Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. K DENGAN CEDERA KEPALA


RINGAN
DI RUANG IGD RSUD TIDAR MAGELANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Tahap Akademik
Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Dosen Pembimbing :
Ns. Dody Setiawan, S.Kep., M. Kep

Oleh :

Muhammad Fathur Rohman 22020115120010


Nur Holiza 22020115120012
Syeikha Mega Surya Pramita 22020115120042
Ibnati Haniyfatul Maghfiroh 22020115130103
Gias Luthfiana Sari 22020115130109
A15.2

MANAJEMEN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008), cedera kepala
biasanya diakibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan. Sedangkan
akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah kematian.
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di dunia
kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000
kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah
sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan
akibat cedera kepala tersebut (Depkes, 2012). Diperkirakan 100.000 orang
meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-
laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera
kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya
(Smeltzer, 2002).
WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa kematian pada
cedera kepala diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas. WHO mencatat
pada tahun 2013 terjadi kematian yang disebabkan karena kecelakaan lalu
lintas dengan jumlah 2.500 kasus. Di Amerika Serikat, kejadian cedera
kepala setiap tahun diperkirakan mencapai 500.000 kasus dengan prevalensi
kejadia 80% meninggal dunia sebelum sampai rumah sakit, 80% cedera
kepala ringan, 20% cedera kepala sedang, dan 10% cedera kepala berat.
Oleh karena itu kelompok memilih untuk membasan dan mengelola
pasien dengan cedera kepala sehingga perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan secara cepat dan tepat.
B. Tujuan
1. Umum
a. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
ringan?
2. Khusus
a. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan cedera kepala ringan?
b. Apa saja diagnosa keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
ringan?
c. Bagaimana intervensi keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala ringan?
d. Bagaimana implementasi keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala ringan?
e. Bagaimana evaluasi keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
ringan?

C. Manfaat
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Rumah sakit mampu memberikan pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal
pada umumnya dan Tn. K cedera kepala ringan khususnya
2. Bagi tenaga kesehatan khusunya perawat
Perawat mampu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien agar lebih
maksimal, khususnya pada Tn. K dengan cedera kepala ringan
3. Bagi institusi pendidikan
Institusi pendidikan mampu meningkatkan mutu pelayanan
pendidikan yang lebih berkualitas sehingga tercipta perawat
profesional yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara
menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Nyeri akut menurut NANDA 2018-2020 merupakan pengalaman
sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan dan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan
(International Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi.

B. Etiologi
NANDA 2018-2020 mengelompokkan etiologi nyeri akut sebagai berikut :
1. Agens cedera biologis (misalnya infeksi, iskemia, neoplasma)
2. Agens cedera fisik (misalnya abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan)
3. Agen cedera kimiawi (misalnya luka bakar, kapsaisin, metilen klorida,
agend mustard)

C. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik diagnosa keperawatan nyeri akut menurut NANDA
2018-2020 sebagai berikut :
1. Perubahan selera makan
2. Perubahan pada parameter fisiologis
3. Diaforesis
4. Perilaku distraksi
5. Menunjukkan perilaku nyeri
6. Perilaku ekspresif
7. Ekspresi wajah nyeri
8. Sikap tubuh melindungi
9. Putus asa
10. Fokus menyempit
11. Sikap melindungi area nyeri
12. Perilau protektif
13. Perubahan kativitas
14. Dilatasi pupil
15. Fokus pada diri sendiri
16. Keluhan tentang intensitas nyeri
17. Keluhan tentang karakteristik nyeri

D. Klasifikasi Nyeri Akut


Menurut Linn ES (2008) nyeri akut dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Nyeri Somatik, jika organ yang terkena adalah organ soma seperti kulit,
otot, sendi, tulang, atau ligament karena di sini mengandung kaya akan
nosiseptor. Terminologi nyeri muskuloskeletal diartikan sebagai nyeri
somatik. Nosiseptor di sini menjadi sensitif terhadap inflamasi, yang
akan terjadi jika terluka atau keseleo. Selain itu, nyeri juga bisa terjadi
akibat iskemik, seperti pada kram otot. Hal inipun termasuk nyeri
nosiseptif. Gejala nyeri somatik umumnya tajam dan lokalisasinya jelas,
sehingga dapat ditunjuk dengan telunjuk. Jika kita menyentuh atau
menggerakan bagian yang cedera, nyerinya akan bertambah berat.
2. Nyeri viseral, jika yang terkena adalah organ-organ viseral atau organ
dalam, meliputi rongga toraks (paru dan jantung), serta rongga abdomen
(usus, limpa, hati dan ginjal), rongga pelvis (ovaruim, kantung kemih
dan kandungan). Berbeda dengan organ somatik, yang nyeri kalau
diinsisi, digunting atau dibakar, organ somatik justru tidak. Organ
viseral akan terasa sakit kalau mengalami inflamasi, iskemik atau
teregang. Selain itu nyeri viseral umumnya terasa tumpul, lokalisasinya
tidak jelas disertai dengan rasa mual-muntah bahkan sering terjadi nyeri
refer yang dirasakan pada kulit.
E. Patofisiologi (Pathway)
Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujungujung
saraf bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk
tekanan mekanis, deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia.
Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan
Pacini dan Meissner juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai
nyeri. Zat-zat kimia yang memperparah nyeri antara lain adalah histamin,
bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin, ion kalium, dan ion
hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera,
hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda
spinalis oleh serat A delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda
spinalis oleh serat C lambat.
Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P
sewaktu bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian
besar serat nyeri bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen.
Namun, sebagian serat berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di
korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda
spinalis, informasi mengenai rangsangan nyeri dikirim oleh satu dari dua
jaras ke otak - traktus neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus.
Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta
di salurkan ke otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian
dari serat tersebut berakhir di reticular activating system dan menyiagakan
individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke thalamus.
Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatik tempat
lokasi nyeri ditentukan dengan pasti.
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan
sebagian oleh serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus
paleospinotalamikus. Serat-serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang
otak, dan ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah grisea
periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjalan melalui
daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan system
limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki
lokalisasi difus dan menyebabkan distress emosi berkaitan dengan nyeri.

F. Dampak Lanjut
1. Gangguan rasa nyaman
2. Gangguan pola tidur
3. Intoleransi aktivitas
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Defisit perawatan diri

G. Efek Psikologi dari Nyeri


Menurut Newton-john TRO (2003) efek dari nyeri antara lain:
1. Efek Langsung
a. Gangguan konsentrasi dan memori
b. Emotional arousal
c. Gangguan tidur
d. Mobilitas terbatas; berjalan, duduk, berdiri, berbaring, naik,
membawa, peregangan, membungkuk
2. Efek Sekunder-Fisik
a. Gangguan beraktivitas
b. “Disuse syndrome” – atropi otot, kehilangan kekuatan dan tonus,
kaku sendi
c. Efek samping penggunaan obat anelgesik yang berlebihan-
drowsiness,konstipasi.
3. Efek Tersier-Psikologis
a. Penurunan kontak sosial dan frekuensi aktivitas menyenangkan
b. Peningkatan ketergantungan
c. Hilang rasa percaya-diri dan harga diri
d. Peningkatan fokus pada nyeri
e. Dilingkupi menghindari ketakutan: takut pada nyeri yang bertambah

H. Pengukuran Nyeri
Nyeri merupakan masalah subjektif yang dipengaruhi oleh
psikologis, kebudayaan dan hal lainnya. Ada beberapa metode yang
digunakan untuk menilai intensitas nyeri, antara lain:
1. Verbal Rating Scale (VRSs)
Menggunakan suatu word list untuk mendeskripsikan nyeri yang
dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang
menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list
yang ada. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas
nyeri dari saat pertama kali muncul sampai tahap penyembuhan.
Penilaian ini menjadi beberapa kategori nyeri, yaitu :
2. Numeric Rating Scale (NRSs)
Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range
dari intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas
nyeri yang dirasakan dari angka 0-10. “0” menggambarkan tidak ada
nyeri sedangkan “10” menggambarkan nyeri yang hebat

3. Visual Analogue Scale (VASs)


Paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri. Metode
ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan
keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien
menandai angka pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri
yang dirasakan. Keuntungan menggunakan metode ini adalah
sensitif untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri, mudah
dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam berbagai
kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan pada
anak-anak dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan jika
pasien berada dalam nyeri hebat
4. Wong Baker Face Scale
Dengan cara melihat mimik wajah pasien dan biasanya untuk menilai
intensitas nyeri pada anak-anak.

I. Penanganan Nyeri
1. Manajemen Nyeri Farmakologi
Jika penyakit dasar ditangani secara efektif, maka juga dapat
menghilangkan atau mengurangi nyeri. Jika mengalami infeksi dan
mengkonsumsi antibiotik, antibiotik itu dapat membasmi infeksi, juga
dapat menghilangkan nyeri akibat infeksi itu. Walaupun penyakit
dasarnya dapat diobati, seringkali analgesik masih diperlukan untuk
mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri. Analgesik nonopioid dan
opioid sangat baik untuk menghilangkan nyeri nosiseptif tetapi tidak
untuk nyeri neuropatik (Tanra, Husni 2015).
2. Manajemen Nyeri Non-farmakologi
Manajemen nyeri non-farmakologi dapat dilakukan dengan cara:
a. Relaksasi : Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan
mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Relaksasi terbagi menjadi
relaksasi nafas dalam dan relaksasi otot.
b. Imajinasi terbimbing : Imajinasi terbimbing adalah upaya untuk
menciptakan kesan dalam pikiran Tn. K kemudian berkonsentrasi
pada kesan tersebut sehingga secara bertahap dapat menurunkan
persepsi nyeri Tn. K. Tindakan ini dapat dilakukan secara
bersamaan dengan tindakan relaksasi.
c. Distraksi : Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian Tn.
K ke hal-hal lain diluar nyeri, sehingga dengan demikian
diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri
bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
d. Stimulasi elektrik (TENS) : Bisa dilakukan dengan massase, mandi
air hangat, kompres dengan es, pijatan dengan menthol dan
stimulasi saraf electric transkutan (TENS).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 21 Agustus 2018
Tanggal pengkajian : 21 Agusus 2018

1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. KI
b. Usia : 39 tahun
c. Jenis kelamin : laki-laki
d. Alamat : Salaman, Magelang
e. Agama : Islam
f. Diagnose medis : Cedera Kepala Ringan (suspect)
g. No. RM :-
2. Pengumpulan Data
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Tidak terdapat obstruksi atau sumbatan di jalan nafas Tn. K.
Suara nafas normal.
2) Breathing
Pernafasan Tn. K regular RR: 22x/menit, tidak terpasang nasal
kanul.
3) Circulation
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 79x/menit irama irregular
CRT : >3 menit
Akral hangat, turgor kulit normal, kulit lembab.
4) Disability
Kesadaran : E4 M6 V5 composmentis. Pupil isokor.
5) Exposure
Terdapat bekas darah pada lubang hidung, Tn. K terpasang
neck collar, gigi insisifus patah 2, hidung bengkak, tangan
kanan dan kiri bengkak, bibir kiri sobek, jejas dada kanan.
b. Pengkajian Sekunder
1) Symptoms
Tn. K mengatakan bahwa pada malam hari terserempet mobil
dari belakang. Tn. K mengatakan tidak langsung ke rumah
sakit karena sudah malam dan tidak ada yang mengantar.
2) Allergies
Tn. K tidak memiliki alergi obat atau pun makanan.
3) Medication
Tn. K mengatakan belum mengkonsumsi obat-obatan sama
sekali sebelum ke rumah sakit.
4) Past Illnes
Tn. K mengatakan bahwa tidak memiliki penyakit sebelum ini.
5) Last Meal
Tn. K mengatakan bahwa belum makan selama sesudah
terserempet mobil Tn. K hanya minum teh sedikit.
6) Event
Tn. K masuk IGD RSUD Tidar karena mengalami tabrak lari
ketika malam hari. Tn. K mengatakan bahwa ia membentur
trotoar sehingga menyebabkan hidungnya bengkak dan
berdarah. Tn. K mengatakan bahwa kepalanya pusing dan
tidak bisa tengok kekiri dan ke kanan. Tn. K mengatakan
bahwa kedua pergelangan tangannya sakit. Tangan kanan
memiliki skala nyeri 5-6, tangan kiri memiliki skala nyeri 3.
Tn. K mengatakan gigi bawah semua goyang.
c. Pemeriksaan Antopometri
BB : 58 kg
TB : 160 cm
IMT : 22,6 kg/m2 (berat badan ideal)
d. Pemeriksaan Fisik
Bagian Keterangan
Kepala Rambut ikal agak gondrong, sedikit berminyak, kepala
pusing, tidak dapat bergerak
Sclera memerah karena kurang tidur (tidur-tidur ayam),
Mata
terdapat kantung mata.
Hidung bengkak, terdapat bekas darah di kedua lubang
Hidung
hidung.
Tidak terdapat lesi dan jaringan parut, serumen sedikit,
Telinga
telinga sedikit kotor
Mulut bagian dalam kiri sobek ±2cm, gigi insisifus patah
Mulut &
2, gigi bawah goyang, mulut terasa nyeri skala 3-4 yang
Gigi
berlangsung intermitten.
Leher Leher bersih
Inspeksi : tidak terdapat iktus kordis
Jantung
Palpasi : detak jantung terasa dan dapat teraba
Perkusi : bunyi pekak
Auskultasi : bunyi jantung normal BJ 1 lup BJ 2 dup
beriringan, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
Dada dan Inspeksi : terdapat jejas pada dada kanan
Paru Palpasi : terdapat nyeri tekan pada dada
Perkusi : terdengan sonor
Auskultasi : terdengar bunyi vesikuler
Atas : bengkak dan memar pada kedua pergelangan
tangan, akral teraba hangat, pergelangan tangan di fiksasi
Ekstremitas
dengan elastic bandage, CRT: <3 detik

Bawah : akral teraba hangat, CRT<3 detik


Genetalia Tidak tekaji
Integument Kulit teraba lembab, turgor kulit baik.
e. Kebutuhan Dasar Manusia
Oksigenasi Saturasi oksigen baik
Nutrisi dan Tn. K belum makan sejak terserempet mobil, hanya
Cairan minum air teh 4 teguk.
Tn. K mengatakan bahwa ia buang air kecil sekali
Eliminasi
sebelum berangkat ke UGD.
Istirahat Tn. K mengatakan tidak bisa tidur karena merasa nyeri.
Tidur Tn. K hanya tidur ayam semalaman.
Keamanan Rail tempat tidur terpasang, terpasang neck collar, posisi
dan kepala elevasi 30o.
Kenyaman
ADL Tn. K composmentis GSC E4 M6 V5
Tn. K mengatakan belum mandi setelah terserempet
Hygiene
mobil.
Stress dan Tidak terkaji
Koping
Seksualitas Tn. K berjenis kelamin laki-laki
Tn. K dan keluarga mendapat pengetahuan dari perawat
Informasi
dan dokter.
Tn. K mengatakan belum sholat setelah terserempet
Spiritualitas
mobil.
B. ANALISA DATA
Nama : Tn. K
Ruang Rawat : IGD

No Data Masalah Etiologi Diagnosa Keperawatan


1 DS: Nyeri Akut (00132) Agens cidera Nyeri Akut berhubungan dengan
1. Tn. K mengeluh nyeri pada kedua fisik (trauma agens cidera fisik (trauma kepala
pergelangan tangan, akan tetapi lebih kepala dan luka dan luka sobek) (00132)
nyeri pada pergelangan tangan kanan sobek)
P : Tn. K mengatkan nyeri timbul saat
jari tangan menggenggam dan
digerakkan
Q : Tn. K mengatakan bahwa nyerinya
seperti cenut-cenut seperti sakit gigi
R : Tn. K mengatakan nyeri pada
bagian pergelangan kedua tangan
S : Tn. K mengatakan nyeri yang
dirasakan skala 5-6 pada pergelangan
tangan kanan, sementara skala 3 pada
No Data Masalah Etiologi Diagnosa Keperawatan
pergelangan tangan kiri (numeric
rating scale)
T : Tn. K mengatakan nyeri
berlangsung intermitten
2. Terdapat nyeri pada area mulut
dikarenakan dua gigi insisifus atas
copot, gigi bawah goyang, bibir atas
dalam sobek, dan hidung bengkak
P : Tn. K mengeluh nyeri saat
berbicara
Q : Tn. K mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti cenut-cenut seperti
sakit gigi berat.
S: Tn. K mengatakan skala nyeri yang
dirasakan skala sekitar 3-4
T: Tn. K mengatakan nyeri
berlangsung intermitten
DO:
No Data Masalah Etiologi Diagnosa Keperawatan
1. Pergelangan kedua tangan bengkak
dan berwarna merah tua
2. Gigi insisifus depan atas copot 2 dan
gigi bawah goyang
3. Bibir dalam kiri atas sobek dan sedikit
bengkak
4. Hidung bagian kanan bengkak dan
berwarna merah
5. Terdapat bekas darah kering di dalam
hidung
2 DS: Resiko Agens cidera Resiko Ketidakefektifan Perfusi
1. Tn. K mengatakan kepala bagian Ketidakefektifan fisik (benturan Jaringan Otak berhubungan dengan
tengkuk pusing ketika digerakkan Perfusi Jaringan Otak kepala bagian Agens cidera fisik (benturan kepala
karena terserempet mobil (00201) depan) bagian depan) (00201)
2. Tn. K mengatakan setelah kecelakaan
sempat pingsan
DO:
1. Terdapat jejas pada daerah dada kanan
No Data Masalah Etiologi Diagnosa Keperawatan
2. Tekanan darah 140/90 mmHg
3. HR 79 x/menit irreguler
4. RR 22 x/menit

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cidera fisik (trauma kepala dan luka sobek) (00132)
2. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak berhubungan dengan Agens cidera fisik (benturan kepala bagian depan)
(00201)

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. K
Ruang Rawat : IGD

Tanggal No. Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional Paraf
21 Agustus 1 Selama dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1400)
2018 selama 30 menit Tingkat 1. Kurangi faktor yang mencetuskan 1. Untuk meningkatkan
Nyeri (2102) Tn. K berkurang atau meningkatkan nyeri pada kenyamanan Tn. K
Tanggal No. Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional Paraf
dengan kriteria hasil: pergelangan tangan (misalnya 2. Untuk mengurangi nyeri yang
1. Nyeri pada pergelangan menggenggam atau menggerakkan dirasakan Tn. K dan
tangan kanan Tn. K tangan) dan pada area mulut membantu mengontrol nyeri
yang dilaporkan (minimalisir berbicara) Tn. K
berkurang dari skala 5- 2. Lakukan tindakan manajemen
6 menjadi 4 dan nyeri nyeri yaitu pada kedua
pergelangan tangan kiri pergelangan tangan dilakukan
berkurang dari skala 3 pemfiksasian dan dilakukan
menjadi 2 penjahitan pada bibir yang sobek
2. Nyeri pada mulut Tn. K
yang dilaporkan Terapi Relaksasi (6040)
berkurang dari 3-4 1. Dorong Tn. K untuk mengambil
menjadi 2 dengan di posisi yang nyaman 1. Agar Tn. K merasa nyaman
ukur menggunakan 2. Anjurkan teknik relaksasi
skala nyeri NRS misalnya bernafas dalam, latihan 2. Agar Tn. K dapat
otot progresif, massage dan menggunakan teknik
sebagainya relaksasi untuk menurunkan
nyeri
Tanggal No. Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional Paraf
21 Agustus 2 Setelah dilakukan perawatan Pengaturan Hemodinamik (4150) Pengaturan Hemodinamik
2018 selama 30 menit, diharapkan 1. Lakukan penilaian komprehensif (4150)
perfusi jaringan: serebral tanda-tandavital Tn. K 1. Mengetahui status
(0406) Tn. K membaik dengan 2. Posisikan Tn. K 300 hemodinamik Ny. K secara
kriteria hasil: rutin
1. Tn. K mengatakan pusing 2. Mencegah meningkatnya
berkurang tekanan intrakranial

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Tn. K
Ruang Rawat : IGD
Tgl No. Dx Jam Tindakan Keperawatan Respon Evaluasi Formatif Paraf
21 2 08.30 WIB 1. Mengukur tanda-tanda vital Kien mengatakan bersedia S : -
Agustus Tn. K diukur tekan darah dan nadi O:
2018 TD = 130/90mmHg
HR = 79x/menit irregular
RR = 22x/menit regular
A : Tanda-tanda vital Tn. K
normal
P : Pertahankan kondisi
1 2. Mengkaji kronologi kejadian S : Tn. K mengatakan bahwa
dan tingkat nyeri pada dirinya terserempet mobil dari
pergelangan tangan dan belakang ketika malam hari. Tn.
daerah sekitar mulut Tn. K jatuh tersungkur hingga
hidungnya membentur trotoar
sehingga kepalanya terasa
pusing dan tidak dapat
digerakkan. Tn. K mengatakan
bahwa hidungnya berdarah, gigi
atas terlepas 2 sehingga
meyebabkan nyeri, Tn. K
mengatakan pergelangan
tangannya nyeri sebelah kanan
skala 5-6 dan kiri skala 3.
O : Tn. K terlihat kesakitan, Tn.
K terlihat tidak menggerakkan
kepalanya ketika berbicara
dengan perawat, mulut Tn. K
sobek sekitar 2cm, Tn. K
terlihat melindungi area sakit,
terlihat bekas darah di kedua
lubang hidung.
A : Masalah nyeri belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1 3. Melakukan fiksasi pada Tn. K mengatakan bersedia S : Tn. K mengatakan masih
kedua pergelangan tangan Tn. dipasang elastic bandage terasa nyeri
K O : Tn. K terlihat menjaga
pergelangan tangannya untuk
melindungi area nyeri
A : Masalah belum teratsi
P : Lanjutkan intervensi
1 4. Menginstruksikan kepada Tn. Tn. K mengatakan bersedia dan S : Tn. K mengatakan nyeri
K untuk melakukan napas mnegerti cara melakukan teknik sedikit berkurang
dalam ketika merasa nyeri relaksasi napas dalam O : Tn. K terlihat dapat
melakukan teknik relaksasi
nafas dalam
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1 5. Melakukan penjahitan pada Tn. K mengatakan bahwa S:-
bibir Tn. K yang sobek bersedia untuk dijahit kulit O : Tn. K terlihat tenang ketika
bibirnya dijahit, terdapat jahitan di luka
robek mulut Tn. K, perdarahan
mulut berhenti.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
2 6. Memposisikan Tn. K 300 Tn. K mengatakan bersedia S : Tn. K mengatakan lebih
dengan posisi 30o nyaman
O : Ekspresi wajah Tn. K
tenang
A : Masalah belum teratasi
P : Tetap memposisikan Tn. K
300
7. Memasang neck collar pada Kleien mengatakan bersedia S : Tn. K mengatakan lebih
Tn. K dipasang neck collar nyaman karena lehernya terjaga
O : Wajah Tn. K rileks
A : Masalah teratasi
P : Mempertahankan posisi
kepala dengan menggunakan
neck collar

F. EVALUASI KEPERAWATAN
Tgl No. Dx Jam Evaluasi Sumatif Paraf
21 1 14.00 WIB S : Tn. K mengatakan mulai bisa mengontrol nyeri dengan teknik napas
Agustus dalam
2018 O:
1. Tn. K melakukan teknik napas dalam dengan baik
2. Pergelangan tangan Tn. K terpasang elastic bandage
3. Bibir Tn. K yang sobek telah terjahit
A : Masalah teratasi
P : Menganjurkan kepada Tn. K untuk melakukan napas dalam ketika
merasa nyeri
2 14.00 WIB S : Tn. K mengatakan lebih nyaman diposisikan 300
O : Tn. K terpasang neck collar
A : Masalah belum teratasi
P : Tetap memposisikan Tn. K 300
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Patofisiologi

B. Rasionalisasi Intervensi
1. Napas Dalam
Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem
pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan
dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga
terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari (Izzo, 2008:138).
Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus karotis diterima dan
diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat regulasi
kardiovaskuler), selanjutnya merespon terjadinya peningkatan
refleks baroreseptor (Gohde, 2010, Muttaqin, 2009:12-17).
Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat jantung yang akan
merangsang aktivitas saraf parasimpatis dan menghambat pusat
simpatis (kardioakselerator), sehingga menyebabkan vasodilatasi
sistemik, penurunan denyut dan daya kontraksi jantung (Muttaqin,
2009:13, Rubin, 2007:52).
Sistem saraf parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf
vagus melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang menghambat
kecepatan depolarisasi SA node, sehingga terjadi penurunan kecepatan
denyut jantung (kronotropik negatif). Perangsangan sistem saraf
parasimpatis ke bagian-bagian miokardium lainnya mengakibatkan
penurunan kontraktilitas, volume sekuncup, curah jantung yang
menghasilkan suatu efek inotropik negatif. Keadaan tersebut
mengakibatkan penurunan volume sekuncup, dan curah jantung. Pada
otot rangka beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Akibat dari penurunan curah
jantung, kontraksi serat-serat otot jantung, dan volume darah membuat
tekanan darah menjadi menurun (Muttaqin, 2009:10, 22).
2. Fiksasi dengan Elastic Bandage

3. Fiksasi dengan Neck Collar

4. Posisi 300
Penelitian yang dilakukan Mir (2015) menunjukkan bahwa pemberian
posisi semifowler pada pasien cedera kepala dapat dilakukan dengan
cara minimal dua jam pemberian posisi semifowler dan membutuhkan
pemantauan yang ketat terhadap adanya peningkatan tekanan darah,
pemantaua sebelum dan sesudah dilakukan tindakan, pemantauan suhu,
denyut nadi, pernapasan, dan tingkat kesadaran.
Teori ynag mendasari elevasi kepala ini adalah peninggian anggota
tubuh di atas jantung dengan vertical axis akan menyebabkan cairan
serebral spina terdistribusi dari kranial ke ruang subaranoid spinal dan
memfasilitasi venur return serebral (Sunardi, 2011)
5. Penjahitan Luka Robek
C. Kesenjangan Antara Teori dan Lapangan
D. Aspek Legal Etik
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai