung jawab kepada si majikan yakni Tuhan yang
diri dan hidup para anggotanya menuju hidup yang dibaharui dan dikuasai oleh Roh
Allah sendiri, dan dari sana mereka dapat memperjuangkan dan mewujudkan apa yang
menjadi cita-cita atau visi-misi kongregasi. Perlu disadari pula bahwa proses
namun merupakan suatu proses yang panjang dan melelahkan yang membutuhkan
kesabaran, ketekunan, keuletan dan kesetiaan dalam mengusahakannya, dan itu perlu
merenung dan merefleksikan diri untuk menggali dan menemukan apa sesungguhnya
yang menjadi kekurangan atau kelemahannya, sehingga dari sana ia berusaha dengan
segala kerendahan hati membuka dirinya terhadap karya rahmat Allah, agar Roh Allah
kelemahannya menuju suatu pembaharuan hidup yang lebih baik. Apabila sang
semakin kuat, bijaksana, tulus dan rendah hati serta semakin terdorong untuk melayani
mengambil resiko terhadap setiap situasi yang dihadapinya, sebab dia percaya bahwa
bukan lagi kekuatan dirinya yang berkarya, namun kekuatan Tuhan sendirilah yang
anggotanya, baik dalam lingkup komunitas maupun dalam lingkup kongregasi secara
keseluruhan, sehingga suasana dan nilai-nilai transformasi yang telah ia alami dan
miliki bisa terbagikan kepada para anggotanya. Apabila hal ini terjadi maka
transformasi itu bukan lagi menjadi milik pemimpin melainkan menjadi milik bersama
yang bisa berdampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan hidup dan
Proses transformasi yang dibangun dalam komunitas ataupun dalam kongregasi ini
tidak bisa dilepaspisahkan dari proses pengolahan hidup rohani yang senantiasa
dan kebaharuan hidup dalam Roh Allah. Hal ini sesuai dengan apa yang dianjurkan
Konstitusi Frater Bunda Hati Kudus (1997: art. 59-60) yang mengatakan:
Dari kutipan konstitusi di atas sudah sangat jelas bahwa proses transformasi
dalam hidup komunitas atau hidup persekutuan mutlak dibutuhkan demi pertumbuhan
104
melalui dan dalam proses transformasi itulah setiap pribadi baik pemimpin maupun
para anggota Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus dapat menemukan dirinya serta
Seorang pemimpin yang transformatif adalah pribadi yang penuh dedikasi dan
inspiratif serta tidak capat puas dengan apa yang dicapainya, namun ia selalu berusaha
mencari dan mencari yang labih agar sedapat mungkin banyak orang turut menikmati
selalu proaktif serta pandai membaca tanda-tanda zaman dan peluang-peluang yang ada
yang diemban tetap berkembang, relevan dan kontekstual serta dapat membawakan
kesejahteraan hidup bagi mereka yang dilayani. Dalam hal ini bentuk karya bisa
berubah namun tujuan dan spiritualitas kongregasi tetap dipertahankan serta tetap
tersampaikan, sehingga dengan demikian kongregasi tidak hanya berkutat dengan karya
transformasi karya kerasulan ini dalam Konstitusi Frater Bunda Hati Kudus (1997: art.
67) dikatakan:
dalam karya kerasulan kongregasi dalam setiap situasi dan zamannya sesuai kebutuhan
105
1. Pokok-pokok Katekese
bentukan dari kata “Kat” yang berarti pergi atau meluas, dan “echo” yang artinya
harta kekayaan Gereja misalnya Sabda Tuhan, Tradisi Gereja, dan keadaan hidup
manusia dengan seluruh pengalaman hidupnya yang konkret dalam kehidupan sehari-
hari. Namun istilah Katechein ini dalam perkembangan Gereja selanjutnya dikenal
dengan istilah/ sebutan Katekese hingga saat ini (Papo, 1988: 11).
tersirat termaktub dalam beberapa perikop Kitab Suci, antara lain: dalam Injil Luk 1:4
Katekese berarti “diajarkan”, Kis 18:25 (pengajaran dalam jalan Tuhan); Kis 21:21
(mengajar); Rom 2:18 (diajar); I Kor 14:19 (mengajar) dan Gal 6:6 (pengajaran).
Gereja untuk menolong umat agar semakin memahami, menghayati dan mewujudkan
sebagai berikut: “Katekese adalah Komunikasi iman atau tukar pengalaman iman antar
anggota jemaat atau kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu
Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang dewasa dalam
iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada
umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud menghantar
para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18).
dan meningkatkan daya refleksi jemaat akan segala pengalaman hidupnya yang
dipertemukan dengan harta kekayaan Gereja khususnya sabda Tuhan, sehingga dari
sana mereka dapat semakin meghayati iman mereka secara lebih dewasa dan
mendalam, serta mereka semakin menyatu dengan Kristus sebagai sumber dan tujuan
kesaksian hidup mereka sehari-hari, baik dalam lingkup Gereja maupun dalam dunia/
masyarakat di mana mereka hidup dan berada. Hidup dalam kesatuan dengan Kristus
akan menghantar umat untuk hidup dalam kelimpahan serta hidup dalam kemerdekaan
tujuan/ cita-cita yang hendak dicapai, sehingga dengan demikian karya katekese itu
Dalam hal ini Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia (PKKI) kedua yang
berikut:
Tujuan khas katekese ialah berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang
baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan diri menuju
kepenuhannya serta semakin memantapkan perihidup Kristen umat beriman,
baik muda maupun tua. Kenyataan itu berarti: merangsang, pada taraf
pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan iman yang ditaburkan oleh
Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yang dikurniakan secara efektif
melalui babptis. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa dalam seluruh proses
evangelisasi tujuan katekese ialah: menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan,
artinya: masa orang Kristen, sesudah dalam iman menerima Yesus Kristus
sebagai satu-satunya Tuhan, dan sesudah menyerahkan diri seutuh-utunya
kepada-Nya melalui pertobatan hati yang jujur, berusaha makin mengenal
Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaannya: mengerti misteri-Nya, Kerajaan
Allah yang diwartakan oleh-Nya, tuntutan-tuntutan maupun janji-janji yang
tercantum dalam amanat Injil-Nya, dan jalan yang telah digariskan-Nya bagi
siapa pun yang ingin mengikuti-Nya (CT, art. 20).
Kristus dalam cahaya firman Allah, sehingga seluruh pribadi manusia diresapi oleh
firman itu. Begitulah orang Kristen, yang berkat karya penebusan Kristus diubah
menjadi ciptaan baru, memutuskan secara bebas untuk mengikuti Kristus, dan dalam
Gereja makin banyak belajar berpikir seperti Dia, menilai segalanya seperti Dia,
Nya. Dengan kata lain melalui katekese jemaat dapat hidup menyatu dengan sang
sumber hidupnya yakni Kristus dan bahkan mereka dapat berperan sebagai alter-alter
Demi tercapainya tujuan katekese, maka proses katekese yang dibangun harus
mengutamakan unsur dialog partisipatif dan didukung oleh suasana yang nyaman dan
penuh persaudaraan. Pola komunikasi yang dibangun bukan hanya antara pendamping
dengan jemaat dan antar jemaat, namun komunikasi itu juga harus terjadi antara
peserta/ jemaat dengan sabda Tuhan yakni Yesus Kristus sendiri yang hadir dan
menyapa lewat sabda Kitab Suci yang didengarkan, direfleksikan dan dimaknai melalui
pengalaman hidup serta dibagikan di antara jemaat dalam iman. Katekese juga harus
disadari sebagai komunikasi iman antar peserta sebagai saudara seiman yang sederajat.
Dalam hal ini proses katekese yang terjadi harus tercipta suasana di mana setiap jemaat
menjadi “katekis” bagi jemaat yang lain, untuk saling membantu sehingga pada
akhirnya terjadi perjumpaan dengan Kristus sendiri sebagai sumber dan pusat katekese
yang dapat memperkembangkan dan mengokohkan iman mereka untuk semakin yakin
dan berani mewartakan dan menghadirkan Kerajaan Allah di tengah dunia dan sesama
Isi pokok katekese adalah seluruh hidup Yesus Kristus yang mencakup
peristiwa inkarnasi, hidup dan karya, penderitaan, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus
sebagai satu kesatuan karya keselamatan Allah bagi manusia dalam diri dan melalui
Yesus sang Putra tunggal-Nya. Katekese hendaknya bersifat Kristosentris dalam arti
Kristulah yang harus menjadi pusat dan sumber pewartaan itu sendiri. Gagasan di atas
sangat sesuai dengan apa yang dicetuskan oleh Paus Yohanes paulus II dalam
diajarkan; segala sesuatu yang diajarkan harus mengacu kepada-Nya. Lagi pula
hanya Kristuslah yang mengajar; siapa saja selain Dia mengajar sejauh ia
menyadari dan selalu menempatkan diri sebagai jurubicara kristus, dan
memungkinkan Kristus mengajar melalui mulutnya,….(CT, art. 6).
Misteri hidup Yesus menjadi sumber dan pusat katekese, maka katekese
dipahami sebagai usaha bersama untuk saling mengenal, memahami, dan percaya pada-
Nya sebagai sumber keselamatan satu-satunya, dan sekaligus sebagai guru agung/
pengajar utama bagi setiap jemaat. Di sinilah letak sifat khas ktekese yakni
“Kristosentris”.
d. Model-model katekese
Dalam dunia katekese ada begitu banyak model katekese yang ditawarkan untuk
dapat digunakan dalam proses pengembangan katekese umat demi terbangun dan
berkembangnya iman umat untuk mencapai kesempurnaan dan kepenuhan hidup dalam
Kristus sebagai sumber dan tujuan hidup beriman jemaat. Berkaitan dengan model-
model katekese ini, Sumarno (2007: 11-15) memaparkan beberapa model katekese
antara lain:
Model SCP ini lebih menekankan pada proses berkatekese yang bersifat
dialogal dan partisipasif, dengan maksud mendorong peserta, antara konfrontasi antara
“tradisi” dan “visi” hidup mereka dengan “tradisi” dan “visi” Kristiani, agar baik secara
demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat
di dalam dunia. Model ini bermula dari pengalaman hidup peserta, yang direfleksi
secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi Kristiani supaya
muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan baru dalam
110
hidup sehari-hari. Maka sejak awal orientasi pendekatan dari model SCP ini adalah
sehari-hari yang akan direfleksikan dalam terang iman dan dipertemukan dengan harta
Katekese model biblis ini lebih bertitiktolak dari harta kekayaan gereja yakni
Sabda Tuhan (Kitab Suci), dokumen-dokumen Gereja dan tradisi, yang kemudiaan
Katekese model campuran ini merupakan gabungan dari model biblis dan model
pengalaman hidup. Dalam hal ini bisa bertitiktolak dari Kitab Suci/ tradisi Gereja lalu
dihubungkan dengan pengalaman hidup sehari dan bisa juga sebaliknya. Semuanya
tergantung pada situasi dan kebijakan serta kreatifitas pemandu katekese/ fasilitatornya.
Bertolak dari hasil penelitian yang ada, sangat diharapkan adanya transfomasi
kepemimpinan yang dapat memotivasi para anggota agar hidup lebih berkembang
sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh kongregasi. Oleh karena itu perlu adanya
111
Diharapkan melalui katekese ini dapat membantu para Frater BHK untuk
hidup yang terjadi dalam kehidupan mereka selama ini khususnya yang berkaitan
dengan kepemimpinan dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus, sehingga dari sana
mereka dapat saling membantu dalam terang iman melalui Sabda Kitab Suci/ tradisi
Gereja yang akan menghantar mereka mengalami kelahiran baru, yang oleh Darminta
(2005: 47) dikatakan sebagai “pembaharuan dalam menerima dan menanggapi gagasan
atau pandangan baru, cara kerja dan kerasulan yang baru, serta cara hidup dan cara
bertindak yang baru pula atau apapun juga yang dapat tumbuh dan berkembang dalam
hidup religius secara positif.” Dalam hal ini diharapkan agar melalui katekese ini para
Frater BHK dapat mengalami suatu transformasi dalam kepemimpinannya yang lebih
berkatekese. Alasan pemilihan katekese model pengalaman hidup ini adalah karena
model katekese ini sederhana dan bertolak dari pengalaman hidup konkret yang
selanjutnya dihubungkan atau dikonfrontasikan dengan Sabda Tuhan dalam Kitab Suci,
sehingga dari sana mereka dapat menemukan nilai hidup baru yang akan digunakan
menguatkan dan mendukung untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik dan
Berkaitan dengan katekese model pengalaman hidup ini, Sumarno (2007: 11-
antara lain:
1) Introduksi
Introduksi ini berisikan lagu dan doa pembukaan yang sesuai dengan tema yang
diambil dalam katekese itu. Katekis mengingatkan dan menghubungkan dengan tema-
tema yang sudah dibahas dalam kesempatan katekese yang lalu, bila pernah diadakan
sebelumnya.
Pengalaman hidup biasanya diambil dari suatu peristiwa konkret sesuai dengan
tema dan situasi peserta. Pengalaman ini bisa diambil dari surat kabar, cerita yang
relevan bagi para peserta, dan juga bisa berupa film yang sesuai.
pengalaman itu dalam situasi hidup mereka yang nyata. Biasanya terjadi dalam
mengambil perhatian dalam sikap hidup moral konkret sesuai dengan tema untuk hidup
sehari-hari.
yang dapat diambil oleh para peserta berkaitan dengan tema dalam penyajian
pengalaman hidup dan dengan teks Kitab Suci atau tradisi yang hendak dipakai dalam
langkah berikutnya.
yang mengesan dan pesan inti dari teks tersebut. Teks dibaca oleh salah seorang
peserta, kemudian saat hening sejenak untuk merefleksi teks yang baru dibacakan
direnungkan secara pribadi setelah pembacaan teks. Baik pula apabila teks dibaca
sekali lagi oleh fasilitator/ katekis. Pada kesempatan ini fasilitator membantu peserta
untuk mencari dan mengungkapkan pesan inti menurut mereka sendiri sehubungan
dengan tema. Peranan katekis/ fasilitator di sini ialah menciptakan suasana sedemikian
rupa sehingga peserta tidak merasa takut, malu dan canggung mengungkapkan tafsiran
mereka sehubungan dengan tema yang dapat dipetik dan digali dari pembacaan teks
Kitab Suci.
peserta dengan pesan inti yang telah disiapkan oleh katekis berdasarkan sumber-sumber
yang telah diolahnya yang berkaitan dengan tema. Pada kesempatan ini katekis
memberi input (masukan) dari apa yang sudah dipersiapkannya dengan bantuan buku-
114
buku tafsir atau buku komentar atau buku-buku lain yang berkaitan dengan tekas Kitab
Suci. Yang penting digarisbawahi di sini bahwa tafsiran katekis diharapkan membatasi
pada pesan pokok yang dapat dimengerti oleh peserta sehubungan dengan tema dan
tujuan pertemuan.
mengambil beberapa kesimpulan praktis di sekitar tema untuk hidup sehari dalam
situasi nyata mereka dalam Gereja, masyarakat, lingkungan, wilayah, paroki, keluarga,
dsb. Kemudian dalam saat hening sejenak, peserta diajak untuk merenungkan serta
mengumpulkan buah-buah pribadi dari katekese ini untuk diterapkan/ dihayati dalam
kehidupan sehari-hari, yang dapat berupa niat, atau tindakan apa yang akan diambil
9) Penutup
katekese, dan bisa pula doa-doa lainnya secara bebas. Bilamana perlu katekis
mengakhiri katekese dengan doa penutup yang merangkum keseluruhan tema dan
tujuan katekese. Kemudian diakhiri dengan sebuah doa bersama atau nyanyian yang
D. Program Katekese
1. Pengertian Program
dari pemerintah; acara; rencana; rancangan kegiatan” (Partanto, 1994: 628). Dengan
dipersiapkan, dirancang dan dirumuskan secara sistematis dan teratur serta terarah
biasanya meliputi tema, tujuan tema, sub tema, tujuan sub tema, uraiam materi, metode,
kristiani sebagai suatu kepemimpinan yang berpola/ berguru pada Yesus Kristus
(hidup, sabda dan karya-Nya) dan sekaligus menempatkan Kristus sebagai pemimpin
berpola pada Yesus Kristus dan selalu menyelaraskan diri dengan konstitusi, visi-misi
dan amanat dari kapitel. Namun dari pemahaman ini belum cukup, karena ternyata
dalam kenyataannya para pemimpin atau masing-masing frater belum sanggup untuk
menghayati dan mengaktualisasikan apa yang telah mereka pahami tersebut dalam
kehidupan konkret sehari-hari. Hal ini masih menjadi suatu kesulitan tersendiri dalam
kepemimpinan dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus saat ini, ditemukan bahwa
mendalam, yang boleh dikatakan bahwa Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di
Indonesia saat ini mengalami suatu krisis kepemimpinan yang cukup memprihatinkan
kongregasional. Namun suatu hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah bahwa,
ternyata para Frater Bunda Hati Kudus baik para anggotanya terlebih para
pemimpinnya tidak menyadari atau mungkin secara sengaja tidak mau menyadari
situasi ini sebagai sesuatu yang salah dan tidak baik untuk selanjutnya berusaha
tidak ada yang memiliki keberanian dan ketulusan hati untuk mengkritisi dan
dampak negatif dari krisis kepemimpinan dalam kongregasi ini dan mereka
perhatian dan cinta, inovatif dan berspiritualitas mendalam sebagai api/ roh yang
membakar dan menyemangati, mendorong para anggota menuju suatu kehidupan yang
Oleh karena itu perlu adanya suatu pembinaan dan pendampingan yang teratur
dan berkesinambungan bagi para Frater BHK berkaitan dengan kepemimpinan yang
berpola pada kepemimpinan Yesus sendiri sebagai pemimpin utama dan sejati.
Program katekese umat yang penulis usulkan ini, bertujuan untuk membantu
peserta (para Frater BHK), agar dengan suasana yang mendukung mereka dapat
baru berkaitan dengan kepemimpinan untuk hidup mereka sebagai kaum religius dalam
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus, sehingga dari sana mereka dapat secara bersama-
persekutuan sebagai anggota Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus yang lebih profetis
117
dan penuh kasih persaudaraan. Program katekese umat ini disusun bagi para Frater
Bertolak dari hasil penelitian yang penulis lakukan, penulis menemukan bahwa
para Frater BHK sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang kepemimpinan baik
penghayatan masih sangat minim di mana masih terjadi banyak keprihatinan dan
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di Indonesia saat ini. Oleh karena itu para Frater
mengusulkan sebuah tema umum yang lebih terarah pada segi penghayatan nilai-nilai
tujuannya adalah: “membantu peserta (para Frater BHK) untuk semakin bertumbuh
Bunda Hati Kudus”. Tema ini akan dijabarkan dalam 4 sub tema yang antara lain:
Pertama, Belajar dari pola kepemimpinan kegembalaan Yesus, yang dijabarkan dalam
satu judul pertemuan, yakni Yesus sang pemimpin utama yang melayani dengan penuh
118
cinta dan pengorbanan diri. Kedua, Kepemimpinan Yesus yang dibangun atas dasar
kesatuan dengan Bapa. Sub tema ini dijabarkan dalam tiga judul pertemuan antara lain:
1). Menjadi pemimpin yang berani karena merasa dicintai dan mencintai Allah. 2).
terhadap domba yang hilang; yang dijabarkan dalam satu judul pertemuan, yakni
dalam satu judul pertemuan, yakni Usaha transformasi dari diri sendiri.
Tema Umum : Menghayati spiritualitas kepemimpinan kegembalaan Yesus demi terwujudnya kepemimpinan yang transformatif
Tujuan : Agar pendamping dan peserta semakin bertumbuh dan berkembang dalam pemahaman serta penghayatan akan
spiritualitas kepemimpinan kegembalaan Yesus, dan mampu mengusahakan terwujudnya suatu kepemimpinan
yang transformatif dalam kehidupan sehari-hari.
No. SUB TEMA TUJUAN JUDUL TUJUAN MATERI METODE SARANA SUMBER BAHAN
SUB TEMA PERTEMUAN PERTEMUAN
01. Belajar dari Agar para Yesus sang Bersama Injl Yoh Nonton VCD Hadiwiyata, 2008,
pola peserta pemimpin peserta 10:11-13 Filem Uskup Tafsiran Injil Yohanes.
kepemimpi- mengenal dan utama yang menghayati “Gembala Diskusi Romero Yogyakarta: Kanisius.
nan memahami melayani makna yang baik”. kelompok Laptop & VCD Uskup Romero.
kegembala- pola dengan kepemimpi- pleno LCD Antony D’Souza, (2002:
an Yesus. kepemimpi- penuh cinta nan Sharing Teks Yoh 38-40) Proactive
nan &an kegembalaan Refleksi 10:11-13 Visionary Leadership.
kegembalaan pengorbanan Yesus yang pribadi Teks lagu Jakarta: PT. Trisewu
Yesus sebagai diri. melayani Informasi Kertas flap Nagawarsa
teladan dan dengan penuh & spidol. Martasudjita, (2001: 46-
Tanya
sumber cinta dan Tape 48) Kepemimpi-nan
jawab
inspirasi pengorbanan recorder & transformatif.
kepemimpi- diri demi kaset Yogyakarta: Kanisius
nannya. kebahagiaan instrument Pengalaman peserta.
dan
120
keselamatan
sesamanya.
02 Kepemimpi Bersama a. Menjadi Bersama Yoh 10:14- Lagu & Teks lagu Hadiwiyata, (2008:
nan Yesus peserta pemimpin peserta 15 gerak VCD Daud Tafsiran Injil Yohanes.
yang menghayati yang berani berusaha “Gembala Nonton & Goleat Yogyakarta: Kanisius.
dibangun kepemimpi- karena menghayati yang baik”. Filem Laptop & VCD Pertempuran Daud
atas dasar nan Yesus merasa semangat Refleksi LCD melawan Goleat.
kesatuan yang memiliki dicintai dan kepemimpi- Diskusi Teks KS Martsudjita, (2001: 38 &
dengan relasi yang mencintai nan yang kelompok Yoh 10:15 48). Kepemimpi-nan
Bapa. intim dengan Allah memiliki Sharing Kertas Flap transformatif
Bapa keberanian kelompok/ & spidol Yogyakarta: kanisius
dalam pleno Konstitusi Frater BHK,
menghadapi Tanya 1997, Hidup Doa
segala situasi jawab
dalam
Rangku-
kehidupan
man/
sehari-hari
Informasi
b. Menjadi Mzmr 23: 1-6 VCD Not Dianne Bergant, CSA &
Bersama Lagu &
pemimpin “Tuhan One Lost Robert J. Karris, OFM,
peserta gerak
yang gembalaku Laptop 2002, Tafsir Akitab
berusaha Nonton
mengayomi/ yang baik”. Perjanjian Lama.
menghayati Filem LCD
memberi
121
03. Menghayati Bersama para Menjadi Bersama Luk 15:1-7 Nonton VCD: VCD Sinema Asyik
semangat perserta pemimpin peserta “Perumpama- Filem “Sinema Bollywood.
kepemimpi- menghayati yang peduli Menghayati an tentang Diskusi Asyik Stifen Leks, 2002, Tafsir
nan Yesus kepemimpi- terhadap semangat domba yang kelompok Bollywood Alkitab Perjanjian baru.
yang peduli nan Yesus anggota yang kepedulian hilang”. Sharing & ”. Martasudjita, (2001:48)
terhadap yang peduli bermasalah/ antar satu pleno Laptop Kepemimpi-
domba yang terhadap membutuhkan sama lain Tanya LCD nan
hilang. sesama. perhatian dalam jawab Teks Kitab Transforma-tif
kehidupan Informasi Suci Luk Soenarja, (1984: 37),
sehari-hari. 15:1-7 Kepemimpi-nan Biara
Kertas Flap dari hari ke hari.
& spidol. Yogyakarta: Kanisius.
D’Souza, (2002: 35-36),
Proactive Visionary
Leadership. Jakarta:
123
04. Memahami Bersama Upaya Bersama Luk 4:1-20 Nonton VCD Dianne Bergant & Robert
pola peserta transformasi peserta Kisah Filem “Sister X”. J, Karris, 2002, Tafsir
kepemimpi- semakin dari diri sendiri semakin pencobaan Diskusi Laptop Alkitab Perjanjian Baru.
nan memahami menyadari di Padang kelompok LCD Yogyakarta: Kanisius.
transforma- makna diri dan Gurun. Refleksi Teks Kitab Martasudjita, (2001: 36-40
tif kepemimpi- semakin Kemampuan Sharing/ Suci Luk & 46-48). Yogyakarta:
nan yang terbuka untuk dasar pleno 4:1-20 Kanisius.
transformatif mentransfor- kepemimpi- Tanya Guitar Wofford, (2001: 86-89),
masi diri nan jawab Kertas flap Yogyakarta: Andi Offset
mulai dari transforma- Informasi & spidol Konstitusi Kongregasi
hal-hal kecil tif Frater Bunda Hati Kudus
dalam Spiritualitas (1997, art. 59-60).
kehidupan kepemimpi-
sehari-hari nan
sampai hal- transforma-
hal yang tif
berkaitan Pemimpin
dengan sebagai agen
pertumbuhan perubahan.
dan
perkemba-
ngan
panggilan
serta
kongregasi.
124
a. Identitas Katekese
1). Judul Pertemuan : Yesus sang pemimpin utama yang melayani dengan penuh
cinta.
sesamanya.
6). Waktu : pkl. 19.30-21.30 WIB & pkl. 08.00 – 10.00 WIB
- Diskusi kelompok
- Pleno
- Sharing
- Refleksi pribadi
- Informasi
- Tanya jawab
Kanisius.
Nagawarsa
Yogyakarta: Kanisius
- Pengalaman peserta.
b. Pemikiran dasar
Kehidupan manusia, baik sebagai makluk sosial maupun sebagai individu tak
menuntun serta menghantarkannya pada suatu hidup yang lebih baik, penuh makna,
menyelamatkan dan membahagiakannya dan pemimpin itu bisa dirinya sendiri maupun
orang lain.
kepemimpinan ini sangat vital peranannya, sebab sang pemimpin dengan segala
mengarahkan dan menghantar organisasi itu dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan
kepemimpinannya. Hal ini mencakup baik pemimpin profan maupun pemimpin rohani/
Perkembangan dunia yang semakin pesat, di satu sisi telah berhasil mengangkat
manusia pada suatu taraf tertentu, namun di sisi lain tak dapat dipungkiri bahwa
perkembangan dunia dengan segala kekuatannya, secara perlahan namun pasti telah
menggerogoti nilai-nilai dasar hidup manusia sebagai makluk sosial dan makluk
religius. Hal ini terlihat jelas di mana manusia dewasa ini lebih dikuasai oleh
kehampaan hidup, kesepian dan ketakbermaknaan hidup. Salah satunya adalah krisis
kepemimpinan dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Karena entah disadari atau
tidak, justru karena manusia tidak lagi sanggup untuk memimpin dirinya sendiri,
dalam dunia dewasa ini amatlah sulit untuk menemukan pemimpin-pemimpin yang
mau melayani dengan segala totalitas dirinya apa lagi harus menjadikan nyawanya
Krisis kepemimpinan ini pun telah merengsek masuk dalam tataran kehidupan
Gereja pada umumnya dan dalam kehidupan lembaga hidup religius pada khususnya.
Gereja dan lembaga religius zaman sekarang secara perlahan namun pasti mulai
terkikis. Kepemimpinan bukan lagi diterima sebagai fungsi dan tugas perutusan Kristus
untuk mengabdi dan melayani Kristus dalam diri umat atau para anggota yang
peluang untuk menindas dan sekaligus dijadikan sebagai sarana untuk mengejar serta
mencapai apa yang menjadi kepentingan dan obsesi pribadi atau kelompoknya. Oleh
karena itu tidak heran bahwa jabatan dan kekuasaan ini kerap kali diperjuangan mati-
matian dengan menghalalkan segala cara yang sebenarnya sangat bertentangan dengan
Kongregasi Farter Bunda Hati Kudus sebagai salah satu lembaga religius laikal
khususnya propinsi Indonesia pun tidak terlepas dari krisis kepemimpinan ini. Hal ini
terlihat dari hasil penelitian/ wawancara yang penulis lakukan terhadap para frater. Di
sana terungkap realitas dan pengalaman yang cukup memprihatinkan berkaitan dengan
pola serta keteladanan kepemimpinan para pemimpin Kongregasi Frater Bunda Hati
Kudus, khususnya Provinsi Indonesia saat ini. Hal ini mengindikasikan bahwa ternyata
perkembangan dunia dengan segala kekuatannya telah turut mengikis dan merongrong
penghayatan nilai-nilai kepemimpinan Kristiani dan religius dalam diri para Frater
BHK khususnya para pemimpinnya yang secara struktural telah diberi kepercayaan
tarekat untuk bersama-sama berjuang mencapai apa yang dicita-citakan tarekat melalui
visi-misi tarekat.
Nilai-nilai cinta kasih, kerendahan hati, pengabdian dan pengorbanan diri bagi
sesama anggota tarekat maupun bagi orang-orang yang menjadi sasaran pelayanan dan
pengabdian tarekat menjadi semakin kabur. Dalam menghadapi situasi krisis ini
memang tidak harus mempersalahkan para pemimpin semata namun ini merupakan
sumbangsih seluruh anggota tarekat, namun para pemimpin sebagai motor dari
kongregasi memiliki tanggung jawab yang lebih dalam mengatur kelangsungan hidup
tarekat secara keseluruhan. Oleh karena itu para pemimpin harus mampu membangun
128
suatu kesadaran yang mendalam akan situasi yang memprihatinkan ini untuk
situasi yang sama untuk kemudian bersama-sama berefleksi dan mencarikan solusi
bersama, agar karya perutusan Tuhan yang dipercayakan Tuhan bagi tarekat ini dapat
berperan lebih efektif dan efisien sebagai obat penawar bagi dunia yang sedang sakit ini,
yakni untuk lebih melayani dengan penuh cinta dan pengorbanan diri bagi mereka yang
dilayani.
Bertolak dari realitas ini, maka pada kesempatan ini penulis mencoba
menawarkan sebuah pertemuan katekese dengan tema: “Yesus sang pemimpin utama
yang melayani dengan penuh cinta dan pengorbanan diri”, dengan bertitiktolak dari
sabda Tuhan sendiri dalam Injil Yohanes 10:11-13 “Gembala yang baik”. Dengan
judul pertemuan katekese ini dan juga bertolak dari sabda Tuhan tersebut diharapkan
agar para frater semakin mampu berguru dan meneladan serta menghayati pola dan
semangat kepemimpinan Yesus sang pemimpin utama yang melayani dengan penuh
cinta dan pengorbanan diri. Hal ini diandaikan pula bahwa hendaknya para frater dalam
menempatkan Yesus sebagai pusat dan dasar pelayanannya. Sehingga dengan demikian
mereka secara bebas, tulus, penuh kerelaan dan pengorbanan diri mau melayani Kristus
yang hadir dalam diri orang-orang yang diabdi dan dilayaninya. Dengan hidup
meneladan pola kepemimpinan Yesus sebagai pemimpin utama berarti para frater harus
1). Pembukaan
katekese kita kali ini. Pertama-tama saya menghaturkan limpah terima kasih atas
kesediaan dan kerelaan para frater yang telah berkenan meluangkan waktunya
untuk bersama-sama berkumpul pada kesempatan ini. Dalam pertemuan ini kita
akan bersama-sama mencoba masuk dalam ke kedalaman hati dan hidup kita
masing-masing, untuk melihat kembali seluruh perjalanan hidup kita selama ini
sebagai seorang religius Frater Bunda Hati Kudus. Kita akan mencoba untuk
panggilan dan tugas perutusan kita sebagai seorang pemimpin baik pemimpin bagi
diri sendiri maupun yang secara struktural oleh kongregasi telah diberi kepercayaan
untuk menjadi pemimpin dalam tataran apapun dalam menjalankan misi perutusan
kita, entah sebagai Dewan Provinsi Indonesia, sebagai kepala sekolah, pimpinan
sejauh manakah saya menghayati semangat pelayanan yang penuh cinta dan
kepadaku? Oleh karena pada kesempatan ini kita akan saling berbagi kekuatan dan
melanjutkan tugas perutusan tarekat untuk lebih melayani sesama dengan penuh
cinta dan pengorbanan bagaikan untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.
Dikau yang membebaskan kami, Dikau hapus noda dan dosa kami.
Kau penuhi janji para nabi, raja damai yang lama dinanti.
130
Ya Allah Bapa yang maha cinta, puji dan syukur kami haturkan ke hadirat-Mu
atas segala kelimpahan rahmat dan cinta yang telah Engkau anugerahkan secara
cuma-cuma kepada kami hingga saat ini. Kami bersyukur pula bahwa berkat
kelimpahan kasih-Mulah kami telah kau kumpulkan di tempat ini untuk bersama-
Kristus sang pemimpin utama kami yang telah Kau utus untuk melayani dan
nyawa-Nya sebagai tebusan bagi kami. Oleh karena itu kami mohon datanglah
kerajaan-Mu dan penuhilah hati, pikiran dan seluruh diri kami dengan terang Roh
Kudus-Mu, agar kami semakin terbuka akan sabda dan rahmat-Mu yang senantiasa
Engkau alirkan demi kebahagiaan dan keselamatan hidup kami manusia yang lemah
dan tak berdaya ini, sehingga kami dapat menjadi pemimpin-pemimpin masa kini
yang penuh cinta dan pengorbanan diri demi kemuliaan nama Allah yang lebih
Para frater yang terkasih, pada kesempatan ini marilah kita bersama-sama
menyaksikan tayangan sebuah film yang berjudul: “USKUP ROMERO”. Filem ini
mengisahkan seorang imam bernama Pastor Oscar Romero yang lahir Ciudad Borrios,
San Miguel, di bagian Timur El Salvador pada tanggal 15 Agustus 1917 (Denis, 2008:
28).
Oscar Romero setelah belajar di San Miguel dan San Salvador, ditabiskan di
Roma pada taggal 4 April 1942, dan selanjutnya Perang Dunia II memaksa Pastor
tugas, ia bekerja juga untuk keuskupan San Miguel sebagai sekretaris, kapelan sekolah
menengah atas, dan sebagai wartawan. Pastor Romero merupakan seorang pengkhotbah
yang sangat bagus dan menarik yang selalu menyemangati dan membangkitkan iman
Dalam suatu khotbah ia pernah mengatakan “Kerajaan surga sudah mulai dan kita
alami serta rasakan sekarang dan di sini ini” ( Dennis, 2008: 28).
bersinggungan dengan situasi yang amat tidak menguntungkan akibat situasi politik dan
dengan realitas yang sangat memprihatinkan. Realitas yang dimaksud adalah di mana
bawah garis kemiskinan, akibat lahan-lahan pertanian pada umumnya dikuasai oleh
pemerintah yang diktator dan koruptor atau yang kita kenal dengan istilah Korupsi,
perhatian dan kelembutan kasih. Namun di satu sisi mereka juga tidak tahan melihat
penderitaan umatnya yang semakin meningkat. Situasi inilah yang mendorong Pastor
dan juga lewat pendekatannya dengan para pejabat pemerintah dan para tuan tanah agar
mereka bisa bersikap lebih adil. Namun usaha itu terasa sia-sia, dan justru mereka
dimusuhi oleh pemerintah. Situasi ini tidak pernah menyulutkan semangat perjuangan
Perjuangan ini semakin meningkat ketika Pastor Romero, yang oleh Bapa Paus
132
oleh para penguasa negeri itu. Perjuangan sang uskup ini berpuncak ketika terjadi
sedang mengikuti perayaan Ekaristi di halaman sebuah plasa. Suatu peristiwa yang
sangat menyulut kemarahan sang uskup adalah ketika pasukan pemerintah menembak
mati seorang sahabat karibnya bernama Pastor Rutillo Grande, SJ dengan dua orang
Uskup Romero tidak pernah mau menyerah dalam menghadapi situasi ini.
dengan sebuah semboyan “Jika mereka membunuh saya, saya akan bangkit lagi dalam
diri rakyat El Salvador” (Dennis, 2008: 28). Semboyan inilah yang sampai sekarang
sangat terkenal di seluruh dunia. Semangat, kegigihan dan keberanian inilah yang
pernah membuat dia ditangkap dan dipenjarakan walaupun setelah itu ia dibebaskan
kembali. Namun pada akhirnya, ketika beliau sementara memimpin perayaan Ekaristi,
tiba-tiba ia ditembak oleh seorang penembak bayaran pemerintah yang berkuasa yang
sangat membencinya. Peristiwa penembakan ini terjadi dalam konsekrasi, yakni ketika
sang uskup sementara mengangkat piala berisi darah Kristus. Inilah puncak perjuangan
darahnya sebagai tebusan bagi dosa umat manusia, begitupun Uskup Romero telah rela
menumpahkan darahnya sebagai ungkapan cinta dan pengabdiannya yang total demi
mewujudkan cinta kasih dan keadilan di tanah El Salvador pada umumnya dan bagi
Para konfraterku yang terkasih, untuk lebih rincinya dari kisah ini, marilah kita
Para konfraterku yang terkasih, setelah kita menyaksikan tayangan film Uskup
Romero dan merenungkannya, marilah selanjutnya kita masuk dalam kelompok kecil
yang sudah dibagi untuk saling berbagi dari pangalaman Film tadi dan sekaligus kita
juga mencoba merekam kembali pengalaman hidup kita sebagai kaum terpanggil dalam
a). Apa reaksi spontan para frater terhadap kisah Uskup Romero tadi?
b). Sikap-sikap pelayanan macam apakah yang ditunjukkan Uskup Romero dalam
c). Mengapa Uskup Romero rela mengorbankan nyawanya bagi umat dan masyarakat
El Salvador?
d). Sejauh mana para frater berusaha menghayati sikap pelayanan yang penuh kasih dan
4). Rangkuman dari sharing pendalaman film dan pengalaman hidup para frater
Setelah menyaksikan film tadi, dari kita masing-masing tentu muncul berbagai
macam reaksi spontan di mana ada yang merasa prihatin dan sedih melihat situasi
ibah ketika melihat sikap brutal dari pemerintah dan tentara, terkesan dengan sikap
memperjuangkan dan mewujudkan nilai cinta kasih dan keadilan di tanah El Salvador.
gembala, bapak dan pemimpin serta pejuang yang tangguh dengan dibalut selimut cinta
kasih dan pengorbanan diri yang total untuk mengangkat harkat dan martabat kaum
miskin El Salvador dan sekaligus demi kemuliaan nama Allah yang lebih besar bagi
tanah misi El Salvador yang sangat ia cintai. Kiranya motivasi inilah yang mendorong
Uskup Romero untuk rela mati di tengah kaum miskin dan penderita yang sangat ia
cintai.
semua untuk melihat kembali sudah sejauh mana kita menghayati sikap pelayanan yang
penuh kasih dan pengorbanan yang tulus dari kita dalam menunaikan tugas panggilan
dan pelayanan kita terhadap sesam konfrater, karyawan- karyawati, para guru, para
anak didik umat dan siapa saja yang kita jumpai dan kita layani. Saya yakin bahwa para
frater masing-masing telah berjuang maksimal untuk menghayati dan mewujdkan nilai-
nulai cinta kasih, keadilan, kejujuran, kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu marilah kita tetap semangat dengan saling mendukung, memperhatikan satu
sama lain untuk melangkah bersama dalam menata dan menatap masa depan kita yang
masih terbentang luas ini, agar kemuliaan nama Allah dan Hati Kudus Yesus semakin
membacakan sekali lagi dengan lebih pelan dilanjutkan dengan saat hening dan refleksi
pendamping mengajak peserta untuk mendalami teks Kitab Suci dan saling berbagi
a). Dalam bacaan tadi, nilai-nilai apa sajakah yang dituntut Yesus dari kita sebagai
pemimpin?
Pernyataan Yesus “Akulah gembala yang baik” dalam ay. 11-13 mau
menunjukkan kontras antara diri-Nya dengan orang-orang upahan yang bukan gembala
(ay 12). Kata “Baik” diterjemahkan dengan berbagai cara: yang ideal, yang layak
diteladani, dan yang penuh dedikasi, yang semuanya merujuk pada pribadi Yesus.
pribadi Yesus sebagai gembala yang baik, yang rela menyerahkan nyawa-Nya bagi
yang lain sama sekali dengan orang-orang upahan yang bukan pemilik domba, di mana
mereka memiliki tanggung jawab yang sangat terbatas, bahkan mereka tidak segan-
segan meninggalkan domba-domba apabila mereka berada dalam keadaan bahaya, (ay
12-13). Orang-orang upahan ini menunjuk kepada para pemimpin dan juga siapa pun
kepemimpinannya dengan tidak bertanggungjawab, tidak komit, tidak peka dan peduli
Yesus sudah secara jelas menunjukkan diri-Nya sebagai gembala yang baik,
taruhan demi keselamatan dan kebahagiaan kawanan dombanya. Di sini Yesus mau
mengajak dan mengajari kita sebagai gembala domba dalam konteks kita sebagai
seorang pemimpin, entah pemimpin apa saja yang dipercayakan kongregasi kepada kita,
agar kita hendaknya senantiasa berpedoman dan melandaskan kepemimpinan kita pada
pola kepemimpinan Yesus sebagai gembala yang baik. Menjadi pemimpin gembala
yang baik berarti dalam mengemban tugas kepemimpinan itu kita harus mimiliki dan
menghayati nilai-nilai cinta kasih, penghargaan, rasa hormat, perhatian yang tulus
terhadap anggota atau siapa saja yang kita pimpin, bahkan kita harus rela untuk
direpotkan khususnya ketika ada anggota yang bermasalah dan membutuhkan perhatian
khusus. Oleh karena itu, sebagai seorang pemimpin kita harus memliki sikap lepas
bebas dan totalitas diri bahkan sampai nyawa kita sendiri yang menjadi taruhan
nilai cinta kasih, kejujuran dan keadilan serta demi kebahagiaan dan keselamatan
mudah seperti yang kita bayangkan. Menjadi seorang pemimpin kita harus siap secara
mental maupun fisik. Seorang pemimpin harus siap untuk menjadi contoh dan tokoh
panutan bagi para anggotanya. Menjadi seorang pemimpin harus siap disalah pahami,
137
di mana apabila ia melakukan sesuatu yang baik kadang dinilai dia mencari popularitas
diri, namun kalau ia melakukan suatu kekeliruan ia akan dinilai dan dicap sebagai
pemimpin yang tidak baik, tidak becus, tidak mampu, dsb. Namun bagaimana pun juga,
demi kelangsungan hidup sebuah lembaga sangatlah penting kehadiran dan peran
seorang pemimpin.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, entah kita sadari atau tidak, kita semua ini
adalah pemimpin, yakni pemimpin bagi diri kita sendiri sebelum kita memimpin orang
lain. Namun kerap kali hal ini kita lupakan, sehingga yang terjadi adalah bahwa karena
ia tidak mampu memimpin dirinya sendiri, akhirnya menjadi orang sulit dalam
persaudaraan, yang bahkan ikut mempersulit para pemimpin yang secara formal
dipercayai kongregasi untuk membantu seluruh anggota untuk hidup dan berjalan serta
yang diserahi kepercayaan untuk memimpin, kerap tidak cukup merefleksi diri untuk
menemukan di mana titik kelemahan dan kelebihannya, padahal dari sana ia sebenarnya
pertama dan utama dalam hidupnya. Dampak dari kekurangan ini, ia akan mudah
menjadi pemimpin yang otoriter, yang tidak mau mendengarkan, tidak mampu
berdialog, tidak mengayomi dan menghargai serta memperhatikan apa yang menjadi
sebagai ajang kekuasaan dan kesempatan untuk memenuhi segala kepentingan dan
macam cara untuk mempertahankan kekuasaannya itu. Bila hal ini yang terjadi,
Oleh karena itu, marilah para konfraterku, kita bersama-sama belajar dari pola
hidup panggilan dan perutusan kita untuk semakin bermakna bagi persekutuan kita dan
bagi kebahagiaan serta keselamatan banyak orang yang senantiasa mendambakan dan
merindukan kehadiran dan uluran tangan serta sapaan kita yang penuh kehangatan
kasih, sehingga Kerajaan Allah semakin meraja dalam kehidupan dunia di mana kita
diutus.
9). Penutup
Pendamping mengajak para peserta untuk masuk dalam keheningan batin untuk
mengendapkan apa yang telah diolah dan dibagikan bersama sambil diiringi musik
Para konfraterku yang dikasihi Tuhan, setelah kita berbagi pengalaman lewat
penyajian filem dan disempurnakan dengan sabda Tuhan lewat Injil Yoh 10:11-13 tadi,
sekarang marilah kita mengungkapkan segala niat dan harapan kita masing-masing
Peserta diberi waktu 2 menit untuk merenung sambil mempersiapkan doa permohonan
Para frater yang terkasih, marilah kita satukan segala niat dan harapan serta rasa
syukur kita kepada Tuhan dengan bersama-sama mendoakan doa yang diajarkan
Allah Bapa yang maha bijaksana dan maha cinta, kami menghaturkan syukur
dan terima kasih kepada-Mu karena Engkau telah melimpahkan rahmat kasih-Mu bagi
kami dari awal hingga akhir pertemuan ini. Dalam pertemuan ini, Engkau telah
kepemimpnan bagi kami. Semoga dalam mejalankan tugas kepemimpinan kami sehari-
hari kami dapat meneladan pola kepemimpinan-Nya untuk memimpin dengan penuh
perhatian dan kehangatan kasih serta berani mengorbankan diri demi kebahagiaan dan
keselamatan banyak orang. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami yang hidup dan
berkuasa bersama Dikau dalam persekutuan Roh Kudus Allah kini dan sepanjang masa.
Amin.
a. Identitas Katekese
2). Tujuan : Bersama peserta semakin menyadari diri dan semakin terbuka
5). Hari/ tgl : Disesuaikan dengan jadual kegiatan refresing tahunan para
frater
- Refleksi
- Sharing pengalaman
- Informasi
- Tanya jawab
- Guitar
9). Sumber Bahan : - Stifen Leks, 2002, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru.
141
Yogyakarta: Kanisius.
59-60).
b. Pemikiran Dasar
bahkan mengalami bahwa ada pemimpin yang tidak sukses atau bahkan dikatakan
gagal dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Hal ini tentu saja disebabkan oleh
banyak faktor, namun yang kerap nampak adalah faktor kerapuhan pribadi lebih
mendominasi suatu ketidaksuksesan seorang pemimpin. Hal ini kalau kita refleksi dan
telaah lebih jauh kita dapat mengatakan bahwa ini disebabkan karena sang pemimpin
itu kurang mengenal kedalaman hidupnya, yakni kekuatan dan kerapuhan dirinya untuk
selanjutnya belajar membenahi diri. Sebagai seorang pemimpin Kristiani yang baik,
kekuatan dan kekuasaan Allahlah yang menguasai dan melimpah dalam hidup dan
kepemimpinannya.
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus sebagai suatu lembaga religius laikal
keuskupan yang tentu saja memiliki struktur kepemimpinan di dalamnya pun tidak
ini tentu saja secara obyektif tidak bisa langsung dipakai untuk memfonis, bahwa yang
142
seringkali hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun di satu sisi perlu disadari,
pembimbing bagi segenap anggotanya dalam berjuang mewujudkan apa yang menjadi
Dengan melihat realitas yang terjadi dalam Kongregasi Frater Bunda Hati
Kudus saat ini, dirasa sangat perlu adanya suatu proses transformasi diri baik bagi para
sini pertama-tama adalah untuk membantu para frater agar mereka dapat menemukan
apa yang menjadi titik kerapuhan dan kelemahan dalam diri masing-masing, sehingga
dari sana mereka dapat merefleksi dan menata diri dalam terang kebijaksanaan Tuhan
untuk membangun kembali hidup panggilan dan perutusannya sesuai dengan nilai-nilai
Injili, nilai-nilai tradisi dan kekayaan rohani kongregasi untuk semakin memaknai
hidup panggilan dan perutusannya demi kebesaran dan kemuliaan nama Allah yang
lebih besar dan sekaligus melalui spiritualitas Hati Kudus sebagai obat bagi penyakit
zaman ini, semakin dirasakan dan dinikmati oleh semakin banyak orang yang mereka
Dalam Injil Luk 4:1-13 Santo Lukas mengetengahkan kisah hidup Yesus yang
dengan godaan si iblis justru saat Dia dalam keadaan amat rawan di mana Yesus dalam
keadaan sungguh amat lapar setelah empat puluh hari Ia berpuasa. Saat itu Yesus
disuruh untuk menggunakan kuasa-Nya sebagai anak Allah mengubah batu menjadi
roti (kenikmatan/ hedonism). Kedua, Yesus digoda untuk menjatuhkan diri dari
bubungan Bait Allah (popularitas/ ketenaran). Ketiga, Yesus diminta untuk menyembah
143
menyerahkan segala kuasa serta kemuliaan dunia yang ada di bumi ini kepada-Nya.
Namun dari ketiga godaan yang ditawarka si iblis ini tak satupun yang diterima oleh
Yesus dan Ia mematahkan tipuan muslihat iblis itu dengan jawaban yang penuh kuasa
dan hikmat Allah. Tiga godaan tersebut di atas merupakan tiga godaan mendasar yang
senantiasa menyelimuti hidup manusia hingga saat ini. Dalam dunia kita saat ini,
Para Frater Bunda Hati Kudus sebagai anak zaman pun dalam kehidupan sehari-
hari tidak luput dari ketiga godaan tersebut. Hal ini terlihat dari fenomena dan situasi
hidup saat ini yang menimbulkan banyak keprihatinan, karena ternyata banyak dari kita
sudah hidup menyimpang dari cita-cita Injili dan cita-cita luhur kongregasi. Oleh
karena itu sangat diharapkan semoga melalui proses transformasi diri ini, masing-
masing frater dapat belajar dari Yesus sang pemimpin dan gembala kita untuk dapat
dengan iman yang berani menolak segala godaan yang mengancam kelangsungan hidup
Demi proses transformasi diri ini diandaikan dari masing-masing frater mau
dengan segala kerendahan hati mengosongkan diri dan mempersilakan Allah dengan
segala daya ilahi-Nya berkarya di dalamnya, sehingga dari sana bisa terpancar
kesahajaan hidup yang merupakan pantulan kasih dan cinta Allah bagi sesama dan
dunia di mana kita hidup dan berkarya. Apabila hal ini yang terjadi maka eksistensi
dirinya sebagai seorang Frater Bunda Hati Kudus akan sungguh-sungguh nampak
c. Pelaksanaan Pertemuan
1). Pembukaan
Para Konfraterku yang dikasihi Tuhan, hidup di tengah arus globalisasi yang
semakin deras dan keras saat ini bukanlah merupakan hal mudah. Dalam kehidupan
kita sehari-hari tentu kita masing-masing mengalami dan merasakan apa yang menjadi
dampak positif dan negatif dari arus besar globalisasi saat ini. Kalau kita mau secara
jujur merefleksi dan menelaah lebih dalam penghayatan hidup panggilan dan perutusan
kita saat ini, di situ kita akan menemukan begitu banyak nilai keutamaan yang mulai
dalam menunaikan karya perutusan kita. Berkaitan dengan hal ini kita sebagai anak
zaman entah kita sadari atau tidak, secara perlahan namun pasti kita mulai tergiring
masuk dalam arus besar era globalisasi saat ini. Kita bagaikan tak berdaya untuk
melawan arus zaman yang semakin deras. Kita bagaikan kehilangan pegangan dan
kekuatan untuk melawan. Oleh karena itu pada pertemuan ini kita diajak untuk belajar
dari Yesus yang dengan tegas dan berani menghadapi dan melawan/ menolak godaan-
godaan si iblis yang kelihatan baik dan menggiurkan. Kita berusaha belajar dan
menimba kekuatan dari Yesus sang junjungan dan gembala utama hidup kita untuk
dengan demikian kita tidak lagi hidup sebagai anak-anak kegelapan melainkan menjadi
anak-anak terang, terutama dalam menata dan menatap masa depan hidup panggilan
terima kasih atas kelimpahan kasih-Mu yang telah menyatukan kami semua pada
kami dalam Dikau lewat sabda Putra-Mu Tuhan dan Gembala kami. Kami mohon
penyertaan Roh Kudus-Mu agar kami dapat saling terbuka satu sama lain dan juga
dapat terbuka terhadap kehendak dan rencana-Mu untuk membaharui dan mengangkat
kami dari segala kerapuhan dan keterbatasan kami masing-masing, sehingga dengan
kekuatan rahmat kasih-Mu itu kami dapat membangun hidup baru dalam Dikau. Demi
Kristus Tuhan dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam
Para Saudaraku tang terkasih pada kesempatan ini saya mengajak kita untuk
mencoba belajar dari sebuah kisah yang akan kita bacakan bersama. Kisah yang saya
haturkan ini berjudul: “KEBIJAKSANAAN SANG ABDIS TUA”. Mari kita bacakan
bersama dan selanjutnya saya akan memberikan kesempatan kepada para frater untuk
146
sejenak membacakan kembali secara pribadi dalam hati sambil merenungkannya. Saya
pun akan mempersilakan salah satu frater yang bersedia menceritakan kembali secara
b). Mengapa sang Abdis Tua itu tidak langsung mengutus suster mudanya untuk
menjadi pengkotbah sebagaimana diminta oleh sang Uskup, tetapi sang Abdis
c). Makna apa yang para frater petik dari kisah sang Abdis Tua tersebut? Sharingkanlah
Dalam kisah tadi, tentu saja di antara kita ada yang secara spontan merasa aneh
dan jengkel dengan sikap sang Abdis Tua itu karena dia tidak langsung saja mengutus
susternya ke tempat perutusan yang ditawarkan oleh uskup namun ia masih menyuruh
Sr. Clara untuk melewati begitu banyak percobaan, latihan dan persiapan yang sangat
melelahkan. Di sini dapat kita melihat bahwa ternyata sang Abdis Tua itu dengan mata
hatinya ia dapat melihat dengan tajam kedalaman pribadi Sr. Clara yang masih muda
dan masih novis lagi. Sang Abdis itu ingin memproses dan mempersiapkan Sr. Clara
secara matang dan mendalam dengan nilai-nilai kepribadian, nilai-nilai rohani dan
nilai-nilai humanis dalam diri dan hidupnya sebagai bekal dalam perutusannya nanti.
147
Lewat proses yang ditempuh, akhirnya Sr. Clara dapat mengenal dan menemukan
dirinya yang terdalam dengan segala kekuatan dan kerapuhannya, sehingga dari sana ia
dengan segala kerendahan hati, setia, jujur membuka diri lebar-lebar untuk dibentuk
dan ditransformasi yang bukan lagi oleh sang Abdis tetapi ia sadar penuh bahwa yang
membentuk dan mentransformasi dirinya adalah Tuhan yang telah mencintai dan
memanggilnya. Sikap kepasrahan diri Sr. Clara ini pada akhirnya menghasilkan buah
suka cita dan keselamatan bagi banyak orang yang ia jumpai dan layani serta menjadi
Para Frater yang dikasihi Tuhan, dari kisah ini kita telah belajar banyak hal, di
mana kita sebagai seorang yang mengalami panggilan istimewa sebagai Frater Bunda
Hati Kudus, hendaknya kita juga memiliki sikap dan disposisi batin seperti Sr. Clara.
Di mana kerendahan hati, ketulusan, kejujuran dan kesediaan membuka diri terhadap
segala proses transformasi yang ditawarkan Tuhan lewat kongregasi, konfrater, atau
siapa saja serta seluruh peristiwa hidup kita yang dipakai Tuhan untuk memproses dan
mentransformasi hidup kita menuju suatu kehidupan yang lebih utuh, murni dan
bermakna bagi diri, kongregasi dan sesama yang kita jumpai dan layani, sehingga
dengan demikian Kerajaan Allah semakin meluas dan dinikmati oleh semakin banyak
orang.
Dari pengalaman pengolahan dan proses transformasi Sr. Clara tadi, kita dapat
memetik begitu banyak nilai yang ditawarkan yang dapat kita gunakan dan hayati
sebagai sumber kekuatan dan pegangan dalam hidup panggilan serta perutusan kita
sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain: Nilai pembedaan Roh, tanggung jawab, ketulusan
hati, kerendahan hati, keseimbangan antara hati dan pikiran serta sikap dan perbuatan,
nilai pengosongan diri, kemampuan mendengarkan, semangat doa, dan rasa empati dan
148
perhatian yang tulus terhadap sesama anggota yang lemah dan juga dengan sesama
yang miskin, menderita dan tak berdaya (Option for the poor).
Pendamping mengajak para peserta untuk mebacakan teks Kitab Suci Luk 4:1-
untuk masuk dalam keheningan untuk merenungkan kembalai isi teks Kitab Suci
mengajak perserta untuk bersama-sama merefleksikan isi teks kitab Suci dengan
a). Dari teks Kitab Suci yang telah kita baca dan renungkan bersama tadi, ayat
Dari teks Kitab Suci yang telah kita renungkan dan kita bagikan, memang
masing-masing kita memiliki keunikan dan justru keunikan itu menambah kekayaan
iman kita. Namun dari keunikan-keunikan tersebut ada sebuah benang merah yang
kiranya dapat menghantar kita semua untuk dapat memahami sabda Tuhan secara lebih
utuh dan mendalam bahwa penginjil Lukas mau mengajak kita untuk melihat tiga jenis
godaan yang khas yang dialami oleh Yesus sebelum Ia memulai tugas perutusan Bapa
untuk mengajar dan mengadakan banyak mukjizat yang pada akhirnya akan berpuncak
149
Dalam godaan yang pertama dan ketiga si iblis menyebut Yesus sebagai Anak
Allah, tetapi mencoba menghindarkan Yesus terhadap ketaatan-Nya kepada Bapa yang
telah mengutus-Nya. Yesus tidak pernah menyerah kalah dan jatuh pada ketiga godaan
si iblis itu, yakni pertama si iblis meminta Yesus untuk mengubah batu menjadi roti,
kedua meminta Yesus untuk mengkhianati Bapa yang mengutus-Nya dan menyembah
kepada si iblis dan dengan itu akan diserahkan kepada-Nya segala kerajaan dan
kemuliaan duniawi, dan ketiga adalah Yesus diminta untuk menjatuhkan diri dari
tidak akan terantuk kepada batu. Yesus dalam menghadapi godaan si iblis itu, Ia
berhasil membuat si iblis kalang kabut dengan jawaban-jawaban yang penuh kuasa dan
kebenaran. Yesus dalam godaan pertama Ia hanya menjawab dengan tegas bahwa “ada
tertulis: manusia hidup bukan dari roti saja”. Kedua Yesus menjawab “ada tertulis:
engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau
berbakti”. Ketiga, Yesus menjawab: “Ada firman: jangan engkau mencobai Tuhan,
Allahmu”. Ketiga jawaban Yesus ini telah membuat si iblis tidak berdaya dan bahkan
pergi meninggalkan-Nya seorang diri, namun ia akan datang lagi pada saat yang tepat.
Para frater yang dicintai Tuhan, dalam kehidupan kita sehari-hari, entah kita
sadari atau tidak, setan selalu bekerja 24 jam untuk mengodai kita manusia, dan tiga
jenis godaan yang dialami Yesus itulah yang selalu menjadi andalan dan senjata ampuh
baginya untuk menghasut dan mengalahkan kita dan pada akhirnya kita bisa bersujud
padanya. Hal ini tidak bisa kita pungkiri bahwa godaan pertama yang merujuk pada
godaan dan tawaran kenikmatan dunia saat ini begitu kuatnya dan telah membuat
manusia termasuk kita sering tak berdaya. Godaan kedua yang merujuk pada kekuasaan
150
telah terbukti di mana begitu banyak orang terobsesi bahkan telah berjuang dengan
menghalalkan segala macam cara untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan dalam
hidupnya. Godaan ketiga adalah godaan yang merujuk pada pencarian popularitas diri,
pujian, dan sanjungan palsu yang kadang membuat kita lupa akan eksistensi diri kita
sebagai seorang hamba Allah. Oleh karena itu pentinglah kita bisa terbuka untuk
belajar dari Yesus sang guru sejati kita untuk berani bersikap dan menolak dengan
tegas segala godaan dan cobaan hidup yang kerap sangat menyenangkan dan
menggiurkan kita. Mari kita mengenakan dan menghayati cara hidup dan sikap Yesus
kongregasi kita ke jalan yang lebih baik sebagaimana kita harapkan dan cinta-citakan
bersama. Dengan demikian kita dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh Santo
Paulus yang berkata: “Tetapi kita yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar,
Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh
keselamatan oleh Yesus kristus Tuhan kita, yang sudah mati untuk kita, supaya entah
kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia” (1 Tes 5:8-10).
tenaga, pikiran dan juga biaya. Oleh karena itu janganlah kita membayangkan bahwa
transformasi diri itu akan berlangsung dalam waktu singkat dan mudah. Proses
transformasi diri juga menuntut adanya kerendahan hati, ketulusan, kejujuran dan
keterbukaan diri serta kepasrahan diri secara total pada kehendak dan rencana Tuhan
untuk membiarkan Dia berkarya dalam diri kita dengan segala kekuatan dan cinta Ilahi-
Nya. Apabila kita mampu membangun sikap-sikap hidup yang demikian, maka kita
Kita akan berhasil menjadi seorang pribadi dan pemimpin yang transformatif
berikut:
a) Menjadi seorang pemimpin yang mampu terus belajar, yakni mampu untuk
macam-macam hal dan faktor, berwawasan luas, mampu berdialog, peka pada
b). Menjadi komunikator yang baik, yang mampu menyampaikan sesuatu dengan jelas,
b) Menjadi koordinator yang baik, seperti seorang dirigen dalam orkestra, yang
home dan merasa dirinya berharga dan penting bagi komunitas/ persekutuan.
c) Menjadi orang yang mampu dan berani membuat keputusan yang tepat dan
bijaksana bagi kebaikan bagi seluruh anggota kongregasi dan pihak-pihak lain yang
berhubungan dengan keputusan itu. Ia pun harus berani mengambil resiko dan
menanggungnya.
e). Menjadi orang yang bersemangat dalam melayani proses transformasi kongregasi,
segalanya terpusat pada dirinya dan tidak memungkinkan orang lain berkembang
hidup dari hidup yang terpusat pada diri atau kepentingan sendiri ke hidup altruis,
yakni hidup untuk orang lain dan makin terbuka terhadap suka-duka kehidupan
masyarakat sekitarnya, terutama bagi mereka yang lemah, kecil, miskin, dan
tersingkir.
f). Menjadi orang yang bisa mengerjakan seperti yang dikerjakan Yesus dalam
pemimpin harus memiliki visi dan arah yang jelas yang mau dituju, mendorong,
g). Menjadi pendoa. Ini merupakan hal penting dan utama bagi seorang pemimpin
dalam tarekat. Seorang pemimpin yang baik dan transformatif perlu rajin berdoa
hidup rohani dan doanya mendalam, sebagaimana terungkap dalam kata dan
tindakan sedemikian rupa sehingga para anggotanya dan orang lain di sekitarnya
kita sendiri tidak memiliki dasar spiritualitas yang kuat dan mendalam. Oleh karena itu
153
sebagai seorang pemimpin Kristiani sejati hendaklah kita membangun sebuah fondasi
rohani yang kokoh dalam hidup dan kepemimpinan kita yakni kita harus menjadikan
Yesus dengan segala daya dan gaya kepemimpinan-Nya sebagai dasar spiritualitas kita.
Ketiga, Spiritualitas kepemimpinan sebagai pengurus rumah tangga. Namun dari ketiga
spiritualitas kepemimpinan ini kita mencoba untuk memahami dan mendalami serta
Gembala yang baik berani dan rela menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya
(Yoh 10:11). Gembala yang baik selalu mengenal domba-dombanya dan domba-domba
mengenalnya (Yoh 10:14). Seorang gembala yang baik juga harus memiliki pengenalan
dan relasi yang intim dengan Bapa (Yoh 10: 15) Dan akhirnya gembala yang baik
selalu berusaha mencari domba yang tersesat di mana ia rela meninggalkan yang
sembilan puluh sembilan ekor untuk pergi mencari dan menemukan satu ekor domba
yang tersesat sebagaimana di gambarkan dengan begitu indah oleh Santo Lukas:
“…Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jika ia
kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh
sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia
menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas
bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat
dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-
sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan” (Luk 15:4-
6).
kehormatan atau martabat belumlah cukup. Dalam hal ini seorang pemimpin (Frater
BHK) harus rela merepotkan diri dan direpotkan oleh para anggota serta berani
memberikan seluruh totalitas hidupnya, yakni hati, pikiran, bakat dan kemampuan
154
hidup para anggotanya teristimewa bagi mereka yang dianggap lemah dan tak berdaya
agar mereka dapat menemukan kepenuhan hidup dalam Kristus sang Gembala utama
mereka.
Mengenal dalam arti biblis bukan hanya sekedar tahu nama, hobi, alamat entah
alamat surat, telepon, email atau facebooknya, keluarga atau pekerjaannya. Mengenal
mendalam”. Dalam hal ini semangat kegembalaan seorang pemimpin (Frater BHK)
tampak dalam bagaimana ia memiliki hubungan yang mendalam, personal dan saling
meneguhkan dengan para anggotanya. Segala suka-duka para anggotanya ada dalam
Suatu hal pakok yang harus dibangun dan dimiliki oleh seorang pemimpin
(Frater BHK) adalah ia harus memiliki relasi yang personal dan intim dengan Allah
Bapa, dalam arti ia harus sungguh mengenal, mencintai, setia dan taat melaksanakan
apa yang dikehendaki Allah baginya dan selalu menempatkan Allah sebagai segala-
galanya dalam seluruh ranah kepemimpinannya dan sebaliknya Allah pun akan selalu
ekor domba dan mencari satu ekor domba yang hilang ialah pemimpin yang selalu
mencintai setiap anggotanya, sekalipun anggotanya itu ada yang selalu rewel dan,
bagi seorang pemimpin gembala (Frater BHK), setiap domba/ setiap anggota, entah
155
bagaimanapun keadaannya, tetap bernilai dan berharga, yang akan dijaganya seperti biji
mata.
Bertolak dari dasar spiritualitas kepemimpinan sebagai gembala ini, kita harus
menyadari, bahwa Tuhan tidak pernah menghendaki kita untuk merubah hal-hal yang
luar biasa, namun Ia hanya menghendaki agar kita mampu merubah hal-hal yang kecil
dan sederhana dalam kehidupan kita sehari-hari, baik sebagai pemimpin atas diri kita
sendiri maupun sebagai pemimpin yang secara struktural diberi kepercayaan oleh
kongregasi untuk memimpin suatu unit karya atau pemimpin apa pun.
9). Penutup
Pendamping mengajak para peserta untuk masuk dalam keheningan batin untuk
mengendapkan apa yang telah diolah dan dibagikan bersama sambil diiringi musik
Para konfraterku yang dikasihi Tuhan, setelah kita berbagi pengalaman lewat
kisah Kebijaksanaan Sang Abdis Tua dan disempurnakan dengan sabda Tuhan lewat
Injil Luk 4:1-13 tadi, sekarang marilah kita mengungkapkan segala niat dan harapan
kita masing-masing kepada Tuhan lewat doa-doa permohonan kita kepada Tuhan.
Peserta diberi waktu 2 menit untuk merenung sambil mempersiapkan doa permohonan
Para konfraterku yang dikasihi Tuhan, marilah kita menyatukan segala harapan,
niat dan rasa syukur kita kepada Tuhan dengan menyanyikan lagu Bapa Kami sambil
bergandengan tangan.
156
terima kasih kepada-Mu atas kelimpahan kasih dan cinta-Mu yang telah menyertai
kami dalam seluruh proses katekese ini. Kami telah saling terbuka dan berbagi, saling
memberi masukan dan saling meneguhkan satu sama lain. Bantulah kami dengan
rahmat kasih-Mu agar kami boleh mulai memproses diri kami dalam terang iman dan
sabda serta teladan hidup Putera-Mu sebagai pemimpin sejati kami. Mampukanlah
kami agar dari hari ke hari kami dapat mentransformasikan diri kami dari sisi gelap
hidup kami menuju hidup baru sebagai anak-anak terang yang selalu berbajuziarakan
pemimpin-Mu yang handal dan bijaksana dalam hidup kami maupun dalam hidup
persaudaraan kami sebagai anggota Kongregasi Frater Bunda Hati. Demi Kristus Tuhan
dan pengantara kami yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.
I Have A Dream
BAB VI
Pada bab VI yang merupakan bagian terakhir skripsi ini, penulis menegaskan
dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus demi pertumbuhan dan perkembangannya
dirumuskan oleh penulis yang menjadi inti dari keseluruhan skripsi ini. Selain
kesimpulan, penulis juga mengetengahkan beberapa saran yang ditujukan kepada para
pemimpin Kristen dan religius, khususnya para pemimpin dalam Kongregasi Frater
Bunda Hati Kudus di Indonesia yang merupakan subyek penulisan skripsi ini. Saran-
saran tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi para Frater Bunda Hati Kudus
A. Kesimpulan
memberi arah, petunjuk, dan tuntunan bagi hidup manusia. Manusia harus sungguh
bijaksana dalam memimpin hidupnya atau hidup kelompok/ lembaganya ke arah yang
lebih baik dan benar, sebab apabila ia salah mengarahkan/ memimpin maka manusia itu
bisa saja menghancurkan hidupnya sendiri atau hidup kelompok/ lembaganya. Oleh
karena itu manusia dalam memimpin hidupnya atau kelompoknya membutuhkan suatu
158
pola tertentu yang bisa saja secara alamiah dimiliki seseorang ataupun yang bisa
dipelajari dari orang lain yang kiranya dapat membantu seseorang atau lembaga dalam
menata hidupnya menuju hidup yang lebih baik. Demikian pula halnya dalam
kehidupan menggereja, kepemimpinan ini sangat diperlukan. Hal ini telah terjadi sejak
zaman Perjanjian Lama di mana Allah menuntun dan memimpin umat-Nya lewat
kepemimpinan-Nya dalam dan melalui Putera tunggal-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus.
Dalam diri Yesus Kristus, Allah telah mewariskan suatu pola kepemimpinan yang
Kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang berpola dan berguru pada ajaran
dan seluruh kehidupan Yesus yang kemudian dalam lembaga hidup religius dikenal
dengan istilah kepemimpinan religius. Salah satu nilai kepemimpinan yang diwariskan
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus sebagai suatu lembaga hidup religius
dengan model kepemimpinan tertentu yang khas. Oleh karena itu dalam Gereja, tiada
tokoh dan model kepemimpinan yang labih istimewa selain Yesus Kristus Sang
Kudus yang cukup memprihatinkan saat ini, penulis menyadari penuh, bahwa dalam
menghadapi dan mengatasi situasi ini sangat diperlukan suatu proses transformasi
dalam diri para Frater Bunda Hati Kudus dengan pertama-tama menyadari
keberadaannya, sehingga dari sana mereka dapat berjuang dalam proses pembaharuan
159
diri dari sisi-sisi kekurangan dan kelemahannya menuju hidup dan kepemimpinan yang
sendiri sebagai pemimpin dan gembala sejati. Diharapkan agar para Frater Bunda Hati
Kudus dalam seluruh gerak kehidupan dan kepemimpinannya, sedapat mungkin mereka
menghadirkan diri sebagai garam dan terang dunia, sebagaimana ditegaskan oleh
hendaknya berperan untuk menyinari panggilan umat manusia. Kalau tidak, kita hanya
menghambur-hamburkan waktu”.
Bunda Hati Kudus tersebut, maka diperlukan adanya suatu sarana yang dapat
membantu proses transformasi ini. Oleh karena itu katekese yang merupakan suatu
karya Gereja dapat digunakan untuk membantu para frater dalam proses tersebut.
Model katekese yang penulis usulkan adalah model pengalaman hidup sebagai salah
satu bentuk pendampingan untuk membantu para Frater BHK, dalam upaya menghayati
transformatif.
B. Saran
bab dalam skripsi ini, akhirnya penulis mencoba menyampaikan beberapa saran, yang
Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus, menuju suatu kepemimpinan yang lebih
berdialog, partisipatif, penuh perhatian dan kasih persaudaraan, penuh ketulusan dan
160
kerendahan hati. Untuk mencapai semuanya itu perlu adanya suatu usaha konkret dari
para Frater Bunda Hati Kudus, yang harus dibangun secara terus-menerus dan
1. Sebagai seorang pemimpin, perlu membangun hidup rohani pribadi yang mendalam
2. Membangun komunikasi dari hati ke hati, baik antar pemimpin maupun antara
3. Para pemimpin bersama para anggota berusaha menggali dan memperdalam harta
kekayaan rohani yang terkandung dalam seluruh khasanah kongregasi (Kitab Suci,
untuk mengetahui hal-hal yang sudah baik maupun yang belum baik untuk
selanjutnya meningkatkan apa yang sudah baik serta menata kembali apa yang
6. Membangun kerja sama yang baik, solit, transparan dan produktif, baik antar para
pemimpin, pemimpin dengan para anggota, antar anggota maupun dengan pihak-
161
Hendaknya program katekese yang sudah tersusun dalam skripsi ini benar-benar
digunakan pihak Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus dalam usaha meningkatkan
yang lebih efektif dan menjawabi kebutuhan zaman dan kebutuhan para anggotanya.
Oleh karena itu agar katekese ini dapat berjalan efektif, dalam pelaksanaannya perlu
pemandu katekese, sehingga dapat memprosesnya secara kreatif sesuai dengan situasi
dan kebutuhan. Program katekese ini juga dapat diproses lewat rekoleksi atau dengan
Penulis berharap, agar melalui katekese yang akan diadakan bersama dapat
membantu para Frater Bunda Hati Kudus khususnya di Provinsi Indonesia untuk
DAFTAR PUSTAKA
Bergan, Dianne, CSA & Karris, Robert J. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru.
Yogyakarta: Kanisius.
Darmawijaya, ST., Pr. (1988). Menikmati Injil Yohanes. Yogyakarta.
Darminta, J., SJ. (2005). Kepemimpinan Religius dalam Peziarahan Hidup.
Yogyakarta: Kanisius.
Dennis, Marie A. (2008). Oscar Romero dan Dorothy Day Berjalan Bersama Kaum
Miskin. Yogyakarta: Kanisius.
Dewan Umum Kongregasi Frater BHK. (2006). Inti Jiwa Hidup Kongregasi Frater
BHK. Malang.
. (2009). Buku Tahunan Kongregasi Frater
BHK. Malang.
D’Souza, Anthony. (2007). Proactive Visionary Leadership. Jakarta: PT. Trisewu
Nagawarsa.
Hardjosetiko, Fransiskus. (1995). Diktat Sejarah Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus.
Malang.
Hunsaker, Philip L. (1986). Seni Komunikasi Bagi Para Pemimpin. Yogyakarta:
Kanisius.
Hayon, Niko SVD. (1988). Cinta Yang Mengabdi. Ende Flores: Nusa Indah.
Heryatno, F.X. (2007). Manuskrip PAK III, Katekese Umat, “Dari, Oleh dan Untuk
Umat. IPPAK – USD, Yogyaakarta.
Hadiwiyata A., S. (2008). Tafsir Injil Yohanes. Yogyakarta: Kanisius.
Kitab Hukum Kanonik. (1991). Sekretariat KWI. Jakarta: Obor
Komisi Kateketik KWI. (2000). Petunjuk Umum Katekese. Jakarta: Dokpen KWI.
Kapitel Umum Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus. (1997). Konstitusi Kongregasi
Frater Bunda Hati Kudus. Debild Belanda.
Lowney Chris. (2005). Heroic Leadership. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lalu, Yosef, Pr. (2007). Katekese Umat. Yogyakarta: Kanisius.
Martasudjita, E., Pr. (2001). Kepemimpinan Transformatif. Yogyakarta: Kanisius.
Mardi, Prasetyo, SJ. (2003). Kepemimpinan Religius di Era Pos-Modern (Seri pastoral
350). Yogyakarta: Pusat Pastoral.
Min, Sudomo, D. (2005). Ciri Utama Kepemimpinan Sejati. Yogyakarta: Adi Offset.
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Paus Yohanes Paulus II. (1979). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, SJ.,
Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI.
Partanto, Pius, A. (1994). Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: ARKOLA.
Rodcliffe, Timothy, OP. (2009). Nyanyikanlah Lagu Baru (Sing a new song). Malang:
Dioma.
Soenarja A., SJ. (1984). Kepemimpinan Biara Dari Hari Ke Hari. Yogyakarta:
Kanisius.
Sumarno DS., M., SJ. (2007). Diktat mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan
Pendidikan Agama Katolik Paroki Untuk Semester VI, Program Studi IPPAK,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Telaumbanua, Marinus OFMCap. (1999). Ilmu Kateketik, Hakikat, Metode dan Peserta
Katekese Gerejawi. Jakarta: Obor.
Toha, Abdilah. (2008). OBAMA Tentang Israel, Islam dan Amerika, (edisi revisi).
163
Kepada,
Yth. Para Frater
Di tempat
Bersama ini saya sampaikan, bahwa pada saat ini saya sedang mengerjakan tugas akhir
(Skripsi) sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta jurusan Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik (IPPAK). Adapun judul skripsi yang saya ambil adalah
“KEPEMIMPINAN KEGEMBALAAN YESUS DALAM INJIL YOHANES,10:11-15
SEBAGAI MODEL KEPEMIMPINAN PARA FRATER KONGREGASI FRATER
BUNDA HATI KUDUS DI INDONESIA DALAM KEHIDUPAN DI ZAMAN
SEKARANG.” Berkaitan dengan perihal di atas maka, pada kesempatan ini saya dengan
segala kerendahan hati memohon bantuan para frater untuk membagikan pengalamannya
berkaitan dengan kepemimpinan dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di
Indonesia selama ini.
Demikianlah permohonan saya, atas bantuan dan kebaikan hati para frater, tak lupa saya
haturkan limpah terima kasih. Berkah Dalem.
Vinsensius Tnopo
(1)
Lampiran 2 : Daftar Nama Subyek Yang Diwawancara
(2)
Guru SMPK Frateran Kediri 01 Juni 2009
dan Mantan Sekretaris Dewan
Provinsi Indonesia.
(3)
Lampiran 3 : Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Sejauh mana pemahaman para Frater Bunda Hati Kudus tentang kepemimpinan
Kristiani?
2. Sejauh mana pemahaman para Frater Bunda Hati Kudus tentang kepemimpinan
religius?
3. Bagaimana pengalaman para Frater Bunda Hati Kudus atas kepemimpinan para
pemimpin mereka dalam Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus selama ini?
4. Gambaran pemimpin yang bagaimanakah yang didambakan para Frater Bunda Hati
Kudus bagi kelangsungan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus di zaman
sekarang?
(4)
Lampiran 4 : Pokok-pokok Jawaban Subyek Wawancara
Responden I :
Menurut saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang berpola pada
sabda dan kehidupan Yesus sendiri.
Responden II :
Menurut saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang mau belajar dari
keteladanan hidup Yesus sebagai pemimpin utama.
Responden III :
Menurut hemat saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang berguru
pada Yesus Kristus.
Responden IV :
Menurut saya, Kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang mengacu pada
Yesus sebagai tokoh utama yang mengajarkan dan meneladankan tentang
kepemimpinan sejati.
Responden V :
Menurut hemat saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang memiliki
iman kristiani yang utuh dan mendalam dengan berpola pada Yesus Kristus dengan
segala ajaran, keteladanan hidup dan visi-misi-Nya.
Responden VI :
Menurut saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang berpola pada
Yesus sendiri.
Responden VII :
Menurut saya, kepemimpinan kristiani adalah kepemimpinan yang berpola pada
Yesusu Kristus dan seluruh ajaran-Nya.
Responden VIII :
Menurut yang saya ketahui, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang
bertolak dari kepemimpinan Yesus sendiri dan ajaran-Nya, yang bukan berlagak
sebagai bos tetapi sebaliknya sebagai pelayan dan pengabdi yang penuh cinta kasih
dan kerendahan hati.
(5)
Responden IX :
Menurut saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang bersumber pada
Yesus yang selalu mampu mengarahkan orang-orang yang dipimpin-Nya kepada
nilai-nilai surgawi.
Responden X :
Menurut pengetahuan saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang mau
belajar dari Yesus sebagai pemimpin utama.
Responden XI :
Menurut saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang terbuka terhadap
Tuhan untuk belajar dari ajaran dan cara hidup-Nya.
Responden XII :
Menurut saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang melandaskan diri
pada Yesus Kristus sebagai pemimpin utama dan sekaligus peletak dasar
kepemimpinan sejati sepanjang masa. Dalam hal ini seorang pemimpin harus terbuka
untuk belajar dari Yesus, bagaimana Ia memimpin para rasul-Nya, yakni Ia
memimpin sebagai pelayan yang penuh ketulusan hati, bebas dan iklas.
Responden XIII :
Menurut saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang berguru pada
Yesus Kristus, sebagai jalan, kebenaran dan hidup.
Responden XIV :
Menurut pengetahuan saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang
mengacu pada kepemimpinan Yesus sebagai Gembala utama, di mana Ia selalu
melihat dan merasakan apa yang dirasakan oleh manusia dan dari sana ia selalu
berusaha untuk menanggapinya. Dalalm hal ini kepemimpinan Yesus yang selalu
membawakan kebebasan, kebahagiaan dan keselamatan sejati bagi manusia.
Responden XV :
Menurut pemahaman saya, kepemimpinan Kristiani adalah kepemimpinan yang
berpola dan bersumber pada Yesus Kristus sebagai pemimpin utama dan sumber
inspirasi kita.
Responden I :
Menurut saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang selalu
menyelaraskan diri dengan kaidah-kaidah dan khasanah yang dalam lembaga hidup
bakti.
(6)
Responden II :
Menurut saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang sesuai dengan
ketiga nasihat Injil/ ketiga kaul.
Responden III :
Menurut pengetahuan saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang
mengacu pada nilai-nilai hidup religius yang tidak bisa dilepaspisahkan dari ajaran
Yesus sebagai teladan hidup dan sumber inspirasi kita.
Responden IV :
Menurut hemat saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang selalu
melandaskan diri pada ajaran Yesus Kristus (Kitab Suci), nilai-nilai ajaran Gereja
(Kitab Hukum Kanonik) Konstitusi, anggaran dasar, regula, adat kebiasaan, dan
spiritualitas yang dihidupi oleh kongregasi/ lembaga hidup bakti.
Responden V :
Menurut saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang bertolak dari
ajaran Yesus Kristus dan ajaran Gereja, untuk mewujudkan visi Kristiani dan visi-
misi kongregasi demi pelayanan yang penuh kasih dan perhatian bagi pertumbuhan
dan perkembangan kongregasi serta kesejahteraan hidup jasmani dan rohani para
anggotanya.
Responden VI :
Menurut saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang berpola pada
Yesusu Kristus dan berusaha menyelaraskan kepemimpinannya dengan visi-misi
serta spiritualitas yang dihidupi oleh kongregasi.
Responden VII :
Menurut pengetahuan saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang mau
terbuka terhadap khasanah kongregasi.
Responden VIII :
Menurut saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang harus selalu
menyadari diri sebagai seorang yang mendapat anugerah panggilan khusus untuk
menjadi tanda kehadiran Kerajaan Allah di tengah dunia dengan cara memberikan
keteladanan hidup berdasarkan ajaran Kristiani, baik dalam sikap, tutur kata maupun
perbuatan sehari-hari.
Responden IX :
Menurut saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang diemban oleh
seseorang dalam suatu lembaga religius yang selalu berusaha untuk mengarahkan
para anggotanya untuk hidup lebih terarah dan menghayati secara benar nilai-nilai
Kristiani dan nilai-nilai hidup religus dalam kehidupan sehari-hari.
(7)
Responden X :
Menurut pengetahuan saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang selalu
melandaskan diri pada ajaran kristus, konstitusi dan spiritualitas kongregasi.
Responden XI :
Menurut saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang selalu
menyelaraskan diri dengan spiritualitas kongregasi.
Responden XII :
Menurut pemahaman saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang
bersifat hirarkis dalam lembaga Gereja, yang bertujuan untuk melayani Gereja
berdasarkan ajaran Kristus.
Responden XIII :
Bagi saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang harus selalu berusaha
menghayati dan mewujudkan ketiga nasihat Injil.
Responden XIV :
Menurut pendapat saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang bersifat
structural yang dipercayakan Kristus kepada Gereja-Nya, yang dalam
pelaksanaannya tetap berpola pada Yesus sebagai pemimpin utama untuk
menghantar para anggotanya menuju kesejahteraan jasmani dan rohaninya.
Responden XV :
Menurut pemahaman saya, kepemimpinan religius adalah kepemimpinan yang tetap
berpola pada Yesus Kristus dan berusaha menyelaraskan diri dengan spritualitas,
Konstitusi, dan adat kebiasaan serta amanah yang putuskan dalam kepitel umum dan
kapitel porvinsi, yang mencakup tiga hal pokok yakni hidup rohani/doa, hidup
komunitas/persaudaraan dan hidup karya/kerasulan.
Responden I :
Menurut saya, situasi kongregasi kita khususnya dalam Provinsi Indonesia saat ini
sedang mengalami krisis kepemimpinan yang luar biasa. Hal ini pada umumnya
disebabkan oleh faktor kepribadian dan pola kepemimpinan dari para pemimpin kita,
yakni para pemimpin kita tidak memiliki program kerja yang jelas sehingga sering
kali program yang dijalankan hanya bersifat spontan belaka, tidak mendalam dan
bahkan tidak menjawabi kebutuhan kongregasi dan para anggotanya. Program
pengembangan sumber daya manusia para frater yang diamanatkan Kapitel Provinsi
Indonesia dijalankan namun tidak berjalan maksimal karena kurang adanya
pengontrolan dan evaluasi, serta karena kacau balaunya manajeman kepemimpinan
yang ada. Selain itu mereka juga kurang memiliki kemampuan untuk mendengarkan
orang lain, tidak membangun dialog dari hati ke hati/ pembicaraan pribadi khususnya
(8)
dalam visitasi, pola pendekatan mereka terhadap para anggota lebih bersifat otoriter,
kurang memberikan kepercayaan kepada para anggota atau memberikan namun
hanya setengah hati, tidak memiliki kepedulian dan perhatian terhadap
pendampingan dan pembinaan lanjutan bagi para frater yunior maupun frater senior.
Beberapa hal lain yang menjadi penyebab terjadinya ketidakefektifan kepemimpinan
kita saat ini adalah kurang adanya sikap rendah hati untuk mengakui dan
memperbaiki kesalahan/ kekeliruan yang dibuat, kerap kali banyak persoalan yang
timbul dalam kongregasi tidak diselasaikan dengan baik dan tuntas, lambat dalam
menanggapi persoalan yang muncul dan sekaligus lambat membaca peluang demi
memperkembangkan kongregasi dan para anggota, kurangnya pendalaman dan
penghayatan konstitusi dan spiritualitas kongregasi, serta dangkalnya hidup doa dan
keheningan hati serta kebeningan pikiran.
Responden II :
Pengalaman saya bersama para pemimpin kongregasi selama ini, ya saya sebagai
frater muda, saya menemukan beberapa hal yang menurut saya ini perlu disadari
untuk kemudian harus diperbaiki, yakni kurang adanya komunikasi yang efektif antar
para pemimpin dan antara pemimpin dengan para anggotanya, kurang adanya dialog/
pembicaraan pribadi dengan pera anggotanya. Selain itu, pola pendekatan dan
penyelesaian suatu masalah masih bersifat otoriter, sumber daya manusia para frater
terutama para frater muda masih sangat kurang mendapatkan perhatian yang
serius.Akhirnya dampak dari sifat otoriter mereka telah membuat banyak frater
meninggalkan kongregasi.
Responden III :
Saya mengalami dan merasakan bahwa para pemimpin kita khususnya Dewan
Provinsi Indonesia saat ini telah menimbulkan banyak keprihatinan dan masalah
yangpada umumnya disebabkan oleh factor kepribadian dan pola kepemimpinan
mereka,antara lain : pertama-tama mereka kurang memiliki kehidupan rohani yang
mendalam, kurang mendalami dan menghayati konstitusi dan spiritualitas kongregasi
sehingga kelihatannya mengambang dan tidak memiliki pegangan yang kuat, kurang
adanya keseimbangan antara perkataan dan perbuatan, tidak mau mendengarkan
orang lain khususnya para anggota kongregasi. Selain itu, pola pendekatan yang
mereka terapkan juga sering bersifat otoriter sehingga dampaknya banyak frater
meninggalkan kongregasi. Mereka juga lambat membaca peluang dan tidak
mengikuti perkembangan jaman sehingga perkembangan kongregasi mengalami
stagnasi/ statis. Hal ini juga disebabkan oleh kepemimpinan mereka yang tanpa visi-
misi pribadi dan program kerja yang jelas.
Responden IV :
Menurut hemat saya, situasi kongregasi kita saat ini mangalami krisisis
kepemimpinan yang dampaknya hampir di semua lini. Hal ini terjadi karena para
pemimpin kita khususnya Dewan Provinsi Indonesia kurang adanya koordinasi yang
baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya, kurangnya komunikasi, tidak adanya sikap
saling mendengarkan dan menghargai satu sama lain, baik antar para pemimpin
(9)
maupun antara pemimpin dengan para anggotanya, kurang adanya kepercayaan
terhadap anggota, kurang adanya sikap rendah hati dan keterbukaan, pola
pendekatanny masih otoriter dan kaku serta dangkalnya kehidupan rohani.
Responden V :
Menurut saya, sebenarnya pola dasar kepemimpinan dalam kongregasi kita sudah
baik, hanya dalam pelaksanaannya akhir-akhir ini timbul banyak keprihatinan yang
sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh faktor kepribadian dari para pemimpin kita
khususnya Dewan Provinsi Indonesia, misalnya tidak adanya dialog dan komunikasi
dengan para anggota kongregasi, kurang terbuka, tidak berani melakukan terobosan
dan tidak berani menerima resiko atau tantangan, kurang memiliki komitmen
terhadap apa yang mereka katakan. Selain itu mereka juga tidak memiliki kehidupan
rohani yang kuat dan mendalam, terlalu individualis, dan cenderung hedonis dan
konsumeris, tidak mampu membangun pola pendekatan dari hati ke hati dengan para
anggota, dan mereka selalu menghadapi setiap persoalan yang muncul dengan
emosional.
Responden VI :
Menurut pengalaman dan pengamatan saya sebagai orang muda terhadap
kepemimpinan para pemimpin kita saat ini, khususnya Dewan Provinsi Indonesia,
saya melihat sangat lemah. Hal ini saya lihat dari beberapa hal antara lain: pemimpin
kita saat ini khususnya provincial tidak berwibawa sama sekali, selalu merasa puas
dengan apa yang ada, kurang komunikatif, tidak ada pendenkatan pribadi/ dialog dari
hati kehati, mereka terlalu sibuk dengan urusan pribadi mereka yang sebenarnya
tidak penting. Selain itu, mereka juga tidak mampu menyeleseaikan masalah-masalah
yang timbul dalam kongregasi dengan baik dan tuntas, tidak adanya keseimbangan
antara perkataan dan perbuatan, tidak memberikan keteladanan hidup bagi para
anggota.
Responden VII :
Menurut pengalaman saya selama ini, ada beberapa titik lemah yang menjadi
penyebab terjadinya banyak keprihatinan dalam kongregasi kita khususnya di
provinsi Indonesia yakni : kurangnya sikap mengayomi dari para pemimpin kita
terhadap semua anggota, kurang jujur, kurang terbuka, kurang memiliki pengalaman
dan pengetahuan yang luas tentang kepemimpinan dan hal ikhwal kongregasi. Selain
itu perilaku mereka juga masih bersifat infantile/ kekanak-kanakan, kurang
berwibawa, sehingga kesannya mereka ada atau tidak ada sama saja.
Responden VIII :
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya terhadap kepemimpinan para
pemimpin kita khususnya Dewan Provinsi Indonesia selama ini, saya menemukan
beberapa hal yang menjadi titik lemah yang sangat kuat pengaruhnya bagi
kongregasi, antara lain : saya secara pribadi menyadari sungguh bahwa kongregasi
kita saat ini sedang mengalami krisis kepemimpinan khususnya dalam Provinsi
Indonesia, dalam hal ini kita mengalami krisis keteladanan. Selain itu juga karena
(10)
tidak adanya kesinambungan antara perkataan dan perbuatan. Kurang jujur dan
terbuka, kehidupan rohani mereka dangkal dan tidak mendalam, kehidupan mereka
lebih dikuasai oleh perkembangan teknologi tanpa melihat apa manfaatnya bagi
kepentingan panggilan dan masa depan kongregasi, kurangnya keheningan batin
untuk melihat segala sesuatu dengan hati bening dan pikiran jernih, kurang dialogis
dan bersifat otoriter.
Responden IX :
Pengalaman yang saya alami dan rasakan dalam masa kepemimpinan Dewan
Provinsi Indonesia sampai saat ini adalah: Pertama-tama saya merasakan bahwa
kepemimpinan para pemimpin kita saat ini dengan segala kebijakkan dan pola
mendekatan mereka yang otoriter kerapkali sangat mengecewakan dan menyakiti
banyak frater, sehingga tidak heran bahwa dalam periode kepemimpinan mereka saat
ini banyak frater yang meninggalkan kongregasi. Selain itu, satu hal yang menjadi
kelemahan mendasar mereka adalah, mereka bekerja tanpa suatu program kerja yang
jelas sebagai dasar kebijakkan dan sekaligus sebagai tolok ukur kepemimpinan
mereka. Sebagai seorang pemimpin yang baik, seharusnya mereka memiliki
keseimbangan antara hidup kerohanian dan urusan duniawi, sehingga mereka dapat
mampu menciptakan suasana yang mendukung kehidupan rohani dan jasmani para
anggotanya. Namun kenyataan berbicara lain bahwa mereka memiliki kehidupan
rohani yang dangkal, sehingga kebijakkan-kebijakkan yang mereka ambil
kebanyakkan bersifat subyektif.Dalam hal ini mereka tidak mampu mendengarkan
dan rendah hati.
Responden X :
Sejauh yang saya alami dan rasakan berkaitan dengan kepemimpinan para pemimpin
kita khususnya Dewan Propvinsi Indonesia saat ini, yakni kini kita masuk dalam
suatu situasi yang sangat memprihatinkan dan sekaligus mengkhawatirkan untuk
keberadaan dan perkembangan kongregasi kita ke depan. Hal ini menurut
pengamatan saya lebih banyak disebabkan oleh faktor kepribadian dan juga pola
kepemimpinan mereka yang kurang tepat yakni Saya secara pribadi sangat tidak
setuju dengan komposisi Dewan Provinsi Indonesia saat ini yang hanya berjumlah
tiga orang dengan kapasitas yang tidak seimbang yang kerap kali menjadi penyebab
terjadinya ketidakberesan dalam menangani masalah-masalah yang timbul dalam
kongregasi. Selain itu hidup doa sebagai fondasi hidup seorang religius dan bagi
seorang pemimpin religius pada khususnya terabaikan sehingga ,mereka tidak
memiliki power dan kebijaksanaan yang cukup dam memimpin. Dalm hal ini
kelihatan bahwa mereka lebih banyak sibuk dengan urusan dan kesibukan pribadi
mereka yang tidak penting dan bermanfaat bagi kongregasi dan akhirmya mereka
dengan begitu mudah mengabaikan tugas pokoknya sebagai pemimpin dalam
kongregasi. Selain itu, mereka juga tidak memiliki kemampuan untuk membagun
komunikasi dan dialog dari hati ke hati dengan para anggota kongregasi, untuk
mendengarkan apa yang menjadi pergulatan, keluhan, problem, kesuksesan,
kegagalan, dan kegembiraan mereka, sehingga mereka sebagai pemimpin dapat
memberikan apresiasi, dukungan dan motivasi bagi para anggota kongregasi.
(11)
Responden XI :
Dalam kepemimpinan Dewan Provinsi Indonesia saat ini, saya mengalami dan
merasakan bahwa, kepemimpinan mereka berjalan namun boleh saya katakana
bahwa kepemimpinan yang mereka jalankan adalah kepemimpinan yang berjalan
tanpa roh, arah, dan tujuan yang jelas yang mau di capai bersama seluruh komponen
kongregasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: sebagai pemimpin
religius mereka kurang mendalami dan menghayati spiritualitas, konstitusi, dan visi-
misi kongregasi, sehingga kelihatan mereka sangat labil dan tanpa pegangan. Selain
itu mereka juga kurang terbuka terhadap Tuhan melalui hidup doa dan refleksi yang
mendalam, mereka juga kurang terbuka terhadap para anggota kongregasi, kurang
rendah hati sehingga dari sana mereka dapat menemukan apa yang menjadi kekuatan
dan kelemahannya, yang dapat berfungsi sebagai dasar pijakkan dalam mengemban
tugas kepemimpinan untuk membimbing, dan menuntun para anggotanya ke jalan
yang baik dan benar sebagaimana dicita-citakan kongregasi. Mereka juga tidak
mampu membangun pendekatan yang baik dengan para anggota melalui komunikasi
dan dialog dari hati ke hati untuk mengenal dengan jelas apa yang menjadi kelebihan,
kekurangan dan kerinduan terdalam dari masing-masing anggotanya, untuk
kemudian dapat dijadikan sebagai dasar pijakkan dalam pendampingan. Selain itu
mereka juga kurang memberikan kepercaaan bagi para anggotanya. Hal lain yang
menjadi penyebab melemahnya kepemimpinan mereka adalah mereka memipin tanpa
suatu program kerja yang jelas dan kurangnya kerja sama yang solit di antara mereka
sebagai pemimpin.
Responden XII :
Saya menemukan beberapa hal yang menurut saya sangat penting untuk diperhatikan
dan dibenahi berkaitan dengan kepemimpinan Dewan Propvinsi Indonesia saat ini,
antara lain : Pertama-tama yang menjadi titik lemah mereka adalah mereka tidak
memiliki program kerja selama periode kepemimpinan mereka berjalan hingga saat
ini, sehingga semuanya hanya bersifat spontan atau menunggu kalau ada masalah
baru mereka mulai bergerak. Selain itu juga, manajemen kepemimpinan mereka
harus dibenahi, sebab kalau manajemennya tetap seperti sekarang, kongregasi kita
cepat atau lambat akan hancur.Mereka juga kurang tanggap, peduli, empati dan
bertanggungjawab dengan apa yang menjadi kepentingan kongregasi dan para
anggotanya, kurang komunikatif/ dialogis, kurang memberikan kepercayaan dan
penghargaan terhadap para anggotanya/ konfraternya, mereka kelihatan tertutup dan
minder, mereka tidak mampu membangun pendekatan pribadi dari hati ke hati. Baik
antar mereka sebagai pemimpin maupun antara mereka sebagai pemimpin dengan
para anggotanya, sulit untuk mendengarkan orang lain, dan hidup rohani sangat
dangkal dan lebih mengejar hal-hal yang bersifat material/ duniawi.
Responden XIII :
Sesuai dengan apa yang saya alami dan rasakan serta amati selama ini berkaitan
dengan kepemimpinan para pemimpin kita khususnya Dewan Provinsi Indonesia,
saya menemukan beberapa hal yang menjadi titik kelemahan yang harus disadari dan
dibenahi, antara lain : Manajemen kepemimpinan yang dibangun oleh para pemimpin
(12)
kita saat ini, boleh saya katakana sebagai manajemen paling buruk. Dalam hal ini
mereka sendiri tidak menyadari atau mungkin menyadari tetapi mereka enggan/ malu
untuk mengakuinya untu kemudian memperbaikinya. Mereka juga kurang
memberikan kesaksian hidup yang baik berkaitan dengan tiga hal yakni, hidup doa,
hidup komunitas dan hidup karya, sebab kebanyakan ambisi dan opsesi prbadi yang
mereka kejar. Mereka kurang memberikan motivasi dan dukungan bagi para
konfrater, juga sulit sekali untuk mendengarkan orang lain/ konfrater, dan mereka
terlalu sibuk dengan urusan pribadi yang tidak penting.
Responden XIV :
Berdasarkan pengalaman saya, kalau saya bandingkan antara periode kepemimpinan
saat ini dengan dua periode kepemimpinan sebelumnya saya menemukan beberapa
hal yang menjadi titik lemah yang harus disadari dan dibenahi antara lain :
Kepemimpinan para pemimpin kita saat ini khususnya Dewan Provinsi Indonesia,
dalam menjalankan roda kepemimpinannya mereka tidak memiliki program kerja
sebagai arah kebijakkan dan sekaligus sebagai barometernya. Mereka juga tertutup,
tidak komunikatif, tidak mendengarkan.Selain itu mereka juga tidak mampu
membangun pola pendekatan yang manusiawi yakni pendekatan pribadi dari hati ke
hati, tidak memiliki hidup rohani yang mendalam sebagai kekuatan/ roh
kepemimpinannya, tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah-msalah
yang timbul dalam tarekat, sehingga masalah semakin hari semakin tertumpuk, dan
mereka juga kurang memberikan kesaksian hidup yang baik kepada anggotanya/
konfraternya (hidup doa, kerja dan bersama) dalam kongregasi.
Responden XV :
Berkaitan dengan pengalaman dan kesan saya terhadap kepemimpinan kita saat ini
khususnya Dewan Provinsi Indonesia saat ini adalah: Pertama-tama saya secara
pribadi mengatakan bahwa saya sangat kecewa dengan pola kepemimpinan mereka
saat ini, di mana pola kepemimpinan mereka tidak konsisten dengan apa yang telah
diamanatkan oleh kongregasi melalui kapitel umum dan kapitel provinsi, sehingga
kita bisa melihat, mengalami dan merasakan bersama bahwa dalam periode
kepemimpinan mereka saat ini kongregasi sungguh-sungguh ditelantarkan/ tidak
diurus dengan baik. Mereka memimpin tanpa pegangan dan arah yang jelas karena
mereka tidak memiliki program kerja yang jelas, kehidupan rohani sangat lemah dan
dangkal, dan mereka hanya sibuk dengan segala urusan pribadinya dan tidak mau
duduk tenang untuk mempelajari, mendalami dan memaknai kekayaan-kekayaan
rohani kongregasi yakni konstitusi dan spiritualitas kongregasi sebagai dasar bagi
setiap kebijakkan mereka. Di satu sisi mereka kurang memiliki kerendahan hati
untuk menginstrokpeksi diri dan menyadari apa yang menjadi kekurangan dan
kelemahan mereka, untuk kemudian berusaha membenahi diri, tetapi justru sebalik
mereka hidup dan berjalan seolah-olah tanpa beban. Dalam hal ini mereka kurang
memberikan kesaksian hidup sebagai orang terpanggil, baik dari sisi hidup rohani,
hidup bersama/persaudaraan, dan hidup karya/ kerasulan. Dampak dari semuanya ini
dapat kita lihat dan rasakan bersama yakni secara kualitas dan kuantitas jumlah hidup
dan karya kita dari hari ke hari semakin menurun dan bahkan merosot tajam.
(13)
Bertolak dari semua ini saya sebagai orang tua/ frater senior, yang juga pernah
menjadi pemimpin, baik di provinsi maupun di dewan pusat, sering kali merenung
dan bertanya “apakah dengan realitas seperti ini, ke depan Kongregasi Frater Bunda
Hati Kudus masih bertahan hidup dan tetap eksis menghadapi tantangan arus jaman
yang semakin keras dan deras ini?”
5. Gambaran Pemimpin yang didambakan oleh para Frater Bunda hati Kudus.
Responden I :
Gambaran pemimpin yang saya dambakan adalah: Pemimpin yang rendah hati,
gialogis/komunikatif, yang bisa mendengarkan orang lain, yanbg bijaksana, yang
mau melayani dan mengabdi.
Responen II :
Gambaran pemimpin yang saya dambakan adalah: Pemimpin yang berwibawa,
komunikatif, mmampu mendengarkan, yang dedikatif, rendah hati, yang mampu
memberikan perhatian yang tulus, yang motifator, dan memiliki visi-misi yang jelas.
Responden III :
Gambaran pemimpin yang saya dambakan adalah pemimpin yang memiliki
keseimbangan antara perkataan dan perbuatan, yang dialogis, mampu mendengarkan,
tidak otoriter, yang mampu mengukuti perkembangan jaman, berspiritualitas
mendalam, dan pemimpin yang mampu memberikan teladan hidup bagi para anggota
dan orang lain.
Responden IV :
Gambaran pemimpin yang saya dambakan adalah: Pemimpin yang dialogis,
partisipatif, yang dipercaya dan mempercayai anggota, berkemampuan
mengontrol/evaluasi, rendah hati, mendengarkan, berani melakukan terobosan dan
berani mengambil resiko, yang fleksibel dan situasional, yang memiliki visi-misi
yang jelas, yang tegas dalam prinsip namun lembut dalam bersikap.
Responden V :
Gambaran pemimpin yang saya dambakan adalah : Pemimpin yang
dialogal/komunikatif, terbuka, berani membuat terobosan dan berani menerima
resiko, setia dan konsten, yang tidak individualis, tidak konsumeris, dan tidak
hedonis, memiliki kehidupan rohani yang mendalam, jujur, sabar, fleksibel, disiplin,
dan mampu bekerja sama.
Responden VI :
Gambaran yang saya harapkan adalah : Pemimpin yang partisipatif, yang tidak
konserfatif, yang mampu mengemban visi-misi kongregasi, yang mampu
mendengarkan, komunikatif, dan rendah hati.
(14)
Responden VII :
Gambaran pemimpin yang saya harapkan adalah : Pemimpin yang komunikatif,
inivatif, yang terbuka/transparan, berwibawa, bijaksana dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya, dan yang rendah hati.
Responden VIII :
Gambaran pemimpin yang saya harapkan adalah: Pemimpin yang mampu
membimbing, mengarahkan dan menuntun para anggota untuk melangkah dan
menghayati hidup sesuai dengan khazanah Gereja dan kongregasi yakni Kitab Suci,
tradisi gereja, konstotusi, adat kebiasaan, spiritualitas dan kehidupan doa serta
keheningan batin. Selain itu juga saya mendambakan pemimpin yang rendah hati,
yang mampu memberikan teladan hidup, yang terbuka dan jujur, yang tidak
konsumeris, dialogis, partisipatif, dan mendengarkan orang lain.
Responden IX :
Gammbaran pemimpin yang saya harapkan adalah: Pemimpin yang memiliki
kematangan rohani dan spiritual, rendah hati, mendengarkan, bijaksana, dialogis, dan
partisipatif.
Responden X :
Gambaran pemimpin yang saya harapkan adalah: Pemimpin yang dialogis,
mendengarkan, rendah hati, memiliki visi-misi yang jelas, memiliki kematangan
hidup rohani dan spiritual, serta bijaksana.
Responden XI :
Gambaran pemimpin yang saya harapkan adalah: Pemimpin yang rendah hati,
dialogis, mendengarkan, mampu bekerja sama, terbuka terhadap Tuhan dan sesame
anggota, yang memiliki kematangan rohani dan spiritual, jujur, yang mampu
menghargai orang lain, dan bijaksana.
Responden XII :
Gambaran pemimpin yang saya harapkan adalah: Pemimpin yang mampu
membangun dialog dari hati ke hati dangan apara anggotanya, yang terbuka, yang
peka dan tanggap dengan situasi dan perkembangan, cepat membaca peluang untuk
memperkembangkan kongregasi, yang dipercaya dan mampu memberikan
kepercayaan kepada anggota, mampu mendengarkan dan yang memiliki kematangan
hidup doa dan spiritual.
Responden XIII :
Gambaran pemimpin yang saya harapkan adalah: Pemimpin yang memiliki
kemampuan manajerial, yang memiliki kematangan hidup rohani, komunikatif,
mendengarkan, menghargai orang lain, jujur, terbuka, rendah hati, berwibawa dan
bijaksana.
(15)
Responden XIV :
Gambaran pemimpin yang saya harapkan adalah: Pemimpin yang memiliki relasi
intim dengan Yesus sebagai pemimpin utama dalam hidupnya, pemimpin yang
mampu mengangkat harkat dan martabat setiap anggotanya, yang dialogis, peka,
mendengarkan, yang memiliki keseimbangan antara pikiran dan hati, tahu
menempatkan diri, mampu mengolah diri dan dapat memberikan kesaksian hidup
bagi para anggota dan orang lain, rendah hati, bijaksana dan berwibawa, yang mau
melayani dan mengabdi penuh cinta.
Responden XV :
Gambaran pemimpin yang saya dambakan adalah: Pemimpin yang mampu
membimbing, menuntun, memotivasi dan memnggerakkan para anggota yang
bersama-sama bertanggungjawab terhadap panggilannya masing-masing dan juga
bertanggungjawab terhadap apa yang menjadi visi-misi, dan spiritualitas kongregasi,
terutama dalam meningkatkan penghayatan terhadap hidup doa, hidup
bersama/berkomunitas, dan hidup karya.
Selain itu juga pemimpin yang rendah hati, yang dapat dipercaya dan mempu
memberikan kepercayaan kepada anggota, yang mampu mengontrol/mengevaluasi,
dan yang paling mendasar menurut saya adalah pemimpin itu harus memiliki
kematangan diri, baik secara jasmani maupun rohani/ spiritual.
(16)
Lampiran 5: Cerita “Kebijaksanaan Sang Abdis Tua”.
Kronik sebuah biara clausura di Normandia menceritakan bahwa di zaman Perang Salib
ada sebuah pertapaan yang dipimpin oleh seorang abdis tua yang bijaksana. Di tempat itu
terdapat seratus rubiah yang berdoa, bekerja dan melayani Allah dengan serius, hening
dan setia pada peraturan kerahiban.
Suatu haru Uskup di tempat itu datang ke pertapaan meminta kepada Abdis tua itu agar
mengirim seorang rubiahnya untuk menjadi pengkotbah di daerah itu. Abdis itu
mengumpulkan semua suster Dewab Penasehatnya, dan sesudah refleksi yang panjang
akhirnya diputuskan untuk mempersiapkan Sr. Clara untuk tugas ini. Sr. Clara adalah
seorang novis muda yang baik, pandai dan memiliki banyak talenta.
Ibu Abdis mengirimnya untuk studi, dan Sr. Clara melewatkan banyak waktunya di
perpustakaan biara dan mempelajari banyak pengetahuan yang belum pernah
diketahuinya. Dia menjadi murid dari banyak rahib dan rubiah yang bijak dari berbagai
biara yang tersohor dengan pengetahuannya. Ketika telah usai studinya, Sr. Clara telah
mengetahui banyak tokoh klasik, dapat membaca Kitab Suci dalam bahasa aslinya, dan
telah mengenal para Bapa Gereja dan menbguasai tradisi teologi abad pertengahan.
Di ruang makan biara, Sr. Clara mengkotbahkan dogma tentang Tritunggal Mahakudus,
dan para rubiah yang lain memuji Allah karena pengetahuan dan kemahirannya dalam
berkata-kata. Sesudah selesai berkotbah, Sr. Clara berlutut di hadapan Abdis dan berkata:
“Bolehkah saya pergi sekarang, Ibu Abdis?” Abdis tua itu memandangnya dengan tajam
seolah dapat membaca apa yang ada dalam batim Sr. Clara: di pikiran suster muda ini
ada terlalu banyak jawaban, “Belum, belum waktunya, anakku, belum….”
Dikirimnya suster muda ini kek kebun dan hari demi hari dia bekerja dengan menahan
dinginnya musim dingin dan teriknya musim panas, didongkelnya batu-batu dan semak-
semak, dipeliharanya pohon anggur satu persatu. Semakin lama Sr. Clara makin arif
menanti pertumbuhan benih dan mengenali musim memangkas Castanos…
Diperolehnya kebijaksanaan yang lain; tetapi ini belumlah cukup.
Ibu Abdis kemudian mengirimnya menjadi penerima tamu. Setiap hari Sr, Clara
mendengarkan masalah-masalah para petani dan jeritan penderitaan mereka akibat
perlakukan kejam para tuan tanah. Didengarnya aneka gossip dan dihiburnya mereka
yang mebgalami ketidakadilan itu.
Abdis memanggilnya: Sr. Clara begitu semangat dan matanya penuh pertanyaan. Namun
kata Ibu Abdis kepadanya “belum waktunya, anakku….”
(17)
Kemudian dikirimnya Sr. Clara menyusuri jalan-jalan kota bersama sebuah keluarga
pemain sirkus. Dia tinggal dalam sebuah kereta, dibantunya keluarga ini menyusun
papan akrobatik di alun-alun kota. Makanannya buah-buahan hutan dan kadang-kadang
Sr. Clara harus tidur di alam terbuka di bawah sinar rembulan. Sr. Clara belajar berteka-
teki, bercerita lucu dan menyanyikan lagu-lagu romans sebagaimana seorang penyanyi
balada.
Ketika Sr. Clara kembali ke biara, lagu-lagu itu dinyanyikan kembali dan dia tertawa
seperti kanak-kanak. Dia berkata: “Dapatkah saya sekarang pergi merasul, Ibu?”. Jawab
Ibu Abdis: “Masih belum, anakku. Pergilah berdoa”.
Lama Sr. Clara menyepih di sebuah eremit di atas gunung. Ketika ia kembali, jiwanya
telah berubah dan dipenuhi keheningan. Ia bertanya lagi kepada Ibu Abdis: “Apakah
telah tiba waktunya, Ibu?”. Jawab Ibu Abdis: “Belum, belum tiba saatnya”.
Sementara itu pemerintah telah mengumumkan bahwa dinegeri itu telah terjangkit wabah
pes dan Sr. Clara dikirim ke sana untuk merawat para korban bencana. Dijaganya orang-
orang sakit itu semalam-malaman. Suster muda ini menangis pedih saat ia mengubur
banyak korban wabah dan ia tenggelam dalam misteri hidup dan kematian itu.
Ketika wabah telah berakhir, Sr. Clara sendiri jatuh sakit, dalam kesedihan dan
kecapaian ia dirawat di sebuah keluarga di kampong itu.
Dia belajar menjadi rapuh dan merasa kecil, dan membiarkan diri dicintai dan digapainya
rasa damai dalam hidupnya.
Ketika Sr. Clara kembali ke biara, Ibu Abdis menatapnya dengan tajam. Dilihatnya Sr.
Clara tampak lebih manusiawi dan lebih rapuh. Matanya terlihat lebih tenang dan hatinya
penuh dengan banyak nama.
Dipanggilnya Sr. Clara oleh Ibu Abdis , sambil berlutut dan merebahkan diri dalam
pelukan kasih sang Abdis, lalu berkata kepadanya: “Sekarang saatnya, anakku,
sekaranglah waktunya”. Dengan dtemani Ibu Abdis, Sr, Clara melangkah menuju
gerbang biara lalu berlutut di hadapan Ibu Abdis dan diberinya berkat perngutusan.
Setlah itu ia meninggalkan sang Abdis dan biara tercintanya lalu menyusuri lereng
gunung menuju tempat perutusannya. Sementara itu lonsceng berdentang untuk Doa
Angelus, dan Sr. Clara terus melangkah dalam kedamaian menuju lembah untuk
mewartakan kabar sukacita Kerajaan Allah dan Injil Tuhan yang ia cintai bagi orang-
orang yang telah menantinya.
(18)
Lampiran 6: Grafik Jumlah Frater Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus
(19)