Anda di halaman 1dari 21

PATOLOGI VETERINER

SISTEM MATA DAN TELINGA

oleh

I Made Kardena
Laboratorium Patologi Veteriner

Universitas Udayana

Jalan PB Sudirman, Denpasar

______________________________________________________________________________________

Patologi Mata

Struktur Mata
Bagian paling luar mata terdiri dari suatu membran putih kuat yang membungkus bola
mata, disebut Sklera. Di bagian dalam dari sklera terdapat membran transparan yang
disebut Kornea. Dari kornea, berkas sinar masuk ke mata. Saat cahaya masuk ke mata,
kornea membiaskan cahaya itu yang menyebabkan tidak berpencar dan lebih terfokus ke
jaringan yang berada dibelakangnya. Bayangan yang diproyeksikan melalui kornea
menjadi terbalik atas bawah dan kiri kanan pada saat jatuh di bagian belakang mata.
Sedangkan, Koroid, merupakan suatu membran berpigmen yang berada di bawah sklera,
yang berfungsi juga membantu mengatur perpendaran cahaya yang masuk ke mata.
Tepat di bawah kornea, koroid berubah menjadi iris. Iris adalah membran berwarna yang
menyebabkan mata memiliki warna. Di bagian tengah mata terdapat pupil, tempat
dimana kornea memfokuskan berkas-berkas cahaya pada pupil. Garis bagian tengah
pupil dikontrol oleh otot-otot polos yang terdapat pada iris. Otot-otot inilah yang
menyebabkan pupil berkontraksi pada keadaan terang dan berdilatasi pada keadaan
gelap. Daya akomodasi mata merupakan variasi diameter pupil dalam mengontrol
jumlah cahaya yang masuk ke bagian dalam mata.

Disebelah posterior iris dan pupil terdapat lensa. Lensa mata merupakan struktur
transparan yang melengkung yang membiaskan cahaya lebih lanjut. Dengan melewati
lensa, cahaya difokuskan tepat melewati bagian paling posterior dari bagian anterior
mata, retina. Pada retina, terdapat fotoreseptor mata, berupa sel-sel batang dan
kerucut, yang mengubah berkas cahaya menjadi impuls listrik yang diterjemahkan otak
sebagai suatu pengelihatan. Diantara retina dan lensa, bola mata terisi pembuluh darah
dan suatu cairan yang disebut cairan vitrousa.
Kelainan Bola Mata

1. Anophthalmia, Congenital cystic globe, dan Microphthalmia.


Terjadi akibat gangguan invaginasi dari vesicula optikus yang menyebabkan tidak
terbentuknya bola mata (anophthalmia); atau terjadi akibat vesikula optikus tidak
berkembang atau mengalami atropi dimana bola mata dapat berupa sistik yang
disertai kekurangan struktur organ didalam bola mata. Keadaan ini dapat
menyebabkan kelainan berupa ukuran struktur bola mata yang kecil (microphthalmia
/ microphthalmus). Kasus microphtalmia yang parah bisa menyebabkan struktur
intraokular mata mengalami rudimenter. Umumnya terjadi pada bagian jaringan
orbital: uvea dan neuroepithel. Jika neuroepithel dari vesikula optikus gagal
berinteraksi dengan permukaan ectoderm, induksi terhadap vesikula lensa mata
tidak terjadi, maka keadaan ini juga memicu kejadian congenital sistik bola mata.

Kasus microphtalmia terjadi secara sporadis pada hewan, termasuk anjing, kuda,
babi, sapi dan rusa. Pada pedet yang baru lahir, kasus ini terjadi akibat infeksi uterus
oleh bovine viral diarrhea (BVD) ketika dia masih di dalam kandungan, sedangkan
kejadian pada anak babi sering dihubungkan dengan defisiensi vitamin A.

2. Syklopia (Cyclopia) dan Synophthalmia


Kelainan perkembangan yang ditandai dengan adanya mata tunggal di fossa orbitalis
atau adanya satu kelopak mata yang diikuti dengan adanya satu bola mata yang
terletak di bagian median dari garis mata pada daerah kepala.

Syclopia dapat terjadi akibat kegagalan perkembangan dari otak sebelum evaginasi
dari vesikular optikus yang menyebabkan tidak sempurnanya pemisahan dari
struktur bola mata pada awal perkembangan embrional. Banyak kasus klinis cyclopia
merupakan gabungan dari 2 bola mata (synophtalmia) yang gagal mengalami
pemisahan.

Kasus cyclopia dapat terjadi pada anak hewan yang masih dalam kandungan karena
selama bunting, induknya selalu / sering makan zat steroidal alkaloid (cyclopamine)
yang terdapat pada tumbuhan Veratrum californicum. Tanaman ini bersifat
teratogenik baik yang masih segar ataupun yang telah dikeringkan. Kasus ini telah
dilaporkan terjadi pada kambing, domba dan sapi.

3. Dysplasia Segment Anterior bola mata

Anomali gangguan struktur dari segmen anterior bola mata (cornea, iris, dan badan
ciliari) menyebabkan abnormalitas perkembangan mesenchym atau kegagalan
perkembangan yang berhubungan dengan optik cup.

Kegagalan dari perkembangan jaringan mesenchymal mata untuk membentuk


bagian anterior dari bola mata dapat menyebabkan pelebaran jaringan dari iris ke
bagian dalam kornea, yang menyebabkan: opaksitas pada kornea mata (adherent
leukoma). Kasus dysplasia segmen anterior ini dapat merupakan sebuah bentuk dari
microphtalmia.

Lesi histopatologi dari segmen anterior bola mata ini berupa garis-garis sistik yang
banyak dari squamous sel epithel dan jaringan connective yang sering berisikan
tulang rawan ektopik dan epithel glandula lakrimalis pada segmen anterior bola mata.

4. Coloboma

Kelainan pada bola mata yang ditandai dengan tidak adanya jaringan okuler yang
terjadi secara congenital akibat dari kegagalan fusi dari ujung fissura optikus.
Normalnya, fissura opticus mulai menutup didaerah equator bola mata yang awalnya
terjadi didaerah depan dan belakang. Coloboma pada iris dan badan ciliari terjadi,
jika kegagalan penutupan pada bagian anterior aspek dari fissura optikus terjadi.

Jika kegagalan penutupan secara sempurna pada bagian posterior dari fissura
optikus terjadi, hal ini akan menyebabkan defect pada daerah optik disk. Defect ini
ada hubungannya dengan penipisan daerah posterior, sclera ectasia, dan dapat
menyebabkan sistik multiokular pada daerah caudal dari bola mata (retrobulbar cyst)

5. Collie ectasia syndrome (collie eye anomaly)


Kasus ini sering dialami pada anjing dari jenis collie (Collie dogs) dan merupakan
penyakit karena keturunan gen autosomal disebabkan oleh kerusakan differensiasi
mesodermal pada fibrous posterior dan tunika vaskuler bola mata. Ditandai dengan
defek congenital pada sclera, koroid, retina dan optic. Penyakit ini ditandai dengan
lesi yang umumnya berupa Choroidal hypoplasia, coloboma, posterior sclera ectasia,
retinal detachment, intraokuler hemoragi, microphtalmia dan kekeruhan kornea
pusat. Kasus collie ectasia syndrome dapat terjadi secara bilateral walaupun tingkat
keparahannya bervariasi disetiap bola mata.

PERADANGAN BOLA MATA

Menurut sifat eksudatnya, peradangan pada mata diklasifikasikan : supurative, non


supurative, granullomatous sedangkan berdasarkan bagian bola mata yang
`terserang: endophtalmitis (peradangan okuler) dan panophtalmitis (peradangan
periokuler). Endophtalmitis adalah peradangan yang menyerang rongga mata dan
lapisan sekitarnya, sedangkan panophtalmitis merupakan peradangan yang
mencakup lebih luas dari bola mata sampai pembungkus luar bola mata.

Peradangan pada bola mata agak sulit ditentukan karena pada stadium awal reaksi
peradangannya lebih sering bersifat suppurative, tetapi stadium lanjut dapat
berubah menjadi non suppurative.

Peradangan suppurative
Endophtalmitis dan panophtalmitis akut terjadi akibat infeksi bakteri yang bisa
masuk melalui luka ataupun perluasan infeksi kornea baik ulcerasi maupun perforasi.
Bakteri yang umumnya menyebabkan peradangan tergolong ke dalam bakteri
coliform, seperti: Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus somnus, Salmonella spp.,
Streptoccocus pneumoniae.

Peradangan non suppurative


Radang ini dapat disebabkan oleh kesalahan saat operasi, trauma yang diikuti
dengan hemoragi pada bola mata, masuknya benda asing, infeksi endogenus serta
reaksi immune.

Secara mikroskopi, tampak kerusakan jaringan dan diinfiltrasi sel-sel radang . Kadang,
sel-sel mononuclear mengelilingi pembuluh darah sclera, mengilfiltrasi badan ciliari
dan koroid secara difuse dan membentuk cuffing disekitar pembuluh darah retina.
Sel-sel mononuclear juga biasanya menempati permukaan badan ciliari dan corpus
vitreum dan sel-sel dibawa oleh cairan ke dalam kamar anterior membentuk lapisan
kedua permukaan iris. Cairan dalam corpus vitreum menjadi keruh karena adanya
endapan protein dan sel-sel radang. Kornea mengalami edema dan meradang dan
akan lebih jelas terlihat terutama disaat mengalami eksudasi.

Radang Granulomatous

Penyebabnya akibat masuknya benda asing, perforasi lensa mata, infeksi jamur
endogenus post traumatic, microfilaria / larva parasit, penyakit tbc.

Secara mikroskopik ditandai dengan infiltrasi sel epiteloid dan giant sel, sel limposit
dan sel plasma serta beberapa fibrosis. Komplikasi dari radang bola mata dapat
meliputi glaucoma, katarak, retina mengalami perlekatan, atropi dari uvea, phtisis
bulbi (degenerasi bola mata).

Lesi pada Cornea

Lesi pada cornea dapat terjadi ketika kelopak mata gagal melindunginya dari luar,
kegagalan dari kornea untuk tetap lembab, atau adanya infeksi dari dalam. Umumnya
lesi pada kornea meliputi abrasi atau ulcer, berupa kehilangan jaringan epithelnya. Lesi
yang lebih mendalam, seperti laserasi atau penetrasi, bisa menyebabkan bakteri, fungi,
atau benda-benda asing menginfeksi kornea itu sendiri.

Pada epithel kornea banyak terdapat ujung-ujung saraf yang menyebabkan kornea
menjadi lebih sensitive terhadap rasa sakit. Walaupun termasuk iritasi ringan, namun
bisa menyebabkan gejala klinis yang parah. Berbagai gejala klinis yang umumnya
menyertai lesi dari kornea meliputi: ketidakmampuan kelopak mata untuk terbuka
(blepharospasm), lakrimasi yang disertai dengan keluarnya air mata (epiphora),
menghindari cahaya (photophobia), bola mata agak ke dalam (endophthalmos), yang
dapat diikuti dengan kongesti atau hiperemi bagian konjungtiva, edema konjungtiva
(chemosis), pupil mengalami pengecilan (miosis). Kornea yang mengalami edema yang
disertai vaskularisasi merupakan tanda kornea yang mengalami peradangan (keratitis).

Anomali Kornea

Anomali pada kornea meliputi abnormalitas ukuran, bentuk dan transparansi.


Mikrokornea merupakan proporsi ukuran kornea yang lebih kecil dari ukuran normalnya,
sebaliknya makrokornea (megalokornea) merupakan kelainan kornea dimana ukuran
kornea lebih lebar dari ukuran normalnya. Kasus makrokornea perlu dibedakan dengan
kasus melebarnya kornea tipe lain, seperti pelebaran ukuran bola mata (buphthalmos)
yang dapat terjadi begitu hewan itu lahir.

Dermoid pada kornea

Merupakan kelainan lapisan kornea yang terjadi secara congenital dengan karakteristik
adanya lapisan menyerupai kulit pada bagian kornea atau konjungtiva atau keduanya.
Kasus ini sering terjadi pada hewan, terutama pada sapi jenis Hereford dan juga pada
anjing dengan lesi yang sering berlokasi didaerah temporal. Kornea dermoid dapat
terjadi baik unilateral maupun bilateral serta dapat dengan mudah dilihat bila kelopak
mata terbuka. Akan tetapi kasus dermoid ini dapat menyebabkan iritasi yang sangat
sehingga hewan yang mengalami kasus ini sering diikuti dengan klinis berupa adanya
discharge mucopurulent dan bleparospasmus. Secara mikroskopi, lesinya berupa sel-sel
keratin squamous epithel (baik yang berpigmen atau tidak) menutupi jaringan kulit
dengan folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebacea.

Kasus ulcer pada kornea

Ulcer pada kornea bisa disebabkan oleh abrasi, zat kimia, dan infeksi. Tidak banyak agen
infeksi yang menyebabkan lesi primer pada kornea, namun kasus infeksi herves virus dan
moraxella pernah dilaporkan berhubungan dengan timbulnya gejala klinis berupa
kelainan sampai terjadi ulcer pada kornea. Banyak microorganisme bakteri dan mikotik
dapat menyebabkan keratitis sebagai sekondari infeksi, terutama pada hewan-hewan
dengan imun system yang lemah akibat pemberian obat-obatan dari golongan
kortikosteroid.

Feline herpes virus tipe I (FHV-1) merupakan penyakit yang menyerang saluran respirasi
bagian atas, dan dapat pula menyebabkan konjungtivitis dan keratitis pada kucing.
Konjungtivitis yang ditimbulkan biasanya diikuti dengan hyperemia, bleparospam,
chemosis dan discharge okuler. Lesi pada kornea yang meliputi ulcer dendritik
merupakan gejala pathognomonik dari penyakit ini. Lesi lain dari kornea yang
berhubungan dengan penyakit FHV-1 dapat berupa neonatal ophthalmia, corneal
squestrum, dan keratitis eosinophilik.

Infeksi bovine keratokonjungtivitis (bovine pinkeye) yang disebabkan oleh Moraxella


bovis, merupakan penyakit yang telah terdistribusi keseluruh dunia dan merupakan
penyakit yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang tinggi karena efek pada
hewan yang terinfeksi berupa kebutaan. Infeksi terjadi awalnya pada musim panas
dengan faktor predisposisi berupa debu, sinar matahari, dan berbagai serangga. Lesi
central pada kornea dapat berupa unilateral ataupun bilateral dengan gejala klinis
berupa epiphora, blepharospam, photophobia, hyperemia konjungtiva dan chemosis.
Kornea dari sapi yang terinfeksi dapat berkembang menjadi abses yang selanjutnya bisa
pecah dan menjadi ulcer. Ulcer ini dapat sembuh dalam kurun waktu 3 minggu atau
malah berkembang menjadi keratokonjungtivitis.

Sequestrum kornea pada kucing (Feline corneal sequestrum)

Penyakit ini dapat terjadi baik secara unilatereal maupun bilateral, dimana kelainannya
berupa lesi gelap kornea yang terdapat di daerah central dari kornea. Penyebabnya
belum begitu jelas, namun kasus ini sering terjadi pada kucing jenis Persia dan Himalaya,
pernah juga dilaporkan kasus ini dapat juga terjadi pada kucing jenis lokal. Faktor lain,
seperti infeksi FHV-1 dapat terlibat dalam perkembangan kelainan ini. Lesinya bersifat
superficial, sirkular dengan kelainan berupa daerah hitam yang berada di pusat kornea.
Secara mikroskopik, walaupun tersebar, sebagian besar lesi tersusun oleh keratocytes.
Se-sel radang juga dapat teramati disepanjang perbatasan lesi, terutama neutrophil,
yang diikuti dengan sebagian epithel kornea mengalami perluasan.

Keratokonjungtivitis sicca

Merupakan kelainan pada mata yang terjadi akibat kekurangan produksi cairan air mata
sehingga mata menjadi kering (dry eye, xerophthalmia) dan umumnya penyakit ini
bersifat kronis. Ada beberapa tipe penyebab penyakit ini. Kasus penyakit
keratokonjungtivitis akibat tipe 1 berupa kekurangan sekresi dari kelenjar lakrimalis atau
kelenjar lakrimalisnya mengalami atropi. Penyebab dari tipe 2 berupa kerusakan
glandula lakrimalis yang sering terjadi pada kasus distemper pada anjing, trauma pada
kelenjar lakrimalis atau tidak adanya supply saraf pada kelenjar tersebut, penyumbatan
pada ductus dari kelenjar lakrimalis karena infeksi bakteri kronis pada konjungtiva dan
reaksi radang berperantara imun.

Gejala klinis dari penyakit ini bervariasi, tergantung dari keparahan kurangnya produksi
air mata. Berkurangnya produksi air mata dapat menyebabkan penurunan kelembaban
dari kornea dan konjungtiva. Hal ini dapat mengakibatkan rasa sakit sehingga akan
timbul gejala blepharospasm dan endophthalmos. Akibat kekeringan pada kornea,
kornea dapat mengalami keratinisasi (menjadi menebal), dan dapat pula membentuk
jaringan yang menyerupai kulit (epidermalization). Bila berkembang, kornea bisa
menjadi opaque, terjadi ulcer, vaskularisasi dan berpigmen. Kasus dengan gejala klinis
seperti ini dapat pula terjadi bila bola mata mengalami disposisi secara anterior
(exophthalmos) akibat lesi bagian dalam dibelakang bola mata atau bila kelopak mata
tidak mampu menutup kornea (lagophthalmos) secara sempurna.

Keratitis superfisialis kronis (Chronic superficial keratitis)

Kelainan keratitis superfisialis kronis (Uberreiter’s syndrome, degenerative pannus)


merupakan radang progressive yang umumnya bersifat bilateral pada anjing, khususnya
German shepherd. Kelainan ini berawal di daerah temporalnya dengan lesi berupa
proliferasi epithel kornea diatas membran jaringan granulasi yang berpigmen dan
bervaskularisasi yang meluas sampai bagian peripheral kornea. Limfosit, plasma sel, dan
sel mast mengikuti infiltrasi jaringan fibrovaskular yang melintang pada kornea.
Penyebab dari kelainan ini belum diketahui dengan jelas, namun diduga karena terjadi
reaksi berperantara imun. Apalagi bila reaksi antara sel imun dengan antigen pada
kornea menjadi lebih parah bila dibarengi dengan semakin lama terekspose oleh sinar
ultraviolet.

Eosinophilic keratitis

Keratitis eosinophilik merupakan tipe keratitis yang unik dan umumnya sering terjadi
pada kuda dan kucing. Pada Kucing, lesinya berupa keratokonjungtivitis proliferative
dengan tipikal lesi yang beraspek putih sampai merah muda, irregular dan adanya
vaskularisasi. Pemeriksaan histopatologi, lesinya diinfiltrasi oleh sel-sel radang seperti
plasma sel dan limfosit dengan beberapa jumlah eosinophil, macropage dan sel mast.
Diduga infeksi dari Feline herpes virus tipe 1 dapat menyebabkan kelainan ini.
Pada Kuda, keratitis eosinophilik dimanifestasikan sebagai lesi putih dengan subepithelial
plaque menutupi ulcer kornea. Kasus ini biasanya diikuti dengan gejala klinis berupa
blepharospasm, chemosis, dan konjungtivitis. Pengamatan mikroskopis, plaque berisikan
foci eosinophil, area collagenolisis, dan beberapa sel radang seperti: sel mast, limposit,
plasma sel, terkadang neutrophil. Walaupun penyebabnya belum begitu jelas, diduga
reaksi allergi, reaksi berperantara imun dan reaksi radang akibat parasit dapat
menyebabkan kelainan keratitis eosinophilik pada kuda.

Edema pada kornea (Corneal Edema)

Edema kornea merupakan kelainan yang disebabkan oleh penimbunan cairan pada
stroma kornea akibat dari rusaknya film/membran prekorneal, stroma dari pembuluh
darah mata dekat kornea, gangguan konsentrasi / absorbsi cairan humor aqueous.
Secara klinis, edema pada kornea menyebabkan opaque biru keabu-abuan pada kornea.
Secara mikroskopis, fiber collagen didekat kornea terpisah sehingga pada pewarnaan
akan tampak terjadi penebalan dan lebih pucat pada stroma kornea.

Edema pada kornea dapat sebagai akibat dari ulcer pada kornea, keratitis atau dysfungsi
endothelial sel dari kornea. Sementara penyebab dari disfungsi endothelial dapat
meliputi endothelial dystropi yang sering terjadi pada anjing dari jenis Boston terrier,
Chihuahua, dan Dachshund; kasus peradangan yang meliputi endothel dari cornea
seperti infeksi canine hepatitis, maupun infeksi malignan catarrhal fever, pembedahan
intraocular dan glaucoma.

Lesi dari konjungtiva

Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Konjungtivitis akut berkarakter


congesti pada pembuluh darah, edema (chemosis), dan keluarnya air mata (epiphora)
dan bisa sampai terjadi discharge serous, mucoid, atau mucopurulent. Kronis
konjungtivitis ditandai dengan peningkatan jumlah dari sel goblet, sel epithel mengalami
hyperplasia, squamous metaplasia yang diikuti keratinisasi dan subepithelial akumulasi
dari limposit, dan plasma sel. Limposit dapat membentuk agregasi subepithel (follicular
conjungtivitis). Konjungtivitis dapat berhubungan dengan radang dari lokasi lain,
misalnya infeksi pada saluran nafas atas yang bermanifestasi menjadi radang pada
konjungtiva, khususnya keratokonjungtivitis. Peradangan konjungtiva dapat terjadi bila
selaput konjungtiva berfusi, contohnya, kasus neonatal konjungtivitis, dimana kelopak
mata atas dan bawah mengalami adhesi (ankyloblepharon), dan bila konjungtiva
palpebrae berfusi dengan kornea atau dengan konjungtiva bulbaris (symblepharon).

Viral konjungtivitis

Intrasitoplasmik viral inklusi dapat diamati pada konjungtiva anjing yang mengalami
distemper, sedangkan pada kucing yang terinfeksi feline immunodeficiency dengan tipe
konjungtivitis ringan. Pada kuda, konjungtivitis akibat penyakit virus pernah dilaporkan
pada infeksi equine viral arthritis, equine adeno virus sedangkan pada sapi, akibat
infection bovine rinotracheitis. Pada infeksi feline herpes virus – 1 pada kucing, secara
mikroskopis, lesi meliputi nekrosis pada epithel, infiltrasi neutrophil, ulcer dendritik pada
cornea, intranuklear inklusi pada konjungtiva dan sel epithel pada kornea.

Bakterial konjungtivitis

Bakterial konjungtivitis merupakan penyakit umum pada berbagai hewan. Walaupun


berbagai jenis bakteri telah terisolasi dari konjungtiva hewan, kebanyakan merupakan
bakteri yang tidak pathogen atau termasuk bakteri yang dapat menyebabkan radang
ringan. Contohnya, Moraxella (Branhamella) ovis, dapat diisilasi dari konjungtiva domba
baik yang sehat maupun yang sakit; Pasteurella multosida pada kelinci dan
Staphillococcus spp. pada anjing. Pada bangsa unggas, konjungtivitis dengan ocular
discharge dan blepharitis dapat merupakan gejala klinis dari fowl cholera, yang
disebabkan oleh Pasteurella multosida. Dengan gejala klinis yang mirip dapat ditemukan
pada Bordetella avium pada unggas turkey dan Haemopillus paragallinarum, penyebab
infectious coriza pada ayam. Bakteri jenis lain yang dapat menyebabkan konjungtivitis
meliputi: Staphilococcus aureus, Streptococcus sp, Erysipelothrix rhusiopathiae, dan
Pseudomonas aeruginosa.

Chlamydial conjungtivitis

Infeksi oleh Chlamydophila (Chlamydia) psittaci terjadi pada burung dan hewan lain,
khususnya kucing, kambing, domba, dan babi yang bisa menyebabkan konjungtivitis.
Pada burung, konjungtiva dapat diilfiltrasi oleh heterophil, macropage, limposit dan
plasma sel. Pada kucing, infeksi akut dicirikan dengan congesti konjungtiva, chemosis,
serous ocular discharge, dan infiltrasi dari konjungtiva dengan netrophil. Inklusi
intrasitoplasmik dapat teramati beserta nodul limpositik (follicular konjungtivitis) bila
infeksi berlangsung secara kronis. Pada Domba dan kambing, infeksi ini disebut infeksius
keratokonjungtivitis dengan karakter lesi berupa follicular konjungtivitis.

Parasitik konjungtivitis

Konjungtivitis akibat parasit dapat terjadi pada hewan. Penyebabnya dapat terjadi
bersamaan dengan infeksi migrasi larva nematoda, contohnya Oestrus ovis, pada domba
atau karena kantong konjungtiva ditempati oleh parasit dewasa. Pada sapi dan kuda,
thelazia sp. dapat berpredileksi di bagian kantong konjungtiva mata dan di duktus
nasolakrimalis. Sebagian besar kasus infeksi oleh parasit ini tidak begitu parah, hanya
menyebabkan lymphoplasmacytic konjungtivitis; sedangkan pada bangsa burung, parasit
yang umumnya menginfeksi konjungtiva mata umumnya nematode dari golongan
Oxyspirura sp. atau dari trematoda, Philophthalmus gralli.

Konjungtivitis Lipogranulomatous (Lipogranulomatous conjunctivitis)

Terjadi pada kucing, dengan karakter lesi berupa deposisi lemak pada jaringan
penghubung konjungtiva. Deposisi lemak ini berhubungan dengan radang granuloma
dan sel goblet yang mengalami hyperplasia. Sumber dari deposisi lemak dapat berasal
dari kelenjar Meibomian, depo-depo lemak pada jaringan penghubung atau bisa berasal
dari luar, misalnya injeksi subkonjungtival. Ketika akumulasi lemak terjadi dan dibarengi
oleh infiltrasi sel macropage di daerah palpebral konjungtiva, lesi ini disebut xanthoma
atau xanthelasma.

Hypopigmentasi pada iris (Iridal Hypopigmentation)

Warna iris pada mata sebagian besar ditentukan oleh jumlah stroma pigmentasinya.
Variasi jumlah dan distribusi dari melanosit pada iris menyebabkan perbedaan variasi
warna pada iris itu sendiri. Kekurangan aspek warna baik sebagian ataupun seluruhnya
dari iris mata suatu hewan disebut heterochromia iridis. Kasus ini menyebabkan
terjadinya hipopigmentasi pada iris baik yang terjadi secara bilateral maupun unilateral
dan telah banyak dilaporkan terjadi pada hewan. Lesi ini dapat bersifat congenital dan
sering berhubungan dengan white coat color (iris tertutupi oleh selaput putih), ketulian,
idiophaty atau karena atrophy akibat trauma atau peradangan. Perubahan
mikroskopisnya meliputi abnormalitas atau kekurangan pigmen, ataupun tidak ratanya
distribusi dan tidak adanya pigmen pada stroma iris; atau iris itu sendiri mengalami
hipoplasia.

Lymphocytic-Plasmacytic Uveitis

Lymphoplasmacytic pada uvea terutama pada bagian anterior merupakan kasus umum
dan sering bersifat kronis. Secara histopatologi perubahan yang teramati berupa infiltrasi
dari limfosit dan sel plasma dalam jumlah banyak pada bagian stroma dari iris dan badan
siliari. Pada kucing, limfosit dapat berakumulasi membentuk nodul-nodul pada bagian
anterior dari uvea. Limfositik nodul ini dapat melibatkan klep pada ciliari dan sering
diasosiasikan dengan glaucoma sekunder.

Meskipun penyebab dari kasus limfoplasmasitik ini belum begitu jelas, (idiophati) tetapi
dapat merupakan akibat dari intraocular atau sistemik infeksi dari virus, protozoa, atau
parasit, trauma, katarak, atau intraocular neoplasia. Misalnya, limfoplasmasitik anterior
uveitis terjadi pada anjing yang terinfeksi dirofilaria immitis bentuk immature; dimana
larva parasitnya dapat menginfeksi bagian aqueous humor pada mata. Sedangkan kasus
ini dapat juga terjadi pada kucing yang terinfeksi Toxoplasma gondii.

Anomali pada lensa

Kongenital anomali pada lensa mata biasanya terjadi karena kegagalan formasi dari
perkembangan organ intraokuler yang lain. Beberapa kasus anomaly pada lensa mata
meliputi: ketidakhadiran lensa mata (aphakia) yang terjadi akibat kegagalan dari vesikel
optik menginduksi permukaan ectoderm, ataupun ukuran dari lensa mata yang lebih
kecil dari ukuran normalnya (microphakia), dimana kasus microphakia umumnya lensa
mata berbentuk sperikel (spherophakia); dan bahkan keadaan anomaly lainnya, yaitu
lensanya dapat berada dilokasi abnormal (ectopia lentis).

Katarak

Katarak merupakan opasitas permanen dari lensa mata yang dapat terjadi akibat
meningkatnya cairan karena perubahan nutrisi, metabolisme, atau keseimbangan
osmotic dari lensa. Katarak dapat bersifat turunan ataupun dapatan. Katarak akibat
dapatan umumnya disebabkan oleh penyakit metabolic sistemik, kekurangan nutrisi,
radiasi, efek dari toxin, penuaan, glaucoma, uveitis, penyakit retina, luxasio pada lensa,
dan trauma. Pada penderita diabetes mellitus, jumlah glukosa yang banyak pada cairan
aqueous humor memasuki lensa dan termetabolisme via siklus sorbitol. Siklus ini
menghasilkan polialkohol, yang memproduksi zat-zat osmotic yang menyebabkan
terjadinya akumulasi cairan pada lensa mata. Cairan yang banyak dapat merusak
membran lentikular fiber.

Beberapa hewan yang diberi pakan dengan kandungan galaktose yang tinggi dapat
menyebabkan katarak. Radiasi, yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi gangguan keseimbangan cairan pada mata juga dapat sebagai pemicu
katarak. Katarak yang berhubungan dengan defisiensi nutrisi juga terjadi akibat
kekurangan: triptopan, phenilalanin, valine, histidin, atau arginin. Katarak akibat penyakit
intraocular seperti uveitis, glaucoma ataupun retinal degeneration dapat menyebabkan
katarak dengan rusaknya bagian lentikular nutrisi atau formasi dari zat-zat yang
berbahaya. Pada Ikan, katarak terjadi akibat infestasi dari larva parasit nematoda
(Disphotonum sp.)

Perubahan morfologi pada katarak biasanya mirip, terlepas dari penyebabnya, dan
biasanya melibatkan bagian lentikular epithel dan serabut-serabut mata. Bagian
lentikuler epithel dapat menjadi pipih dan membentuk multilayer plaque disepanjang
lentikular kapsul. Sel-sel opaque memiliki bentuk histology fibroblast; oleh karena itu
proses ini sering disebut fibrous metaplasia. Lentikular metaplasia sel dapat juga
bermigrasi ke daerah abnormal, khususnya disepanjang capsul bagian posterior
(posterior subcapsular epithelial cell migration) dan dapat membengkak membentuk sel
yang disebut bladder cells.

Katarak juga dapat disebabkan akibat perubahan yang terjadi pada bagian lentikular
fiber mata. Cairan pada sitoplasma sel-sel fiber keluar sel (liquifaction/ keluarnya
proteinaceous) yang menyebabkan sel menjadi mengkerut. Hal ini menyebabkan
adanya perkembangan globula sperikal extraseluler (morgagnian globule) dan terjadinya
akumulasi cairan proteinaceous diantara entikular fiber. Debris-debris nekrotik pada
lensa dapat mengalami mineralisasi, dan dalam beberapa waktu mampu menurunkan
volume yang otomatis menyebabkan bagian kapsul lentikular menjadi mengkerut.

Katarak juga dapat diklasifikasikan dari umur hewan, tahap pendewasaan dan lokasi
pada lensa mata. Katarak dapat terjadi pada hewan yang baru lahir (congenital). Katarak
yang ini biasanya terjadi secara bilateral dan kejadiannya bisa bersamaan dengan kasus
anomaly mata yang lain, misalnya: persisten papillary membran dan microphthalmia;
atau bisa juga kasusnya bersifat solitari. Katarak bisa juga berkembang pada hewan
muda (juvenile) atau pada hewan yang sudah tua (senile).
PATOLOGI TELINGA

Telinga merupakan organ yang fungsinya untuk mendengar; dan secara umum dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu telinga bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.

Bagian telinga luar meliputi daun telinga (aurikula / pinna) dan saluran auditori luar.
Sedangkan, bagian telinga tengah terdiri dari membrane tympani / selaput gendang,
ruang tympani dan tulang pendengar (ossicula auditus) yang disertai otot dan ligament
dan secara primer digunakan sebagai pengantar suara. Bagian telinga tengah
berhubungan dengan nasofaring melalui buluh auditori (tuba auditiva). Telinga bagian
dalam meliputi labirin berselaput yang berada didalam os petrosa, yang berguna selain
membantu pendengaran juga untuk keseimbangan.

Struktur Telinga
Patologi telinga luar

1. Anomaly telinga luar


Ada beberapa tipe anomaly telinga bagian luar, yang meliputi: daun telinga yang
ukurannya lebih besar/lebar dari ukuran normalnya (makrotia); ada juga ukuran dari
pinna yang lebih kecil dari ukuran normalnya (microtia); ataupun hewan yang
mengalami kelainan dengan tidak tumbuhnya daun telinga yang semestinya ada
(anotia), yang pernah terjadi dilaporkan pada anjing dan domba.

Patologis pada telinga bagian luar dimana saluran auditori luar tidak ada, atau
gagalnya saluran tersebut membuka (atresia). Kasus ini sering terjadi pada anjing
yang baru lahir, dimana saluran auditori luarnya mengalami penyumbatan. Kelainan
ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran karena gelombang suara tidak dapat
diteruskan ke bagian yang lebih dalam.

2. Nekrosis dan fissure pada daun telinga


Nekrosis pada daun telinga dapat terjadi karena suhu yang ekstrim, infestasi parasit
atau karena garukan maupun gesekan pada bagian yang kasar. Apabila derajat
trauma agak berat, pinna bisa mengalami luka dan bila terinfeksi oleh bakteri dapat
menjadi borok (fissure).

3. Hematoma daun telinga


Kelainan ini ditandai dengan adanya gumpalan darah dibawah kulit daun telinga.
Keadaan ini dapat disebabkan karena trauma. Hewan yang mempunyai daun telinga
menggantung lebih sering mengalami hematoma dan juga lebih sering terjadi pada
bagian sisi cekung dari telinga luarnya. Hematoma daun telinga bila parah dapat
berkembang membentuk jaringan granulasi sehingga daun telinga dapat menjadi
mengeras sampai mengakibatkan perubahan bentuk dari pinna tersebut.

4. Tumor pada telinga


Kebanyakan kasus tumor telinga pada hewan berasal dari jaringan kulit dan kelenjar
serumen. Misalnya, squamous sel karsinoma, merupakan tumor kulit pada daun
telinga. Walaupun umumnya jinak, kasus ini sering terjadi pada kucing putih yang
terlalu lama terpapar sinar matahari. Adenoma dan adeno karsinoma, (ceruminous
gland neoplasms) merupakan jenis tumor yang sering terjadi pada hewan dimana
kelenjar serumennya mengalami gangguan pertumbuhan berupa proliferasi
membentuk jaringan lain. Hal ini biasanya mengikuti infeksi kronis dari otitis
eksterna. Jaringannya umumnya berupa massa nodular yang ukuran diameternya
kurang dari 2 cm. Jaringan neoplasma pada anjing lebih sering bersifat benigna,
sedangkan pada kucing lebih sering bersifat malignan. Secara mikroskopis, massa
jaringan tersusun oleh sel kuboid epithel yang tersusun pada tubulus dan beraspek
eosinophilik sampai pigmen coklat keemasan.

5. Radang pada telinga (otitis)


Radang pada telinga dapat dikelompokkan berdasarkan agen yang menyebabkan
terjadinya peradangan. Peradangan akibat infestasi parasit, sering terjadi pada anjing
(Sarcoptes scabei, Rhipichepalus spp) dan ruminansia (Psoroptes cunniculi, Otobius
sp).

Otitis media
Peradangan pada telinga bagian tengah dapat terjadi karena perluasan dari otitis
eksternal / radang telinga bagian luar melewati membran tympani. Kelainan ini
umum terjadi pada anjing, sedangkan pada babi, kucing, ruminant, tikus dan kelinci
penyebaran otitis media dapat terjadi dari pharing ke tuba auditori dan hal ini sering
terjadi bersamaan dengan kasus pneumonia. Otitis media sering disebabkan oleh
infeksi bakteri. Banyak jenis bakteri dan mycoplasma yang telah diisolasi dari telinga
bagian tengah. Mikroorganisme yang telah diisolasi dari telinga bagian tengah
meliputi: Arcanobacterium pyugenes (pada ruminansia, babi), mycoplasma bovis
(sapi), Mycoplasma hyorhinis (babi), mucoplasma pulmonis (tikus), pasteurella
multosida (kucing, sapi, kelinci, babi), Pseudomonas aeruginosa (anjing, babi),
Staphilococcus sp (anjing), Streptococcus sp (anjing, babi).

Peradangan pada telinga bagian tengah dapat menyebar ke tulang yang ada
didekatnya dan bisa menyebabkan osteomyelitis dan osteolisis dari septa tulang
(osseus septa) pada sapi dan babi. Otitis media pada kuda dapat menyebar
keseluruh permukaan tulang dan sampai meliputi stylohyoid tulang, menyebabkan
terjadi fusi dari persendian temporohyoid. Fusi ini merupakan predisposisi dari
fraktur pada tulang temporal, yang dapat mempengaruhi terjadinya disfungsi dari
saraf yang berada didaerah vestibulococklear dan wajah.

Nasopharyngeal Polyp

Umum terjadi pada kucing yang berasal dari mukosa daerah tympani, sering pada
daerah dorso lateral compartemen dan bisa terjadi secara bilateral maupun
unilateral. Masa polypoid dapat mengisi ruang tympani, meluas ke saluran auditori
dan dapat menempati daerah nasopharing. Polip yang berada di saluran nasopharing
dapat berupa ulcer dan pada bagian superfisialnya terinfiltrasi oleh neutrophil. Polip
ini juga dapat mengalami ruptur melewati membran timpani ke saluran eksternal
auditorius. Polip itu sendiri dapat tersusun oleh pembuluh darah, jaringan fibrosa,
jaringan penyambung mixomatous, yang diinfiltrasi oleh sel limposit dan tertutup
oleh squamous epithel atau epithel kolumner baik yang bersilia ataupun tidak
bersilia. Bahkan, polip tersebut kadang mengandung kelenjar mukosa dan nodul
lymphoid.

Anda mungkin juga menyukai