4630-Article Text-3030-1-10-20161201 PDF
4630-Article Text-3030-1-10-20161201 PDF
Abstrak
Daerah rentan banjir adalah daerah yang mudah atau mempunyai kecenderungan untuk terlanda banjir.
Maka kawasan rentan banjir merupakan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana
banjir. Daerah atau kawasan tersebut dapat diidentifikasi dengan menggunakan pendekatan geomorfologi
khususnya aspek morfogenesa, karena kenampakan seperti teras sungai, tanggul alam, dataran banjir, rawa
belakang, kipas aluvial, dan delta yang merupakan bentukan banjir yang berulang-ulang yang merupakan
bentuk lahan detil yang mempunyai topografi datar, sesuai karakteristik penyebab banjir.
Sedangkan tingkat kerentanan banjir dapat ditentukan berdasarkan paramater-parameter yang
berpengaruh terhadap terjadinya banjir. Dari beberapa penelitian mengenai banjir, telah diketahui bahwa
kondisi lahan seperti penutup lahan, topografi, dan geomorfologi juga curah hujan, sebagai salah satu unsur
iklim yang utama adalah merupakan faktor-faktor berpengaruh dalam menentukan terjadinya banjir di
Indonesia.
Terungkap juga bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) terbukti mampu menyediakan informasi
data geospasial untuk setiap objek di permukaan bumi secara cepat. Sekaligus juga mampu menyediakan
sistem analisa keruangan yang akurat. Selain itu, siapapun dapat menggunakan informasi tersebut untuk
mengantisipasi dampak bencana baik untuk respon darurat, pemulihan pasca bencana, penetapan strategi
mitigasi bencana, ataupun perencanaan pembangunan berkelanjutan.
Maka dalam penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan ulasan contoh-contoh parameter, metoda
dan tahapan langkah dalam penentuan tingkat kerentanan banjir secara geospasial. Dalam hal ini, parameter
rentan banjir yang ditentukan berdasarkan aspek lingkungan, dapat diterapkan untuk data geospasial
indikator banjir dan yang nantinya akan dibentuk berupa data yang komprehensif antara data spasial dan
atributnya data non spasial. Kemudian penentuan tingkat kerentanan banjir menggunakan metoda Analisis
Weighted Scorring dalam perhitungan penentuan tingkatan parameter-parameter rentan banjir dan Analisis
Penentuan Tingkat Rentan Banjir, sehingga menghasilkan model klasifikasi tingkat rentan Banjir.
Hasil akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu model klasifikasi tingkat rentan banjir yang
terlihat implementasinya dalam model data tabel untuk data geospasial tingkat rentan banjir.
Kata Kunci : Sistem Informasi Geografis, tingkat rentan banjir, Weighted Scorring, data indikator banjir,
model klasifikasi tingkat rentan banjir, Geospasial
adalah merupakan faktor-faktor berpengaruh a. Bagaimana peta digital untuk data geospasial
dalam menentukan terjadinya banjir di Indonesia. indikator banjir berbantuan tools SIG yang
Terungkap dalam sebuah penelitian bahwa telah dilengkapi data-data kelas pada setiap
berdasarkan fenomena geomorfologi, setiap data indikator banjir dapat digunakan sebagai
bentuk lahan bentukan banjir dapat memberikan parameter penentuan tingkat kerentanan
informasi tentang tingkat kerentanan banjir banjir berdasarkan tingkat kepentingan dan
beserta karakteristiknya (frekuensi, luas dan lama dominan memiliki faktor pembobot dengan
genangan, bahkan mungkin sumber urutan dimulai dari yang terbesar.
penyebabnya). Maka dapat dikatakan bahwa
b. Bagaimana metode dan tahapan langkah
survey geomorfologi pada dataran aluvial,
penentuan tingkat kerentanan banjir dapat
dataran banjir dan dataran rendah lainnya dapat
diimplementasikan dengan menggunakan
digunakan untuk memperkirakan sejarah
tools SIG sehingga diperoleh model
perkembangan daerah tersebut sebagai akibat
klasifikasi tingkat kerentanan banjir.
terjadinya banjir (Oya, 1973 dalam Suprapto,
1988). c. Bagaimana dari model klasifikasi tingkat
kerentanan banjir dapat dihasilkan model
Bahkan tulisan Bokunokoto (2015),
data tabel atribut data spasial tingkat
terungkap bahwa Teknologi penginderaan jauh
kerentanan banjir.
(remote sensing) dan Sistem Informasi Geografis
(GIS) terbukti mampu menyediakan informasi Sedangkan batasan masalah dari
data geospasial untuk setiap objek di permukaan permasalahan yang dirumuskan adalah:
bumi secara cepat. Sekaligus juga mampu a. Bagaimana parameter rentan banjir yang
menyediakan sistem analisa keruangan yang ditentukan berdasarkan aspek Lingkungan,
akurat. Melalui tulisannya, diungkapkan banyak dapat diterapkan untuk data geospasial
masukan dalam pemetaan rentan bencana dan indikator banjir dan yang nantinya akan
risiko bencana dengan memanfaatkan teknologi dibentuk berupa data yang komprehensif
remote sensing dan sistem informasi geografis. antara data spasial dan atributnya data non
Peta rentan bencana dan resiko bencana tersebut spasial.
diharapkan dapat dijadikan acuan untuk
membantu penanganan bencana alam secara b. Bagaimana metode penentuan tingkat
cepat sehingga meminimalkan korban dan kerentanan banjir yang digunakan yaitu
kerugian harta benda akibat bencana, terutama metoda Analisis Weighted Scorring dapat
dalam menentukan atau mengarahkan daerah digunakan dalam perhitungan penentuan
yang diprioritaskan untuk segera ditangani. tingkatan parameter-parameter rentan banjir
Selain itu, siapapun dapat menggunakan dan Analisis Penentuan Tingkat Rentan
informasi tersebut untuk mengantisipasi dampak Banjir yang menghasilkan model klasifikasi
bencana baik untuk respon darurat, pemulihan tingkat rentan Banjir.
pasca bencana, penetapan strategi mitigasi c. Hasil akhir penelitian adalah menghasilkan
bencana, ataupun perencanaan penggunaan lahan model klasifikasi tingkat rentan banjir yang
yang komprehensip dan menggabungkannya terlihat dalam model data tabel untuk data
dengan pembangunan berkelanjutan. geospasial tingkat rentan banjir.
Dari beberapa isu-isu tersebut, maka TUJUAN PENELITIAN
pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan ulasan contoh-contoh parameter, Bertitik tolak dari permasalahan yang telah
metoda dan tahapan langkah dalam penentuan diuraikan dalam latar belakang, maka penelitian
tingkat kerentanan banjir secara geospasial. ini adalah bertujuan untuk:
RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH a. Menghasilkan bobot dan skor untuk tiap-tiap
kriteria pada parameter-parameter indikator
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam kerentanan banjir berdasarkan tingkat
penelitian ini dirumuskan permasalahan: kepentingan dan dominan memiliki faktor
pembobot dengan urutan dimulai dari yang memberikan ide yang sejenis ataupun untuk
terbesar. melanjutkan penelitian sebelumnya yang pernah
dilakukan penulis.
b. Menghasilkan model klasifikasi tingkat
kerentanan banjir. Adapun penelitian-penelitian yang
dilakukan para peneliti yang berhubungan
c. Menghasilkan model data tabel atribut data
dengan penelitian yang dilakukan penulis untuk
spasial tingkat kerentanan banjir.
saat ini dan yang dapat menginspirasi penulis
MANFAAT PENELITIAN seperti berikut ini.
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian Pertama, Penelitian mengenai Analisis
ini adalah: Daerah Rawan Longsor Dengan Menggunakan
a. Dapat memberikan wacana tentang Sistem Informasi Geografis Pada Cagar Alam
pengimplementasian analisis Pembobotan Pegunungan Cycloop Distrik Sentani Kabupaten
dan Scoring, dengan menggunakan Metode Jayapura. Penelitian ini bertujuan untuk
Weighted Scorring, untuk menghasilkan nilai mengetahui serta menentukan lokasi daerah
bobot dan skor tiap-tiap kriteria pada masing- rawan longsor di Kawasan Cagar Alam Cycloop
masing parameter indikator kerentanan banjir Kabupaten Jayapura dan hasil analisis dari
berdasarkan tingkat kepentingan dan penelitian adalah Tingkat kerawanan sedang
dominan memiliki faktor pembobotan dari (skor 147-192) mendominasi kawasan ini dengan
yang terbesar. luasan mencapai 1491 Ha atau 59,23% dari
seluruh wilayah Cagar Alam Pegunungan
a. Dapat memberikan wacana tentang Cycloop Distrik Sentani dan sekitarnya.
perhitungan matematis dalam menentukan Kemudian diikuti tingkat rawan (skor 193-238)
klasifikasi tingkat kerentanan banjir secara seluas 462,5 Ha atau 18,37%, tingkat tidak rawan
kuantitatif. (skor 55-100) seluas 361,1 Ha atau 14,35%,
b. Dapat memberikan informasi tentang tingkat tingkat kerawanan rendah (skor 101-146) seluas
kerentanan banjir baik berupa model 136 Ha atau 5,4 %, dan tingkat sangat rawan (skor
klasifikasi tingkat kerentanan banjir maupun 239-285) seluas 66,6 Ha atau 2,65% luas wilayah
model data tabel atribut data spasial tingkat Distrik Sentani. Adapun hasil analisis tingkat
kerentanan banjir. kerawanan longsor di daerah penelitian ini
dipengaruhi oleh faktor kelerengan lahan,
c. Hasil akhir penelitian ini diharapkan juga penutupan lahan, jenis tanah serta dipicu oleh
dapat bermanfaat untuk digunakan dalam tingginya intensitas curah hujan. (Anggara A. S.,
penelitian selanjutnya sebagai 2011).
pengembangannya yaitu dipakai sebagai
dasar pembangunan dan pembentukan peta Kedua, penelitian yang berkaitan dengan
tematik tingkat kerentanan banjir. tanah longsor yang sering terjadi di Sub DAS
Konto Hulu. Dalam penelitian tersebut, untuk
TINJAUAN PUSTAKA mengantisipasi terjadinya tanah longsor di masa
Penelitian yang berkenaan dengan topik mendatang, dibuat peta kerentanan tanah longsor
seputar analisis Spasial di bidang Sistem yang menunjukkan daerah berpotensi longsor.
Informasi Geografis, yang menggunakan Delapan peta tematik sebagai parameter formula
berbagai metoda dalam rangka penyelesaian kerentanan tanah longsor dipergunakan untuk
masalah yang berkaitan dengan bencana banjir mengembangkan sebuah peta kerentanan tanah
telah banyak dilakukan, yang dalam hal ini longsor yang meliputi hujan tiga harian kumulatif
dikarenakan penelitian yang berkaitan dengan hal maksimum, kemiringan lereng, geologi batuan,
tersebut telah banyak dibutuhkan di dunia nyata. keberadaan patahan, kedalaman tanah regolit,
Sehingga untuk hal inilah penelitian-penelitian penggunaan lahan, keberadaan infrastruktur
sebelumnya yang berasal dari penelitian orang jalan, dan kepadatan penduduk. Penentuan nilai
lain telah menginspirasi penelitian ini dalam hal kerentanan merupakan hasil penjumlahan dari
yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan 3) Infiltrasi Tanah dan Struktur Tanah
beberapa stasiun penakar hujan yang ada di
Infiltrasi tanah adalah perjalanan air ke
dalam dan atau di sekitar kawasan tersebut. Curah
dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan
hujan area ini harus diperkirakan dari beberapa
grafitasi. Proses terjadinya infiltrasi melibatkan
titik pengamatan curah hujan. Sedangkan data
beberapa proses yang saling berhubungan yaitu
hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan
proses masuknya air hujan melalui pori-pori
maksimum harian DAS untuk tahun yang
permukaan tanah, tertampungnya air hujan
bersangkutan (Suripin, 2004).
tersebut ke dalam tanah dan proses mengalirnya
Maka dalam menentukan debit banjir air tersebut ke tempat lain yang dipengaruhi oleh
rencana (design flood), diperlukanlah harga suatu tekstur, struktur, kelembaban, organism,
intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan kedalaman dan vegetasi (Asdak. 2004).
adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
Tekstur tanah turut menentukan tata air
suatu kurun waktu di mana air tersebut
dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi
berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini
dan kemampuan pengikatan air oleh tanah serta
dapat diproses dari data curah hujan yang telah
merupakan satu-satunya sifat fisik tanah yang
terjadi pada masa lampau (Loebis, 1987).
tetap dan tidak mudah diubah oleh tangan
Sedangkan untuk menghitung intensitas manusia jika tidak ditambah dari tempat lain.
curah hujan, dapat digunakan beberapa macam Besarnya laju infiltrasi tanah pada lahan tak
metode, antara lain metode Dr.Mononobe, bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju
metode Talbot dan metode Tadashi Tanimoto. intensitas hujan, sedangkan pada kawasan lahan
Metode Dr.Mononobe, digunakan untuk bervegetasi, besarnya laju infiltrasi tidak akan
menghitung intensitas curah hujan apabila yang pernah melebihi laju intensitas curah hujan
tersedia adalah data curah hujan harian. (Loebis, efektif (Asdak, 2004).
1987). Sedangkan metode Talbot, digunakan
4) Kemiringan Lereng
apabila data curah hujan yang tersedia adalah data
curah hujan jangka pendek. (Loebis, 1987). Faktor panjang lereng merupakan
Kemudian untuk Metode Tadashi Tanimoto, perbandingan tanah yang tererosi pada suatu
mengembangkan distribusi hujan jam-jaman panjang lereng terhadap tanah tererosi pada
yang dapat digunakan di Pulau Jawa. (Triatmodjo panjang lereng 22,1 m, sedangkan faktor
dan Bambang, 2008) kemiringan lereng adalah perbandingan tanah
yang tererosi pada suatu kemiringan lahan
2) Tata Guna Lahan
terhadap tanah yang tererosi pada kemiringan
(Platt, 2004) Tata guna lahan (land use) lahan 9% untuk kondisi permukaan lahan yang
merupakan suatu upaya dalam merencanakan sama (Suripin, 2004). Kemiringan lereng
penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang mempengaruhi jumlah dan kecepatan limpasan
meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan permukaan, drainase permukaan, penggunaan
fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi lahan dan erosi. Diasumsikan semakin landai
pemukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana kemiringan lerengnya, maka aliran limpasan
tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang permukaan akan menjadi lambat dan
menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang kemungkinan terjadinya genangan atau banjir
lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, menjadi besar, sedangkan semakin curam
saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, kemiringan lereng akan menyebabkan aliran
pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat limpasan permukaan menjadi cepat sehingga air
pelayanan serta fasilitas umum lainnya. hujan yang jatuh akan langsung dialirkan dan
tidak menggenangi daerah tersebut, sehingga
Sehingga dalam hal ini tata guna lahan
resiko banjir menjadi kecil (Pratomo A.J., 2008).
dapat didefinisikan sebagai lahan yang
Semakin landai daerah maka tingkat kerawanan
dimanfaatkan oleh manusia. Penggunaan lahan
banjir tinggi begitu pula sebaliknya (Adisasmita
biasanya sebagai taman, kehutanan, sarana
dan Raharjo, 2008).
peternakan, dan lahan pertanian (Weng, 2010).
Data SIG yang dipergunakan dalam 6. Metoda Penentuan Tingkat Rentan Banjir
penelitian ini akan dimanfaatkan sebagai data
Metoda Penentuan Tingkat Rentan Banjir
input, yang kemudian akan dilakukan pengolahan
dalam penelitian ini meliputi tahapan langkah
data spasial dalam rangka perhitungan penentuan
sebagai berikut :
tingkat rentan banjir dengan menggunakan
metoda weighted scorring. Data SIG yang a. Penentuan Bobot untuk masing-masing data
merupakan data indikator banjir akan diberikan indikator banjir
bobot berdasarkan tingkat kepentingan dalam b. Penentuan Skor pada parameter data
penilaian juga berdasarkan kondisi parameter indikator banjir untuk urutan tingkatan
indikator banjir. Data SIG yang merupakan pengaruh parameter pada tiap data indikator
parameter indikator banjir yang dominan akan banjir terhadap potensi rentan banjir
memiliki bobot tertinggi. Sedangkan skor akan
diberikan untuk masing-masing parameter data c. Perhitungan penentuan Kerentanan Banjir
indikator banjir, berdasarkan tingkatan pengaruh d. Pembentukan Model Tingkat Rentan Banjir.
parameter tersebut terhadap potensi rentan banjir.
Hal ini bertujuan untuk menyusun urutan tingkat e. Pengimplementasian Model Tingkat Rentan
rentan banjir. Banjir pada Data model Data Tabel
Relasional.
Berdasarkan uraian analisis manfaat
tersebut, maka Sasaran dari data SIG pada Adapun penjabaran tiap-tiap langkah dari
penelitian ini adalah mempersiapkan data SIG lima (5) tahapan langkah pada metoda penentuan
tersebut untuk mendukung proses perhitungan tingkat rentan banjir tersebut akan dijabarkan
menentukan tingkat rentan banjir berdasarkan sebagai berikut.
metoda weighted scorring. a. Tahap Penentuan Bobot Untuk Masing-
5. Gambaran Subsistem SIG masing Data Indikator Banjir
Gambaran subsistem SIG pada penelitian Tahap penentuan bobot untuk masing-
ini adalah seperti yang terlihat dalam diagram masing data indikator banjir ini dimanfaatkan
pada gambar 2 berikut ini. untuk memberikan penilaian terhadap masing-
masing data indikator banjir, yang dalam hal ini :
DATA INPUT DATA MANAJEMEN DAN
MANIPULASI
DATA OUTPUT
data curah hujan, data kemiringan lereng, data
Data Tabel Intensitas Curah
Hujan per kecamatan yang
struktur tanah dan data penggunaan lahan;
telah terklasifikasi beserta
Peta digitalnya
Penentuan Bobot
dan Skor berdasarkan tingkatan kepentingan data dan
kondisi data sebagai faktor penentu banjir. Dalam
hal ini data yang dominan sebagai parameter
Data Tabel Kemiringan
Lereng per kecamatan yang
Perhitungan
Tingkat Rentan
faktor penentu banjir akan memiliki bobot
Banjir
telah terklasifikasi beserta
Peta digitalnya tertinggi.
b. Tahap Penentuan Skor Pada Parameter
Pembentukan
Pembentukan
klasifikasi tingkat
klasifikasi tingkat
rentan banjir
rentan banjir
Data Indikator Banjir
Data Tabel Kemiringan
Lereng per kecamatan yang
telah terklasifikasi beserta
Y
Tahap dalam menentukan Skor pada
Peta digitalnya
T
parameter indikator banjir adalah memberikan
INPUT
INPUT KEMBALI? OUTPUT Model Tingkat
Kerentanan Banjir skor pada tiap-tiap kelas parameter indikator
banjir berdasarkan tingkatan pengaruh parameter
terhadap potensi terjadinya rentan banjir.
Data Tabel Kemiringan
Lereng per kecamatan yang
telah terklasifikasi beserta
c. Tahap Perhitungan Penentuan
Peta digitalnya
Kerentanan Banjir
Gambar 2. Subsistem SIG Penentuan Tingkat Tahap perhitungan penentuan Kerentanan
Rentan Banjir Banjir pada penelitian ini mengacu pada rumus
atau formula seperti yang telah tertera pada point
(1). Sedangkan tahapan langkah untuk 3. Menambahkan dua buah field baru dan juga
mengimplementasikan-nya terdiri dari : mengedit field-field baru pada tabel data
atribut layer peta tingkat rentan banjir untuk
1. Mengalikan antara bobot dan skor dari tiap-
hal-hal seperti : pertama mengisikan value
tiap kelas parameter indikator banjir.
nilai total skor pada masing-masing kelompok
2. Mengelompokan variabel/parameter skor dan value nilai keterangan jenis klas
indikator banjir berdasarkan skor yang sama, tingkat rentan banjir serta kedua untuk
kemudian mentotalkan / menjumlahkan hasil memilih field-field yang benar-benar
perkalian bobot dan skor pada setiap diperlukan pada tabel data atribut peta tingkat
kelompok skor. rentan banjir yang telah terbentuk baru.
d. Tahap Pembentukan Model Tingkat 4. Membuat pemodelan spasial baru untuk view
Rentan Banjir atau representasi peta digital tingkat rentan
Tahap Pembentukan Model Tingkat banjir.
Rentan Banjir terbagi dalam beberapa prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN
atau langkah yang terdiri dari :
Hasil dari penelitian ini akan dijabarkan
1. Penentuan jumlah dan tingkatan rentan masing-masing menyesuaikan implementasi
banjir tahapan langkah pada metode yang telah
2. Pembuatan Interval Kelas, yang dalam dijabarkan melalui Metode Penelitian. Adapun
penelitian ini menggunakan rumus Kingma dapat dijelaskan di sini bahwa data-data yang
point (2). diperoleh akan menjadi dasar untuk proses
pengolahan data selanjutnya.
3. Pembuatan klasifikasi Tingkat Rentan
Banjir yang memungkinkan untuk 1. Hasil Perolehan Data
pembentukan model tingkat rentan banjir. Adapun data-data yang telah diperoleh
pada penelitian ini adalah data-data hasil olahan
e. Tahap Pengimplementasian Model
penelitian pendahulunya, hal ini dimaksudkan
Tingkat Rentan Banjir pada Data Model
bahwa data-data tersebut bukanlah benar-benar
Data Tabel Relasional.
data mentah, melainkan telah melalui proses
Pada tahap pengimplementasian Model pengolahan sekaligus telah diubah dalam bentuk
Tingkat Rentan Banjir pada data SIG model Data data-data digital dan menjadi satu kesatuan data
Tabel Relasional, dilakukan dengan langkah- geospasial, yang mana integrasi antara data
langkah sebagai berikut: spasial (peta digital) dengan atributnya berbentuk
1. Menambahkan dua (2) buah field pada data tabular.
masing-masing tabel atribut data indikator Data-data tersebut adalah sebagai berikut :
banjir dan mengisikan value nilai seperti
berikut : yang pertama mengisikan untuk A. Data Intensitas Curah Hujan per Kecamatan
value skor sesuai dengan nilai kelas masing- terklasifikasi
masing tingkatan data indikator banjir, kedua
mengisikan hasil perkalian bobot dan nilai
klasifikasi masing-masing atribut layer untuk
data curah hujan, kemiringan lereng,
penggunaan lahan dan struktur tanah.
2. Melakukan overlay layer-layer pembentuk
peta Tingkat Rentan Banjir yaitu untuk layer
data curah hujan, kemiringan lereng,
penggunaan lahan dan struktur tanah.
1. Berdasarkan hasil penentuan tingkat rentan Asdak C., (2004). Hidrologi dan Pengelolaan
banjir pada penelitian ini, perlulah Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
dilanjutkan untuk membuat pemodelan University Press. Yogyakarta
spasial berdasarkan model tingkat rentan
Bos, ES, (1979). Thematic Cartography. Faculty
banjir pada penelitian ini.
of Geography, Gadjah Mada University,
2. Metode Weighted Scorring yang diterapkan Yogyakarta, Indonesia.
dalam penentuan tingkat rentan banjir pada
Cannon, T. (1994). Vulnerability analysis and the
penelitian ini dapat juga diterapkan dalam
explanation of natural disasters. In Varley,
penelitian-penelitian lainnya untuk kasus
A., editor, Disasters development and
yang serupa maupun bisa dieksplorasi untuk
environment. Chichester: John Wiley, 13–
penelitian-penelitian yang sangat berbeda
30.
dari kasus pada penelitian sekarang.
Carolita I., Rustiadi E., Panuju D.R., (2014),
3. Perlu juga dilakukan penelitian lain untuk
Pengembangan Model Klasifikasi Spasial
penentuan tingkat rentan banjir dengan
Sebagai Metode Pewilayahan,
menggunakan metoda yang berbeda.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream
DAFTAR PUSTAKA /handle/123456789/5919/2003eru_ernan.p
df, diakses tanggal 18 Juli 2014.
Adisasmita, Rahardjo. (2008). Pengembangan
Wilayah: Konsep dan Teori. Graha Ilmu. Darmawan A. R., Sholichin M., Limantara L. M.,
Yogyakarta. (2014), Studi Potensi Tanah Longsor Dan
Upaya Pengendaliannya Di Wilayah Sub
ADPC. (2006). A Primer: Integrated Flood Risk
Das Konto Hulu, Jurnal Teknik
Management in Asia. UNDP-ADPC:
Pengairan, Volume 5, Nomor 1, Mei 2014,
United Nations Development Programme-
hlm 68–78, http://jurnalpengairan.ub
Asian Disaster Preparedness Center.
.ac.id/index.php/jtp/article/view/206/200/
Anderson, M. B. (2000). ‘‘Vulnerability to 206-441-1-PB.pdf
Disaster and Sustainable Development: A
Davidson, Rachael, A. (1997), An Urban
General Framework for Assessing
Earthquake Disaster Risk Index, The John
Vulnerability.’’ Pp. 11–25 in R. Pielke, Jr.
A Blume Earthquake Engineering Center,
and R. Pielke Sr., eds.Storms (Vol. 1).
Departement of Civil Engineering Stanford
London: Routledge.
University, Stanford.
Anggara A. S., (2011), Analisis Daerah Rawan
Kemenristek, (2013), Modul 3: Analisis Spasial,
Longsor Dengan Menggunakan Sistem
Bandung, 9 April 2013,
Informasi Geografis Pada Cagar Alam
http://www.debindo-mks.com/tot-gis-os-
Pegunungan Cycloop Distrik Sentani
ristek/MODUL-3-WebGIS-dan-Analisis-
Kabupaten Jayapura, Skripsi Sarjana
Spasial-23.0.pdf, diakses tanggal 5
Fakultas Kehutanan Universitas Negeri
Agustus 2014.
Papua, Manokwari,
http://eprints.unipa.ac.id/736/1/ Kingma, N.C., (1991), Natural Hazards:
Anggara_Andriyan.S_Analisis Daerah Geomorphological Aspect of Flood
Rawan Longsor dgn Menggunakan GIS Hazard, ITC, The Netherlands
Pg.Cycloop_3.pdf, diakses tanggal 22 Juli
Loebis, J., (1987), Banjir Rencana Untuk
2014.
Bangunan Air, Departemen Pekerjaan
Aronoff, Stanley., (1989)., Geographic Umum, Badan Penerbit Pekerjaan Umum,
Information System: A Managemnet Jakarta
Perspektive.WDL Publication, Ottawa,
Masri and Tipple. (2002). Natural Disaster,
Canada, 1989
Mitigation and Sustainability: The Case of
Developing Countries. International