Anda di halaman 1dari 23

CASE BASED DISCUSSION

Krisis tiroid

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Diana Primadianti , Sp.PD.

Disusun Oleh :

Abdul aziz

30101306849

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

RSUD KOTA SEMARANG

2017

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM


SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNAN KALIJAGA DEMAK
Nama Mahasiswa : Abdul aziz
NIM : 30101306849
DokterPembimbing : dr. Diana Primadianti, Sp.PD
IDENTITAS PASIEN

Namalengkap : Ny. F JenisKelamin : Perempuan


Usia : 51Tahun SukuBangsa : Jawa
Status Perkawinan: Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja Pendidikan : SLTP / Sederajat

Alamat : Trinngguli wonossalam Tgl Masuk RS : 17 – 07– 2017

II.ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 25 juli 2017 pukul 16.00 WIB di bangsal Lili
dengan alloanamnesis dan status rekam medik.
KeluhanUtama
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kalijaga Demak dengan keluhan Sesak nafas sejak 8 hari
yang lalu . Sesak dirasakan hilang terus menerus disertai nyeri ulu hati. Tidak membaik
saat istirahat. Selain itu disertai Mual dan muntah 3x sehari ± 4 hari sebelumnya pasien
merasakan sering berdebar dan gemetraran tanpa sebab yang pasti, dan tidak mereda saat
istirahat. Pasien lebih suka udara dingin. Pasien mengeluh sering mudah lelah dan sesak
nafas padahal tidak melakukan aktivitas apapun, dan emosi cenderung labil juga gelisah.
Pasien juga merasakan sering gugup dan mudah berkeringat. Satu bulan terakhir pasien
merasakan nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan yang drastis. Mual (+)
Muntah (+) demam (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Sesak, mual,Muntah dan nyeri ulu hati dan keluar benjolan di leher sejak 2
minggu yang lalu. benjolan di leher belum bisa teratasi seluruhnya
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan seperti pasien
 Riwayat darah tinggi dan DM disangkal oleh pasien
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pembantu rumah tangga yang bekerja. Biaya pengobatan
ditanggung oleh BPJS.

III.PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS
 Kesadaran : koma
 KeadaanUmum : tampak lemah
 Tanda Vital
 Tekanan darah : 100/80 mmHg
 Nadi : 130 kali/menit
 Suhu : 37,2C
 Pernapasan : 30 kali/menit
 Berat Badan : 42 kg
 Kepala : Mesocephal, rambut hitam berdistribusi merata, dan tidak
mudah dicabut.
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Mata cekung (-
/-). Injeksi konjungtiva (-/-),eksoftalmos (+/+),Retraksi
Palpebra (+/+)
 Hidung : Deviasi septum (-), rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-)
 Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik telinga
 Mulut
Bibir : Sianosis (-). kering (+), sariawan (-)
Lidah : Lidahkotor (-), deviasi (-), tremor (-), atrofi papil (–)
Gusi&mukosa: warna merah muda, perdarahan (-)
Faring : Hiperemis -, tonsil T0-T0
 Leher : Trakea di tengah, kelenjar tiroid membesar. Massa simetris,
rata, tidak nyeri, dan imobile
 Thorax
Dada BagianDepan
Inspeksi :Bentuk dada bagian depan normal
Tidak tampak retraksi suprasternal, supraclavicular, dan
intercostae, sela iga tidak melebar
Pergerakan dada simetris.
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perbandingan gerakan nafas sama kuat, pergerakan dada
simetris
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
 Kanan : Suara napas vesikuler, rhonki +, wheezing -
 Kiri : Suara napas vesikuler, rhonki +, wheezing -
 Jantung
Inspeksi :Tidak tampak pulsasi iktuscordis
Palpasi :Iktus cordis teraba di ICS 5 linea mid clavicula sinistra 2 cm ke
medial
Perkusi :
 Batas atas jantung berada di ICS 2 linea sternalis sinistra
 Batas pinggang jantung berada di ICS 3 linea parasternalis sinistra
 Batas bawah jantung kanan berada di ICS 5 linea sternalis dextra.
 Batas bawah jantung kiri berada di ICS 5, linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II terdengar regular takikardi, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen
 Inspeksi : permukaan cembung, distensi (-), warna sama seperti kulit sekitar,
spider nevi (-) , umbilicus cembung (-)
 Auskultasi : bising usus (-)
 Perkusi :
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani

 Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-) dan disekitar umbilikus ke


kanan sampai ke punggung, tidak nyari pada kuadran yang lain
Murphy sign (-), Nyeri ketok costovertebra kanan (-)

Ektremitas
Superior Inferior
Akraldingin +/+ +/+
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary Refill <2 detik / <2 detik <2 detik / <2 detik
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
5/5 5/5
5/5 5/5
B. Skor indeks wayne

SKOR INDEKS WAYNE


Gejala yg baru terjadi + - Tanda-tanda + -
atau bertambah berat
Sesak pada kerja +1 - Tiroid teraba +3 -3
Berdebar debar +2 - Bising pembuluh +2 -2
Lekas lelah +3 - Eksophtalmus +2 -
Lebih suka hawa panas -5 - Retraksi palpebra +1 -
Lebih suka dingin +5 - Hiperkinesis +4 -2
Berkeringat banyak +3 - Tremor jari +1 -
Gugup +2 - Tangan panas +2 -2
Nafsu makan bertambah +3 - Tangan lembab +1 -1
Nafsu makan berkurang -3 - Denyut nadi sewaktu
Berat badan bertambah +3 - <80/menit - -3
80-90/menit - -
>90/menit +3 -
Fibrilasi atrium +4 -
JUMLAH 11 16 -4

<11 eutiroid
11-18 normal
>19 hiperiroid
C. Skor Burch and Wartosky

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium
HASIL
HEMATOLOGI NILAI NORMAL
17/7/2017 17/7/2017
Hemoglobin 12,5 g/dl 11,7 – 15,5
Hematokrit 39,1 % 35 – 47
Jumlah leukosit 8,5 /uL 3,6 – 11
Jumlah trombosit 337.000 /uL 150.000 - 400.000

HASIL
KIMIA KLINIK NILAI NORMAL
21/7/2017
Ureum 87,3 0-40
Creatinin 3,5 0,5 – 1,2
SGOT 40 <37
SGPT 44 9-43
Albumin 2,4-4,8
GDS 87 70-115
Natrium 145,07 135,0-147,0
Kalium 3,40 3,50-5,0
Calsium 11,62 8,1 – 10,4
HbsAg Negatif Negatif
CKMB 0-24
Cholesterol total 111 <200
Trigliccseride 537 <150

SERO IMUNOLOGI 21-6- 2017


FT 4 >100,00 10,6 -19,4
TSH <0,05 0,27-4,7

D. EKG :

Irama :Sinus
Regularitas :Reguler

Frekuensi : 1500:13 = 120x / menit


Axis : Left Axis Deviation lead I (+) aVF(+)
Posisi : Horizontal
Zona Transisi: tidak ditemukan
Gelombang :
Gel P : 0,12
Interval PR :0,12
Gel Q : Q patologis –
KompleksQRS : 0,04 detik (normal < 0,12 detik)
Segmen ST : ST Elevasi -, ST Depresi –
Gel T : T inverted –
Gel U : Tidak ada
Kesan : Sinus takikardi frekuensi 125x/menit

E. X foto thorak

Parisian X foto thorax PA


Trakea di tengah .
COR : CTR< 50 % bentuk dan letak normal
Pulmo : Corakan vaskuler meningkat tampak bercak tipis di periheiler kiri,paracardial
kanan Mediastinum superior tidak melebar diafrgama normal
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri m
asih terlihat lancip
Tulang dan soft tissue normal

Kesan : Gambaran Bronkopneumonia

V. PROBLEM LIST
Anamnesis:
1. Sesak nafas
2. Benjolan di leher
3. Demam tinggi

Pemeriksaan Fisik

4. Nadi 130x per menit


5. Pada mata terdapat eksopthalmos, retraksi palpebra
6. Pada leher kelenjar tiroid membesar. Massa simetris, rata, tidak nyeri, dan
imobile
7. Pada ekstremitas terdapat akral dingin, tangan lembab

Pemeriksaan Penunjang

8. Lab FT4 >100 (meningkat) TSH <0.05 (menurun)


9. EKG sinus takikardi frekuensi 125x per menit
10. X foto thorak: terkesan bronkopneuonia

VII. INITIAL PLAN

1. Krisis tiroid
Ass
Krisis tiroid, Hipertiorid draves diseasee, shok cardiogenik
Ip. Dx: darah rutin, EKG, X foto thorak

Ip. Tx:
 Balance cairan /8jam
 PTU 3 x 200 mg
 N acesetilcyctein
 Propnalol 10 mg
 Digoksin ½ tablet
 Inj ceftriakson 2x1
 Inj ranitidin 3x1
 Inj paracetamol 3x500
 Inj Metil prednisolon 62,5 g
Ip. Mx: TTV, EKG
Ip. Ex: edukasi pada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita pasien,

Prognosis :
Advitam : dubia ad malam
Adfunctionam : dubia ad malam
Adsanationam : dubia ad malam
VIII. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hormon tiroid

Hormon tiroid merupakan salah satu hormon di dalam tubuh yang


berfungsi mengatur fungsi metabolisme agar tetap berjalan normal. Namun
apabila terdapat suatu kelainan atau gangguan dam proses produksi hal ini akan
menimbulkan suatu gangguam ataupun kelainan pada tubuh. Suatu keadaan
hipertiroid dapat berakibat fatal serta dapat mengancam kehidupan. Hal ini sering
disebut dengan istilah krisis tiroid.

Istilah hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering keliru dalam


penggunaannya. Tiroktoksikosis adalah istilah berkaitan dengan suatu kompleks
fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan apabila suatu jaringan mendapatkan
hormon tiroid berlebihan di manapun sumbernya. Sedangkan hipertiroidisme
adalah tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi hormon tiroid itu sendiri.
Tirotoksikosis terbagi atas kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan
yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme. Penyebab tersering
hipertiroidisme adalah penyakit Graves lebih kurang sebesar ± 90% (2,3,4).
Penyebab berikutnya oleh adenoma soliter toksik atau struma multinoduler toksik.
Selain itu penyebab lain dari hipertiroidisme adalah hipersekresi karsinoma tiroid,
thyrothropin-secreting pituitary adenoma, teratoma, HCG-secreting hydatiform
mole. Pemberian interferon-α dan interleukin-2 dapat mengganggu ikatan tiroksin
dengan globulin sehingga kadar tiroksin bebas meningkat sehingga dapat memicu
terjadinya hipertiroidisme yang apabila tidak ditangani dengan baik akan memicu
terjadinya krisis tiroid (1). Berikut dijelaskan mengenai beberapa penyebab
hipertiroid seperti tercantum pada tabel 1.
7

Tabel 1. Etiologi Hipertiroid (1)

Biasa Penyakit Graves

Nodul tiroid toksik

Tidak biasa Hipertiroidisme neonatal

Sekresi TSH yang tidak tepat oleh

hipofisis yang dapat disebabkan oleh

kondisi tumor, maupun non tumor

(sindrom resistensi hormon tiroid)

Iodium eksogen

Jarang Metastatis kanker tiroid

Koriokarsinoma dan mola hidatidosa

Struma ovarium

Karsinoma testikular embrional

Pilyostotic fibrous dysplasia (Syndrome

Mc-Cune Albright)

Beberapa faktor dapat mencetuskan tirotoksikosis menjadi krisis tiroid

seperti : pembedahan, trauma, infark miokard, emboli paru, gangguan

serebrovaskular, ketoasidosis diabetikum, toksemia gravidarum, dan infeksi.

Ketidak patuhan dalam mengkonsumsi obat tiroid, ditambah dengan terapi dengan

dosis yang tidak adekuat juga bisa mempengaruhi terjadinya krisis tiroid ini

Tirotoksikosis ini dapat memberikan tanda serta gejala yang bervariasi pada
berbagai sistem organ. Adapaun berbagai tanda dan gejala dapat
Terlihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Gejala dan Tanda Tirotoksikosis (1)

Sistem Organ Gejala Tanda

Neuropskiatri Ketidakstabilan emosional Muscle wasting

(Neuromuskular) Ansietas Hiperrefleksia

Kebingungan Tremor

Koma Periodik paralisis

Gastrointestinal Hiperdefekasi

Diare

Reproduktif Oligomenorrhea Gynecomastia

Warm, moist skin

Eritema pada palmar

Mata Diplopia Eksoftalmus

Iritasi mata Ophtalmoplegia

Penurunan libido

Kelenjar Tiroid Neck fullness Bruit

Tenderness

Jantung dan Paru Palpitasi Atrial fibrilasi

Dispneu Sinus takikardi

Nyeri dada Hyperdynamic precordium

Gagal jantung kongestif

Kulit Rambut rontok Pretibia myxedema


2.2 Krisis tiroid

Krisis tiroid adalah keadaan klinis berat dan mengancam jiwa akibat
eksaserbasi akut dari tirotoksikosis. Kejadiannya 1-2% dari pasien yang dirawat
dengan atau tanpa riwayat pengobatan antitroid sebelumnya. Kejadian krisis tiroid
sebagian besar terjadi pada Graves Disease dengan putus obat atau dapat pula
pada hipertiroidism yang belum terdiagnosis. Gejala klinis yang sering muncul
adalah hiperpireksia, berkeringat, takikardia hingga atrial fibrilasi, mual, muntah,
diare, agitasi, dan perubahan kesadaran. Kadang dapat pula disertai ikterus yang
menjadi petanda prognosis yang buruk. Pada krisis tiroid, pola peningkatan kadar
T4 dan T3 bebas dengan penekanan kadar tirotropin (<0.05µU/mL) sebanding
dengan kadar hormon tersebut saat tirotoksikosis. Setelah sintesis dari hormon
tiroid, kelenjar tiroid utamanya mensekresikan T4. Diperkirakan 80% dari T3
yang bersirkulasi berasal dari monodeiodinasi T4 di jaringan perifer, dimana
hanya 20% T3 yang dihasilkan langsung oleh kelenjar tiroid.Pada kondisi krisis
tiroid ini juga dapat ditemukan beberapa gambaran dari laboratorium yang
berhubungan dengan tirotoksikosis, seperti contoh hiperglikemia, hiperkalsemia,
leukositosis, abnormalitas enzim hati, peningkatan enzim alkali phospatase, dan
peningkatan glikogenolisis .

Pada beberapa tempat dengan fasilitas laboratorium yang kurang memadai,


untuk penegakan diagnosis dari kelainan yang dicurigai krisis tiroid dapat
menggunankan kriteria diagnostik dari Burch-Wartofksy tahun 1993 seperti pada
tabel 3 berikut. Hal ini menjadi sangat penting karena dengan penegakan
diagnosis yang lebih awal akan menentukan langkah selanjutnya dalam terapi
sehingga dapat mencegah risiko mortalitas yang lebih buruk (11).
Tabel 3. Kriteria Burch-Wartofsky untuk diagnosis krisis tiroid

Disfungsi pengaturan
panas Disfungsi kardiovaskular

Suhu (dalam 0
Fahrenheit) Takikardia ( dalam x/menit)

99-99,0 5 99-109 5

100-100,9 10 110-119 10

101-101,9 15 120-129 15

102-102,9 20 130-139 20

103-103,9 25 >140 25

>104,0 30 Gagal jantung

Efek pada susunan saraf pusat Tidak ada 0

Tidak ada 0 Ringan(edema kaki) 5

Ringan(agitasi) 10 Sedang(ronki basal) 10

Sedang(delirium,psikosis,letargi
berat) 20 Berat(edema paru) 15

Berat(koma,kejang) 30 Fibrilasi atrium

Disfungsi gastrointestinal-
hepar Tidak ada 0

Tidak ada 0 Ada 10

Ringan(diare,nausea/muntah/nyeri perut)
10 Riwayat pencetus

Berat(ikterus tanpa sebab yang


jelas) 20 Negatif 0

1
Positif 0

Keterangan tabel : ≥45 kecurigaan sangat tinggi (highly suggestive) ; 25-44


mengarahkan kemungkinan (suggestive of impending storm) ; <25 tidak seperti
(unlikely thyroid storm)
Pada kasus didapatkan berdasarkan kriteria Burch-Wartofsky mendapatkan
skor 50, didapatkan dengan rincian saat memeriksa dengan kondisi penurunan
kesadaran (koma) dengan skor 30, Suhu 100,4 fahrenheit skor 10 dan pada skor
disfungsi kardiovaskular dengan kondisi takikardia 130kali per menit dengan skor
20, dengan total skor 60 menunjukkan suatu kecurigaan yang sangat tinggi untuk
terjadinya krisis tiroid

Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering


berhubungan dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan
krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan
kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).

Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa


yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta & Suastika,
1999).

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).

Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free-
hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi,
meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa
surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress
apapun, fisik maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).

2.3 Manifestasi klinis

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan krisis tiroid berupa:

1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)


2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C
3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan, Eksoftalmus,
Amenore)
4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)
5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)
6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).
Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme adalah berkeringat
banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor, palpitasi, hiperkinesis, dan
peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda gejala ini trutama disertai deman
lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai dengan keadaan demam, dan disfungsi
Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas sistem saraf
pusat termasuk agitasi, kejang, atau koma.

2.4 Patofisiologi

G3 organik kelenjar tiroid G3 Fungsi Hipotalamus


/hipofisis

Produksi TSH meningkat

Produksi hormone

tiroid meningkat

Metabolisme Peningkatan Peningkatan


Proses
tubuh meningkat aktv SSP rangsangan glikogenesis Aktifitas GI
SSP meningkat
meningkat

Produksi kalor Kebutuhan Perub Peningkatan


meningkat cairan konduksi aktivitas SSP Proses Nafsu
meningkat listrik jantung pembakaran makan
lemak meningkat
meningkat
Peningkatan Disfungsi SSP
suhu tubuh Defisit Beban kerja Penurunan
volume jantung naik berat badan

cairan Agitasi,
kejang, koma
Aritmia,
takikardi

penurunan curah
jantung

Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)


yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif
secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini.
Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1.
Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga
merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon
tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ
dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid
oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu
tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi
meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan
katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin.
Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik
dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama
operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi
radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan
toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
2.5 Pemeriksaan penunjang

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan


penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi
masalah pada kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum

Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik
radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5 dan
11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.

2. Test T3 serum

Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam
serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L)
dan meningkat pada krisis tiroid.

3. Test T3 Ambilan Resin

Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.

4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )

Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan


diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin Releasing Hormone

Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya
meningkat.
6. Tiroglobulin

Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam


serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma
tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka diagnosis
krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Jika
gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena
menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis.
Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas oleh perawat.
Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda
tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka
dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch –
Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi
susunan saraf.

2.6 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat
pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo,
1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg
kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis
20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu

2) Obat antiadrenergic

Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker.
Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi
gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada
(Bakta & Suastika, 1999).

2.7 Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati
dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif,
kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).

2.8 Daftar Pustaka

1. Talib SH, Sainani R, Chordiya A. Expanded Dengue Syndrome : Presenting


as Overt Thyrotoxicosis without stigmata of Graves disease ( A Case
Report). JDMS 2013; 5(3): 4-6.

2. Bahn RS, Burch HB, Cooper D, Garber JR, Greenle CM, Klein I, et al.
Hyperthroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis : Management
Guidelines of The American Thyroid Association and American Association
of Clinical Endocrinologists.Endocr. Pract. 2013;17(3): 1-65.

3. Desailloud R, Hober D. Viruses and thyroiditis : an update Review. Vir. J.


2009; 6(5): 1-14.
4. Wacharasindhu S, Bunjobpudsa Y, Tongmeesee S. Endocrine changes in
children with dengue virus infection. Asian Biomedicine 2009; 3(5): 557-
5. Lee LS, Guzman MG, Martinez E, Tan LH, Hung NT. Overview,
differential diagnosis, and dengue diagnostics. In: Akbar N, Aloun
DS, eds. Handbook For Clinical Management of Dengue. 1st ed.
Genewa : WHO-TDR Publication; 2012: 1-20.

6. Guzman MG, Rosario D, Kouri G. Molecular Biology of the


Flaviviruses. In: Kalitzky M, Borowski P, eds. Diagnosis of dengue
virus infection. 1st ed. London : Horizon Bioscience; 2009: 21-40.

7. Kumarasamy V. Evaluation of a commercial dengue NS1 antigen-


capture ELISA for laboratory diagnosis of acute dengue virus
infection. J. Vir. Methods 2007; 140(1): 75-9.

8. Varquez S. Serological Markers during dengue 3 primary and


secondary infections. J. Clin. Vir. 2005; 32: 132-37.

9. Juffrie M, Meer GM, Hack CE, Hassnoot K, Veerman AJ, Thijs LG.
Inflammatory Mediators in dengue virus infection in children :
Interleukin-6 and it’s relation to C-Reactive Protein and Secretory
Phospholipase A2. Am. J. Trop. Med. Hyg. 2001; 65: 70-5.

10. Langouche L, Berghe V. The dynamic neuroendocrine response to


critical illness. Endocrinol. Metab. Clin. N. Am. 2006; 35: 777-91.

11. Migneco A, Ojetti V, Testa A, Lorenzo D, Silveri NG. Management


of thyrotoxic crisis. Eur. Rev. Med. Pharmacol. 2005; 9: 69-74.

12. Sarlis JN, Gourgitotis F. Thyroid Emergencies. Rev. End. Metab. Dis.
2003; 4: 129-36.

13. Jiang Y, Karen AH, Bartelloni P. Thyroid Storm Presenting as


Multiple Organ Dysfunction Syndrome. Chest 2000; 118: 877-79.

14. Djokomoeljianto, R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan


Hipertiroidisme. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta : Interna Publishing; 2009: 1993-
2008.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Page 22
15. Jameson L, Weetman A. Disorders of the thyroid gland. In: Branwald
E, Fauci A, Kasper D, eds. Harrison Principles of Internal Medicine.
18th ed. New York: McGraw-Hill; 2011: p.2060-84.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Page 23

Anda mungkin juga menyukai

  • Li SGD 20 LBM 3........................
    Li SGD 20 LBM 3........................
    Dokumen3 halaman
    Li SGD 20 LBM 3........................
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • LI 20 Fahmi HP
    LI 20 Fahmi HP
    Dokumen7 halaman
    LI 20 Fahmi HP
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • SGD 20
    SGD 20
    Dokumen7 halaman
    SGD 20
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • SGD 14 LBM Ii Modul 10
    SGD 14 LBM Ii Modul 10
    Dokumen6 halaman
    SGD 14 LBM Ii Modul 10
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • Soal TBL Musgin
    Soal TBL Musgin
    Dokumen8 halaman
    Soal TBL Musgin
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • Cek Lagi
    Cek Lagi
    Dokumen10 halaman
    Cek Lagi
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • Soal 6
    Soal 6
    Dokumen9 halaman
    Soal 6
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • SGD 9.
    SGD 9.
    Dokumen3 halaman
    SGD 9.
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • LHON
    LHON
    Dokumen9 halaman
    LHON
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • Apa Itu Hemofilia
    Apa Itu Hemofilia
    Dokumen5 halaman
    Apa Itu Hemofilia
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • MENDELIAN Viadisti
    MENDELIAN Viadisti
    Dokumen7 halaman
    MENDELIAN Viadisti
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • Pedigree
    Pedigree
    Dokumen1 halaman
    Pedigree
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat
  • CBD Dr. Erwin
    CBD Dr. Erwin
    Dokumen14 halaman
    CBD Dr. Erwin
    Oktavian Bahrul Lutchi
    Belum ada peringkat