Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari – hari kesehatan merupakan hal yang sangat

penting khususnya bagi ibu yang sedang hamil. Karena dalam kondisi yang

seperti ini kesehatan seorang ibu akan sangat berpengaruh terhadap

perkembangan janinnya. Satu hal yang paling sering ditemui di dalam dunia

kesehatan dimana seorang bayi yang baru lahir akan tetapi bayi itu akan

mengalami kesulitan dalam bernafas. (Hidayat, Aziz Alimul, 2005)


Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan

dan kematian yang paling penting pada anak, terutama bayi, karena saluran

napasnya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Salah satu

parameter gangguan saluran pernapasan adalah frekuensi dan pola

pernapasan. Pada bayi baru lahir sering kali terlihat pernapasan yang dangkal,

cepat, dan tidak teratur iramanya akibat pusat pengatur pernapasannya belum

berkembang secara sempurna. Pada bayi prematur gangguan pernapasan dapat

disebabkan oleh kurang matangnya paru. Disamping faktor organ pernapasan,

keadaan pernapasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain,

seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang

penuh. (Sibuea, 2007)


Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Hidayat,

Aziz Alimul, 2005)

1
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,

bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak

atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.

Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia

(peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). (Saiffudin, 2001)


Angka kematian bayi secara keseluruhan di Indonesia mencapai 334 per

100.000 kelahiran hidup dan penyebab kematian terbesar adalah asfiksia

(Mieke, 2006). Angka kematian bayi di Indonesia menurut survey demografi

dan kesehatan Indonesia mengalami penurunan dari 46 per 1000 kelahiran

hidup (SKDI 1997) menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup (SKDI 2003).

Sedangkan angka kematian ibu mengalami penurunan dari 421 per 100.000

kelahiran hidup (SKDI 1992) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (SKDI

2003). Kematian pada masa perinatal yang disebabkan karena asfiksia sebesar

28%.
Insiden asfiksia neonatorum di negara berkembang lebih tinggi

daripada di negara maju. Di negara berkembang, lebih kurang 4 juta bayi baru

lahir menderita asfiksia sedang atau berat, dari jumlah tersebut 20%

diantaranya meninggal. Di Indonesia angka kejadian asfiksia kurang lebih 40

per 1000 kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus meninggal

setiap tahun karena asfiksia. (Dewi dkk, 2005)


Menurut data Depkes tahun 2010, penyebab langsung kematian bayi

28% disebabkan oleh BBLR, asfiksia (12%), tetanus (10%), masalah

pemberian makanan (10%), infeksi (6%), gangguan hematologik (5%) dan

lain - lain (27%).

2
Dalm kasus asfiksia ini, peran perawat adalah bagaimana untuk

memacu napas klien untuk kembali normal. Memberikan terapi oksigen yang

baik, memberikan semangat kepada keluarga klien untuk berfikir positif dan

mengurangi rasa cemas.


Pada sekarang ini, perkembangan ilmu kesehatan terutama dalam

pengobatan dan peralatan, sangatlah menunjang dalam pemulihan penyakit.

Terutama penyakit yang ada dalam pembahasan makalah ini. Begitu juga

dengan petugas kesehatan, baik dokter, perawat, ahli gizi dan lain – lain telah

banyak membantu dalam pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal,

baik dalam segi perawatan maupun dalam segi pengobatannya. Pada asfiksia

neonatorum yang paling baik dan tepat, terutama dalam segi keperawatannya

sangatlah membantu dalam penyembuhan klien. (Wiknjosastro, 1999)


Oleh karena itu dalam makalah ini dijelaskan mengenai penyakit

asfiksia neonatorum. Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang disebabkan

oleh berbagai faktor seperti faktor ibu, faktor placenta, faktor featus dan

faktor neonatus, sehingga menyebabkan bayi sulit untuk bernafas secara

spontan. Setiap penyakit mempunyai gambaran klinik tersendiri terutama

pada tanda dan gejala, pengobatan serta perawatannya.


Dari hasil pemikiran tersebut di atas, penulis ingin membahas lebih jauh

tentang bagaimana seharusnya menangani penderita asfiksia dalam bentuk

makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien dengan Asfiksia Berat”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Perawat mampu mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan

keperawatan klien dengan asfiksia berat.

3
2. Tujuan Khusus
a. Perawat mampu melakukan pengkajian perawatan pada By. Ny. M

dengan kasus asfiksia.


b. Perawat mampu melakukan pengelompokan data pada By. Ny. M

dengan kasus asfiksia.


c. Perawat mampu melakukan diagnosa keperawatan pada By. Ny. M

dengan kasus asfiksia.


d. Perawat mampu melakukan perencanaan keperawatan pada By. Ny. M

dengan kasus asfiksia.


e. Perawat mampu melakukan tindakan keperawatan pada By. Ny. M

dengan kasus asfiksa.


f. Perawat mampu melakukan evaluasi keperawatan pada By. Ny. M

dengan kasus asfiksia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernapas secara spontan dan teratur setelah melahirkan. (Rahman, 2000)


Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas

spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan

CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.

(Manuaba, 1998)

4
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Hidayat,

Aziz Alimul, 2005)


Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,

bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak

atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.

Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia

(peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). (FKUI, 2007)

B. Klasifikasi
Menurut M. Rahman (2000), asfiksia dapat diklasifikasikan berdasarkan

skor APGAR, yaitu :

Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/ bersin

nafas dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitasFleksi kuat gerak

(lemah) aktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merahMerah seluruh

ekstrimitas biru tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat


Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
A=”Appearance” (penampakan) Perhatikan warna tubuh bayi.
P=”Pulse” (denyut) Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau

palpasi denyut jantung dengan jari.

5
G=”Grimace” (seringai) Gosok berulang – ulang dasar tumit kedua tumit kaki

bayi dengan jari. Perhatikan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksi

ketika lendir pada mukanya dibersihkan. Atau perhatikan reaksi ketika lendir

dari mulut dan tenggorokan dihisap.


A=”Activity” Perhatikan cara bayi baru lahir menggerakan kaki dan

tangannya atau tarik salah satu tangan/ kakinya. Perhatikan bagaimana kedua

tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.


R=”Respiratori” (Pernapasan) Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan

pernapasannya.
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila

nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit

sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan

resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai

resusitasi karena resusitasinya di mulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak

menangis (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar). ( FKUI, 2007)


Atas dasar pengalaman klinis, asfikia neonatorum dapat dibagi dalam :
1. Asfiksia Ringan (Vigorous baby), skor apgar 7 – 10. Dalam hal ini bayi

dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.


2. Asfiksia Sedang (Mild-moderate asphyxia), skor apgar 4 – 6. Pada

pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari l00 x/menit,

tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia berat, skor apgar 0 – 3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

frekuensi jantung kurang dari l00 x/menit, tonus otot buruk, sianosis

berat dan kadang – kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Asfiksia

berat dengan henti jantung yaitu keadaan :


a. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum

lahir lengkap.
b. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.

6
C. Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan

pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat

timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Karena itu

penilaian janin selama kehamilan dan persalinan memegang peran penting

untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala

sisa.
Menurut M. Rachman (2000), penggolongan penyebab kegagalan

pernafasan pada bayi terdiri dari :


1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu. Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat

analgetika atau anestesia. Dalam hal ini akan menimbulkan hipoksia

janin.
b. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus

akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan

ke janin. Hal ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus,

misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau

obat.
c. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
d. Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi

plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak

pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta

previa dan lain-lain.


3. Faktor Featus

7
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah

dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara

ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan

tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antar

janin dan jalan lahir dan lain – lain.


4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena

pemakaian obat anestesia/ analgetika yang berlebihan pada ibu secara

langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.


Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya pendarahan

intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia

diafrakmatika, atresia/ stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan

lain – lain.

D. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah

rangsangan terhadap nervus vagus sehingga denyut jantung janin (DJJ)

menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus

tidak dapat dipengaruhi lagi, timbulah kini rangsangan dari nervus

simpatikus, sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan

menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan intra uterin dan bila kita

periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru.

Bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak

berkembang. (FKUI, 2007)


Apabila asfiksia berlajut, gerakan pernapasan akan ganti, denyut jantung

akan menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur –

angsur, dan bayi memasuki periode apnea primer. Jika berlanjut, bayi akan

8
menunjukkan pernapasan yang dalam denyut jantung terus menurun. Tekanan

darah bayi juga menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan makin

lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea sekunder. (Towwel,

2006)

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada bayi setelah lahir menurut Nelson (1997) adalah

sebagai berikut :
1. Bayi pucat dan kebiru – biruan
2. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3. Hipoksia
4. Asidosis metabolik atau respiratori
5. Perubahan fungsi jantung
6. Kegagalan sistem multi organ
7. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik

seperti kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis


F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema Otak dan Perdarahan Otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah

berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak

pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik

otak yang berakibat terjadinya edema otak. Hal ini juga dapat

menimbulkan pendarahan otak. (Hidayat, Aziz Alimul, 2005)


2. Anuria dan Oliguria
Disfungsi jaringan jantung dapat pula terjadi pada penderita

asfiksia, keadaan ini dikenal dengan istilah disfungsi miokardium pada

saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan

ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium

dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.


3. Kejang

9
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan

pertukaran gas dan transport O2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada

anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.


4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan

menyebabkan koma karena beberapa hal di antaranya hipoksemia dan

perdarahan pada otak.

G. Penatalaksanaan Medis
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut dengan

Resusitasi Bayi Baru Lahir. Tindakan resusitasi mengikuti tahapan yang

dikenal dengan ABC-resusitasi :


1. Memastikan saluran napas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut, hidung, kalau perlu trakea
c. Bila perlu masukan ET untuk memastikan napas terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c. Mempertahankann sirkulasi darah
d. Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada

atau bila perlu menggunakan obat-obatan.


(FKUI, 2007)

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah (PH kurang dari 7,20)
2. Penilaian skor APGAR meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha

nafas, tonus otot dan reflek


3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi
4. Pengkajian spesifik
5. Elektrolit garam
6. USG
7. Gula darah
8. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis,

tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna

10
9. Hemoglobin/ hematokrit (Hb/ Ht) : kadar Hb 15 – 20 gr dan Ht 43% -

61%.
10. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks

antigen-antibodi pada membran sel darah merah.


(Septia Sari, 2010)

I. Pencegahan
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya

pengenalan/ penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara

baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur

posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan

sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang

menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya

untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi

yang tepat, penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil

dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu). Berbagai upaya tersebut

dilakukan untuk mencegah asfiksia, memberikan pertolongan secara tepat dan

adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah hipotermia. (Hidayat, Aziz Alimul,

2005)
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat

mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi

manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian

ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi

di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat

keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma

11
aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika

semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya

pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang

mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu,

dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih dalam kondisi yang

optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan

jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.

J. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap klien adalah sebagai berikut:
1. Identitas klien/ bayi dan keluarga.
2. Diagnosa medik yang ditegakkan saat klien masuk rumah sakit.
3. Alasan klien/ bayi masuk ruang perinatologi.
4. Riwayat kesehatan klien/bayi saat ini.
5. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu.
6. Riwayat kelahiran klien/ bayi.
7. Pengukuran nilai skor apgar. Bila nilainya 0 – 3 asfiksia berat, bila

nilainya 4 – 6 asfiksia sedang.


8. Pengkajian dasar data neonatus :
a. Sirkulasi
1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan

darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg

(diastolik).
2) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas

maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/

IV.
3) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
1) Berat badan : 2500 – 4000 gram
2) Panjang badan : 44 – 45 cm

12
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30

menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).

Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).


3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi

menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik

yang memanjang).
e. Pernafasan
1) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7

– 10.
2) Rentang dari 30 – 60 per menit, pola periodik dapat terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum terjadi, pada

awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol.


f. Keamanan
1) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan

distribusi tergantung pada usia gestasi).


2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,

warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang – belang

menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau

perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat

menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran

atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak

mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia

(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit

kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).

13
K. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
2. Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin
3. Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif.
4. Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik

14
L. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Dianogsa Keperawatan Tujuan Intervensi


1. Pola napas tidak efektif b.dSetelah dilakukan tindakanManajemen Jalan Napas (3140) :
hipoventilasi. keperawatan selama…X 241. Buka jalan napas
Batasan karakteristik : jam, diharapkan pola napas2. Posisikan bayi untuk
- Bernapas menggunakan ototbayi efektif dengan kriteria : memaksimalkan ventilasi dan
napas tambahan. Status Respirasi : Ventilasi mengurangi dispnea
- Dispnea (0403) : 3. Auskultasi suara napas, catat
- Napas pendek - Pernapasan pasien 30-adanya suara tambahan
- Frekwensi napas < 25 kali / 60X/menit. 4. Identifikasi bayi perlunya
menit atau > 60 kali / menit - Pengembangan dadapemasangan alat jalan napas
simetris. buatan
- Irama pernapasan teratur 5. Keluarkan sekret dengan suctin
- Tidak ada retraksi dada saat6. Monitor respirasi dan ststus
bernapas oksigen bila memungkinkan
- Inspirasi dalam tidakMonitor Respirasi (3350) :
ditemukan 1. Monitor kecepatan, irama,
- Saat bernapas tidakkedalaman dan upaya bernapas
memakai otot napas2. Monitor pergerakan,
tambahan kesimetrisan dada, retraksi dada
- Bernapas mudah tidak adadan alat bantu pernapasan
suara napas tambahan 3. Monitor adanya cuping hidung
4. Monitor pada pernapasan:
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
respirasi kusmaul, cheyne stokes,
apnea
5. Monitor adanya penggunaan
otot diafragma
6. Auskultasi suara napas, catat
area penurunan dan ketidakadanya
ventilasi dan bunyi napas.

15
2. Hipotermi b.d terpapar Pengobatan Hipotermi (3800) :
Setelah dilakukan tindakan
lingkungan dingin. 1 Pindahkan bayi dari lingkungan
keperawatan selama…X 24
Batasan karakteristik : yang dingin ke tempat yang hangat
jam hipotermi teratasi de-
- Pucat (di dalam incubator atau di bawah
ngan indicator :
- Kulit dingin lampu sorot)
Termoregulasi Neonatus
- Suhu tubuh di bawah 2 Bila basah segera ganti pakaian
(0801) :
rentang normal bayi dengan yang hangat dan
- Suhu axila 36-37˚ C
- Menggigil kering, beri selimut
- RR : 30-60 X/menit
- Kuku sianosis 3 Monitor suhu bayi
- Warna kulit merah muda
- Pengisian kapiler lambat 4 Monitor gejala hipotermi :
- Tidak ada distress respirasi
fatigue, lemah, apatis, perubahan
- Tidak menggigil
warna kulit.
- Bayi tidak gelisah
5 Monitor status pernapasan
- Bayi tidak letargi
6 Monitor intake/output
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakanMengontrol Infeksi (6540) :
Faktor Resiko : keperawatan selama…X 241. Bersihkan box / incubator
1. Prosedur invasif jam bayi diharapkan terhin-setelah dipakai bayi lain
2. Ketidak adanya pera-watandar dari tanda dan gejala2. Pertahankan teknik isolasi bagi
imun buatan infeksi dengan indicator : bayi ber-penyakit menular
3. Malnutrisi Status Imun (0702) : 3. Batasi pengunjung
- RR : 30-60X/menit 4. Instruksikan pada pengunjung
- Irama napas teratur untuk cuci tangan sebelum dan
- Suhu 36-370 C sesudah berkunjung
- Integritas kulit baik 5. Gunakan sabun antimikrobia
- Integritas nukosa baik untuk cuci tangan
- Leukosit dalam batas 6. Cuci tangan sebelum dan
normal sesudah mela-kukan tindakan
keperawatan
7. Pakai sarung tangan dan baju
sebagai pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik

16
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
kontrol dan dressing sesuai
ketentuan
10. Tingkatkan intake nutrisi
11. Beri antibiotik bila perlu.
Mencegah Infeksi (6550)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Batasi pengunjung
3. Skrining pengunjung terhadap
penyakit menular
4. Pertahankan teknik aseptik
pada bayi beresiko
5. Bila perlu pertahankan teknik
isolasi
6. Beri perawatan kulit pada area
eritema
7. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
8. Dorong masukan nutrisi yang
cukup
9. Berikan antibiotik sesuai
program
4. Pola makan bayi tidak efektif Setelah dilakukan tindakanEnteral Tube Feeding (1056) :
b.d kegagalan neurologik keperawatan selama … X 24- Pasang NGT / OGT
Batasan karakteristik : jam pola makan bayi efektif - Monitor ketepatan insersi NGT /
- Tidak mampu dalam OGT
menghisap, menelan dan - Cek peristaltic usus
bernafas - Monitor terhadap muntah /

17
- Tidak mampu dalam distensi abdomen
memulai atau menunjang - Cek residu 4-6 jam sebelum
penghisapan efektif pemberian enteral

BAB III

TINJAUAN KASUS

Ruang : Melati (Peristi)


Tgl masuk RS : 14 Agustus 2017 Jam 07.00 WIB
Tgl Pengkajian : 14 Agustus 2017 Jam 07.00 WIB

A. PENGKAJIAN
1. Identitas

18
a. Identitas Klien
Nama : By. Ny. M
Tanggal lahir : 14 Agustus 2017 Jam 07.00 WIB
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Alamat : Ds. S
Anak ke : 3 (tiga)
Suku Bangsa : Jawa
RM :
Diagnosa Medik : Asfiksia Berat

b. Nama orang tua (Ibu)


Nama : Ny. M
Umur : 35 tahun
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Ds. S

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Bayi bernafas secara spontan tetapi tidak teratur dan menangis lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
By. Ny. M lahir secara spontan pada tanggal 14 Agustus 2017 jam

07.00 WIB di VK dari ibu G3P3A0 hamil 43 minggu dengan jenis

kelamin laki – laki, bayi menangis lemah, tampak pucat, bernafas

spontan tetapi tidak teratur, BB 3400 gram, panjang badan 50 cm,

lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 33 cm, skor APGAR 2 – 3 – 4.

By. Ny. M kemudian dibawa ke ruang Peristi untuk perawatan yang

lebih intensif.
c. Riwayat Masa Lalu
Tidak ada
d. Riwayat Kehamilan Ibu
1) Umur kehamilan : 43 minggu
2) Periksa ANC : Pada bidan
3) Frekuensi ANC : 5 kali selama kehamilan
e. Riwayat Persalinan

19
Bayi baru lahir secara normal, bayi lahir tidak langsung menangis,

napas spontan tidak teratur, skor APGAR 2 – 3 – 4

APGAR skor 1 Menit 5 Menit 10 Menit


Apearance/ Warna 0 0 1

Kulit
Pulse/ Nadi 1 1 1
Grimace 0 1 1
Respiratory 1 1 1
Activity/ Tonus Otot 0 0 0
Total 2 3 4

f. Riwayat Imunisasi
By. Ny. M diberikan imunisasi HB0

3. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN


a. Pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Bila ada keluarga yang sakit langsung dibawa ke rumah sakit
b. Pola nutrisi metabolik
By. Ny. M masih belum diit
c. Pola eliminasi
By. Ny. M sudah BAK, warna kuning jernih, dan BAB kehitaman

d. Pola aktivitas dan latihan


Bayi belum bergerak aktif, tonus otot masih lemah
e. Pola istirahat tidur
Bayi tidur lebih dari 2 jam dan jarang menangis.
f. Pola kognitif dan persepsi
Respon bayi kurang baik terhadap suara, sentuhan atau bicara. Bayi

baru menangis jika diberikan rangsang nyeri pada telapak kaki.


g. Pola peran dan hubungan
By Ny M adalah anak ketiga. Hubungan dengan ibu baik.
h. Pola seksualitas
Alat kelamin terbentuk sempurna, testis sudah turun.
i. Pola toleransi terhadap stres
Bayi menangis jika merasa tidak nyaman
j. Pola nilai dan keyakinan
Setelah bayi lahir diadzani, bayi beragama Islam sama dengan orang

tuanya.

20
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda – tanda vital klien
1) Denyut Nadi : 120 x/menit
2) RR : 62 x/menit
3) Suhu : 35 ⁰C
4) SpO2 : 94%
b. BB/ PB : 3400 gr/ 50 cm
c. Lingkar kepala : 33 cm
d. Lingkar dada : 33 cm
e. Kepala : Mesochepal
f. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, tidak ada kotoran yang

melekat di mata
g. Hidung : Simetris, tidak ada polip, tampak pernapasan cuping hidung
h. Telinga : Simetris, tidak ada kelainan bentuk telinga
i. Mulut : Mukosa bibir agak kering
j. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
k. Dada
1) Jantung
Inspeksi : tampak retraksi dinding dada interkostalis dan

suprasternalis
Perkusi : bunyi pekak
Palpasi : tidak teraba ictus cordis, tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : S1-S2 Reguler, tidak ada bunyi tambahan
2) Paru – paru
Inspeksi : ekspansi dada tidak optimal
Perkusi : terdengar bunyi sonor
Palpasi : fokal fremitus seimbang antara kanan dan kiri
Auskultasi : bunyi vesikuler, terdapat suara nafas tambahan

ronchi
l. Abdomen
Inspeksi : tali pusat masih basah, terdapat infus umbilical
Auskultasi : peristaltik 12 x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak teraba pembesaran hepar
m. Punggung : Simetris
n. Genetalia : Tidak ada kelainan pada alat kelamin
o. Ekstremitas
Atas : Jari tangan lengkap, belum bergerak aktif, tampak pucat
Bawah : Jari kaki lengkap, belum bergerak aktif, tampak pucat
p. Anus
Lubang anus paten
q. Kulit : elastis, ada bagian yg mengelupas, akral dingin, sianosis

21
r. Eliminasi
Miksi : kuning jernih
Mekonium : Kehitaman

5. THERAPI
a. Terpasang oksigen headbox 6 liter/menit
b. Infus D10% 8 tpm
c. Injeksi ampicillin 2 x 150 mg
d. Injeksi dexamethason 3 x 0,5 mg
e. Injeksi ranitidin 2 x 3 mg
f. Terpasang OGT dialirkan

6. ANALISA DATA

TGL/ DATA ETIOLOGI PROBLEM

JAM
14 DS : - Hiperventilasi Pola nafas tidak
DO:
Agustus Terdapat nafas cuping efektif

2017 hidung
Ekspansi dada tidak optimal
Jam Tampak retraksi dada
Terdapat suara nafas
07.00
tambahan ronchi
WIB RR : 62 x/menit
SpO2 : 94%
14 DS : - Terpajan Hipotermia
DO :
Agustus S : 35 OC lingkungan dingin
Terlihat pucat
2017 Kulit sianosis
Akral teraba dingin
Jam

07.00

WIB
14 DS : - Prosedur invasif Resiko infeksi
DO:
Agustus Tali pusat masih basah
Terpasang infus umbilical
2017

22
Jam

07.30

WIB

B. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Hipotermi berhubungan dengan terpajan lingkungan dingin
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

C. RENCANA KEPERAWATAN

Tgl/Jam No.DX Tujuan dan KH ( NOC) Intervensi ( NIC ) Paraf


14/8/2017 1 Setelah dilakukan tindakan- 1. Cek dan observasi Nur F

07.00 keperawatan selama 3 x 24 KU dan TTV


2. Atur posisi untuk
jam diharapkan pola nafas
memaksimalkan
efektif dengan KH :
ventilasi
Tidak ada secret - 3. Lakukan pengisapan
Tidak sianosis
Tidak ada bunyi nafas menggunakan suction
- 4. Beri oksigen sesuai
tambahan
RR dapat dipertahankan 30 program

– 60 x/menit
Dapat menangis keras
Tak tampak retraksi

dinding dada
14/8/2017 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Cek dan observasi Nur F

07.00 keperawatan selama 1 x 24 KU dan TTV


2. Selimuti bayi dan
jam diharapkan hipotermi
gunakan tutup
teratasi dengan KH :
kepala
- Suhu tubuh bayi 3. Gunakan pakaian

normal 36,5 – 37,5 0C hangat dan kering


- Akral hangat 4. Pelihara suhu

23
- Tidak sianosis lingkungan stabil
- Tidak pucat 5. Cek dan pantau

suhu
14/8/2017 3 Setelah dilakukan tindakan 1. Cek dan observasi Nur F

07.00 keperawatan selama 3 x 24 KU dan TTV


2. Pantau tanda dan
jam diharapkan resiko
gejala infeksi
infeksi tidak terjadi dengan 3. Cuci tangan

KH : sesudah dan

- Tidak di temukan sebelum

tanda-tanda infeksi melakukan


- Suhu tubuh bayi
tindakan
normal 36,5 – 37,5 0C 4. Gunakan teknik

aseptic dan

antiseptik
5. Kolaborasi

pemberian

antibiotik

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


IMPLEMENTASI KEPERAWATAN HARI I

Hari/ No.
Implementasi Respon TTD
Tanggal/ Dx

Jam
Senin , 2 1. Meletakan bayi di atas S: - Nur F
O: tubuh dingin, lemah
14/8/17 infant warmer S: -
07.00 1 O: Mukus keluar melalui Nur F
07.05 2. Mengatur posisi bayi
selang suction dan bayi
dan Melakukan suction
1 mulai menangis Nur F

24
07.15 S: -
3. Memeriksa pemberian O: Terapi O2 headbox
2 Nur F
07.15 O2 Headbox 6 liter/menit terpasang
S: -
3 4. Menyelimuti bayi O: bayi masih lemah Nur F
07.30
dengan memakaikan kain S: -
O: Tali pusat masih basah,
bedong Nur F
3 5. Melakukan perawatan di sekitar tali pusat tampak
07.00
tali pusat dan tanda – tanda kemerahan, terpasang Nur F

1,2,3 infeksi pada tali pusat infuse umbilical, antibiotok


09.00
Ampicicilin 3x150mg
6. Mencuci tangan sesudah S: - Nur F
O: Mempertahankan
1 dan sebelum melakukan
12.10 prinsip teknik septic dan
tindakan
antiseptic Nur F
7. Memonitor keadaan S: -
1 O: Keadaan umum kurang
18.00 umum dan tanda – tanda
aktif, tubuh agak
vital bayi
kemerahan, akral hangat,

8. Mengkaji ulang status suhu 36 0C, RR 52 x/menit


S: -
pernafasan O: nafas muali teratur,

masih ada bunyi ronchi di

9. Mengkaji ulang status paru bagian atas, ada

pernapasam retraksi dinding dada


S: -
O: By. Ny. M bernafas

secara teratur, masih ada

tanda-tanda sianosis, RR

25
58 x/menit

EVALUASI HARI I

No. Hari/ Tgl/ Evaluasi TTD


Dx
Jam
1 Senin , S: - Nur F
O: By Ny. M mulai bernafas secara teratur, tidak ada
14/8/2017
20.00 suara tambahan ronkhi, RR: 58 x/menit, masih ada

retraksi dinding dada, tubuh masih tampak sianosis..


A: Masalah blum teratasi
P: Pertahankan intervensi
Monitoring pernafasan By. Ny. M
Pertahankan oksigenasi ( O2 Headbox 6 lt/mnt)
2 Senin , S: - Nur F
O: By. Ny. S sudah kemerahan, suhu 36 0C, akral cukup
14/8/2017
hangat
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi
Thermoregulasi
3 Senin , S: - Nur F
O: Tali pusat masih basah, di sekitar tali pusat masih
14/8/2017
20.00 tampak kemerahan, terpasang infuse umbilikal
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Monitor tanda – tanda infeksi, berikan antibiotic

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN HARI II

Hari/ No.
Tanggal/ Dx Implementasi Respon TTD
Jam
Selasa , 3 1. Melakukan cuci S: - Nur F
O: Mempertahankan
15/8/17 tangan sebelum dan
08.00 prinsip teknik septic dan
3 sesudah melakukan Nur F
08.15 antiseptic
tindakan S: -
2. Memonitor keadaan O: Keadaan umum bayi Nur F

26
3 umum bayi kurang aktif, menangis
09.30
kurang keras Nur F
S: -
O: Tali pusat sudah mulai

1,2,3 3. Memonitor tanda – mengering, masih Nur F


11.00
tanda infeksi pada terpasang infuse umbilical

3 tali pusat bayi dan aliran lancar antibiotic


12.00
sudah masuk
S: -
4. Mengukur tanda – O: RR: 48x/menit, HR:

tanda vital bayi 125x/menit, S: 36,8 0C,

SPO2 90%
S: -
O: residu hijau, By. Ny. M
5. Melakukan
masih dipuasakan
pengecekan residu

OGT dengan spoel

NaCl ± 5-10 cc

EVALUASI HARI II

No. Hari/ Tgl/ Evaluasi TTD


Dx
Jam
1 Selasa , S: - Nur F
O: By. Ny. S menangis kurang keras, RR 46 x/menit,
15/8/2017
14.00 SPO2 90%
A: Masalah belum teratasi
P: Pertahankan intervensi
Monitoring pernafasan By. Ny. S, atur posisi dan

pertahankan oksigenasi Headbox 6 lt/mnt


2 Selasa , S: - Nur F
O: Suhu 36,8 OC, akral hangat
15/8/2017 A: Masalah teratasi

27
14.00 P: Pertahankan Intervensi
Thermoregulasi
3 Selasa , S: - Nur F
O: Tali pusat sudah mulai kering, tali pusat tampak
15/8/2017
14.00 bersih, dan masih tampak sedikit kemerahan, ssudah

tidak terpasang infuse umbilical,infuse diganti perifer


A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Monitor tanda – tanda infeksi

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN HARI III

No. Hari/ Tgl/ Implementasi Respon TTD


Dx
Jam
1,2,3 Rabu , 1. Memonitor keadaan S: - Nur F
O: Keadaan umum bayi
16/8/2017 umum bayi
08.10 cukup aktif, sudah mulai
3 Nur F
10.00 2. Memonitor tanda- tanda menangis
S: - Nur F
1,2,3 infeksi pada tali pusat O: Tali pusat sudah mulai
11.00
3. Mengukur tanda – tanda mengering Nur F
3 S: -
12.00 vital bayi O: Suhu 36,6 0C, RR 50

x/menit, SPO2 95%


4. Melakukan pengecekan S: -

28
15.00 residu OGT dg spoel O: residu keruh, pasien

NaCl ±5-10 cc masih di puasakan. Bila

5. Melakukan pengecekan residu jernih coba diit

residu OGT dg spoel S: -

NaCl ±5-10 cc
O: residu jernih, coba diit
6. Memonitor tanda infeksi
12 x 2,5 cc ASI
pada umbilical dan
S:-
infuse perifer
O: tidak ada tanda-tanda
infeksi pada infuse perifer,
tali pusat sudah kering

EVALUASI HARI III

No. Hari/ Tgl/ Evaluasi TTD


Dx
Jam
1 Rabu , S: - Nur F
O: By. Ny. S pernapasan normal, RR 50 x/menit
16/8/2017 A: Masalah teratasi
14.00 P: Pertahankan intervensi
O2 ganti nasal 2 lt/mnt
2 Rabu , S: - Nur F
O: Akral hangat, suhu 36,6 0C
16/8/2017 A: Masalah teratasi
14.00 P: Pertahankan intervensi
3 Rabu , S: - Nur F
O: Tali pusat sudah kering, tidak ada tanda – tanda
16/8/2017
13.00 infeksi, OGT residu jernih, pasien sudah mulai diit
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi

BAB IV
PEMBAHASAN

29
Dari hasil pengkajian dan dasar teori yang ada asfiksia berarti hipoksia yang

progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh

dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat

mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. Asfiksia lahir ditandai dengan

hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis

(penurunan pH).
Asfiksia sedang (Mild-moderate asphyxia) skor apgar 4 – 6 pada

pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari l00 x/menit, tonus otot

kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.


Pernapasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan kodok

(frog breathing). Cara ini dikerjakan dengan melakukan pipa ke dalam jantung

dan O2 dialirkan dengan kecepatan 1 – 2 liter dalam 1 menit. Agar saluran napas

bebas, bayi diletakkan dengan kepapa dorsofleksi.


Pada pernapasan dari mulut ke mulut, mulut penolong diisi terlebih dahulu

dengan O2 sebelum pernapasan. Peniupan dilakukan secara teratur dengan

frekuensi 20 – 30 kali semenit dan diperhatikan gerakan pernapasan yang

mungkin timbul. Jika terjadi penurunan frekuensi jantung dan tonus otot maka

bayi dikatakan sebagai penderita asfiksia berat.

Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui

plasenta berkurang sehingga aliran oksigen janin berkurang dan akibatnya terjadi

gawat janin. Hal ini menyebabkan asfiksia bayi baru lahir.

Faktor-faktor dari keadaan ibu sebagai berikut :

1. Preeeklampsi dan eklampsi

2. Perdarahan abnormal

30
3. Partus lama/ partus macet

4. Deman selama persalinan

5. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

6. Kehamilan post matur

Dilihat dari tali pusat dapat juga menjadi penyebab terjadinya asfiksia

BBL adalah sebagai berikut :

1. Lilitan tali pusat

2. Tali puat pendek

3. Prolapsus tali pusat

Pada keadaan berikut, bayi mungkin mengalami asfiksia :

1. Bayi prematur

2. Persalinan sulit (letak sungsang, gemelli, distosia, ekstraksi vakum, forcep)

3. Kelainan kongenital

4. Air ketuban bercampur mekonium

Manifestasi klinis pada bayi setelah lahir menurut Nelson (1997) adalah

sebagai berikut :

1. Bayi pucat dan kebiru – biruan


2. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3. Hipoksia
4. Asidosis metabolik atau respiratori
5. Perubahan fungsi jantung
6. Kegagalan sistem multiorgan
7. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik :

kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

Pada kasus By. Ny. M di temukan beberapa masalah yang dirasakan yaitu

bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret,

31
hipotermi berhubungan dengan terpajan lingkungan dingin, resiko infeksi

berhubungan dengan prosedur invasif. Diagnosa yang menjadi prioritas adalah

bersihan jalan nafas tidak efektik karena masalah tersebut mengancam nyawa

klien. Beberapa tindakan yang sudah dilakukan di antaranya pasang oksigen,

monitor TTV klien, melakukan suction. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1 x 24 jam, masalah yang dialami By. Ny. M teratasi yang ditandai dengan

pernapasan bayi normal dengan RR 50 x/menit.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan

asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan

kerusakan otak atau kematian.


Asfiksia dibagi menjadi 3 jenis, yaitu asfiksia berat (skor apgar 0 –

3), asfiksia sedang (skor apgar 4 – 6), asfiksia ringan (skor apgar 7 – 10).
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan

pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat

32
timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. karena

itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan.


Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya

pengenalan/ penanganan sedini mungkin.


Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada bayi asfiksia adalah

bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

mukus, pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi,

kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

dan ketidakseimbangan ventilasi, ansietas berhubungan dengan ancaman

kematian.

B. SARAN
Perawat hendaknya dapat menerapkan asuhan keperawatan yang

telah didapatkan secara teoritis yang telah disajikan dalam penulisan kasus

ini dan mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

penyakit asfiksia dengan mengadakan suatu penyuluhan atau pendidikan

kesehatan.

33

Anda mungkin juga menyukai