Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tahun, lebih dari sepuluh juta anak di dunia meninggal
sebelum mencapai usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan dari 5
kondisi yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati antara lain: pneumonia,
diare, malaria, campak dan malnutrisi dan seringkali kombinasi beberapa
penyakit (Soenarto, 2009). Selain itu, lima kondisi di atas menyebabkan 10,8
juta kematian balita di negara berkembang tahun 2005. Hal di atas dapat
disebabkan oleh rendahnya kualitas pelayanan kesehatan.
Masih tingginya angka kematian bayi dan balita menjadi salah satu
permasalahan di bidang kesehatan yang harus dihadapi pemerintah
Indonesia sampai saat ini. Dari hasil analisis laporan pencapaian MDG
Indonesia tahun 2011, upaya penurunan angka kematian bayi dan balita
perlu difokuskan terutama pada peningkatan akses dan kualitas pelayanan
neonatal, menurunkan prevalensi dan kematian yang disebabkan oleh diare
dan pneumonia, mengurangi dan menanggulangi gizi kurang dan gizi buruk
serta meningkatkan cakupan Imunisasi campak. Sejak tahun 2013,
pemerintah melalui Permenkes nomor 70 menerapkan program MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sakit) Yaitu suatu program pemerintah yang
menitikberatkan pada poin-poin diatas sebagai upaya untuk menurunkan
angka kematian bayi dan balita (Depkes RI, 2014).
Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh
masalah dalam keterampilan petugas kesehatan, sistem kesehatan dan
praktek di keluarga dan komunitas. Perlu adanya integrasi dari ketiga faktor
di atas untuk memperbaiki kesehatan anak tersebut sehingga tercipta
peningkatan derajat kesehatan anak. Perbaikan kesehatan anak dapat
dilakukan dengan memperbaiki manajemen kasus anak sakit, memperbaiki
gizi, memberikan imunisasi, mencegah trauma, mencegah penyakit lain dan
memperbaiki dukungan psikososial (Soenarto, 2009). Berdasarkan alasan

1
tersebut, sehinga muncul program Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
Penilaian awal ketika pasien datang adalah penilaian tanda bahaya
umum, gejala utama, status gizi, status imunisasi, dan masalah lain. Setelah
dilakukan penilaian, tahap selanjutnya adalah klasifikasi antara lain perlu
atau tidak untuk dirujuk, pengobatan spesifik, dan perawatan di rumah.
Selanjutnya adalah pengobatan dengan menentukan pengobatan yang tepat.
Setelah dilakukan pengobatan, lakukan konseling dan tindak lanjut (FK
UNS, 2019).
Penyelenggaraan MTBS berbasis masyarakat (MTBS-M)
diharapkan meningkatkan akses pelayanan balita sakit di tingkat masyarakat
pada daerah yang sulit diakses terhadap pelayanan kesehatan. Hari ini salah
satunya terlihat dari naiknya presentase kunjungan neonatal pertama yaitu
dari 15,2% pada tahun 2016 menjadi 3 7,9% pada tahun 2018 (Riskesdas,
2018). Pelaksanaan MTBS-M tidak terlepas dari peran petugas pelayanan
kesehatan. Pengetahuan, keyakinan dan keterampilan petugas pelayanan
kesehatan dalam menerapkan MTBS-M perlu ditingkatkan guna mencapai
keberhasilan MTBS-M dalam meningkatkan derajat kesehatan anak
khususnya balita. Pengetahuan keyakinan dan keterampilan petugas
pelayanan kesehatan dalam penerapan MTBS-M perlu ditingkatkan guna
mencapai keberhasilan MTBS-M dalam meningkatkan derajat kesehatan
anak khususnya balita. Dokter sebagai salah satu petugas pelayanan
kesehatan perlu memiliki pemahaman di atas. Oleh karena itu, penting bagi
mahasiswa sebagai calon dokter untuk mempelajari pelaksanaan MTBS-M
di tempat pelayanan kesehatan dalam hal ini Puskesmas (FK UNS, 2019).
Jika anak tumbuh dengan baik, nasihat selanjutnya adalah
memberikan makanan yang sesuai umur anak, sehingga anak akan tumbuh
dengan baik. Jika ada masalah dalam pertumbuhannya atau kecenderungan
yang mengarah pada suatu masalah, maka perlu mewawancarai ibu untuk
mengidentifikasikan 6 penyebab masalahnya. Dalam mencari penyebab,
terdiri dari 2 bagian yaitu:

2
• Mencari penyebab kurang gizi (under nutrition)
• Mencari penyebab kelebihan gizi (overweight)
Banyak faktor sosial dan lingkungan yang bisa mempengaruhi
pemberian makanan, pola asuh dan pertumbuhan anak. Maka sangat perlu
untuk menentukan penyebab timbulnya masalah pada anak sebelum
memberikan konseling. Misalnya, seorang anak kurus karena keluarganya
kekurangan bahan makan, sehingga tidak akan menolong jika menasehati
ibu untuk memberi makan anak lebih sering. Dalam situasi ini, akan lebih
baik jika keluarga disarankan mendapatkan bantuan dari sumber lain (FK
UNS, 2013).
Pada tahun 1990 UNICEF mengembangkan diagram berikut, untuk
menunjukkan kemungkinan penyebab kurang gizi (under nutrition).

Seperti dijelaskan dalam diagram tersebut, maka untuk mengatasi


penyebab langsung masalah kurang gizi, misalnya kurangnya asupan gizi
dan penyakit, perlu mempertimbangkan penyebab di lingkungan rumah
seperti : kondisi lingkungan rumah, tidak adanya orang dewasa yang
bertanggung jawab di siang hari atau sanitasi yang buruk atau tidak
tersedianya air bersih. Sering tidak mungkin untuk mengatasi masalah

3
tersebut, tetapi petugas kesehatan dapat membantu ibu untuk memahami dan
berpikir untuk mengatasinya (FK UNS, 2013).
Penyebab kelebihan gizi (overweight) biasanya berasal dari kondisi
lingkungan. Sebagai contoh, keluarga yang sibuk merasa pemenuhan
makanan cepat saji yang tinggi energi lebih baik daripada meluangkan
waktu untuk merencanakan makanan seimbang. Anak-anak merasa tidak
aman bermain diluar rumah, mereka akan menghabiskan waktu dengan
menonton televisi, atau bermain video games. Maka, untuk memecahkan
masalah kelebihan gizi dibutuhkan upaya penyelesaian masalah lingkungan
di samping pengaturan makanan yang baik (FK UNS, 2013).
Selama konseling, perlu direncanakan tindakan yang dapat dilakukan
oleh ibu atau pengasuh anak untuk memaksimalkan pertumbuhan anak.
Sebaiknya tidak terlalu banyak saran, agar ibu atau pengasuh tidak akan lupa
atau merasa tertekan perasaannya. Sarankan tindakan penting dan yang
mungkin untuk dilakukan, serta beri dorongan agar ibu membawa kembali
anaknya untuk tindak lanjut. Kunjungan berikutnya memberi kesempatan
pada ibu untuk melaporkan keberhasilannya, dan memberikan kesempatan
pada petugas kesehatan untuk memberikan nasihat tambahan. Perubahan itu
membutuhkan waktu dan tidak mungkin memecahkan akar masalah dalam
1 kali konseling. Karena itu sangat penting untuk melakukan tindak lanjut
dan memantau pemberian makan, pola asuh dan pertumbuhan anak (FK
UNS, 2013).

B. Tujuan Pembelajaran

Adapun tujuan pembelajaran pada topik keterampilan MTBS ini adalah


diharapkan mahasiswa :
1. Mampu melakukan penilaian balita sakit dengan menggunakan
pedoman MTBS.
2. Mampu menentukan klasifikasi masalah balita sakit dengan
menggunakan pedoman MTBS.

4
3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut
aturan WHO (2005) dan memeriksa adanya penyakit penyerta.
4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan berdasarkan
klasifikasi balita sakit pada pedoman MTBS.
5. Mampu melakukan pendampingan konseling balita sakit
berdasarkan pedoman MTBS berupa perawatan di rumah dan
pemberian nasehat berupa kapan kembali untuk tindak lanjut.

5
BAB II
KEGIATAN YANG DILAKUKAN

A. Lapangan 1
Kelompok 11 datang ke Puskesmas Jatinom Klaten pada pukul 8
pagi kemudian, kami menuju Aula Puskesmas untuk perkenalan dan
mendapat pembekalan dari pihak Puskesmas. Kami disambut oleh, Kepala
Puskesmas Jatinom Klaten yaitu dr Bekti Wahyuni, Bapak Marsono sebagai
Kepala Tata Usaha Puskesmas Jatinom, dan dr Ni’mah Nur Fajarini sebagai
Instruktur Lapangan kelompok kami selama 3 lapangan nanti.
Setelah perkenalan dari Kepala Puskesmas, Kepala TU, serta
masing-masing mahasiswa, mahasiswa menerima pengarahan dari dr
Ni’mah tentang peraturan dari Puskesmas yaitu bersikap sopan kepada
pegawai Puskesmas, maupun pasien-pasien yang datang ke Puskesmas.
Dokter Ni’mah bertanya kepada kami tentang materi dasar MTBS,
kemudian menjelaskan kepada kami tentang materi MTBS, dan apa yang
harus kami lakukan sebagai mahasiswa kedokteran. Di penjelasn dr Ni’mah,
kami menerima banyak ilmu tentang MTBS, karena kami diberikan kasus
tentang penanganan balita sakit di Puskesmas.
Setelah menerima ilmu yang diberikan dr Ni’mah, mahasiswa
diberikan pembekalan untuk Lapangan 2, yaitu lapangan yang terjun
langsung ke pasien mengenai bagaimana sikap yang sepatutnya sebagai
dokter diperlihatkan pada saat menerima pasien nanti. Dokter Ni’mah
berpesan, 2 minggu kemudian, pada saat lapangan 2, harus siap terjun
langsung kepada pasien. Kemudian, setelah briefing dan sesi tanya jawab
selesai, mahasiswa kelompok 11 meminta izin untuk pulang kembali ke
Fakultas Kedokteran UNS.

6
B. Lapangan 2
Mahasiswa kelompok 11 datang ke Puskesmas Jatinom pukul 07.30
sesuai dengan kesepakatan pada lapangan pertama. Kemudian, instruktur,
dr. Ni’mah, memberikan pengarahan termasuk pembentukan kelompok
yang terdiri dari dua orang per kelompok dan pelaksanaan pemeriksaan yang
akan dilakukan di ruang poli anak. Selanjutnya, bimbingan pada
pelaksanaan lapangan kedua diserahkan kepada bidan yang bertugas di poli
anak.
Poli anak dibuka dari pukul 08.00 hingga pukul 12.30. Jumlah
pemeriksa yang terdiri dari 12 anak dibagi menjadi 6 kelompok sesuai
urutan absen. Setiap kelompok memeriksa secara bergilir pada pasien yang
datang. Pemeriksaan dilakukan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan
fisik sesuai panduan MTBS dari Departemen Kesehatan yang sudah
dipersiapkan mahasiswa sebelumnya.
Jumlah seluruh pasien anak di Puskesmas Jatinom pada tanggal 09
April 2019 sebanyak 8 pasien, sehingga semua kelompok mendapat giliran
memeriksa dan terdapat dua kelompok yang memeriksa 2 pasien.
Didapatkan pasien dengan keluhan utama batuk sejumlah 4 pasien, demam
sejumlah 2 pasien, masalah kurang gizi sejumlah 1 pasien, dan keluhan
utama lainnya sebanyak 1 pasien. Pasien berumur di bawah 2 bulan
berjumlah 2 anak dan pasien berumur diantara 2 bulan sampai 5 tahun
sejumlah 6 anak. Tidak terdapat anak dengan keluhan infeksi telinga, dan
anemia. Data hasil pemeriksaan secara rinci akan dijabarkan dan dibahas
pada Bab III.
Pada akhir lapangan kedua, dilakukan evaluasi oleh instruktur
terhadap data yang telah diperoleh serta pemeriksaan yang telah dilakukan.
Mahasiswa diharapkan melampirkan data primer yang telah diperoleh ke
dalam laporan lalu melakukan pembahasan secara satu-persatu mengenai
data pasien sesuai kelompok yang melakukan pemeriksaan.

7
C. Lapangan 3
Pada kunjungan hari ketiga, kami melakukan presentasi tentang
materi dan kegiatan yang kami lakukan pada hari pertama dan kedua, yaitu
meliputi MTBS pneumonia, diare dan gizi pada balita yang dilakukan di
Aula Puskesmas Jatinom. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi dan
pengumpulan laporan. Setelah semuanya selesai, kami pamit dan tak lupa
kami ucapkan terima kasih untuk bimbingan beliau selama tiga hari ini.

8
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus 1
Pemeriksa : Adimas Putero N dan Adjie Prakoso
Nama anak : Abrar Arsi Sidiq
Umur : 6 bulan
BB : 4,7 kg
TB :-
BB/U : dibawah -3 SD
Suhu badan : 36,5 °C
Laju pernapasan : 49x/menit
a. Keluhan utama
Batuk pilek 1 minggu, ingus bening.
b. Tanda bahaya
Tidak terdapat adanya tanda bahaya, anak masih dapat menyusu
dengan baik, tidak memuntahkan makanan, tidak ada kejang, kesadaraan
baik.
c. Batuk/sukar bernapas
Terdapat batuk selama 1 minggu, tidak ada retraksi dan stridor
d. Diare
Tidak terdapat adanya diare, tidak ada tanda dehidrasi
e. Demam
Tidak terdapat demam, awalnya panas tetapi sudah turun, ada pilek.
f. Masalah Telinga
Tidak terdapat masalah pada telinga
g. Status gizi : Berat Badan Sangat Kurang
h. Anemia : Kulit telapak tangan dan kaki tidak pucat,
konjungtiva tidak anemis
i. Imunisasi : Lengkap sesuai umur
j. Vitamin A : Belum dapat

9
k. Keluhan lain
Tidak terdapat keluhan lainnya, sudah diberi obat dari warung.
l. Penilaian Pemberian Makan
Anak makan teratur 3x sehari, namun nafsu makan sedikit
berkurang.
m. Diagnosis : Batuk bukan pneumonia dengan gizi buruk

Dari data di atas, diketahui pasien mengalami batuk dan pilek sejak
1 minggu yang lalu dan disertai ingus bening. Menurut alur MTBS kita harus
memeriksa adanya tanda bahaya umum yang dapat kita lihat dari kondisi
bayi antara lain; apakah bayi masih mau minum ASI/makan, apakah ada
riwayat atau tanda kejang, apakah bayi muntah. Setelah dilakukan
alloanamnesa terhadap ibu, tidak ditemukan tanda bahaya umum pada bayi.
Sesuai dengan form isian MTBS kami menggali riwayat sesak nafas,
diare, demam dan masalah di telinga. Kami menggali informasi melalui
anamnesis, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan respiratory rate.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan frekuensi napas pasien 49 kali per menit.
Hal tersebut merupakan hal yang normal untuk bayi berusia 6 bulan. Selain
itu tidak ditemukan adanya diare, demam, maupun masalah di telinga.
Awalnya ada demam pada anak namun waktu pemeriksaan sudah tidak
terdapat demam. Status gizi anak diukur sesuai grafik BB/U WHO dalam
kategori berat badan sangat kurang, status gizi buruk tidak dapat dievaluasi
sesuai bagan MTBS yang mengacu ke penilaian BB/PB.
Menurut MTBS kasus dikategorikan sebagai Batuk Bukan
Pneumonia dengan gizi buruk. Sesuai bagan MTBS, tindakan yang
dilakukan adalah memberikan pelega tenggorokan dan pereda batuk yang
aman. Sedangkan, status gizi pasien yang dinilai kurang memerlukan
edukasi gizi, yaitu berupa anjuran makan untuk anak sehat maupun sakit
sesuai usia. Pada usia 6 bulan, ibu diharapkan meneruskan pemberian ASI
sekaligus mulai memberikan MPASI pada anak, seperti bubur susu, pisang,
pepaya lumat halus, air jeruk, dan air tomat saring, namun pada pemberian

10
pertama MPASI, dianjurkan berbahan dasar nasi/beras. Secara bertahap
sesuai pertambahan umur, bubur tim dapat ditambah kuning telur, ayam,
ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau, santan, atau
minyak. Sebelum makan dan menyiapkan makanan, dianjurkan untuk
mencuci tangan dengan sabun. Makanan pun harus bervariasi, segar, tidak
menggunakan penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna.
Peralatan masak dan makan yang digunakan juga harus bersih dengan cara
memasak yang benar. Masalah pemberian makan akibat penurunan nafsu
makan, dapat di-konseling dengan meminta anak duduk di dekat ibu setiap
pemberian makan lalu membujuk anak untuk makan, menyesuaikan
piring/mangkuk sesuai dengan kelompok umur (nafsu makan juga dapat
meningkat dengan pemakaian alat makan yang menarik), dan memberikan
makanan kaya gizi yang disukai anak. Pemberian makanan seharusnya tidak
berubah selama anak sakit.
Berdasarkan diagnosis batuk bukan pneumonia, sesuai bagan
MTBS, tindakan yang dilakukan adalah memberikan pelega tenggorokan
dan pereda batuk yang aman. Ibu juga dihimbau untuk melakukan
kunjungan ulang segera bila ditemukan napas cepat, sesak napas, atau tanda
bahaya umum atau jika tidak ada perbaikan setelah 2 hari. Berdasarkan
diagnosis gizi buruk tanpa komplikasi, tindakan yang harus diambil
berdasarkan bagan MTBS tahun 2015 halaman 7 adalah pemberian
antibiotik yang sesuai selama 5 hari, pemberian vitamin A yang cukup, serta
kontrol gula darah. Kunjungan ulang dapat dilakukan 7 hari berikutnya
untuk mengevaluasi status gizi.

11
B. Kasus 2
Pemeriksa : Adimas Putero N dan Adjie Prakoso
Nama anak : Mario
Umur : 1 bulan 3 hari
BB : 3100 gram
TB :-
BB/U : diantara -3 SD dan -2 SD
Suhu badan : 36°C
Laju pernapasan : 30x/menit
a. Keluhan utama
Ingin diberikan Imunisasi
b. Tanda bahaya
Tidak terdapat adanya tanda bahaya, anak masih dapat menyusu
dengan baik, tidak memuntahkan makanan, dan tidak ada kejang.
Kesadaraan baik, mata tidak bernanah, pusar tidak kemerahan atau
bernanah, tidak ada pustul di kulit.
c. Diare
Tidak terdapat adanya diare, tidak ada tanda dehidrasi, mata tidak
cekung, cubitan kulit kembali dengan cepat atau normal, bayi menangis
dan tidak cemas, tidak ada darah dalam tinja.
d. Ikterik : Bayi tidak ikterik
e. Berat badan rendah/ masalah pemberian ASI
Status gizi bayi adalah berat badan kurang. Ibu tidak mengalami
masalah dalam pemberian asi, dalam 24 jam bisa 8x pemberian ASI.
Bayi tidak diberi minuman selain ASI. Tidak ada thrush di mulut dan
tidak ada celah bibir/langit-langit.
f. Cara menyusui
Dalam satu jam terakhir bayi sudah menyusu, hal yang perlu
diperhatikan saat menyusi yaitu posisi, perlekatan sempurna atau tidak,
menghisap dengan efektif atau tidak.
g. Status vitamin K

12
Tidak bisa diukur karena masih dalam masa ASI Eksklusif
h. Imunisasi : Belum pernah diberi imunisasi
i. Keluhan lain : tidak terdapat keluhan lainnya
j. Diagnosis : Berat Badan Rendah

Dari data diatas, diketahui pasien datang ke puskesmas untuk


diberikan imunisasi. Kemudian kami melakukan pemeriksaan sesuai dengan
panduan MTBS. Yang pertama adalah kita harus memeriksa adanya tanda
bahaya umum yang dapat kita lihat dari kondisi bayi. Setelah dilakukan
alloanamnesa terhadap ibu tidak ditemukan tanda bahaya umum pada bayi.
Dan dari hasil pemeriksaan respiratory rate, didapatkan frekuensi napas
pasien 30 kali per menit. Hal tersebut merupakan hal yang normal untuk
bayi berusia 1 bulan 3 hari.
Sesuai dengan form isian MTBS kami menggali riwayat diare,
ikterus, dan memeriksa kemungkinan berat bayi rendah dan masalah
pemberian ASI. Selanjutnya pendekatan MTBS dimulai dari anamnesis.
Dari hasil anamnesis, tidak ditemukan adanya diare dan ikterus pada pasien.
Kemudian untuk status gizi dilihat dari BB/U, status gizi pasien berada
diantara garis -3 SD dan -2 SD, yang artinya berat badan kurang. Untuk
pemberian ASI tidak ditemukan adanya masalah, dalam 24 jam bisa 8x
pemberian ASI. Posisi bayi saat menyusu sudah benar, perlekatan sempurna,
dan sudah menghisap dengan efektif. Bayi juga tidak diberi minuman selain
ASI. Sehingga menurut bagan MTBS kasus ini di kategorikan sebagai Berat
Badan Rendah Menurut Umur tanpa ada masalah pemberi ASI.
Dikarenan berat badan bayi rendah sedangkan bayi sudah meminum
ASI 8 kali sehari, perlu digali lagi mengenai status ekonomi ibu, bagaimana
pola makan dan gizi ibu, bagaimana kondisi psikis ibu, apakah keluarga
harmonis, dan juga apakah bayi lahir kecil masa kehamilan.
Sedangkan, status gizi pasien yang dinilai kurang memerlukan
edukasi gizi, yaitu berupa anjuran makan untuk anak sehat maupun sakit
sesuai usia. Sesuai dengan MTBS untuk bayi berusia 1 bulan 3 hari, ibu

13
disarankan untuk memberikan ASI sesuai keinginan bayi dengan melihat
tanda-tanda kelaparan, seperti mulai rewel, menghisap jari, atau menggerak-
gerakan bibir. Selain itu berikan ASI siang dan malam, sesuai keinginan
bayi, sedikitnya 8 kali dalam 24 jam. Menyusui dengan sering,
menyebabkan produksi ASI lebih banyak. Dan jangan berikan makanan atau
minuman lain selain ASI karena hanya ASI yang bayi perlukan.

14
C. Kasus 3
Pemeriksa : Aryo Bimanto dan Aminah Halvaima Ulfah
Nama anak : Lutfi Arta Pratama
Umur : 20 hari
BB : 2,6 kg
TB : - cm
BB/TB : tidak bisa dihitung
BB/U : antara -3 SD dan -2 SD
Suhu badan : 37,1°C
Laju pernapasan : 66x/menit
a. Keluhan utama
Meminta rujukan karena BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
b. Tanda bahaya:
Tidak terdapat adanya tanda bahaya, anak lancar minum ASI, tidak
memuntahkan semua makanan, tidak ada kejang, tidak ada tarikan
dinding dada, suhu tubuh normal, mata tidak bernanah, pusat tidak
kemerahan, tidak ada pustul di kulit, kesadaraan baik.
c. Diare :
Tidak terdapat adanya diare, tidak ada tanda dehidrasi, mata tidak
cekung, bayi menangis dan tidak cemas
d. Ikterus : Bayi tidak ikterus
e. Berat badan rendah/ masalah pemberian ASI
Status gizi pasien adalah berat badan kurang. Ibu tidak ada kesulitan
dalam pemberian ASI. Pemberian ASI setiap 2 jam. Bayi hanya diberi
ASI saja.
f. Cara menyusui
Dalam satu jam terakhir sudah menyusu. Waktu pemeriksaan ibu
juga menyusui bayi, posisi benar perlekatan sempurna dan bayi sudah
menghisap dengan efektif.
g. Status Vitamin K : Tidak bisa diukur karena masih dalam masa ASI
Eksklusif

15
h. Imunisasi : Baru diimunisasi setelah lahir
i. Keluhan lain : Tidak terdapat keluhan lainnya.
j. Diagnosis : Pneumonia dengan BBLR

Dari data diatas, diketahui pasien datang ke puskesmas untuk


meminta rujukan karena BBLR. Kemudian kami melakukan pemeriksaan
sesuai dengan panduan MTBS. Yang pertama adalah kita harus memeriksa
adanya tanda bahaya umum yang dapat kita lihat dari kondisi bayi. Setelah
dilakukan alloanamnesa terhadap ibu tidak ditemukan tanda bahaya umum
pada bayi, namun dari hasil pemeriksaan respiratory rate, didapatkan
frekuensi napas pasien 66 kali per menit, hal itu dikategorikan sebagai napas
cepat dan dicurigai sebagai pneumonia.
Sesuai dengan form isian MTBS kami menggali riwayat diare,
ikterus, dan memeriksa kemungkinan berat bayi rendah dan masalah
pemberian ASI. Selanjutnya pendekatan MTBS dimulai dari anamnesis.
Dari hasil anamnesis, tidak ditemukan adanya diare dan ikterus pada pasien.
Kemudian untuk status gizi dilihat dari BB/U, status gizi pasien berada
diantara garis -3 SD dan -2 SD, yang artinya gizi kurang. Untuk pemberian
ASI tidak ditemukan adanya masalah, bayi diberi ASI setiap 2 jam sekali,
posisinya sudah benar, perlekatan sempurna dan bayi sudah menghisap
dengan efektif. Bayi juga tidak diberi minuman selain ASI.
Berdasarkan bagan MTBS bayi dikategorikan sebagai Pneumonia
dengan BBLR. Kasus ditindaklanjuti dengan dirujuk untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit penyerta (infeksi TB, dll) sesuai alur bagan MTBS.
Selanjutnya pihak puskesmas diharapkan aktif untuk menindaklanjuti
terkait keadaan pasien.

16
D. Kasus 4
Pemeriksa : Aryo Bimanto dan Aminah Halvaima Ulfah
Nama anak : Fahri Ardika
Umur : 5 bulan 15 hari
BB : 8,2 kg
TB : - cm
BB/TB : tidak bisa dihitung
BB/U : antara 0 SD dan 2 SD
Suhu badan : 36,5°C
Laju pernapasan : 45x/menit
a. Keluhan utama
Batuk pilek selama 9 hari
b. Tanda bahaya
Tidak terdapat adanya tanda bahaya, anak masih lancar minum ASI,
ada muntah karena terangsang batuknya tetapi tidak memuntahkan
semua makanan, tidak ada kejang, kesadaraan baik.
c. Batuk atau sukar bernapas
Batuk selama 9 hari, tidak ada sesak napas, tidak terdapat retraksi
maupun stridor. Batuk lebih sering di malam hari. Tidak ada anggota
keluarga yang batuk.
d. Diare
Terdapat diare sehari 2 kali, tidak ada tanda dehidrasi (anak sadar,
tidak rewel, mata tidak cekung, masih mau minum dengan lahap).
e. Demam
Awalnya ada demam tapi sekarang sudah tidak. Ada pilek.
f. Masalah Telinga
Tidak terdapat masalah pada telinga
g. Status gizi : Normal
h. Anemia : Kulit telapak tangan dan kaki tidak pucat,
konjungtiva tidak anemis
i. Imunisasi :

17
Lengkap sesuai umur, sekarang sudah mau imunisasi campak.
j. Vitamin A : Tidak ditanyakan
k. Keluhan lain : Tidak terdapat keluhan lainnya. Sudah diperiksakan
dan minum obat tetapi batuk belum sembuh.
l. Penilaian Pemberian Makan
Anak masih lahap minum ASI dan sering, belum diberi makanan
tambahan ASI.
m. Diagnosis : Batuk Bukan Pneumonia
n. Diagnosis gizi: Normal

Dari data diatas, diketahui pasien mengalami batuk dan pilek selama
9 hari sejak tanggal 1 April 2019. Sudah sempat diperiksakan ke puskesmas,
tetapi batuk belum sembuh jadi kembali lagi. Menurut alur MTBS kami
harus memeriksa adanya tanda bahaya umum yang dapat kita lihat dari
kondisi bayi antara lain; apakah bayi masih mau minum ASI/makan, apakah
ada riwayat atau tanda kejang, apakah bayi muntah. Setelah dilakukan
alloanamnesa terhadap ibu tidak ditemukan tanda bahaya umum pada bayi.
Ada muntah pada bayi namun hal itu karena terangsang batuknya dan tidak
memuntahkan semua makanan.
Sesuai dengan form isian MTBS kami menggali riwayat batuk, sesak
nafas, diare, demam dan masalah di telinga. Dari hasil anamnesis diketahui
bahwa batuk tidak disertai dengan sesak napas, tidak terdapat retraksi
dinding dada maupun stridor. Batuk lebih sering di malam hari dan tidak
terdapat anggota keluarga lain yang batuk. Selain itu ditemukan adanya
diare sebanyak 2 kali sehari namun tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi,
anak masih sadar, tidak rewel, mata tidak cekung, dan masih mau minum
dengan lahap. Pada anak juga tidak terdapat demam dan masalah di telinga.
Awalnya ada demam pada anak (1 April 2019) namun sekarang sudah tidak
ada dan pada saat pemeriksaan suhu anak normal yaitu 36,5°C. Selanjutnya
dilanjutkan pemeriksaan respiratory rate, dari hasil pemeriksaan didapatkan
frekuensi napas anak 44 kali per menit. Hal tersebut merupakan hal yang

18
normal untuk anak berusia 5 bulan 15 hari. Status gizi menurut BB/U juga
baik, dimana status gizi anak berada diantara garis 0 SD dan 2 SD.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan, menurut MTBS
dikategorikan sebagai Batuk Bukan Pneumonia. Sesuai bagan MTBS,
tindakan yang dilakukan adalah memberikan pelega tenggorokan dan pereda
batuk yang aman. Ibu dihimbau untuk melakukan kunjungan ulang segera
bila menemukan tanda bahaya umum, napas cepat, sesak napas, berak
bercampur darah, anak malas minum, atau melakukan kunjungan ulang jika
tidak ada perbaikan dalam 2 hari.

19
E. Kasus 5
Pemeriksa : Apta Devi dan Arina Alkhaqq
Nama anak : Agam
Umur : 3 tahun 2 bulan
BB : 16 kg
TB : 91 cm
BB/TB` : antara +2 SD dan +3 SD
Suhu badan : 37,0°C
Laju pernapasan : 33x/menit
a. Keluhan utama
Pilek sejak 1 hari
b. Tanda bahaya
Tidak terdapat adanya tanda bahaya, anak masih dapat makan dan
minum walaupun berkurang, tidak memuntahkan makanan, dan tidak
ada kejang. Kesadaraan baik
c. Batuk atau sukar bernapas
Tidak ada batuk dan sesak napas, tidak terdapat retraksi dan stridor
d. Diare
Tidak terdapat adanya diare, tidak ada tanda dehidrasi
e. Demam
Menurut ibu, bayi demam sejak satu hari yang lalu, namun pada
pemeriksaan suhu tubuh masih tergolong normal yaitu 37,0°C, tidak ada
riwayat berpergian, tidak ada tanda campak, tidak ada perdarahan seperti
mimisan, kaku kuduk negatif, terdapat pilek
f. Masalah Telinga
Tidak terdapat masalah pada telinga
g. Status gizi : Overweight
h. Anemia : Kulit telapak tangan dan kaki tidak pucat,
konjungtiva tidak anemis
i. Imunisasi : Lengkap sesuai umur
j. Vitamin A : Belum dapat

20
k. Keluhan lain
Tidak terdapat keluhan lainnya.
l. Penilaian Pemberian Makan
Anak makan teratur 3x sehari, namun nafsu makan sedikit
berkurang.
m. Diagnosis : Suspek common cold dengan berat badan
berlebih

Dari data diatas, diketahui pasien mengalami demam sejak 1 hari


yang lalu. Menurut alur MTBS kita harus memeriksa adanya tanda bahaya
umum yang dapat kita lihat dari kondisi bayi antara lain; apakah bayi masih
mau minum ASI/makan, apakah ada riwayat atau tanda kejang, apakah bayi
muntah. Setelah dilakukan alloanamnesa terhadap ibu tidak ditemukan
tanda bahaya umum pada bayi.
Sesuai dengan form isian MTBS kami menggali riwayat demam,
sesak nafas, diare, dan masalah di telinga. Dari hasil anamnesis, menurut
ibu, bayi demam sejak satu hari yang lalu, namun pada saat pemeriksaan
suhu tubuh masih tergolong normal yaitu 37,0°C, tidak ada riwayat
berpergian, tidak ada tanda campak, tidak ada perdarahan seperti mimisan,
kaku kuduk negatif, namun terdapat pilek. Selain keluhan demam seperti
yang dikatakan ibu tidak ditemukan adanya batuk, sesak napas, diare,
maupun masalah di telinga. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
respiratory rate. Dari hasil pemeriksaan didapatkan frekuensi napas pasien
33 kali per menit. Hal tersebut merupakan hal yang normal untuk anak
berusia 3 tahun 2 bulan.
Sehingga menurut MTBS dikategorikan sebagai common cold
dengan berat badan berlebih. Ibu disarankan untuk melakukan kunjungan
ulang apabila 2 hari tetap demam, dan apabila demam berlanjut 7 hari anak
perlu dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut atau segera kembali kapanpun
jika keluhan memberat, anak tidak bisa minum, menemukan tanda-tanda
perdarahan pada anak, nyeri ulu hati, ujung ekstremitas dingin, penurunan

21
kesadaran, muntah yang terus-menerus, atau pada hari 3-5 saat suhu turun
lalu anak tampak lemas.
Terapi yang dapat dilakukan Ibu saat anak pilek adalah beri istirahat
yang cukup dengan memastikan jumlah jam tidur anak cukup selama sakit.
Minum banyak cairan dan makan serat seperti buah-buahan dan sayuran
untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Gunakan balsem hangat
di dada dan punggung anak dapat membantu memberikan rasa hangat
sekaligus mencairkan lendir pilek. Untuk melegakan pernafasan dan
mencegah batuk akibat kering bisa menyediakan uap panas (dari air hangat
humidifier) yang diberikan tetesan kayu putih di kamar tidur anak. Bila anak
sedang mengalami batuk pilek, ajari anak untuk menutup hidung dan mulut
dengan lengan pada saat bersin atau batuk. Jangan tutupi dengan telapak
tangan karena jika kemudian kita bersalaman atau memegang benda, virus
akan berpindah dan dapat menulari orang lain (IDAI, 2015).
Terapi untuk anak dengan berat badan berlebih adalah melakukan
pola hidup sehat. Menambah konsumsi buah dan sayur, mengurangi
makanan dan minuman manis, mengurangi makanan berlemak dan
gorengan, biasakan makan pagi dan membawa bekal dari rumah, makan
makanan sesuai dengan waktunya, membatasi menonton televisi, membatasi
bermain game. Berikan konseling kepada orang tua pasien agar anak tetap
melakukan aktivitas fisik yang terprogram sesuai dengan anjuran dokter
dengan bimbingan guru/ instruktur olahraga, orang tua/ keluarga. Orang tua
juga harus menyusun menu diet dibawah bimbingan ahli gizi yang
disesuaikan dengan tingkatan obesitas anak. Prinsip diet adalah rendah
energi dan protein sedang dengan mengutamakan protein bernilai biologis
tinggi untuk menghindari masa otot, konsumsi buah dan sayur . Serta
membuat catatan kegiatan harian yang berisi asupan makan, aktivitas fisik,
aktivitas bermain dan lain-lain (Kemenkes RI, 2012).

22
F. Kasus 6
Pemeriksa : Atika Sri R dan Azkia Rachmah
Nama anak : Fathin
Umur : 2 tahun 11 bulan 3 hari
BB : 16 kg
TB : 105 cm
BB/TB : Antara -2 dan 0 SD
Suhu badan : 37,4°C
Laju pernapasan : 45x/menit
a. Keluhan utama
Demam sejak 7 hari disertai batuk pilek
b. Tanda bahaya
Tidak terdapat adanya tanda bahaya, anak masih dapat makan dan
minum, tidak memuntahkan makanan, dan tidak ada kejang. Kesadaraan
baik
c. Batuk atau sukar bernapas
Ada batuk namun tidak terlihat dan tidak mengeluh sesak napas,
tidak terdapat retraksi dan stridor
d. Diare
Tidak terdapat adanya diare, tidak ada tanda dehidrasi.
e. Demam
Terdapat demam sejak 7 hari yang lalu, demam sedikit membaik
pada saat periksa ke puskesmas (dari anamnesis) tidak ada riwayat
berpergian, tidak ada tanda campak, tidak ada ruam kemerahan, namun
terdapat pilek.
f. Masalah Telinga
Tidak terdapat masalah pada telinga
g. Status gizi : Normal
h. Anemia : Tidak ada pucat pada telapak tangan, kaki dan
konjungtiva tidak anemis
i. Imunisasi : belum teranamnesis

23
j. Vitamin A : belum teranamnesis
k. Keluhan lain
Tidak terdapat keluhan lainnya. Anak makan teratur 3x sehari,
namun batuk dan pilek belum reda sejak 7 hari. Sudah meminum obat
resep dari bidan pada kunjungan pertama namun dirasa belum membaik.
Dari diskusi antara mahasiswa, bidan dan ibu pasien, ditemukan
konsumsi obat masih belum sesuai dengan aturan.
l. Penilaian Pemberian Makan
Anak makan teratur 3x sehari
m. Diagnosis Klinis : Batuk bukan pneumonia
n. Diagnosis Gizi : Normal

Dari data diatas, diketahui pasien mengalami demam sejak 7 hari


yang lalu disertai batuk pilek. Menurut alur MTBS kita harus memeriksa
adanya tanda bahaya umum sesuai kondisi balita. Setelah dilakukan
alloanamnesis terhadap Ibu tidak ditemukan tanda bahaya umum pada
balita.
Sesuai dengan form isian MTBS kami menggali riwayat demam,
batuk, diare, dan masalah di telinga. Pemeriksaan MTBS dilakukan dengan
anamnesis dan diikuti dengan pemeriksaan suhu dan respiration rate. Dari
hasil pemeriksaan didapatkan suhu 37,4°C yang tergolong subfebris dan laju
nafas 45x/menit yang termasuk sedikit meningkat untuk balita usia 2 tahun
11 bulan. Peningkatan laju napas dapat diakibatkan oleh demam atau
aktivitas yang dilakukan sebelum pemeriksaan dilakukan. Tidak ditemukan
adanya suara ronkhi, tarikan dinding dada atau nafas cuping hidung yang
merupakan ciri khas pada pneumonia. Selain itu tidak ditemukan diare,
anemia dan masalah telinga. Status gizi masih tergolong baik terlihat dari
pengukuran BB/PB dan anak yang masih mau makan dan minum dengan
baik. Ibu sudah memberikan obat namun dirasa belum membaik. Dari
diskusi antara mahasiswa, bidan dan ibu pasien, ditemukan konsumsi obat
masih belum sesuai dengan aturan. Kemungkinan obat yang diberikan

24
adalah obat antibiotik, penurun demam, dan obat batuk, namun obat belum
habis.
Sehingga dalam MTBS diklasifikasikan sebagai Batuk Bukan
Pneumonia. Sesuai bagan MTBS, tindakan yang dilakukan adalah
memberikan pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman. Selain itu
karena batuk sudah sejak 7 hari, maka ibu disarankan untuk melakukan
pemeriksaan darah dan foto thoraks untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain, jika hasil dari pemeriksaan darah dan rontgen tidak
menunjukkan adanya pneumonia atau TB, maka permasalahan keluhan
yang tidak kunjung sembuh dapat terletak pada konsumsi obat yang masih
belum benar. Edukasi mengenai konsumsi obat yang baik dan benar juga
telah dilakukan kepada Ibu pasien, dimana konsumsi obat dilakukan dengan
jeda setiap 8 jam. Ibu dihimbau untuk melakukan kunjungan ulang segera
bila ditemukan napas cepat, sesak napas, atau tanda bahaya umum atau jika
tidak ada perbaikan setelah 2 hari.

25
G. Kasus 7
Pemeriksa : Berliana Kunto dan Berliannur Romadhon
Nama anak : David
Umur : 2 tahun 9 bulan
BB : 13 kg
TB : 92 cm
BB/TB : Terletak di garis 0 SD
Suhu badan : 36,5°C
Laju pernapasan : 30x/menit
a. Keluhan utama
Anak batuk sejak 1 hari lalu
b. Tanda bahaya
Tidak terdapat adanya tanda bahaya, anak masih makan dan minum
dengan baik, anak muntah namun diakibatkan refleks batuk dan tidak
semua makanan, serta tidak ada kejang. Kesadaraan baik, anak bergerak
aktif.
c. Batuk atau sukar bernapas
Ada batuk tanpa napas cepat, tidak ditemukan retraksi dada, dan
tidak terdapat stridor. Batuk sejak 1 hari sebelumnya. Napas 30x/menit
(normal).
d. Diare
Tidak terdapat adanya diare, tidak ada tanda dehidrasi (anak sadar,
tidak tampak gelisah, mata tidak cekung, anak mau minum dan tidak
tampak kehausan, turgor baik).
e. Demam
Tidak terdapat demam, tidak ada riwayat mengunjungi daerah
endemis malaria, tidak ada riwayat campak. Tidak ada pilek.
f. Masalah Telinga
Tidak terdapat masalah pada telinga
g. Status gizi : Normal/Baik
h. Anemia : Tidak ada pucat pada telapak tangan, kaki, dan

26
konjungtiva tidak anemis
i. Imunisasi : Lengkap sesuai umur
j. Vitamin A : Tidak ditanyakan
k. Keluhan lain
Tidak terdapat keluhan lainnya
l. Penilaian Pemberian Makan
Nafsu makan anak tidak berkurang dan asupan makanan dan
minuman cukup.
m. Diagnosa klinis : Batuk Bukan Pneumonia
n. Diagnosa gizi : Normal

Dari data diatas, diketahui pasien mengalami batuk sejak 1 hari yang
lalu. Menurut alur MTBS kita harus memeriksa adanya tanda bahaya umum
sesuai kondisi balita. Setelah dilakukan alloanamnesis terhadap Ibu tidak
ditemukan tanda bahaya umum pada balita.
Sesuai dengan form isian MTBS kami menggali riwayat sesak nafas,
diare, demam, dan masalah di telinga. Pemeriksaan MTBS dilakukan
dengan anamnesis dan diikuti dengan pemeriksaan suhu dan respiration
rate. Dari hasill pemeriksaan didapatkan nafas 30x/menit yang termasuk
normal untuk balita usia 2 tahun 9 bulan. Tidak ditemukan adanya suara
ronkhi, tarikan dinding dada atau nafas cuping hidung yang merupakan ciri
khas pada pneumonia. Selain itu tidak ditemukanya diare, demam, dan
masalah telinga. Status gizi masih tergolong normal terlihat dari pengukuran
BB/TB dan anak yang masih mau makan dan minum dengan baik. Riwayat
imunisasi juga baik dan lengkap sesuai umur. Sehingga dalam MTBS
diklasifikasikan sebagai Batuk Bukan Pneumonia. Sesuai bagan MTBS,
tindakan yang dilakukan adalah memberikan pelega tenggorokan dan
pereda batuk yang aman. Ibu dihimbau untuk melakukan kunjungan ulang
segera bila ditemukan napas cepat, sesak napas, atau tanda bahaya umum
atau jika tidak ada perbaikan setelah 2 hari.

27
H. Kasus 8
Pemeriksa : Brenesty Wara & Adaninggar A. L.
Nama anak : Fatkhril Khairan Sangaji
Umur : 1 tahun 6 bulan 27 hari
BB : 12 kg
TB : - (tidak bisa diukur karena anak tidak mau lepas dari
gendongan Ibu)
BB/TB : Tidak bisa dihitung
BB/U : antara 0 dan +2 SD
Suhu badan : 36,5˚C
Laju pernapasan : 34x/menit
a. Keluhan utama : Batuk pilek selama 10 hari
b. Tanda bahaya
Tidak terdapat adanya tanda bahaya, anak masih dapat minum ASI
dengan baik, namun tidak mau makan makanan pendamping ASI. Tidak
memuntahkan makanan, dan tidak ada kejang. Kesadaraan baik.
c. Batuk atau sukar bernapas
Terdapat batuk, sejak 10 hari yang lalu. Tidak ada sesak nafas, tidak
terdapat retraksi dan stridor. Batuk lebih sering di malam hari.
d. Diare
Tidak terdapat adanya diare, tidak ada tanda dehidrasi. Bayi
menangis tapi tidak gelisah.
e. Demam
Terdapat demam sejak satu hari yang lalu namun saat berkunjung ke
Puskesmas demam sudah turun. Tidak ada riwayat berpergian, tidak ada
tanda campak, tidak ada perdarahan seperti mimisan, kaku kuduk
negatif, terdapat pilek.
f. Masalah Telinga
Tidak terdapat masalah pada telinga
g. Status gizi : Normal
h. Anemia : Tidak ada pucat pada telapak tangan, kaki dan

28
konjungtiva tidak anemis
i. Imunisasi : Lengkap sesuai umur
j. Vitamin A : Dapat
k. Keluhan lain
Tidak terdapat keluhan lainnya. Anak sudah diberi obat Tempra,
namun batuk hanya membaik sedikit dan pilek membaik. Anak rewel
namun dapat ditenangkan oleh Ibu setelah minum ASI.
l. Penilaian Pemberian Makan
Anak minum ASI lancar, namun selama sakit tidak mau makan
makanan pendamping ASI.
m. Diagnosis klinis : Batuk Bukan Pneumonia
n. Diagnosis gizi : Normal

Dari data diatas, diketahui pasien mengalami batuk selama 10 hari


dan disertai adanya pilek. Menurut alur MTBS pemeriksan yang pertama
dilakukan adalah melihat ada tidaknya tanda bahaya umum pada balita.
setelah dilakukan alloanamnesis terhadap ibu tidak ditemukan tanda bahaya
umum pada balita.
Sesuai dengan form isian MTBS kami menggali riwayat sesak nafas,
diare, demam dan masalah di telinga. Selanjutnya pendekatan MTBS
dimulai dari anamnesis yang dilanjutkan dengan pemeriksaan suhu dan
respiration rate. dari hasil pemeriksaan didapatkan frekuensi napas pasien
34x/menit. Hal tersebut merupakan hal yang normal untuk balita yang
berusia 1 tahun 6 bulan. Selain itu tidak ditemukan adanya diare, demam,
maupun masalah di telinga. Awalnya ada demam pada anak 1 hari
sebelumnya namun pada waktu pemeriksaan sudah tidak terdapat demam.
Dari hasil pemeriksaan status gizi juga tergolong baik/ normal karena masih
berada diantara 0 dan +2 SD. Riwayat status imunisasi juga lengkap sesuai
umur. Sehingga menurut MTBS dikategorikan sebagai Batuk Bukan
Pneumonia. Sesuai bagan MTBS, tindakan yang dilakukan adalah
memberikan pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman. Segera bawa

29
balita kembali segera bila dijumpai adanya nafas cepat dan sukar bernafas.
Ibu bisa melakukan kunjungan ulang 2 hari lagi jika tidak ada perbaikan.

30
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
1. MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) adalah suatu pendekatan
terpadu dalam tata laksana balita yang datang ke fasilitas rawat jalan
pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif, promotif,
preventif, dan rehabilitatif.
2. MTBS sangat sesuai untuk diterapkan di negara berkembang karena
MTBS merupakan jenis intervensi yang paling cost effective.
3. MTBS dapat mempermudah tenaga kesehatan dan mahasiswa
kesehatan untuk menangani kemungkinan penyakit berat pasien
karena alur diagnosis yang lebih sederhana. Tetapi, terdapat
kemungkinan penyakit lain dengan gejala serupa yang tidak
terdiagnosis.
4. Kegiatan pemeriksaan MTBS berjalan dengan cukup baik. Pada
tanggal 9 April 2019, Kasus yang ditemukan di Puskesmas Jatinom
berjumlah 8 pasien dengan keluhan terbanyak yaitu batuk dan pilek
biasa. Namun, karena kelalaian mahasiswa beberapa kasus yang
ditemukan juga memiliki kasus Gizi Kurang atau Buruk yang tidak
dapat didiagnosis oleh mahasiswa karena kelalaian mahasiswa.

B. Saran
● Untuk puskesmas :
1. Dapat memberikan konseling mengenai kunjungan ulang
pada balita sakit.
2. Dapat mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang
pentingnya hidup sehat terutama bagi balita.
● Untuk masyarakat :
Diharapkan terutama keluarga yang mempunyai balita dapat
memahami cara merawat balita sakit dan dapat meningkatkan

31
pengetahuan serta keterampilan dalam merawat balita sakit.
● Untuk mahasiswa :
1. Lebih menguasai materi mengenai MTBS agar dapat
memberikan penjelasan maupun edukasi yang tepat kepada
pasien.
2. Mengikuti arahan puskesmas dengan baik, sehingga tidak
ada kesalahpahaman antar mahasiswa dengan puskesmas.

32
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2014. Pedoman Penyelenggaraan Manajemen Terpadu Balita Sakit


Berbasis Masyarakat (MTBS-M). Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Depkes RI. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2013. Modul Field Lab
Ketrampilan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Surakarta : Field Lab FK
UNS
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2019. Modul Field Lab
Ketrampilan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Surakarta : Field
Lab FK UNS.
IDAI. 2015. Flu, Istilah yang Rancu. Jakarta: Gedung IDAI.
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/flu-istilah-yang-rancu
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan
Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Jakarta: Kemenkes RI
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Penyelenggaraan Manajemen Terpadu
Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M). Jakarta: Kemenkes RI
Soenarto, Yati. MTBS : Strategi Untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Anak.
Disampaikan pada Simposium Pediatri TEMILNAS 2009 Surakarta 01
Agustus 2009.
UNICEF. 1990. Strategy for improved nutrition of children and women in
developing countries. New York : United Nations Children’s Fund.

33
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengarahan pada Lapangan 1

Gambar 2. Pengarahan pada Lapangan 1

34
Gambar 3. Pengarahan pada Lapangan 2

Gambar 4. Presentasi hasil kegiatan

35
Gambar 5. Presentasi hasil kegiatan

36

Anda mungkin juga menyukai