oleh
I Made Kardena
Laboratorium Patologi Veteriner
Universitas Udayana
______________________________________________________________________________________
Patologi Mata
Struktur Mata
Bagian paling luar mata terdiri dari suatu membran putih kuat yang membungkus bola
mata, disebut Sklera. Di bagian dalam dari sklera terdapat membran transparan yang
disebut Kornea. Dari kornea, berkas sinar masuk ke mata. Saat cahaya masuk ke mata,
kornea membiaskan cahaya itu yang menyebabkan tidak berpencar dan lebih terfokus ke
jaringan yang berada dibelakangnya. Bayangan yang diproyeksikan melalui kornea
menjadi terbalik atas bawah dan kiri kanan pada saat jatuh di bagian belakang mata.
Sedangkan, Koroid, merupakan suatu membran berpigmen yang berada di bawah sklera,
yang berfungsi juga membantu mengatur perpendaran cahaya yang masuk ke mata.
Tepat di bawah kornea, koroid berubah menjadi iris. Iris adalah membran berwarna yang
menyebabkan mata memiliki warna. Di bagian tengah mata terdapat pupil, tempat
dimana kornea memfokuskan berkas-berkas cahaya pada pupil. Garis bagian tengah
pupil dikontrol oleh otot-otot polos yang terdapat pada iris. Otot-otot inilah yang
menyebabkan pupil berkontraksi pada keadaan terang dan berdilatasi pada keadaan
gelap. Daya akomodasi mata merupakan variasi diameter pupil dalam mengontrol
jumlah cahaya yang masuk ke bagian dalam mata.
Disebelah posterior iris dan pupil terdapat lensa. Lensa mata merupakan struktur
transparan yang melengkung yang membiaskan cahaya lebih lanjut. Dengan melewati
lensa, cahaya difokuskan tepat melewati bagian paling posterior dari bagian anterior
mata, retina. Pada retina, terdapat fotoreseptor mata, berupa sel-sel batang dan
kerucut, yang mengubah berkas cahaya menjadi impuls listrik yang diterjemahkan otak
sebagai suatu pengelihatan. Diantara retina dan lensa, bola mata terisi pembuluh darah
dan suatu cairan yang disebut cairan vitrousa.
Kelainan Bola Mata
Kasus microphtalmia terjadi secara sporadis pada hewan, termasuk anjing, kuda,
babi, sapi dan rusa. Pada pedet yang baru lahir, kasus ini terjadi akibat infeksi uterus
oleh bovine viral diarrhea (BVD) ketika dia masih di dalam kandungan, sedangkan
kejadian pada anak babi sering dihubungkan dengan defisiensi vitamin A.
Syclopia dapat terjadi akibat kegagalan perkembangan dari otak sebelum evaginasi
dari vesikular optikus yang menyebabkan tidak sempurnanya pemisahan dari
struktur bola mata pada awal perkembangan embrional. Banyak kasus klinis cyclopia
merupakan gabungan dari 2 bola mata (synophtalmia) yang gagal mengalami
pemisahan.
Kasus cyclopia dapat terjadi pada anak hewan yang masih dalam kandungan karena
selama bunting, induknya selalu / sering makan zat steroidal alkaloid (cyclopamine)
yang terdapat pada tumbuhan Veratrum californicum. Tanaman ini bersifat
teratogenik baik yang masih segar ataupun yang telah dikeringkan. Kasus ini telah
dilaporkan terjadi pada kambing, domba dan sapi.
Anomali gangguan struktur dari segmen anterior bola mata (cornea, iris, dan badan
ciliari) menyebabkan abnormalitas perkembangan mesenchym atau kegagalan
perkembangan yang berhubungan dengan optik cup.
Lesi histopatologi dari segmen anterior bola mata ini berupa garis-garis sistik yang
banyak dari squamous sel epithel dan jaringan connective yang sering berisikan
tulang rawan ektopik dan epithel glandula lakrimalis pada segmen anterior bola mata.
4. Coloboma
Kelainan pada bola mata yang ditandai dengan tidak adanya jaringan okuler yang
terjadi secara congenital akibat dari kegagalan fusi dari ujung fissura optikus.
Normalnya, fissura opticus mulai menutup didaerah equator bola mata yang awalnya
terjadi didaerah depan dan belakang. Coloboma pada iris dan badan ciliari terjadi,
jika kegagalan penutupan pada bagian anterior aspek dari fissura optikus terjadi.
Jika kegagalan penutupan secara sempurna pada bagian posterior dari fissura
optikus terjadi, hal ini akan menyebabkan defect pada daerah optik disk. Defect ini
ada hubungannya dengan penipisan daerah posterior, sclera ectasia, dan dapat
menyebabkan sistik multiokular pada daerah caudal dari bola mata (retrobulbar cyst)
Peradangan pada bola mata agak sulit ditentukan karena pada stadium awal reaksi
peradangannya lebih sering bersifat suppurative, tetapi stadium lanjut dapat
berubah menjadi non suppurative.
Peradangan suppurative
Endophtalmitis dan panophtalmitis akut terjadi akibat infeksi bakteri yang bisa
masuk melalui luka ataupun perluasan infeksi kornea baik ulcerasi maupun perforasi.
Bakteri yang umumnya menyebabkan peradangan tergolong ke dalam bakteri
coliform, seperti: Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus somnus, Salmonella spp.,
Streptoccocus pneumoniae.
Secara mikroskopi, tampak kerusakan jaringan dan diinfiltrasi sel-sel radang . Kadang,
sel-sel mononuclear mengelilingi pembuluh darah sclera, mengilfiltrasi badan ciliari
dan koroid secara difuse dan membentuk cuffing disekitar pembuluh darah retina.
Sel-sel mononuclear juga biasanya menempati permukaan badan ciliari dan corpus
vitreum dan sel-sel dibawa oleh cairan ke dalam kamar anterior membentuk lapisan
kedua permukaan iris. Cairan dalam corpus vitreum menjadi keruh karena adanya
endapan protein dan sel-sel radang. Kornea mengalami edema dan meradang dan
akan lebih jelas terlihat terutama disaat mengalami eksudasi.
Radang Granulomatous
Penyebabnya akibat masuknya benda asing, perforasi lensa mata, infeksi jamur
endogenus post traumatic, microfilaria / larva parasit, penyakit tbc.
Secara mikroskopik ditandai dengan infiltrasi sel epiteloid dan giant sel, sel limposit
dan sel plasma serta beberapa fibrosis. Komplikasi dari radang bola mata dapat
meliputi glaucoma, katarak, retina mengalami perlekatan, atropi dari uvea, phtisis
bulbi (degenerasi bola mata).
Lesi pada cornea dapat terjadi ketika kelopak mata gagal melindunginya dari luar,
kegagalan dari kornea untuk tetap lembab, atau adanya infeksi dari dalam. Umumnya
lesi pada kornea meliputi abrasi atau ulcer, berupa kehilangan jaringan epithelnya. Lesi
yang lebih mendalam, seperti laserasi atau penetrasi, bisa menyebabkan bakteri, fungi,
atau benda-benda asing menginfeksi kornea itu sendiri.
Pada epithel kornea banyak terdapat ujung-ujung saraf yang menyebabkan kornea
menjadi lebih sensitive terhadap rasa sakit. Walaupun termasuk iritasi ringan, namun
bisa menyebabkan gejala klinis yang parah. Berbagai gejala klinis yang umumnya
menyertai lesi dari kornea meliputi: ketidakmampuan kelopak mata untuk terbuka
(blepharospasm), lakrimasi yang disertai dengan keluarnya air mata (epiphora),
menghindari cahaya (photophobia), bola mata agak ke dalam (endophthalmos), yang
dapat diikuti dengan kongesti atau hiperemi bagian konjungtiva, edema konjungtiva
(chemosis), pupil mengalami pengecilan (miosis). Kornea yang mengalami edema yang
disertai vaskularisasi merupakan tanda kornea yang mengalami peradangan (keratitis).
Anomali Kornea
Merupakan kelainan lapisan kornea yang terjadi secara congenital dengan karakteristik
adanya lapisan menyerupai kulit pada bagian kornea atau konjungtiva atau keduanya.
Kasus ini sering terjadi pada hewan, terutama pada sapi jenis Hereford dan juga pada
anjing dengan lesi yang sering berlokasi didaerah temporal. Kornea dermoid dapat
terjadi baik unilateral maupun bilateral serta dapat dengan mudah dilihat bila kelopak
mata terbuka. Akan tetapi kasus dermoid ini dapat menyebabkan iritasi yang sangat
sehingga hewan yang mengalami kasus ini sering diikuti dengan klinis berupa adanya
discharge mucopurulent dan bleparospasmus. Secara mikroskopi, lesinya berupa sel-sel
keratin squamous epithel (baik yang berpigmen atau tidak) menutupi jaringan kulit
dengan folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebacea.
Ulcer pada kornea bisa disebabkan oleh abrasi, zat kimia, dan infeksi. Tidak banyak agen
infeksi yang menyebabkan lesi primer pada kornea, namun kasus infeksi herves virus dan
moraxella pernah dilaporkan berhubungan dengan timbulnya gejala klinis berupa
kelainan sampai terjadi ulcer pada kornea. Banyak microorganisme bakteri dan mikotik
dapat menyebabkan keratitis sebagai sekondari infeksi, terutama pada hewan-hewan
dengan imun system yang lemah akibat pemberian obat-obatan dari golongan
kortikosteroid.
Feline herpes virus tipe I (FHV-1) merupakan penyakit yang menyerang saluran respirasi
bagian atas, dan dapat pula menyebabkan konjungtivitis dan keratitis pada kucing.
Konjungtivitis yang ditimbulkan biasanya diikuti dengan hyperemia, bleparospam,
chemosis dan discharge okuler. Lesi pada kornea yang meliputi ulcer dendritik
merupakan gejala pathognomonik dari penyakit ini. Lesi lain dari kornea yang
berhubungan dengan penyakit FHV-1 dapat berupa neonatal ophthalmia, corneal
squestrum, dan keratitis eosinophilik.
Penyakit ini dapat terjadi baik secara unilatereal maupun bilateral, dimana kelainannya
berupa lesi gelap kornea yang terdapat di daerah central dari kornea. Penyebabnya
belum begitu jelas, namun kasus ini sering terjadi pada kucing jenis Persia dan Himalaya,
pernah juga dilaporkan kasus ini dapat juga terjadi pada kucing jenis lokal. Faktor lain,
seperti infeksi FHV-1 dapat terlibat dalam perkembangan kelainan ini. Lesinya bersifat
superficial, sirkular dengan kelainan berupa daerah hitam yang berada di pusat kornea.
Secara mikroskopik, walaupun tersebar, sebagian besar lesi tersusun oleh keratocytes.
Se-sel radang juga dapat teramati disepanjang perbatasan lesi, terutama neutrophil,
yang diikuti dengan sebagian epithel kornea mengalami perluasan.
Keratokonjungtivitis sicca
Merupakan kelainan pada mata yang terjadi akibat kekurangan produksi cairan air mata
sehingga mata menjadi kering (dry eye, xerophthalmia) dan umumnya penyakit ini
bersifat kronis. Ada beberapa tipe penyebab penyakit ini. Kasus penyakit
keratokonjungtivitis akibat tipe 1 berupa kekurangan sekresi dari kelenjar lakrimalis atau
kelenjar lakrimalisnya mengalami atropi. Penyebab dari tipe 2 berupa kerusakan
glandula lakrimalis yang sering terjadi pada kasus distemper pada anjing, trauma pada
kelenjar lakrimalis atau tidak adanya supply saraf pada kelenjar tersebut, penyumbatan
pada ductus dari kelenjar lakrimalis karena infeksi bakteri kronis pada konjungtiva dan
reaksi radang berperantara imun.
Gejala klinis dari penyakit ini bervariasi, tergantung dari keparahan kurangnya produksi
air mata. Berkurangnya produksi air mata dapat menyebabkan penurunan kelembaban
dari kornea dan konjungtiva. Hal ini dapat mengakibatkan rasa sakit sehingga akan
timbul gejala blepharospasm dan endophthalmos. Akibat kekeringan pada kornea,
kornea dapat mengalami keratinisasi (menjadi menebal), dan dapat pula membentuk
jaringan yang menyerupai kulit (epidermalization). Bila berkembang, kornea bisa
menjadi opaque, terjadi ulcer, vaskularisasi dan berpigmen. Kasus dengan gejala klinis
seperti ini dapat pula terjadi bila bola mata mengalami disposisi secara anterior
(exophthalmos) akibat lesi bagian dalam dibelakang bola mata atau bila kelopak mata
tidak mampu menutup kornea (lagophthalmos) secara sempurna.
Eosinophilic keratitis
Keratitis eosinophilik merupakan tipe keratitis yang unik dan umumnya sering terjadi
pada kuda dan kucing. Pada Kucing, lesinya berupa keratokonjungtivitis proliferative
dengan tipikal lesi yang beraspek putih sampai merah muda, irregular dan adanya
vaskularisasi. Pemeriksaan histopatologi, lesinya diinfiltrasi oleh sel-sel radang seperti
plasma sel dan limfosit dengan beberapa jumlah eosinophil, macropage dan sel mast.
Diduga infeksi dari Feline herpes virus tipe 1 dapat menyebabkan kelainan ini.
Pada Kuda, keratitis eosinophilik dimanifestasikan sebagai lesi putih dengan subepithelial
plaque menutupi ulcer kornea. Kasus ini biasanya diikuti dengan gejala klinis berupa
blepharospasm, chemosis, dan konjungtivitis. Pengamatan mikroskopis, plaque berisikan
foci eosinophil, area collagenolisis, dan beberapa sel radang seperti: sel mast, limposit,
plasma sel, terkadang neutrophil. Walaupun penyebabnya belum begitu jelas, diduga
reaksi allergi, reaksi berperantara imun dan reaksi radang akibat parasit dapat
menyebabkan kelainan keratitis eosinophilik pada kuda.
Edema kornea merupakan kelainan yang disebabkan oleh penimbunan cairan pada
stroma kornea akibat dari rusaknya film/membran prekorneal, stroma dari pembuluh
darah mata dekat kornea, gangguan konsentrasi / absorbsi cairan humor aqueous.
Secara klinis, edema pada kornea menyebabkan opaque biru keabu-abuan pada kornea.
Secara mikroskopis, fiber collagen didekat kornea terpisah sehingga pada pewarnaan
akan tampak terjadi penebalan dan lebih pucat pada stroma kornea.
Edema pada kornea dapat sebagai akibat dari ulcer pada kornea, keratitis atau dysfungsi
endothelial sel dari kornea. Sementara penyebab dari disfungsi endothelial dapat
meliputi endothelial dystropi yang sering terjadi pada anjing dari jenis Boston terrier,
Chihuahua, dan Dachshund; kasus peradangan yang meliputi endothel dari cornea
seperti infeksi canine hepatitis, maupun infeksi malignan catarrhal fever, pembedahan
intraocular dan glaucoma.
Konjungtivitis
Viral konjungtivitis
Intrasitoplasmik viral inklusi dapat diamati pada konjungtiva anjing yang mengalami
distemper, sedangkan pada kucing yang terinfeksi feline immunodeficiency dengan tipe
konjungtivitis ringan. Pada kuda, konjungtivitis akibat penyakit virus pernah dilaporkan
pada infeksi equine viral arthritis, equine adeno virus sedangkan pada sapi, akibat
infection bovine rinotracheitis. Pada infeksi feline herpes virus – 1 pada kucing, secara
mikroskopis, lesi meliputi nekrosis pada epithel, infiltrasi neutrophil, ulcer dendritik pada
cornea, intranuklear inklusi pada konjungtiva dan sel epithel pada kornea.
Bakterial konjungtivitis
Chlamydial conjungtivitis
Infeksi oleh Chlamydophila (Chlamydia) psittaci terjadi pada burung dan hewan lain,
khususnya kucing, kambing, domba, dan babi yang bisa menyebabkan konjungtivitis.
Pada burung, konjungtiva dapat diilfiltrasi oleh heterophil, macropage, limposit dan
plasma sel. Pada kucing, infeksi akut dicirikan dengan congesti konjungtiva, chemosis,
serous ocular discharge, dan infiltrasi dari konjungtiva dengan netrophil. Inklusi
intrasitoplasmik dapat teramati beserta nodul limpositik (follicular konjungtivitis) bila
infeksi berlangsung secara kronis. Pada Domba dan kambing, infeksi ini disebut infeksius
keratokonjungtivitis dengan karakter lesi berupa follicular konjungtivitis.
Parasitik konjungtivitis
Konjungtivitis akibat parasit dapat terjadi pada hewan. Penyebabnya dapat terjadi
bersamaan dengan infeksi migrasi larva nematoda, contohnya Oestrus ovis, pada domba
atau karena kantong konjungtiva ditempati oleh parasit dewasa. Pada sapi dan kuda,
thelazia sp. dapat berpredileksi di bagian kantong konjungtiva mata dan di duktus
nasolakrimalis. Sebagian besar kasus infeksi oleh parasit ini tidak begitu parah, hanya
menyebabkan lymphoplasmacytic konjungtivitis; sedangkan pada bangsa burung, parasit
yang umumnya menginfeksi konjungtiva mata umumnya nematode dari golongan
Oxyspirura sp. atau dari trematoda, Philophthalmus gralli.
Terjadi pada kucing, dengan karakter lesi berupa deposisi lemak pada jaringan
penghubung konjungtiva. Deposisi lemak ini berhubungan dengan radang granuloma
dan sel goblet yang mengalami hyperplasia. Sumber dari deposisi lemak dapat berasal
dari kelenjar Meibomian, depo-depo lemak pada jaringan penghubung atau bisa berasal
dari luar, misalnya injeksi subkonjungtival. Ketika akumulasi lemak terjadi dan dibarengi
oleh infiltrasi sel macropage di daerah palpebral konjungtiva, lesi ini disebut xanthoma
atau xanthelasma.
Warna iris pada mata sebagian besar ditentukan oleh jumlah stroma pigmentasinya.
Variasi jumlah dan distribusi dari melanosit pada iris menyebabkan perbedaan variasi
warna pada iris itu sendiri. Kekurangan aspek warna baik sebagian ataupun seluruhnya
dari iris mata suatu hewan disebut heterochromia iridis. Kasus ini menyebabkan
terjadinya hipopigmentasi pada iris baik yang terjadi secara bilateral maupun unilateral
dan telah banyak dilaporkan terjadi pada hewan. Lesi ini dapat bersifat congenital dan
sering berhubungan dengan white coat color (iris tertutupi oleh selaput putih), ketulian,
idiophaty atau karena atrophy akibat trauma atau peradangan. Perubahan
mikroskopisnya meliputi abnormalitas atau kekurangan pigmen, ataupun tidak ratanya
distribusi dan tidak adanya pigmen pada stroma iris; atau iris itu sendiri mengalami
hipoplasia.
Lymphocytic-Plasmacytic Uveitis
Lymphoplasmacytic pada uvea terutama pada bagian anterior merupakan kasus umum
dan sering bersifat kronis. Secara histopatologi perubahan yang teramati berupa infiltrasi
dari limfosit dan sel plasma dalam jumlah banyak pada bagian stroma dari iris dan badan
siliari. Pada kucing, limfosit dapat berakumulasi membentuk nodul-nodul pada bagian
anterior dari uvea. Limfositik nodul ini dapat melibatkan klep pada ciliari dan sering
diasosiasikan dengan glaucoma sekunder.
Meskipun penyebab dari kasus limfoplasmasitik ini belum begitu jelas, (idiophati) tetapi
dapat merupakan akibat dari intraocular atau sistemik infeksi dari virus, protozoa, atau
parasit, trauma, katarak, atau intraocular neoplasia. Misalnya, limfoplasmasitik anterior
uveitis terjadi pada anjing yang terinfeksi dirofilaria immitis bentuk immature; dimana
larva parasitnya dapat menginfeksi bagian aqueous humor pada mata. Sedangkan kasus
ini dapat juga terjadi pada kucing yang terinfeksi Toxoplasma gondii.
Kongenital anomali pada lensa mata biasanya terjadi karena kegagalan formasi dari
perkembangan organ intraokuler yang lain. Beberapa kasus anomaly pada lensa mata
meliputi: ketidakhadiran lensa mata (aphakia) yang terjadi akibat kegagalan dari vesikel
optik menginduksi permukaan ectoderm, ataupun ukuran dari lensa mata yang lebih
kecil dari ukuran normalnya (microphakia), dimana kasus microphakia umumnya lensa
mata berbentuk sperikel (spherophakia); dan bahkan keadaan anomaly lainnya, yaitu
lensanya dapat berada dilokasi abnormal (ectopia lentis).
Katarak
Katarak merupakan opasitas permanen dari lensa mata yang dapat terjadi akibat
meningkatnya cairan karena perubahan nutrisi, metabolisme, atau keseimbangan
osmotic dari lensa. Katarak dapat bersifat turunan ataupun dapatan. Katarak akibat
dapatan umumnya disebabkan oleh penyakit metabolic sistemik, kekurangan nutrisi,
radiasi, efek dari toxin, penuaan, glaucoma, uveitis, penyakit retina, luxasio pada lensa,
dan trauma. Pada penderita diabetes mellitus, jumlah glukosa yang banyak pada cairan
aqueous humor memasuki lensa dan termetabolisme via siklus sorbitol. Siklus ini
menghasilkan polialkohol, yang memproduksi zat-zat osmotic yang menyebabkan
terjadinya akumulasi cairan pada lensa mata. Cairan yang banyak dapat merusak
membran lentikular fiber.
Beberapa hewan yang diberi pakan dengan kandungan galaktose yang tinggi dapat
menyebabkan katarak. Radiasi, yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi gangguan keseimbangan cairan pada mata juga dapat sebagai pemicu
katarak. Katarak yang berhubungan dengan defisiensi nutrisi juga terjadi akibat
kekurangan: triptopan, phenilalanin, valine, histidin, atau arginin. Katarak akibat penyakit
intraocular seperti uveitis, glaucoma ataupun retinal degeneration dapat menyebabkan
katarak dengan rusaknya bagian lentikular nutrisi atau formasi dari zat-zat yang
berbahaya. Pada Ikan, katarak terjadi akibat infestasi dari larva parasit nematoda
(Disphotonum sp.)
Perubahan morfologi pada katarak biasanya mirip, terlepas dari penyebabnya, dan
biasanya melibatkan bagian lentikular epithel dan serabut-serabut mata. Bagian
lentikuler epithel dapat menjadi pipih dan membentuk multilayer plaque disepanjang
lentikular kapsul. Sel-sel opaque memiliki bentuk histology fibroblast; oleh karena itu
proses ini sering disebut fibrous metaplasia. Lentikular metaplasia sel dapat juga
bermigrasi ke daerah abnormal, khususnya disepanjang capsul bagian posterior
(posterior subcapsular epithelial cell migration) dan dapat membengkak membentuk sel
yang disebut bladder cells.
Katarak juga dapat disebabkan akibat perubahan yang terjadi pada bagian lentikular
fiber mata. Cairan pada sitoplasma sel-sel fiber keluar sel (liquifaction/ keluarnya
proteinaceous) yang menyebabkan sel menjadi mengkerut. Hal ini menyebabkan
adanya perkembangan globula sperikal extraseluler (morgagnian globule) dan terjadinya
akumulasi cairan proteinaceous diantara entikular fiber. Debris-debris nekrotik pada
lensa dapat mengalami mineralisasi, dan dalam beberapa waktu mampu menurunkan
volume yang otomatis menyebabkan bagian kapsul lentikular menjadi mengkerut.
Katarak juga dapat diklasifikasikan dari umur hewan, tahap pendewasaan dan lokasi
pada lensa mata. Katarak dapat terjadi pada hewan yang baru lahir (congenital). Katarak
yang ini biasanya terjadi secara bilateral dan kejadiannya bisa bersamaan dengan kasus
anomaly mata yang lain, misalnya: persisten papillary membran dan microphthalmia;
atau bisa juga kasusnya bersifat solitari. Katarak bisa juga berkembang pada hewan
muda (juvenile) atau pada hewan yang sudah tua (senile).
PATOLOGI TELINGA
Telinga merupakan organ yang fungsinya untuk mendengar; dan secara umum dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu telinga bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.
Bagian telinga luar meliputi daun telinga (aurikula / pinna) dan saluran auditori luar.
Sedangkan, bagian telinga tengah terdiri dari membrane tympani / selaput gendang,
ruang tympani dan tulang pendengar (ossicula auditus) yang disertai otot dan ligament
dan secara primer digunakan sebagai pengantar suara. Bagian telinga tengah
berhubungan dengan nasofaring melalui buluh auditori (tuba auditiva). Telinga bagian
dalam meliputi labirin berselaput yang berada didalam os petrosa, yang berguna selain
membantu pendengaran juga untuk keseimbangan.
Struktur Telinga
Patologi telinga luar
Patologis pada telinga bagian luar dimana saluran auditori luar tidak ada, atau
gagalnya saluran tersebut membuka (atresia). Kasus ini sering terjadi pada anjing
yang baru lahir, dimana saluran auditori luarnya mengalami penyumbatan. Kelainan
ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran karena gelombang suara tidak dapat
diteruskan ke bagian yang lebih dalam.
Otitis media
Peradangan pada telinga bagian tengah dapat terjadi karena perluasan dari otitis
eksternal / radang telinga bagian luar melewati membran tympani. Kelainan ini
umum terjadi pada anjing, sedangkan pada babi, kucing, ruminant, tikus dan kelinci
penyebaran otitis media dapat terjadi dari pharing ke tuba auditori dan hal ini sering
terjadi bersamaan dengan kasus pneumonia. Otitis media sering disebabkan oleh
infeksi bakteri. Banyak jenis bakteri dan mycoplasma yang telah diisolasi dari telinga
bagian tengah. Mikroorganisme yang telah diisolasi dari telinga bagian tengah
meliputi: Arcanobacterium pyugenes (pada ruminansia, babi), mycoplasma bovis
(sapi), Mycoplasma hyorhinis (babi), mucoplasma pulmonis (tikus), pasteurella
multosida (kucing, sapi, kelinci, babi), Pseudomonas aeruginosa (anjing, babi),
Staphilococcus sp (anjing), Streptococcus sp (anjing, babi).
Peradangan pada telinga bagian tengah dapat menyebar ke tulang yang ada
didekatnya dan bisa menyebabkan osteomyelitis dan osteolisis dari septa tulang
(osseus septa) pada sapi dan babi. Otitis media pada kuda dapat menyebar
keseluruh permukaan tulang dan sampai meliputi stylohyoid tulang, menyebabkan
terjadi fusi dari persendian temporohyoid. Fusi ini merupakan predisposisi dari
fraktur pada tulang temporal, yang dapat mempengaruhi terjadinya disfungsi dari
saraf yang berada didaerah vestibulococklear dan wajah.
Nasopharyngeal Polyp
Umum terjadi pada kucing yang berasal dari mukosa daerah tympani, sering pada
daerah dorso lateral compartemen dan bisa terjadi secara bilateral maupun
unilateral. Masa polypoid dapat mengisi ruang tympani, meluas ke saluran auditori
dan dapat menempati daerah nasopharing. Polip yang berada di saluran nasopharing
dapat berupa ulcer dan pada bagian superfisialnya terinfiltrasi oleh neutrophil. Polip
ini juga dapat mengalami ruptur melewati membran timpani ke saluran eksternal
auditorius. Polip itu sendiri dapat tersusun oleh pembuluh darah, jaringan fibrosa,
jaringan penyambung mixomatous, yang diinfiltrasi oleh sel limposit dan tertutup
oleh squamous epithel atau epithel kolumner baik yang bersilia ataupun tidak
bersilia. Bahkan, polip tersebut kadang mengandung kelenjar mukosa dan nodul
lymphoid.