Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan. Tirotoksikosis berhubungan


dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan
memberikan hormon tiroid berlebihan. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis
sebagai akibat produksi tiroid itu sendiri. Tirotoksikosis terbagi atas kelainan yang
berhubungan dengan hipertiroidisme dan yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme.
Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada
gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek
umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang
disebut hipothalamus, juga suatu bagian dari otak.

Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing hormone


(TRH), yang mengirim sebuah sinyal ke pituitari untuk melepaskan thyroid stimulating
hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke tiroid untuk melepas
hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari yang mana saja dari tiga kelenjar-
kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan,
dengan demikian berakibat pada hipertiroid. Pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi
produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau
merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin saat akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar
tiroid terletak pada bagian bawah leher yang terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh
ismus yang menutupi cincin trakea dua dan tiga. Kapsul Fibrosa menggantungkan kelenjar ini
pada fasia paratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan akan selalu diikuti oleh
terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas dari kelenjar tiroid. Sifat
inilah yang digunakan diklinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher
berhubungan dengan kelenjar tiroid. Berat tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan
yodium, beratnya berkisar 10-20 gram1.
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari A.Tiroidea Superior yang merupakan cabang
dari A.Karotis komunis atau A. Karotis eksterna.Setiap folikel pada thiroid diselubungi oleh
jala-jala kapiler dan limfatik, sedagkan venanya berasal dari pleksus perifolikular yang
menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah
diperkirakan sekitar 5 ml/gram kelenjar/menit. Dalam keadaan hipertiroid aliran ini akan
meningkat sehingga dengan menggunakan stetoskop terdengar bising aliran darah diujung
bawah kelenjar1.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah nodus paralaring yang tepat berada diatas ismus
menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang menuju duktus
thorasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang
berasal dari kelenjar tiroid1.
2.2 Fisiologi
Tiroid terdiri atas folikel yang merupakan kumpulan dari sel kolumnar. Sel foliker
tersebut mensintesis tiroglobulin (Tg) yang akan disekresiken kedalam lumen folikel. Tg
merupakan glikoprotein. Protein lain yang dihasilkan adalah tiroperoksidase (TPO). TPO
maupun Tg bersifat antigenik, sehingga dapat digunakan sebagai tanda penyakit, misalnya
pada penyakit tiroid autoimun. Hormon utama yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
tersimpan dalam koloid sebagai bagian dari tiroglobulin. Hormon ini dilepaskan jikan
tiroglobulin berikatan dengan enzim khusus1.
Hormon tiroid mengandung 59-65% yodium. Hormon T3 dan T4 berasal dari
yodinisasi residu tirosin yang ada di tiroglobulin. Proses biosintesis hormon tiroid terjadi

2
dalam beberapa tahap, yaitu tahap trapping, oksidasi, coupling, storage atau penyimpanan,
deiyodinasi, proteolisis dan pengeluaran hormon tiroid1.
Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah ke dalam
sel dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal sel tiroid memompakan iodida masuk ke dalam
sel yang disebut dengan penjeratan iodida (iodide trapping). Sel-sel tiroid kemudian
membentuk dan mensekresikan tiroglobulin dari asam amino tirosin. Tahap berikutnya adalah
oksidasi ion iodida menjadi I2 oleh enzim peroksidase. Selanjutnya terjadi iodinasi tirosin
menjadi monoiodotirosin, diiodotirosin, dan kemudian menjadi T 4 dan T3 yang diatur oleh
enzim iodinase. Kemudian, hormon tiroid yang telah terbentuk ini disimpan di dalam folikel
sel dalam jumlah yang cukup untuk dua hingga tiga bulan. Setelah hormon tiroid terbentuk di
dalam tiroglobulin, keduanya harus dipecah dahulu dari tiroglobulin, oleh enzim protease.
Kemudian, T4 dan T3 yang bebas ini dapat berdifusi ke pembuluh kapiler di sekitar sel-sel
tiroid. Keduanya diangkut dengan menggunakan protein plasma. Karena mempunyai afinitas
yang besar terhadap protein plasma, hormon tiroid, khususnya tiroksin, sangat lambat
dilepaskan ke jaringan. Kira-kira tiga perempat dari tirosin yang teriodinasi dalam
tiroglobulin tidak akan pernah menjadi hormon tiroid, hanya sampai pada tahap
monoiodotirosin atau diiodotirosin. Yodium dalam monoiodotirosin dan diiodotirosin ini
kemudian akan dilepas kembali oleh enzim deiodinase untuk membuat hormon tiroid
tambahan2.

Regulasi hormon tiroid adalah sebagai berikut. Hipotalamus sebagai master gland
mensekresikan TRH (Tyrotropine Releasing Hormone) untuk mengatur sekresi TSH oleh

3
hipofisis anterior. Kemudian tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dari
hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid dengan perantara cAMP. Mekanisme ini
mempunyai efek umpan balik negatif, bila hormon tiroid yang disekresikan berlebih,
sehingga menghambat sekresi TRH maupun TSH. Bila jumlah hormon tiroid tidak
mencukupi, maka terjadi efek yang sebaliknya 2.
Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti sejumlah
besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim protein, protein
struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah
peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh. Hormon tiroid meningkatkan
aktivitas metabolik selular dengan cara meningkatkan aktivitas dan jumlah sel mitokondria,
serta meningkatkan transpor aktif ion-ion melalui membran sel. Hormon tiroid juga
mempunyai efek yang umum juga spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari
fungsi ini adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin
dan beberapa tahun pertama kehidupan pascalahir 2.
Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik meliputi peningkatan
metabolisme karbohidrat dan lemak, peningkatan kebutuhan vitamin, meningkatkan laju
metabolisme basal, dan menurunkan berat badan. Sedangkan efek pada sistem
kardiovaskular meliputi peningkatan aliran darah dan curah jantung, peningkatan frekuensi
denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung. Efek lainnya antara lain peningkatan
pernafasan, peningkatan motilitas saluran cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat
(SSP), peningkatan fungsi otot, dan meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar
endokrin lain2.

4
BAB III
TIROTOKSIKOSIS

3.1 Definisi
Tirotoksikosis adalah sindroma klinis hipermetabolisme yang terjadi akibat peningkatan
hormon tiroid: tiroksin bebas (T4), triiodotironin yang beredar berlebihan 1. Tirotoksikosis
merupakan suatu sindroma klinis yang terjadi akibat dari jaringan yang terpapar oleh kadar
hormon tiroid yang tinggi dalam sirkulasi. Sebagian besar tirotoksikosis disebabkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperaktif atau hipertiroid., namun kadang-kadang tirotoksikosis dapat
disebabkan oleh karena penyebab lain seperti sekresi hormon tiroid yang berlebihan dari
tempat lain (ektopik) atau hormon tiroid yang berlebihan3.
3.2 Etiologi Tirotoksikosis
Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertiroid sangat penting,
disamping pembagian etiologi, primer ataupun sekunder. Kira-kira 70% tirotoksikosis
disebabkan oleh penyakit Graves, sisanya karena gondok multinodular toksik dan adenoma
toksik.
Tabel 1. Penyebab Tirotoksikosis1

Hipertiroid Primer Tiroroksikosis tanpa Hipertiroid sekunder


Hipertiroid

Penyakit Graves Hormon tiroid berlebih TSH-secreting tumor


(Tirotoksikosis faktisia)

Gondok Multinodula Tiroiditis sub akut (Viral Tirotoksikosis gestasi


toksik atau De quairvain) (trimester pertama)

Adenoma toksik Destruksi kelenjar Resistensi hormon tiroid

Obat yodium lebih litium Radiasi

Karsinoma tiroid

Struma ovarii

5
Mutasi TSH-r

3.2.1 Grave’s Disease


Merupakan penyebab tersering dari tirotoksikosis, prevalensi pada wanita lebih sering
daripada laki-laki. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran berikut ini :
1. Tirotoksikosis
2. Goiter
3. Opthalmopathy (exopthalmus)
4. Dermopathy (pretibial myxedema)
3.2.1.1 Gambaran Klinis
Pada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous, mudah lelah,
hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara panas dan lebih suka
terhadap udara dingin. Didapatkan penurunan berat badan tanpa disertai penurunan nafsu
makan, kelenjar tiroid membesar, didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exoptalmus)
dan umumnya terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama
pada kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari kursi tanpa
bantuan. Pada penderita diatas 60 tahun yang menonjol adalah manifestasi kardiovaskular
dan miopati dengan keluhan utama adalah palpasi, sesak waktu melakukan aktivitas, tremor,
nervous dan penurunan berat badan.
Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian bawah sebagai
akibat dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema), keadaan ini sangat jarang
hanya terjadi 2-3% penderita.
Tabel 2. Gejala serta tanda Hipertiroid umumnya ada pada penyakit Graves 1

Sistem Gejala dan Tanda

Umum Tak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun,


tumbuh cepat, toleransi obat, youthfullness,
hiperdefekasi, lapar

Gastrointestinal Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali

Muskular Rasa lemah

Genitourinaria Oligomenorea,amenorea,libido
turun,infertil,ginekomastia

Jantung Leher membesar

Psikis dan saraf Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis


periodik dipsneu, ipertensi, aritmia, palpitasi, gagal
jantung, limfositosis, anemia, splenomegali

6
Darah dan limfatik Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang
skelet

Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:


Oftalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus
kornea
Dermopati (0,5-4%)
Akropaki (1%)
Untuk laboratorium, apabila curiga adanya hipertiroid, makan yang diperiksa adalah
FT4 (free thyroxin), FT3 dan TSHs. Pemeriksaan antibodi yang khas untuk grave’s disease
adalah TSH-R Ab (stimulating). I123 atau technetium scan biasanya digunakan untuk
mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya nodul ‘hot’ atau ‘cold’.
3.2.1.2 Diagnosa
Diagnosis pasti dari suatu penyakit hampir diawali oleh kecurigaan klinis. Pemeriksaan
minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertiroid adalah FT4 dan TSHs. Apabila
didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan TSHs maka hipertiroid dapat ditegakkan.
Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus
dilakukan pemeriksaan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake maka
diagnosis Grave’s disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake
yang rendah didapatkan pada hipertiroid yang baik, tiroiditis sub akut, tiroiditis hashimoto
fase akut, pengobatan dengan levotyroxin yang jarang yaitu struma ovarii.
Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat maka harus dicurigai adanya tumor pituitari
yang memproduksi TSH. Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah maka FT3 harus
diperiksa, diagnosis Grave’s disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat
ditegakkan apabila FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick sindrom
atau pada penderita yang mendapatkan terapi dopamin atau kortikosteroid.
Untuk itu telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang teliti. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang untuk
konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi1.
Tabel 3 Indeks Wayne

No Gejala yang timbul Dan atau Nilai


bertambah berat

1. Sesak saat kerja +1

2. Berdebar +2

3. Kelelahan +3

4. Suka udara panas -5

5. Suka udara dingin +5

6. Keringat Berlebihan +3
7
7. Gugup +2

8. Nafsu makan naik +3

9. Nafsu makan turun -3

10. Berat badan naik -3

11. Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak

1. Thyroid teraba +3 -3

2. Bising Thyroid +2 -2

3. Exopthalmus +2 -

4. Kelopak mata tertinggal gerak bola +1 -


mata

5. Hiperkinetik +4 -2

6. Tremor Jari +1 -

7. Tangan Panas +2 -2

8. Tangan basah +1 -1

9. Fibrilasi Atrial +4 -

10. Nadi teratur


<80x/menit - -3
80-90x/menit - -
>90x/menit +3 -

Tjokroprawiro membuat tiga kriteria diagnostik penyakit Graves yaitu4 :


1. Diagnosis dugaan penyakit Graves : struma, gejala umum, gejala kardiovaskular
2. Diagnosis klinis penyakit Graves: Diagnosis dugaan Indeks Wayne > 20 atau indeks
New castle > 40
3. Diagnosis pasti penyakit Graves: diagnosis klinis ditambah FT4 meningkat dan
TSHs menurun
3.3 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah
penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien (ingin mempunyai anak/tidak),
resiko pengobatan, dsb1. Pengobatan Tirotoksikosis dapat dikelompokkan menjadi
Tirostatika, Tiroidektomi, Yodium radioaktif.
3.3.1 Tirostatika (OAT-Obat Anti Tiroid)

8
1. PTU (Propyl thiouracil), pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg setiap 6
jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg sekali atau dua kali
dalam sehari. Keuntungan PTU dibanding methimazole adalah bahwa PTU dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan
hormon tiroid secara cepat.
2. Methimazole, mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga lebih
banyak digunakan sebagai single dose. Methimazole berada dalam folikel ±20 jam.
Dosis awal dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan dan selanjutnya
dosis diturunkan menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai dosis rumatan.
Tabel 4.Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolaan Tirotoksikosis 1

Kelompok Obat Efek Indikasi

Obat Anti Tiroid Menghambat sintesis Pengobatan lini


Propiltiourasil (PTU) hormon tiroid dan pertama pada
Metimazole (MMI) berefek imunosupresif Graves. Obat jangka
Karbimazol (CMZ) (PTU hambat konversi pendek pra
Antagonis Adrenergik-ƀ T4 menjadi T3) bedah/pra-RAI

B-adrenergik antagonis Mengurangi dampak Obat tambahan,


Propanolol hormon tiroid pada kadang sebagai obat
Metoprolol jaringan tunggal pada
Atenolol tiroiditis
Nadolol

Bahan mengandung Menghambat keluarnya Persiapan


Iodine T4 dan T3 tiroidektomi. Pada
Kalium iodida Menghambat produksi krisis tiroid bukan
Solusi Lugol T3 ekstratiroidal pada penggunaan
Na Ipodat rutin
Asam Iopanoat

Obat Lain Menghambat transpor Bukan indikasi rutin


Kalium perklorat yodium, sintesis dan Pada sub akut
Litium Karbonat keluarnya hormon tiroiditis berat dan
Glukokortikoid Memperbaiki efek krisis tiroid
hormon di jaringan dan
sifat imunologis

Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini. Pertana
berdasarkan titrasi: mulai dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/laboratoris dosis
diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien masih dalam keadaan eutiroid.
Kedua dengan blok-substitusi, dalam metode ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan
apabila mencapai keadaan hipotiroid, maka ditambah hormon tiroksin hingga mencapai
eutiroid1.
9
Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40%
mengalami perbaikan dalam 6 bulan-1.5 tahun. Observasi diperlukan dalam jangka panjang
oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu sekitar 50-60% 4. Efek samping yang
sering rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan atralgia yang
jarang keluhan gastrointestinal, perubahan rasa, dan yang paling ditakuti yaitu
agranulositosis. Untuk evaluasi gunakan gambaran klinis1.
3.3.2 Tiroidektomi
Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter nultinoduler
maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi ini baru dilaksanakan jika pasien
dalam keadaan eutiroid, secara klinis ataupun biokimia. Dua minggu sebelum operasi
penderita diberikan solutio lugol dengan dosis lima tetes dua kali sehari. Pemberian solutio
lugol bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar, sehingga akan mempermudah
jalannya operasi1.
Pada sebagian penderita Grave’s disease membutuhkan suplemen hormon tiroid setelah
dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pada pembedahan adalah hipoparatiroid dan terjadi
kerusakan pada nervus recurrent laryngeal. Hipoparatiroid bisa terjadi permanen atau
sepintas. Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau
residif. Operasi yang tidak direncanakan dengan baik membawa resiko terjadinya krisis tiroid
dengan mortalitas yang amat tinggi1.

3.3.3 Yodium Radioaktif (radio active iodium-RAI)


Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi
eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis RAI
berbeda, ada yang bertahap untuk mencapai eutiroid tanpa hipotiroid, ada yang langsung
dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroid kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.
Kekhawatiran bahwa radiasi akan menyebabkan karsinoma tidak terbukti. Satu-satunya
kontraindikasi adalah graviditas. Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas. Pada
enam bulan pasca radiasi disarankan untuk tidak hamil.
Tabel 5. Keuntungan dan kerugian berbagai pengobatan Tiroroksikosis1

Pengobatan Keuntungan Kerugian

Tirostatika Kemungkinan remisi Angka residif cukup tinggi


jangka panjang tanpa Pengobatan janga panjang
hipotiroid dan kontrol yang sering

Tiroidektomi Cukup banyak menjadi Dibutuhkan ketrampilan


eutiroid bedah

10
Yodium radioaktif Relatif cepat Masih ada morbiditas
Jarang residif 40 % hipotiroid dalam 10
Sederhana tahun
Daya kerja obat lambat
50% hipotiroid pasca
radiasi

3.4 Komplikasi
3.4.1 Krisis Tiroid
Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang sangat membahayakan dan merupakan suatu
kondisi eksaserbasi akut dari tirotoksikosis. Hampir semua kasus disertai oleh faktor
pencetus. Hingga kini patogenesis krisis tiroid belum jelas : free-hormon meningkat, naiknya
free-hormon mendadak, efek T3 pasca transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran.

Tabel 6. Faktor Pencetus Krisis Tiroid

Infeksi Konsumsi hormon tiroid

Pembedahan baik tiroid atau non KAD


tiroid

Terapi radio iodine Gagal jantung kongestif

Putus obat antitiroid Hipoglikemia

Amiodaron Toksemia gravidarum

Stress emosi berat Persalinan

Emboli Paru CVA

Trauma Ekstraksi Gigi

Krisis tiroid ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan tidak ada kriteria laboratorium
yang spesifik untuk mendiagnosis krisis tiroid. Kriteria diagnostik untuk krisis tiroid dibuat
oleh Burch-Wartofsky untuk membedakan apakah tirotoksikosis, impending crisis tiroid atau
krisis tiroid3. Kecurigaan krisis tiroid apabila terdapat trias: menghebatnya tanda
tirotoksikosis, kesadaran menurun dan hipertermia1.
Tabel 7 Kriteria Diagnostik untuk Krisis Tiroid3,5

1. Thermoregulatory Dysfunction 2. Cardiovascular Dysfunction


Temperature a. Tachycardia

11
37,2-37,7oC 5 99-109 5
37,8-38,3oC 10 110-119 10
38,4-38,8oC 15 120-129 15
38,9-39,4oC 20 130-139 20
39,5-39,9oC 25 ≥140 25
≥ 40oC 30
b. Congestive Heart failure
Absent 0
Mild 5
( Pedal edema )
Moderate ( bibasiler rales ) 10
Severe ( pulmonary edema ) 15
c. Atrial Fibrilasi
AF present 10
Absent 0

3. Central Nervouse System Effects 4. Gastrointestinal Hepatic Dysfunction

Absent 0 Absent 0
Mild Moderate 10
 Agitation 10  Diarrhea
Moderate  Nausea/Vomiting
 Delirium  Abdominal pain
 Psychosis 20 Severe 20
 Extreme lethargy  Unexplained Jaundice
0
Severe Negatif
10
 Seizure Positif
 Coma

30

Apabila setelah dijumlah didapatkan skor :


≥ 45 : sangat mungkin krisis tiroid
25-44: sangat mungkin impending krisis tiroid
≤25 : tidak ada krisis tiroid
Diagnosis krisis tiroid dapat ditunjang dengan hasil pemeriksaan fungsi tiroid yaitu
kadar TSH (Thyrois Stimulating Hormone) tidak terdeteksi (<0,001 mU/L) dan peningkatan
kadar T3 lebih menonjol daripada T4 karena terjadi bersamaan dengan peningkatan konversi
hormon tiroid perifer T4 ke T33,7,8.
Pengobatan harus segera diberikan dan harus diberikan dengan kontrol yang baik
setiap harinya. Pengelolaan krisis tiroid ditujukan untuk menurunkan sintesis dan sekresi
12
hormon tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid dengan menghambat T4 menajdi
T3, terapi mencegah dekompensasi sistemik, terapi penyakit pemicu dan terapi suportif7,8.
Terapi Suportif
 Pasang naso gastrik tube diperlukan untuk pemberian oral
 Keseimbangan cairan dan infus glukosa untuk nutrisi
 Oksigen
 Status Kardiorespirasi
 Kompres dingin
 Acetaminophen (hindari penggunaan aspirin karena dapat melepas T4 dari TBG
(Thyroid Binding Globulin) sebagai akibat serum FT4 meningkat. Chlorpromazine
50-100 mg IM dapat digunakan untuk mengatasi agitasi dan dapat menghambat
termoregulasi sentral maka dapat digunakan untuk pengobatan hiperpireksia.
 Phenobarbital, dapat digunakan sebagai sedatif
 Multivitamin
Terapi Khusus
 Terapi awal PTU 400 mg PO dengan dosis rumatan 100-200 mg setiap 4 jam atau
dengan menggunakan methimazole dengan dosis awal 40 mg PO dilanjutkan dengan
10 mg setiap 4 jam. PTU merupakan tionamid pilihan pertama, karena dapat pula
menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Namun sayangnya obat ini tidak
tersedia dalam bentuk injeksi sehingga harus diberikan melalui pipa nasogastrik7,8.
 Solutio lugol 6 tetes setiap 6 jam harus diberikan 1 jam setelah pemberian PTU
 Propanolol dengan dosis 10-40 mg PO setiap 6 jam atau 0,5-1 mg IV setiap 3 jam.
Propanolol sering digunakan dengan tujuan menurunkan konversi T4 menjadi T3
dan menghambat pengaruh perifer hormon tiroid7,8.
 Hydrocortison hemisuccinate dosis 100-200 mg IV atau dexamethason 2 mg IV
setiap 8 jam.
 Terapi faktor pencetus (misalnya infeksi).

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. PAPDI
2. Guyton Hall
3. Bursch HB, Wartofsky L.1993.Life-threatening thyrotoxicosis: Thyroid storm.
Endocrinol Metab Clin North Amer 22,63.
4. Tjokroprawiro, A.2002.Practical Guidlines with formula 41668 for the treatment of
thyroid crisis. Clinical Experiences:Morning report Dept.of Internal Medicine,
Airlangga University of Medicine, Surabaya.

13
5. Tjokroprawiro.2005.Thyrois Storm: A Life Threatening Thyrotoxicosis
(Theraupetic Guidelines with formula TS 41668 24-6).Presented at Workshop and
Hands on Experiences V Thyroid Surgery. School of Head and Neck Surgery for
general Surgeon. Surabaya 22-24 August.
6. Djokomoeljanto R. Pengelolaan Hipotiroidisme dan hipertiroidisme secara umum.
Naskah lengkap Endokrinologi Klinis IV.Eds Johan S.Masjhur dan Sri Hartini KS
Kariadi. Perkeni Bandung 2002 hlm RI.
7. Jameson L,Weetman A.Disorders of the Thyroid gland. In:Braunwald E, Fancy AS
Kasper DL,eds.Harrison’s Principles of internal medicine.15 th ed.New York: Mc
Graw hill; 2001.p.2060-84.
8. Debaveye Y, Ellger B,Berghe GVN. Acute endocrine disorder. In RK Albert etal
(eds) Clinical Critical Care medicine. Mosby Inc Philadelphia,PA. 2006.p.497-06.

14

Anda mungkin juga menyukai