Anda di halaman 1dari 9

BAB V

PEMBAHASAN

Menurut Murgianti (2016) manajemen adalah proses yang dinamis yang


senantiasa berubah sesuai dengan tuntutan perkembangan. Manajemen merupakan
proses mengorganisir sumber-sumber untuk mencapai tujuan dimana arah tujuan
yang akan dicapai ditetapkan berdasarkan visi, misi, filosofi organisasi.Berikut
pembahasan berdasarkan permasalahan yang ada di ruangMelatiRSUD dr. H.
Soewondo Kendal.
1. Kepatuhan Kinerja Perawat
Konsep dari kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang
padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance sering diindonesiakan
sebagai perfoma. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi
atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu
tertentu (Asmuji,2012).
Menurut Vroom (dalam Agus, 2010) kinerja adalah tingkat sejauh mana
keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan atau disebut level of
performance sehingga penilaian kinerja merupakan salah satu tugas penting
yang harus dilakukan seorang manager atau pemimpin. Walaupun demikian,
pelaksanaan penilaian kinerja yang obyektif bukanlah tugas yang sederhana,
melainkan penilaian harus dihindarkan dari "like and dislike" dari penilai agar
obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting, karena
menjadi umpan balik bagi kinerjakaryawan yang di dapatkan dari kebutuhan
akan jasa pelayanan keperawatan .
Kebutuhan akan tenaga dan jasa kesehatan salah satunya yaitu tenaga
keperawatan. Tenaga keperawatan sendiri sangat dibutuhkan, bukan hanya
untuk individu, kelompok, keluarga maupun komunitas bahkan negara juga
membutuhkannya. Oleh karena itu profesi perawat tidak dapat di
pisahkandari sistem kesehatan secara keseluruhan, keperawatan secara umum
adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang di berikan secara
profesional dari bagian integral sistem pelayanan kesehatan yang berupa
keterampilan interpersonal serta menggunakan proses keperawatan saat

73
2

membantu klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Sulihandari


& Rifiani, 2013).
Pelayanan keperawatan yang optimal yang berada di rumah sakit
harus mengacu pada aturan , norma yang berlaku dan setiap tindakan yang di
lakukan harus berdasarkan SOP (Standar Operasional Prosedur). Oleh
karena itu penerapan SOP bisa di terapkan saat melakukan tindakan
keperawatan khususnya pada rumah sakit, dan fungsi rumah sakit sendiri
adalah sebagai fungsi rawat inap, oleh karena itu membutuhkan akan
pelayanan keperawatan yang komprehensif dan paripurna. Salah satu bentuk
pelayanan keperawatan yang komprehensif adalah terpenuhinya kebutuhan
dasar klien, bentuk akan layanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
dasar manusia berupa kebutuhan biologis, psikologis, sosiokultural dan
spiritual yang bertujuan untuk memberikan bantuan kemandirian klien dalam
memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan status kesehatan klien serta
melakukan pencegahan penyakit dan proses perawatan yang lama di rumah
sakit (Dwidiyanti, 2014).
Salah satu bentuk pelayanan keperawatan adalah memberikan asuhan
keperawatan pada klien.Memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif akan berdampak adanya perilaku caring perawat. Perilaku
caring merupakan suatu sikap , rasa peduli, hormat dan menghargai orang
lain artinya memberikan perhatian yang lebih baik kepada seseorang dan
bagaimana seseorang itu bertindak pada orang lain (Dwiyanti,2014).Bentuk
caring sendiri berupa kepedulian untuk mencapai perawatan yang lebih baik.
Perilaku caring juga menggambarkan adanya pelayanan keperawatan antara
lain;kehadiran; sentuhan; mendengarkan; serta memahami keadaan klien.
Untuk itu seorang perawat memerlukan adanya kemampuan untuk
memperhatikan orang lain, keterampilan intelektual, teknikal serta
interpersonal yang akan mencerminkan perilaku caring (Potter &
Perry,2009). Perilaku caring memiliki hubungan antara perawat dan klien
yaitu adanya hubungan memberi dan menerima, saling mengenal, serta
peduli antara perawat dan klien. Rasa peduli atau care perawat tersebut akan
memberikan dampak bagi perawat dan klien antara lain meningkatnya
hubungan saling percaya, meningkatkan penyembuhan fisik, dan
3

menimbulkan rasa nyaman pada klien. Perilaku caring tersebut maka akan
timbul rasa puas atas kinerja yang dilakukan perawat (Potter & Perry, 2010).

a. Metode TIM
1) Timbang Terima
Timbang terima keperawatan yaitu suatu cara dalam
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan
dengan keadaan pasien. Maksud dan tujuan dari timbang terima
adalah agar masalah-masalah khusus yang menyangkut pasien dan
tugas-tugas yang seharusnya dilakukan dapat diteruskan pada shift
selanjutnya. Timbang terima dipandang penting agar proses
keperawatan yang diberikan kepada pasien secara berkelanjutan
(Nursalam, 2010). Perawat dalam hal ini diharapkan bisa
melaksanakan timbang terima dengan baik. Dalam rangka
mewujudkan hal tersebut terlebih dulu TIM harus menyamakan
pemahaman dan persepsi serta meningkatkan kesadaran dan
pengawasan terhadap metode timbang terima sehingga mekanisme
operan dapat terwujud dengan baik.
Timbang terima di ruang melati RSUD dr. H. Soewondo Kendal
sudah dilakukan dengan baik. Menurut Nursalam (2010) perawat
primer dan anggota shift dinas bersama-sama secara langsung melihat
keadaan klien. Dengan penjelasan tersebut operan atau timbang terima
dilakukan secara keliling dan dihadapan pasien. Agar perawat
mengetahui secara langsung perkembangan kondisi pasien. Pasien
juga mengetahui perawat yang berjaga saat itu. Setelah dilakukan
implementasi dengan melakasanakan role play operan atau timbang
terima, perawat mengetahui tentang timbang terima.
2) Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh
perawat disamping melibatkan pasien untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat primer dan atau perawat konselor, kepala
4

ruang, perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota


tim kesehatan (Nursalam, 2010).
Menurut (Swansburg, 2010)bahwa ronde keperawatan
merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi
pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam
merencanakan pelayanan keperawatan dan memberikan kesempakan
kepada pasien untuk mendiskusikan masalah keperawatannya serta
mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah di terima pasien.
Ronde keperawatan di Ruang melati RSUD dr. H. Soewondo
Kendal sudah dilakukan oleh dokter, satu perawat pelaksana atau
Katim dan ahli gizi namun belum maksimal. Seharusnya ronde
keperawatan dapat dilakukan dengan melibatkan keluarga pasien.
Ronde keperawatan perlu dilaksanakan karena menurut Clement
(2011) ronde keperawatan membantu mengembangkan keterampilan
keperawatan. Menurut Oerman (2008) dengan adanya ronde
keperawatan akan menguji pengetahuan perawat. Peningkatan
kemampuan perawat bukan hanya keterampilan keperawatan tetapi
juga memberikan kesempatan pada perawat untuk tumbuh dan
berkembang secara profesional. Disamping itu (Huston, 2010) dalam
penelitiannya juga menyebutkan bahwa ronde kepeawatan
meningkatkan kepuasan pasien lima kali dibanding tidak melakukan
ronde keperawatan.
a) Pre dan post conference
Pre conference merupakan kegiatan diskusi kelompok yang
dilakukan oleh katim, di setiap awal tugas dalam rangka untuk
persiapan pemberian asuhan keperawatan. Maksud dan tujuan dari
pre conference adalah mengatasi masalah pasien dengan cara
mengenali masalah pasien, membuat rencana, serta membagi tugas
pada perawat pelaksana (Nursalam, 2010).
Post conference merupakan kegiatan diskusi yang
dilakukan oleh ketua TIM dan perawat pelaksana mengenai
kegiatan selama shift sebelum dilakukan operan shift berikutnya.
5

Kegiatan post conference sangat diperlukan dalam pemberian


pelayanan keperawatan karena ketua TIM dan anggotanya harus
mampu mendiskusikan pengalaman klinik yang baru dilakukan,
menganalisis, mengklarifikasi keterkaitan antara masalah dengan
situasi yang ada, mengidentifikasi masalah, menyampaikan dan
membangun sistem pendukung antara perawat dalam bentuk
diskusi formal dan profesional. Proses diskusi pada post
conference dapat menghasilkan strategi yang efektif dan mengasah
kemampuan berpikir kritis untuk merencanakan kegiatan pada
pelayanan keperawatan selanjutnya agar dapat berkesinambungan
(Sugiharto, Keliat, Sri, 2012).
Kegiatan post conference berpengaruh terhadap operan.
Apabila post conference dilakukan dengan tidak baik maka
informasi yang diberikan pada saat operan tidak akan maksimal
dan tidak lengkap. Operan merupakan komunikasi antara perawat
yang berisi tentang laporan kegiatan dan rencana kegiatan yang
dilakukan pada pasien selama shift. Komunikasi harus efektif dan
akurat agar tugas-tugas yang akan dilanjutkan oleh perawat
selanjutnya berjalan dengan baik (Kerr, 2002, Lardner, 1996 dalam
Sugiharto, Keliat, Sri, 2012).
Preconference di Ruang melati sudah dilakukan, namun
untuk postconference dilakukan namun belum maksimal. Adapun
penyebab tidak dilakukan secara maksimal post conference di
Ruang melati yaitu adanya keterbatasan waktu dan perawat bekerja
sesuai rutinitas.Adapun solusi dalam mengatasi kendala
pelaksanaan post conference yaitu memotivasi perawat dalam
melakukan post conference, pemberian reward untuk perawat yang
melakukan post conference, serta adanya supervisi kepada perawat
yang dilakukan oleh kepala ruang saat pergantian shift.

2. Orientasi Ruangan pada Pasien Baru


6

Orientasi terhadap pasien baru adalah pemberian informasi kepada pasien


baru berkaitan dengan proses keperawatan yang akan dilakukan oleh rumah
sakit. Informasi adalah pesan atau isi berita yang ingin disampaikan oleh
seseorang pada orang lain dengan harapan orang tersebut mengetahui dan
mengerti akan maksud dan tujuan dari isi pesan atau berita yang disampaikan.
Orientasi terhadap pasien baru merupakan usaha memberikan informasi atau
sosialisasi kepada pasien dan keluarga tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan pelayanan selama di rumah sakit (Ragusti, 2008).
Orientasi ruangan Melatipada keluarga pasien baru di RSUD dr. H.
Soewondo Kendal belum dilaksanakan secara maksimal, yang diorientasikan
hanya letak ruang perawat (nurse stasion) dan nama ruang rawat inap saat ini,
ruang tunggu keluarga pasien. Orientasi ruangan yang harus disampaikan
berupa (ruang rawat inap, nomor tempat tidur, kamar mandi keluarga pasien,
tempat cuci tangan atau wastafel, cara cuci tangan 6 langkah, jam kunjung,
tempat pembuangan sampah, dokter penanggung jawab).
a. Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pencegahan infeksi nosokomial di Ruang melatimerupakan ruang
rawat inapkelas I, dimana ruangan ini khusus menangani bayi beresiko
tinggi seperti bayi dengan asfiksia berat, asfiksia sedang, hiperbilirubin,
serta BBLR. Ruang Melati terdiri dari, ruang dokter, ruang perawat, ruang
dispensi obat, nurse station, tempat linen, ruang infeksi, ruang non infeksi
dan ruang ASI & KMC, gudang. Ruangan tersebut melayani pasien
menggunakan pembayaran dengan status umum dan BPJS. Selama ini
pembagian ruangan untuk pasien yang dirawat diruang tersebut belum
dibedakan secara maksimal. Sebenarnya ruang melati sudah memiliki dua
ruang infeksius dan satu ruang non infeksius. Misalnya pasien dengan
diare dijadikan satu dengan pasien lainnya yang tidak mengalami penyakit
infeksius.
b. Infus tidak diganti setiap 3 hari sekali pada pasien. Misalnya pasien
yang dipasang infus dalam waktu lebih 3 hari tidak di ganti sampai pasien
di temukan kemerahan . bengkak hingga kerusakan intergritas kulit di area
pemasangan infus.
7

c. Jenis limbah medis


Adapun jenis limbah medis yaitu :
1) Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang
berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif), Limbah laboratorium yang berkaitan dengan
pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi
penyakit menular.
2) Limbah non infeksius
Sampah non infeksius adalah sampah sisa-sisa makanan dan lain-
lainnya
3) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena,
pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi
bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.
Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh
darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radioaktif.
Berdasarkan observasi mahasiswa managemen keperawatan di ruang
Melati selama satu minggu menemukan sebuah kasus terdapat keluarga
penunggu (ibu) pasien yang membuang sampah ditempat di sembarangan dan
tidak sesuai dengan jenis sampah dan tempat pembuangan misalnya
membuang diapers di tempat sampah atau kantong plastik warna hitam yang
seharusnya di buang ke warna kuning serta perilaku cuci tangan . Hal ini
menandakan orientasi tempat pembuangan sampah perlu dilakukan pada
keluarga pasien (ibu) rawat inap di ruang tersebut. Berdasarkan pengamatan
mahasiswa stase manajemen keperawatan selama 1 minggu di ruang melati
didapatkan sebagian besar keluarga dan pengunjung telah melakukan cuci
tangan, hanya saja langkah yang dilakukan tidak sesuai dengan 6 langkah cuci
tangan WHO. Hal ini dikarenakan kesadaran terhadap cuci tangan masih
kurang, walaupun sudah diberikan pendidikan kesehatan tentang cuci tangan.
Disisi lain, mahasiswa stase manajemen tidak selalu memberikan pendidikan
8

kesehatan terhadap pengunjung dikarenakan keterbatasan waktu dan beban


kerja.
3. Pengorganisasian kinerja perawat pelaksana
Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan pada setting pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Kegiatan pembelajaran praktik klinik sangat penting
bagi mahasiswa program pendidikan keperawatan. Pengalaman pembelajaran
klinik (rumah sakit dan komunitas) merupakan bagian penting dalam proses
pendidikan mahasiswa keperawatan, karena memberikan pengalaman yang
kaya kepada mahasiswa bagaimana cara belajar yang sesungguhnya. Menurut
Reilly dan Oerman (2008) “Keberhasilan pendidikan tergantung ketersediaan
lahan praktik di rumah sakit harus memenuhi persyaratan, diantaranya adalah
melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang baik (good nursing
care), , lingkungan yang kondusif,ada role model yang cukup, tersedia
kelengkapan sarana dan prasarana serta staf yang memadai, dan tersedia
standar pelayanan/SOP keperawatan yang lengkap”.
Bilamana pembimbing klinik mampumemberikan perannya tersebut,
kinerja pembimbing klinik menjadi baikdan pembelajaran praktik klinik akan
menjadi efektif yang artinya pembelajaran praktik klinik dapat mencapai
tujuan, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas lulusan pendidikan
keperawatan. Namun berdasarkan pengalaman di lapangan, kebanyakan
pembimbing klinik dalam membimbing mahasiswa menghadapi tantangan
antara lain: mahasiswa tidak mempunyai gambaran diklinik tentang
bagaimana cara memberi asuhan keperawatan yang profesional. Mahasiswa
juga tidak memiliki model atau contoh peran yang baik dalam
mengintegrasikan ilmu-ilmu dasar, konsep, teori, dan prinsip yang sebelumnya
dalam memberi asuhan. Hal ini menyebabkan pengalaman praktik mahasiswa
kurang menekankan pada penumbuhan kemampuan intelektual dan sikap
profesional, tetapi lebih pada kemampuan teknikal. Mahasiswa lebih mudah
meniru hal-hal yang konkrit/prosedur, misalnya bagaimana cara menyuntik,
cara memberi makan, dan sebagainya. Tugas dan target klinik yang terlalu
banyak dengan kapasitas intelektual mahasiswa yang rata-rata menyebabkan
makna praktik klinik menjadi kurang mendalam dalam mempersiapkan diri
9

secara total untuk praktik. Akhirnya praktik klinik yang dilakukan hanya
dilewatkan begitu saja tanpa adanya pencapaian praktik yang jelas. Ditambah
lagi dengan keterbatasan fasilitas dan target khusus dilahan praktik. Di sisi
lain, pembimbing klinik juga belum mempunyai kesamaan persepsi dan
sistematika dalam membimbing mahasiswa, sehingga bimbingan klinik yang
dilakukan tidak mampu menumbuhkan sitematika berfikir, bertindak dan
bersikap yang sama pada mahasiswa. Hal ini dibuktikan dengan fenomena
ketidakpuasan mahasiswa terhadap kinerja pembimbing klinik.Untuk itu
diperlukan motivasi dan tanggung jawab pembimbing praktik klinik
melakukan aktivitas membimbing mahasiswa (Usman, Harun & Dahlia,
2013).
Motivasi pembimbing klinik dalam membimbing mahasiswa praktikan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, ada dari segi kewajiban, tanggung
jawab dan bukan semata karena uang. Motivasi pembimbing klinik untuk
membimbing dikarenakan kedatangan mahasiswa, maka akan menambah ilmu
dan dituntut harus membaca kembali tentang kasus yang dikelola mahasiswa,
serta insentif yang didapat setelah membimbing mahasiswa (Sutrisno, 2011).

Anda mungkin juga menyukai