Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. DEFINISI
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah ditemukannya bakteri pada urine
di kandung kemih yang umumnya steril (Arif mansjoer, 2001).
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal,
ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih adalah istilah umum
yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin
(Sukandar, 2004)
B. ANATOMI
1. Ginjal
Ginjal terletak diruang retroperitoneal antara vertebra torakal 12
atau lumbal 1 dan lumbal 4. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu lebih
kurang 6 cm dan 24 gram pada bayi yang lahir cukup bulan. Pada bayi
baru lahir ginjal sering dapat diraba. Pada janin permukaan ginjal tidak
rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan
bertambahnya umur.
Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Ginjal
mempunyai lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung glomerulus,
tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens,
serta lapisan dalam yaitu medula, yang mengandung bagian tubulus
yang lurus, ansa henle, vasa rekta, dan duktus koligens terminal.
Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut papil ginjal
yang merupakan ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens
bermuara pada duktus papilaris Bellini yang ujungnya bermuara di
papil ginjal dan mengalirkan urin kedalam kaliks minor. Karena ada 18-
24 lubang muara duktus Bellini pada ujung papil maka daerah tersebut
terlihat sebagai tapisan beras dan disebut area kribrosa Antara dua
piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang-cabang
arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor
membentuk kaliks mayor yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal
yang kemudian bermuara ke dalam ureter
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosis tipis dan mengkilat yang
disebut kapsul fibrosa (true capsule) ginjal dan diluar kapsul ini terdapat
jaringan lemak perineal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak
ginjal atau glandula adrenal/ suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar
adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perineal dibungkus
oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barrier yang menghambat
meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi
urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia gerota dapat pula
berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau
menghambat metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya. Di luar fasia
gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau diseebut jaringan
lemak pararenal. Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot
punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan
disebelah anterior dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal. Ginjal
kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, duodenum sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon.
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan
medula ginjal. Didalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan
didalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit
fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus
proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus kolegentes. Darah
yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih
diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa
metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Urin
yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramid ke sistem
pelviokaliks ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Sistem pelviokaliks ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum,
kaliks mayor dan pielum/ pelvis renalis. Mukosa sistem pelviokaliks
terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang
mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter.4
2. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya
terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot
polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan
peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urin ke buli-buli.
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara
anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif
lebih sempit daripada di tempat lain, sehingga batu atau benda-benda
lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-
tempat penyempitan itu antara lain adalah (1) pada perbatasan antara
pelvis renalis dan ureter atau pelvicoureter junction (2) tempat ureter
menyilang arteri iliaka di rongga pelvis dan (3) pada saat ureter masuk
ke buli-buli. Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada
di dalam otot buli-buli (intramural) ; keadaan ini dapat mencegah
terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-
ureter pada saat buli-buli berkontraksi.
Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter
dibagi menjadi dua bagian yaitu : ureter pars abdominalis yaitu yang
berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka dan ureter pars
pelvika yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk
ke buli-buli. Disamping itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga
bagian yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai
batas atas sakrum (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum
sampai pada batas bawah sakrum dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas
bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.
3. Buli-buli
Buli-buli adalah organ berongga yang berdinding otot polos yang
terdiri dari dua bagian besar: (1) badan (korpus), merupakan bagian
utama kandung kemih dimana urin berkumpul, dan (2) leher (kollum)
merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara
inferior dan anterior kedalam daerah segitiga urogenital dan
berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher
kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan
uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat
ototnya meluas kesegala arah dan, bila berkontraksi, dapat
meningkatkan tekanan dalam kandung kemih. Dengan demikian,
kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan
kandung kemih.sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama
lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot
ke sel otot lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar
keseluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya,
sehingga terjadi kontraksi seluruh kandungan kemih dengan segera.
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot
detrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam adalah otot
longitudinal, ditengah merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar
merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel
transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis,
ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan
meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut
trigonum buli-buli.
Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan yaitu (1)
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) dua
permukaan inferiolateral dan (3) permukaan posterior. Permukaan
superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih).
Pada anak, kapasitas buli-buli menurut formula dari Koff adalah4 :
Kapasitas Buli-buli = {Umur (tahun) + 2}x 30 ml
4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-
buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2
bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Uretra dilengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli
dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan
uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri dari otot
polos yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatik sehingga pada saat
buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas
otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah
sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini
terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
C. FISIOLOGI SALURAN KEMIH
Neonatus memiliki fungsi ginjal imatur saat kelahiran yang
membuat mudahnya kehilangan cairan, seperti kehilangan cairan lewat
pernafasan yang cepat atau kegagalan dalam pemasukan cairan. Berat
ginjal neonatus sekitar 23 gram, berat ini akan menjadi dua kali lipat dari
semula pada usia 6 bulan dan meningkat pada akhir satu tahun pertama
dan tumbuh seperti ginjal orang dewasa pada saat pubertas yaitu 10 kali
ukuran pada saat kelahiran.
Ketika bayi dilahirkan, maka ia akan kehilangan aliran darah dari
plasenta, diikuti dengan peningkatan yang tinggi dari aliran darah pada
ginjalnya sendiri, menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah
pada ginjal. Neonatus akan menghasilkan 20 – 35 ml dari urin sebanyak 4
kali sehari, tapi ini akan meningkat sampai 100 – 200 ml sebanyak 10 kali
sehari pada hari kesepuluh setelah lahir. Urin saat produksi pertama
memperlihatkan eksresi urea yang sedikit karena pada saat ini protein
lebih banyak digunakan pada bayi dibandingkan dengan jumlah yang
dipecah dalam hati.
Resistensi dari anyaman kapiler ginjal berkurang pada minggu
pertama kehidupan, yang memungkinkan peningkatan kemampuan filtrasi
glomerulus, akan tetapi kapsul glomerulus saat lahir dibentuk dari epitel
kubus dan belum sepenuhnya digantikan oleh epitel berlapis gepeng dan
baru berfungsi secara penuh setelah tahun pertama. Nefron yang kecil dan
immatur ini juga memiliki Lengkung Henle yang pendek juga, dimana air
dan natrium secara normal diatur, garam (natrium) sebaiknya tidak
ditambahkan ke diet bayi karena tidak dapat diekskresikan dengan mudah
dan natrium yang tersisa akan mempertahankan arteri dan vena,
meningkatkan tekanan darah dan dilatasi dari jantung yang berkembang.
Perkembangan Kontinensia bayi memiliki keadaan inkontinensia,
kemampuan untuk mengontrol pengeluaran urin tergantung pada sistem
renal yang lengkap dan berfungsi, kematangan saraf, kesempatan yang
diberikan kepada anak untuk buang air kecil dan kebiasaan. Anak dapat
menjadi cemas dan melemah jika harapan yang diberikan melebihi
kemampuan dan kontrol mereka. Kematangan terhadap mekanisme
kontrol biasanya membutuhkan sekitar lima tahun untuk anak yang sehat
agar tetap terkontrol pada siang dan malam. Kandung kemih adalah organ
yang kompleks yang terbentuk dari lapisan otot dan dienervasikan oleh
kompleks refleks dari tulang belakang dan koordinasi dari otak. Perlu
diingat bahwa jika anak tidak mau buang air kecil, utuk alasan apapun,
mereka dapat memberikan pesan kepada otaknya dari kandung kemih
mereka yang penuh itu.
Kemampuan untuk mengontrol pengosongan kandung kemih
adalah sebuah proses yang dipelajari biasanya pada awal masa kanak-
kanak sebagai hasil dari ‘toillete training’. Seorang bayi tidak mampu
berlatih mengontrol proses ini, karena pengosongan kandung kemih
tergantung pada kerja kompleks refleks. Kandung kemih mereka akan
secara volunter mengosongkan diri saat teregang pada volume 15 ml,
seperti yang diketahui pada dewasa rangsangan untuk buang air kecil pada
volume 200 ml. Saat kandung kemih penuh dan merangsang reseptor
trigonal, dan hasilnya mengirimkan impuls ke area sakral tulang belakang
melalui sistem saraf otonom. Impuls motorik dari tulang belakang lewat
sistem saraf otonom menginisiasi relaksasi sfingter internal dan kontraksi
otot detrusor, yang selanjutnya mengakibatkan urin keluar dari kandung
kemih. Kapasitas kandung kemih anak bervariasi berdasarkan umur
frekuensi miksi/24 jam
 3-6 bulan 20 kali
 6-12 bulan 16 kali
 1-2 tahun 12 kali
 2-3 tahun 10 kali
 3-4 tahun 9 kali
 12 tahun 4-6 kali
Umur Jumlah Urin (ml)
 1 hari 0-20  2 bulan 300-500
 2 hari 20-50  3 bulan 500-700
 3 hari 20-60  1-2 tahun 600-800
 4 hari 30-70  3-5 tahun 800-1200
 5-7 hari 40-90  6-10 tahun 800-1400
 1 bulan 200-400  10-14 tahun 800-1500
Kematangan sistem saraf diperlukan untuk pengontrolan kandung
kemih, jadi impuls saraf dapat bergerak melalui tulang belakang menuju
pusat kontrol miksi di otak. Saat kewaspadaan untuk buang air kecil dan
keinginan untuk mengontrol miksi telah berkembang, bersama dengan
kematangan biologis dari sistem saraf dan perkembangan sosial si anak,
menjadikan aktivitas sistem saraf pusat mengambil alih kerja sistem
refleks. Kontrol yang baik dapat dimulai pada usia dua tahun saat anak
dapat secara sadar merelaksasikan otot dasar pinggul untuk buang air
kecil.

Kandung kemih yang sehat dapat dilatih dengan kebiasaan yang


sehat. Minum yang cukup mengeluarkan bakteri, tapi minum air soda
dapat mengiritasi kandung kemih. Ajarkan anak perempuan untuk
membersihkan sisa urin dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi sistem urinarius bagian bawah oleh bakteri yang normalnya
berada di rektum. Anak juga sebaiknya dilatih untuk buang air kecil segera
setelah mereka merasakan keinginan untuk miksi,
D. KLASIFIKASI
1. ISK Atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama parenkim
ginjal, lazimnya disebut sebagai pielonefritis.
2. ISK bawah (lower UTI): bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau
uretra. Batas antara atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter.
Untuk membedakan ISK atas dengan bawah.
3. ISK simpleks: ISK sederhana (uncomplicated UTI), ada infeksi tetapi
tanpa penyulit (lesi) anatomik maupun fungsional saluran kemih.
4. ISK kompleks: ISK dengan komplikasi (complicated UTI), adanya
infeksi disertai lesi anatomik ataupun fungsional, yang menyebabkan
obstruksi mekanik maupun fungsional saluran kemih, misalnya
sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter, urolitiasis, parut ginjal,
buli-buli neurogenik, dan sebagainya. Dalam kelompok ini termasuk
ISK pada neonatus dan sebagian besar kasus dengan pielonefritis akut.
E. ETIOLOGI
Sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri,
tetapi jamur dan virus juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri
tersering adalah yang disebabkan E.coli, organisme yanag sering
ditemukan di daerah anus.
ISK sering terjadi pada wanita. Penyebabnya adalah uretra wanita
yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh
akses ke kandung kemih, kecenderungan untuk menahan urin, iritasi kulit
lubang uretra pada wanita sewaktu berhubungan kelamin.
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
1. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
2. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
Prevalensi penyebab ISK antara lain:
1. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang kurang efektif
2. Mobilitas menurun
3. Nutrisi yang sering kurang baik
4. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
5. Adanya hambatan pada aliran urin
6. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat pada laki-laki
F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis dari ISK pada anak terbagi atas dua macam yaitu
manifestasi klinis yang berasal dari traktur urinarius serta manifestasi
klinis sistemiknya. Manifestasi klinis yang berasal dari traktus urinarius:
 Disuria
 Perubahan frekuensi buang air kecil
 Mengompol padahal anak telah diajarkan toilete training
 Urin yang sangat berbau
 Hematuri
 Nyeri abdomen atau supra pubik
Manifestasi klinis sistemik :
 Demam
 Muntah/ diare
 Nyeri pinggang
Sedangkan manifestasi klinis menurut usia, bisa dibedakan atas:
1) Usia antara 1 bulan sampai kurang dari 1 tahun, tidak menunjukkan
gejala yang khas, dapat berupa1 :
 Demam
 Irritable
 Kelihatan sakit
 Nafsu makan berkurang
 Muntah, diare, dan lainnya
 Ikterus dan perut kembung bisa juga ditemukan.
2) Usia prasekolah dan sekolah gejala ISK umumnya terlokalisasi pada
saluran kemih.
ISK Bawah (Lower UTI) :
 Disuria
 Polakisuria
 Urgency.
ISK Atas (Upper UTI) :
 Enuresis diurnal ataupun nocturnal terutama pada anak wanita
 Sakit pinggang
 Demam
 Menggigil
 Sakit pada daerah sudut kostovertebra.
G. PATOFISIOLOGI
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme
patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui :
kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada
dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending
yaitu:

1. Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih


Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih antara lain:
factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek
daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor
tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam
traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya
dekubitus yang terinfeksi.
2. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system
imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara
hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi
ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya
bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih,
bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
1. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang
efektif.
2. Nutrisi yang sering kurang baik
3. System imunnitas yang menurun
4. Adanya hambatan pada saluran urin
5. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut
mengakibatkan distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri,
keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri
dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya
akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan
ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu,
beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya
obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibtakan penimbunan
cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai
hidronefroses.
H. PATWAY

 Kebersihan perineal kurang mikroorganisme


terjaga
 Pemasangan kateter
 Sistem imun menurun Masuk ke
 Kurang aktivitas uretra
 Kurangnya intake cairan

ISK

Obstruksi Pengecilan Inflamasi pada hiperter


uretra lumen uretra uretra mi

Retensi urine VU penuh


Resiko
Nyeri infeksi
akut
Gangguan Urine refluks
eliminasi
urine
Terganggunya
fungsi ginjal
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan baik untuk penegakkan
diagnosa atau pengobatan antara lain adalah :
1. Urinalisis
 Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting
adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
 Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB
sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
 Mikroskopis
 Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin
dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter
dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit
(tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif:
maka pasien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess
positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal
menjadi nitrit.
 Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal,
klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
 Tes-tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah
infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa
renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV
atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.
J. KOMPLIKASI
Reaksi alergi terhadap terapi antibiotik sering terjadi. Pada anak-
anak dengan Pielonefritis dapat terjadi radang lobar dari ginjal (lobar atau
nephronia fokal) atau abses ginjal. Setiap peradangan pada parenkim ginjal
dapat menyebabkan pembentukan parut.
Komplikasi jangka panjang pielonefritis adalah hipertensi,
gangguan fungsi ginjal, penyakit ginjal kronik, dan komplikasi kehamilan
(misalnya, UTI, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, neonatus
berat lahir rendah). Dehidrasi adalah komplikasi yang paling umum dari
ISK pada populasi anak-anak. pengganti cairan intravena diperlukan dalam
kasus yang lebih parah.
Angka kesakitan terkait dengan pielonefritis ditandai dengan gejala
sistemik seperti demam, nyeri perut, muntah dan dehidrasi. Bakterimia dan
sepsis dapat terjadi. Anak dengan pielonefritis dapat juga terdapat sistitis.
Kematian akibat ISK jarang terjadi pada anak sehat pada negara
berkembang. ISK menyebabkan morbiditas yang signifikan dan
penderitaan untuk anak-anak, ketidaknyamanan dan kecemasan bagi
keluarga, dan kebutuhan pengobatan yang cukup tinggi.
Meskipun kebanyakan anak dengan ISK memiliki prognosis
jangka panjang yang sangat baik, ada risiko komplikasi yang serius dalam
sebagian kecil penderita, terutama pada mereka dengan anomali kongenital
hipoplasia atau displastik dan refluks melebar. Gangguan fungsi ginjal
mungkin terjadi, kadang-kadang menyebabkan gagal ginjal kronis dan
bahkan end stage dari renal disease, hipertensi, dan komplikasi
kehamilan..
a) Gagal Ginjal Kronis
Pendekatan diagnostik dan terapi lebih agresif yang digunakan pada
masa bayi dan anak usia dini selama dekade terakhir tampaknya
memiliki penurunan risiko ISK menyebabkan gagal ginjal kronis.
b) Hipertensi
c) Komplikasi Kehamilan
Anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk ISK
berulang sejak kecil maka akan memiliki peningkatan risiko infeksi
baru setelah dewasa khususnya selama kehamilan. Perempuan dengan
jaringan parut ginjal memiliki peningkatan signifikan tekanan darah
selama kehamilan. Pada wanita dengan refluks nefropati yang parah
sebagian besar memiliki gangguan selama masa kehamilan. Pasien
wanita dengan jaringan parut ginjal harus diikuti dengan hati-hati
sampai dewasa dan saat melalui masa reproduksi.
K. PENCEGAHAN
1) Jaga kebersihan
2) Sering ganti celana dalam
3) Banyak minum air putih
4) Tidak sering menahan kencing
5) Setia pada satu pasangan dalam melakukan hubungan
L. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana umum : atasi demam, muntah, dehidrasi dan lain-lain.
Pasien dilanjutkan banyak minum dan jangan membiasakan menahan
kencing untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin (pyriduin)
7-10 mg/kg BB hari. Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan.
Tatalaksana khusus ditujukan terhadap 3 hal, yaitu pengobatan infeksi
akut, pengobatan dan pencegahan infeksi berulang serta deteksi dan
koreksi bedah terhadap kelamin anatamis saluran kemih.
a) Pengobatan infeksi akut : pada keadaan berat/demam tinggi dan
keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil
biakan urin dan uji resistensi kuman. Obat pilihan pertama adalah
ampisilin, katrimoksazol, sulfisoksazol asam nalidiksat, nitrofurantoin
dan sefaleksin. Sebagai pilihan kedua adalah aminoshikosida
(gentamisin, amikasin, dan lain-lain), sefatoksin, karbenisilin,
doksisiklin dan lain-lain, px diberikan selama 7 hari.
b) Pengobatan dan penegahan infeksi berulang : 30-50% akan
mengalami infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala.
Maka, perlu dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah
selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan
seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang
harus diobati seperti pengobatan ada fase akut. Bila relaps/infeksi
terjadi lebih dari 2 kali, pengobatan dilanjutkan dengan terapi
profiloksis menggunakan obat antiseptis saluran kemih yaitu
nitrofurantorin, kotrimoksazol, sefaleksi atau asam mandelamin.
Umumnya diberikan ¼ dosis normal, satu kali sehari pada malam hari
selama 3 bulan. Bisa ISK disertai dengan kalainan anatomis,
pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan Tx
profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila perlu sampai 2 tahun.
c) Koreksi bedah : bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan
obstruksi, perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks
tergantung dari stadium. Refluks stadium I sampai III bisanya akan
menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi pada stadium IV dan
V perlu dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada
kandung kemih (ureteruneosistostomi).
Agen antibiotik untuk Pengobatan Oral ISK

Agen Antibakteri Dosis Harian

Sulfisoxazole 120-150 mg/kg dibagi setiap 4–6 jam.

Sulfamethoxazole and trimethoprim 6-12 mg/kg TMP, 30-60 mg/kg SMZ,


dibagi stiap 12 jam

Amoxicillin and clavulanic acid 20-40 mg/kg dibagi tiap 8 jam

Cephalexin 20-50 mg/kg dibagi tiap 6 jam

Cefixime 8 mg/kg dibagi tiap 12-24 jam

Cefpodoxime 10 mg/kg dibagi tiap 12 jam

Nitrofurantoin* 5-7 mg/kg dibagi tiap 6 jam

*Nitrofurantoin dapat digunakan pada infeksi saluran saluran kemih bawah. Tapi,
karena daya penetrasi terhadap jaringan yang terbatas, nitrofurantoin tidak cocok
digunakan untuk pengobatan infeksi pada ginjal.
Agen antibiotik untuk mencegah infeksi ulang

Agent Single Daily Dose

Nitrofurantoin 1-2 mg/kg PO

Sulfamethoxazole and trimethoprim 1-2 mg/kg TMP, 5-10 mg/kg SMZ PO

Trimethoprim 1-2 mg/kg PO

Obat Dosis dan Rute Pemberian Keterangan

Ceftriaxone 50-75 mg/kg/d IV/IM Tidak digunakan pada bayi < 6 minggu;
sebagai dosis tunggal atau antibiotic parenteral dengan waktu paruh
dibagi setiap 12 jam. panjang.

Cefotaxime 150 mg/kg/d IV/IM dibagi Aman digunakan pada bayi < 6 minggu,
setiap 6-8 jam. digunakan dengan ampisilin pada bayi
usia 2 – 8 minggu.

Ampicillin 100 mg/kg/d IV/IM dibagi Digunakan bersama gentamisin pada


setiap 8 jam neonatus <2 minggu, untuk kuman
enterokokus dan pasien yang alergi
dengan sefalosporin.

Gentamicin Neonatus < 7 hari: 3.5-5 Monitor darah dan fungsi ginjal.
mg/kg/dosis IV setiap 24
jam
Bayi dan anak < 5 tahun:
2.5 mg/kg/dosis IV setiap 8
jam atau dosis tunggal
dengan fungsi ginjal normal
yaitu 5-7.5 mg/kg/dosis IV
setiap 24 jam
Anak =5 tahun: 2-2.5
mg/kg/dosis IV setiap 8 jam
atau dosis tunggal dengan
fungsi ginjal normal 5-7.5
mg/kg/dosis IV setiap 24
jam

M. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan menganamnesa pasien dengan
menanyakan tentang:
a) Pengumpulan data
 Identitas
 Biodata anak
 Nama, umur, jenis kelamin, no.medrec, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, ruangan dan diagnosa medis.
 Biodata orang tua
b) Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Menanyakan sebab atau alasan utama klien datang ketempat
pelayanan kesehatan. Dalam hal ini menanyakan kepada klien
atau penanggung jawabklien. Biasanya keluhan utama yang
disebutkan klien atau kelurga klien adalah demam, mual muntah.
c) Pola aktivitas sehari hari
Menanyakan kepada klien atau keluarga kebiasaan makan, minum,
eliminasi BAB/BAK, pemenuhan personal hygiene (mandi, cuci
rambut, gosok gigi, gunting kuku), pola istirahat tidur siang/malam
dan aktivitas yang biasa dilakukan seperti berpakaian. Hal yang
perlu dikaji diantaranya: frekuensi, jenis, jumlah dan
masalah/hambatan-hambatan. Semua itu ditanyakan sebelum dan
selama sakit, tujuannya untuk mengidentifikasi masalah dan
tindakan keperawatan, bahkan bisa diobservasi langsung ketika klien
berada di rumah sakit.
d) Pemeriksaan fisik
 Penampilan umum
Amati penampilan umum klien secara keseluruhan. Wajah
tampak toksik: mata berkilat dan mungkin kemerahan, kelopak
mata cekung, pucat dan flushing didaerah pipi.
 Kesadaran
Klien dengan demam typhoid yang memasuki tahapan typoid
state, biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran, disorientasi,
bingung atau pada anak sering disertai dengan kejang.
 Tanda-tanda vital
 Tensi ada peningkatan
 Nadi ada bradikardi
 Pernafasan normal
 Suhu tubuh sekitar 38-40 derjat
 Berat badan menurun

Menurut NOC-NIC (2009), pemeriksaan fisik dilakukan secara head to


toe dan di dokumentasikan secara persistem yang meliputi:

a. Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya secret
pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung waktu
bernapas, auskultasi bunyi napas apakah bersih atau ronchi,
serta frekuensi napas, dilihat apakah ada polip aktif atau
tidak.
b. Sistem kardiovaskuler
Terjadinya peningkatan denyut nadi, tekanan darah, tetapi
keadaan tersebut tergantung dari nyeri yang dirasakan
individu, periksa capillary refill time < 3 detik, dan lihat
tanda sianosis pada bibir, jari tangan dan jari kaki.
c. Sistem pencernaan
Kaji keadaan mulut, gigi, bibir, kaji abdomen untuk
mengetahui gerakan peristaltik usus.
d. Sistem muskuleskeletal
e. Rentang sendi yang menunjukan kemampuan luas gerak
persendian tertentu, mulai dari kepala sampai anggota gerak
bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dikatakan klien
waktu bergerak, observasi adanya luka, adanya kelemahan
dan penurunan toleransi terhadap aktifitas.
f. Sistem integrumen
Kaji keadaan kulit, tekstur, kelembaban, turgor, warna, dan
fungsi perabaan. Kaji keadaan luka.
g. Sistem endokrin
Dikaji adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedeme atau
tidak pada kelenjar getah bening, ada riwayat alergi atau
tidak. Biasanya tidak ada masalah pada sistem endokrin.
h. Sistem perkemihan
Kaji adanya nyeri pada saat berkemih, adanya nyeri tekan
dan benjolan didaerah vesika urinaria.
e) Data penunjang
Menurut Nikmatur dan Saiful (2009), data penunjang adalah
sebagai berikut :
a. Hematologi widal
b. Urin rutin
f) Analisa data
Analisa data terdiri dari Problem dan etiologi, atau problem,
etiologi dan symptom) yang dikelompokan lalu tentukan
masalah keperawatannya (berdasarkan dukungan data yang
ada). Data dikelompokan kedalam data subjektif dan data
objektif. Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsif
yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan klien (Nikmatur dan Saiful,
2009).
g) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan mengenai
masalah klien baik aktual maupun potensial yang didapat dari
status kesehatan klien (H. Nabiel Ridha, 2014).
h) Prioritas masalah
i) Rencana keperawatan
j) Implementasi
k) Evaluasi
N. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung
kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
b) Gangguan eliminasi urin b/d infeksi saluran kemih
c) Defisiensi pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
d) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d adanya factor resiko nosocomial
e) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake
inadekuat.
O. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa NOC NIC
Nyeri b/d Tingkat Nyeri Manajemen nyeri
inflamasi dan Kriteria hasil:  Lakukan pengkajian nyeri
infeksi uretra,  Nyeri yang dilaporkan komprehensif yang meliputi
kandung kemih berkurang lokasi, karakteristik,
dan sruktur traktus  Ttv dalam batas onset/durasi, frekuensi,
urinarius lain. normal kualitas, intensitas atau
 Tidak ada ekspresi beratnya nyeri dan factor
wajah nyeri pencetus
 Pasien nyaman  Observasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan
 kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Defisiensi Pengetahuan proses Pengajaran : proses penyakit
pengetahuan penyakit  Kaji tingkat pengkajian pasien
tentang kondisi, Kriteria hasil : terkait dengan proses penyakit
prognosis, dan  Keluarga mengetahui yang spesifik
kebutuhan karakter spesifik  Review pengetahuan pasien
pengobatan penyakit mengenai kondisinya
berhubungan  Keluarga pasien  Jelaskan tanda dan gejala yang
dengan kurangnya mengerti factor resiko umum dari penyakit sesuai
sumber informasi.  Tanda dan gejala kebutuhan
penyakit  Eksplorasi bersama pasien
 Strategi untuk apakah dia telah melakukan
meminimalkan manajemen gejala
perkembangan  Jelaskan mengenai proses
penyakit penyakit sesuai dengan
 Tanda dan gejala kebutuhan
komplikasi penyakit  Berikan informasi pada pasien
mengenai kondisinya sesuai
kebutuhan
 Diskusikan perubahan gaya
hidupyang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan dating dan
atau mengontrol proses
penyakit
 Instruksikan opasien mengenai
tindakan untuk
mencegah/meminimalkan efek
smaping pennaganan dari
penyakit sesuai kebutuhan
 Edukasi pasien mengenai
tindakan untuk
mengontrol/meminimalkan
gejala sesuai dengan kebutuhan
Resiko tinggi Kontrol Resiko : Proses Kontrol Infeksi
terhadap infeksi Infeksi  Bersihkan lingkungan setelah
b.d adanya factor  Mencari informasi dipakai pasien lain
resiko nosocomial terkait kontrol infeksi  Batasi pengunjung bila perlu
 Mengetahui perilaku  Instruksikan pada pengunjung
yang berhubungan untuk mencuci tangan saat
dengan resiko infeksi berkunjung dan setelah
 Mengidentifikasi berkunjung meninggalkan
tanda dan gejala pasien
infeksi  Gunakan sabun antimikrobia
 Mengidentifikasi untuk cuci tangan
strategi untuk  Cuci tangan setiap sebelum dan
melindungi diri dari sesudah tindakan keperawatan
orang lain yang  Pertahankan lingkungan
terkena infeksi aseptik selama pemasangan
 Memonitor faktor di alat
lingkungan yang  Ganti letak IV perifer dan line
berhubungan dengan central dan dressing sesuai
resiko infeksi dengan petunjuk umum
 Menggunakan alat  Gunakan kateter intermiten
pelindung diri untuk menurunkan infeksi
 Mencuci tangan kandung kencing
 Mempraktikan strategi  Tingktkan intake nutrisi
dalam mengontrol  Berikan terapi antibiotik bila
infeks perlu

Gangguan Eliminasi urin Perawatan retensi urin


eliminasi urine b/d  Pola eliminasi normal  Lakukan pengkajian
infeksi saluran  Kejernihan urin komprehensif sistem
kemih  Mengosongkan perkemihan fokos terhadap
kandung kemih inkontinensia (misal: urine
sepenuhnya output, pola berkemih,
masalah saluran perkemihan
sebelumnya)
 Monitor intake dan output
 Monitor derajat distensi
kandung kemih dengan palpasi
dan perkusi
 Berikan waktu yang cukup
untuk pengosongan kandung
kemih (10 menit)
 Anjurkan pasien/keluarga
untuk mencatat urine output,
sesuai kebutuhan
 Bantu toileting
 Gunakan kateter untuk residu
urin

Resiko Nutritional Status : food Nutrition Management


 Kaji adanya alergi makanan
ketidakseimbangan and Fluid Intake
Kriteria Hasil :  Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi kurang dari untuk menentukan jumlah
 Adanya peningkatan
kebutuhan b.d kalori dan nutrisi yang
berat badan sesuai
dibutuhkan pasien
intake inadekuat. dengan tujuan  Anjurkan pasien untuk
 Berat badan ideal meningkatkan intake Fe
sesuai dengan tinggi  Anjurkan pasien untuk
badan meningkatkan protein dan
 Mampu vitamin C
mengidentifikasi  Berikan substansi gula
 Yakinkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi
mengandung tinggi serat untuk
 Tidak ada tanda tanda mencegah konstipasi
malnutrisi  Berikan makanan yang terpilih
 Menunjukkan (sudah dikonsultasikan dengan
peningkatan fungsi ahli gizi)
pengecapan dari  Ajarkan pasien bagaimana
menelan membuat catatan makanan
harian.
 Tidak terjadi
 Monitor jumlah nutrisi dan
penurunan berat badan kandungan kalori
yang berarti  Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Intervensions Clasification (NIC) Versi


Bahasa Indonesia. Singapura : Elsilver Global Right

Huda, Amin. Aplikasi. 2015. NANDA-NIC-NOC Jilid 2. Media Action :


Yogyakarta

NANDA International. (2010) . Diagnosis Keperawatan : definisi dan klasifikasi


2018-2020. Jakarta : EGC

Mansjoer, A., dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Media


Aeskulapius: Jakarta.
Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcome Clasification (NIC) Versi Bahasa
Indonesia. Singapura : Elsilver Global Right

Sukandar. 2004. https://edoc.site/laporan-pendahuluan-isk-pdf-free.html diakses


pada 10 Desember 2018 Jam 17.00 WIB

Wicaksono, Arif. 2017.http://academi.edu/laporan-pendahuluan-kanker-payudara-


pdf-free.html diakses pada 10 Oktober 2018 Jam 19.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai