Anda di halaman 1dari 20

Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.

1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial

Th. Dwiati Wismarini dan Muji Sukur


Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Stikubank Semarang
Email: theres31372@gmail.com; muji.sukur@gmail.com

Abstrak

Daerah rentan banjir adalah daerah yang mudah atau mempunyai kecenderungan untuk terlanda banjir.
Maka kawasan rentan banjir merupakan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana
banjir. Daerah atau kawasan tersebut dapat diidentifikasi dengan menggunakan pendekatan geomorfologi
khususnya aspek morfogenesa, karena kenampakan seperti teras sungai, tanggul alam, dataran banjir, rawa
belakang, kipas aluvial, dan delta yang merupakan bentukan banjir yang berulang-ulang yang merupakan
bentuk lahan detil yang mempunyai topografi datar, sesuai karakteristik penyebab banjir.
Sedangkan tingkat kerentanan banjir dapat ditentukan berdasarkan paramater-parameter yang
berpengaruh terhadap terjadinya banjir. Dari beberapa penelitian mengenai banjir, telah diketahui bahwa
kondisi lahan seperti penutup lahan, topografi, dan geomorfologi juga curah hujan, sebagai salah satu unsur
iklim yang utama adalah merupakan faktor-faktor berpengaruh dalam menentukan terjadinya banjir di
Indonesia.
Terungkap juga bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) terbukti mampu menyediakan informasi
data geospasial untuk setiap objek di permukaan bumi secara cepat. Sekaligus juga mampu menyediakan
sistem analisa keruangan yang akurat. Selain itu, siapapun dapat menggunakan informasi tersebut untuk
mengantisipasi dampak bencana baik untuk respon darurat, pemulihan pasca bencana, penetapan strategi
mitigasi bencana, ataupun perencanaan pembangunan berkelanjutan.
Maka dalam penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan ulasan contoh-contoh parameter, metoda
dan tahapan langkah dalam penentuan tingkat kerentanan banjir secara geospasial. Dalam hal ini, parameter
rentan banjir yang ditentukan berdasarkan aspek lingkungan, dapat diterapkan untuk data geospasial
indikator banjir dan yang nantinya akan dibentuk berupa data yang komprehensif antara data spasial dan
atributnya data non spasial. Kemudian penentuan tingkat kerentanan banjir menggunakan metoda Analisis
Weighted Scorring dalam perhitungan penentuan tingkatan parameter-parameter rentan banjir dan Analisis
Penentuan Tingkat Rentan Banjir, sehingga menghasilkan model klasifikasi tingkat rentan Banjir.
Hasil akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu model klasifikasi tingkat rentan banjir yang
terlihat implementasinya dalam model data tabel untuk data geospasial tingkat rentan banjir.

Kata Kunci : Sistem Informasi Geografis, tingkat rentan banjir, Weighted Scorring, data indikator banjir,
model klasifikasi tingkat rentan banjir, Geospasial

PENDAHULUAN datar. Maka kawasan rentan banjir merupakan


kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
Daerah rentan banjir adalah daerah yang
mengalami bencana banjir sesuai karakteristik
mudah atau mempunyai kecenderungan untuk
penyebab banjir. (Dibyosaputro, 1984).
terlanda banjir. Daerah tersebut dapat
diidentifikasi dengan menggunakan pendekatan Sedangkan tingkat kerentanan banjir dapat
geomorfologi khususnya aspek morfogenesa, ditentukan berdasarkan paramater-parameter
karena kenampakan seperti teras sungai, tanggul yang berpengaruh terhadap terjadinya banjir.
alam, dataran banjir, rawa belakang, kipas Dari beberapa penelitian mengenai banjir, telah
aluvial, dan delta yang merupakan bentukan diketahui bahwa kondisi lahan seperti penutup
banjir yang berulang-ulang yang merupakan lahan, topografi, dan geomorfologi juga curah
bentuk lahan detil yang mempunyai topografi hujan, sebagai salah satu unsur iklim yang utama

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 57


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

adalah merupakan faktor-faktor berpengaruh a. Bagaimana peta digital untuk data geospasial
dalam menentukan terjadinya banjir di Indonesia. indikator banjir berbantuan tools SIG yang
Terungkap dalam sebuah penelitian bahwa telah dilengkapi data-data kelas pada setiap
berdasarkan fenomena geomorfologi, setiap data indikator banjir dapat digunakan sebagai
bentuk lahan bentukan banjir dapat memberikan parameter penentuan tingkat kerentanan
informasi tentang tingkat kerentanan banjir banjir berdasarkan tingkat kepentingan dan
beserta karakteristiknya (frekuensi, luas dan lama dominan memiliki faktor pembobot dengan
genangan, bahkan mungkin sumber urutan dimulai dari yang terbesar.
penyebabnya). Maka dapat dikatakan bahwa
b. Bagaimana metode dan tahapan langkah
survey geomorfologi pada dataran aluvial,
penentuan tingkat kerentanan banjir dapat
dataran banjir dan dataran rendah lainnya dapat
diimplementasikan dengan menggunakan
digunakan untuk memperkirakan sejarah
tools SIG sehingga diperoleh model
perkembangan daerah tersebut sebagai akibat
klasifikasi tingkat kerentanan banjir.
terjadinya banjir (Oya, 1973 dalam Suprapto,
1988). c. Bagaimana dari model klasifikasi tingkat
kerentanan banjir dapat dihasilkan model
Bahkan tulisan Bokunokoto (2015),
data tabel atribut data spasial tingkat
terungkap bahwa Teknologi penginderaan jauh
kerentanan banjir.
(remote sensing) dan Sistem Informasi Geografis
(GIS) terbukti mampu menyediakan informasi Sedangkan batasan masalah dari
data geospasial untuk setiap objek di permukaan permasalahan yang dirumuskan adalah:
bumi secara cepat. Sekaligus juga mampu a. Bagaimana parameter rentan banjir yang
menyediakan sistem analisa keruangan yang ditentukan berdasarkan aspek Lingkungan,
akurat. Melalui tulisannya, diungkapkan banyak dapat diterapkan untuk data geospasial
masukan dalam pemetaan rentan bencana dan indikator banjir dan yang nantinya akan
risiko bencana dengan memanfaatkan teknologi dibentuk berupa data yang komprehensif
remote sensing dan sistem informasi geografis. antara data spasial dan atributnya data non
Peta rentan bencana dan resiko bencana tersebut spasial.
diharapkan dapat dijadikan acuan untuk
membantu penanganan bencana alam secara b. Bagaimana metode penentuan tingkat
cepat sehingga meminimalkan korban dan kerentanan banjir yang digunakan yaitu
kerugian harta benda akibat bencana, terutama metoda Analisis Weighted Scorring dapat
dalam menentukan atau mengarahkan daerah digunakan dalam perhitungan penentuan
yang diprioritaskan untuk segera ditangani. tingkatan parameter-parameter rentan banjir
Selain itu, siapapun dapat menggunakan dan Analisis Penentuan Tingkat Rentan
informasi tersebut untuk mengantisipasi dampak Banjir yang menghasilkan model klasifikasi
bencana baik untuk respon darurat, pemulihan tingkat rentan Banjir.
pasca bencana, penetapan strategi mitigasi c. Hasil akhir penelitian adalah menghasilkan
bencana, ataupun perencanaan penggunaan lahan model klasifikasi tingkat rentan banjir yang
yang komprehensip dan menggabungkannya terlihat dalam model data tabel untuk data
dengan pembangunan berkelanjutan. geospasial tingkat rentan banjir.
Dari beberapa isu-isu tersebut, maka TUJUAN PENELITIAN
pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan ulasan contoh-contoh parameter, Bertitik tolak dari permasalahan yang telah
metoda dan tahapan langkah dalam penentuan diuraikan dalam latar belakang, maka penelitian
tingkat kerentanan banjir secara geospasial. ini adalah bertujuan untuk:
RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH a. Menghasilkan bobot dan skor untuk tiap-tiap
kriteria pada parameter-parameter indikator
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam kerentanan banjir berdasarkan tingkat
penelitian ini dirumuskan permasalahan: kepentingan dan dominan memiliki faktor

58 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

pembobot dengan urutan dimulai dari yang memberikan ide yang sejenis ataupun untuk
terbesar. melanjutkan penelitian sebelumnya yang pernah
dilakukan penulis.
b. Menghasilkan model klasifikasi tingkat
kerentanan banjir. Adapun penelitian-penelitian yang
dilakukan para peneliti yang berhubungan
c. Menghasilkan model data tabel atribut data
dengan penelitian yang dilakukan penulis untuk
spasial tingkat kerentanan banjir.
saat ini dan yang dapat menginspirasi penulis
MANFAAT PENELITIAN seperti berikut ini.
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian Pertama, Penelitian mengenai Analisis
ini adalah: Daerah Rawan Longsor Dengan Menggunakan
a. Dapat memberikan wacana tentang Sistem Informasi Geografis Pada Cagar Alam
pengimplementasian analisis Pembobotan Pegunungan Cycloop Distrik Sentani Kabupaten
dan Scoring, dengan menggunakan Metode Jayapura. Penelitian ini bertujuan untuk
Weighted Scorring, untuk menghasilkan nilai mengetahui serta menentukan lokasi daerah
bobot dan skor tiap-tiap kriteria pada masing- rawan longsor di Kawasan Cagar Alam Cycloop
masing parameter indikator kerentanan banjir Kabupaten Jayapura dan hasil analisis dari
berdasarkan tingkat kepentingan dan penelitian adalah Tingkat kerawanan sedang
dominan memiliki faktor pembobotan dari (skor 147-192) mendominasi kawasan ini dengan
yang terbesar. luasan mencapai 1491 Ha atau 59,23% dari
seluruh wilayah Cagar Alam Pegunungan
a. Dapat memberikan wacana tentang Cycloop Distrik Sentani dan sekitarnya.
perhitungan matematis dalam menentukan Kemudian diikuti tingkat rawan (skor 193-238)
klasifikasi tingkat kerentanan banjir secara seluas 462,5 Ha atau 18,37%, tingkat tidak rawan
kuantitatif. (skor 55-100) seluas 361,1 Ha atau 14,35%,
b. Dapat memberikan informasi tentang tingkat tingkat kerawanan rendah (skor 101-146) seluas
kerentanan banjir baik berupa model 136 Ha atau 5,4 %, dan tingkat sangat rawan (skor
klasifikasi tingkat kerentanan banjir maupun 239-285) seluas 66,6 Ha atau 2,65% luas wilayah
model data tabel atribut data spasial tingkat Distrik Sentani. Adapun hasil analisis tingkat
kerentanan banjir. kerawanan longsor di daerah penelitian ini
dipengaruhi oleh faktor kelerengan lahan,
c. Hasil akhir penelitian ini diharapkan juga penutupan lahan, jenis tanah serta dipicu oleh
dapat bermanfaat untuk digunakan dalam tingginya intensitas curah hujan. (Anggara A. S.,
penelitian selanjutnya sebagai 2011).
pengembangannya yaitu dipakai sebagai
dasar pembangunan dan pembentukan peta Kedua, penelitian yang berkaitan dengan
tematik tingkat kerentanan banjir. tanah longsor yang sering terjadi di Sub DAS
Konto Hulu. Dalam penelitian tersebut, untuk
TINJAUAN PUSTAKA mengantisipasi terjadinya tanah longsor di masa
Penelitian yang berkenaan dengan topik mendatang, dibuat peta kerentanan tanah longsor
seputar analisis Spasial di bidang Sistem yang menunjukkan daerah berpotensi longsor.
Informasi Geografis, yang menggunakan Delapan peta tematik sebagai parameter formula
berbagai metoda dalam rangka penyelesaian kerentanan tanah longsor dipergunakan untuk
masalah yang berkaitan dengan bencana banjir mengembangkan sebuah peta kerentanan tanah
telah banyak dilakukan, yang dalam hal ini longsor yang meliputi hujan tiga harian kumulatif
dikarenakan penelitian yang berkaitan dengan hal maksimum, kemiringan lereng, geologi batuan,
tersebut telah banyak dibutuhkan di dunia nyata. keberadaan patahan, kedalaman tanah regolit,
Sehingga untuk hal inilah penelitian-penelitian penggunaan lahan, keberadaan infrastruktur
sebelumnya yang berasal dari penelitian orang jalan, dan kepadatan penduduk. Penentuan nilai
lain telah menginspirasi penelitian ini dalam hal kerentanan merupakan hasil penjumlahan dari

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 59


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

perkalian skor tiap parameter dengan bobot TELAAH PUSTAKA


masing-masing parameter. Berdasarkan nilai
1. Bencana Alam (Natural Disaster)
kerentanan, peta kerentanan tanah longsor
dihasilkan dari analisa overlay hasil perkalian Bencana Alam (Natural Disaster) secara
skor dan bobot kedelapan parameter dengan definitif adalah interaksi dari bahaya alam
program Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil (natural hazard) yang secara umum terjadi dari
penelitian ini adalah potensi tanah longsor di Sub kejadian alam yang tiba-tiba (tak terduga), dalam
DAS Konto Hulu terdiri dari tidak rentan sebesar keadaan rentan (Vulnerable Conditions) dan
1,24%, agak rentan sebesar 12,12%, sedang mengakibatkan kerusakan/kerugian terhadap
sebesar 84,17%, dan rentan sebesar 2,38%, manusia dan lingkungannya. (Masri and Tipple.,
sedangkan yang sangat rentan ada tapi sangat 2002). Adapun bahaya alam dapat berupa banjir,
kecil. Upaya pengendalian tanah longsor gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami dan
dibedakan menjadi penanganan jangka pendek lain sebagainya. Seperti yang diungkapkan dalam
dengan metode mekanis sesuai dengan tingkat ADPC (2006) bahwa secara umum bahaya dapat
kerentanannya dan penanganan jangka panjang diklasifikasikan menjadi:
dengan metode vegetatif sesuai dengan fungsi a. Alam (Natural Hazards), berupa banjir,
kawasan dan tingkat kerentanannya.(Darmawan, gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami,
dkk., 2014) dll.
Begitu juga dengan Penelitian tentang b. Biologis (Biological Hazard), berupa wabah
Metode Perkiraan Laju Aliran Puncak (Debit Air) penyakit dan gangguan pada mahluk hidup.
sebagai Dasar Analisis Sistem Drainase di
Daerah Aliran Sungai Wilayah Semarang c. Teknologi (Technological Hazards), berupa
Berbantuan SIG. Penelitian ini bertujuan untuk kecelakaan industri, kecelakaan transportasi,
mengetahui laju aliran puncak pada Sistem kecelakaan kimia dan nuklir dll.
Drainase dengan dilakukannya perhitungan debit d. Sosial (Societal Hazards), berupa kerusuhan
air. Adapun metode yang digunakan adalah massa dll.
metode Rasional, dimana metode ini umum
dipakai karena sangat simpel dan mudah Sedangkan kerentanan suatu wilayah
penggunaannya, namun penggunaannya terbatas dipengaruhi oleh kondisi fisik/lingkungan, sosial
untuk DAS-DAS dengan ukuran kecil, yaitu ekonomi, politik, kelembagaan serta tindakan-
kurang dari 300 ha. Analisis intensitas seragam tindakan yang tidak memperhatikan prinsip
dan merata di seluruh DAS selama paling sedikit keberlanjutan pada wilayah tersebut.
sama dengan waktu konsentrasi (tc) DAS. 2. Kerentanan (Vulnerability)
Beberapa metode untuk memperkirakan laju
aliran puncak (debit banjir), lebih banyak a. Definisi Kerentanan
ditentukan oleh ketersediaan data. Data yang Kerentanan (Vulnerability) didefinisikan
digunakan sebagai indikator menentukan wilayah sebagai kondisi karakteristik geografis, sosial,
yang berpotensi rawan banjir berdasarkan ekonomi, politik, budaya, biologis dan teknologi
indikator antara lain Debit Air DAS, Curah suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka
Hujan, Topografi dan penggunaan lahan. waktu tertentu, dan yang dapat mengurangi
Sedangkan analisa pada sistem drainase untuk kemampuan dari masyarakat untuk mencegak,
menentukan wilayah yang berpotensi banjirnya meredam dan mencapai kesiapan ataupun untuk
dengan memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi menanggapi dampak bahaya tertentu. (Cannon,
Geografi. (Wismarini Th.D., Ningsih D.H.U., T., 1994).
2011).
b. Klasifikasi Faktor Kerentanan
Menurut Davidson (1997) dalam
modifikasinya menyatakan bahwa faktor

60 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

kerentanan dapat diklasifikasikan sebagai 3) Beberapa indikator dari kerentanan ekonomi


berikut: diantaranya adalah:
1) Kerentanan fisik/infrastruktur, yang a) Persentase rumah tangga yang bekerja di
menggambarkan tingkat kerusakan yang sektor rentan (sector yang rawan
timbul saat terjadi bencana. terhadap pemutusan hubungan kerja).
2) Kerentanan sosial kependudukan, yang b) Persentase rumah tangga miskin
menunjukkan perkiraan besaran keselamatan 3. Banjir
jiwa/kesehatan penduduk bila bencana
terjadi. a. Definisi Banjir
3) Kerentanan ekonomi, yang menggambarkan Banjir didefinisikan sebagai suatu kondisi
besarnya gangguan serta kerugian terhadap yang mana air dalam saluran pembuang (kali)
aktivitas ekonomi komunitas sehari-hari tidak dapat tertampung atau terjadinya hambatan
apabila terjadi bencana. pada aliran air di dalam saluran pembuangan.
Dalam hal ini, banjir adalah peristiwa alam yang
c. Indikator Kerentanan dapat menimbulkan baik kerugian harta benda
Dalam pernyataan Anderson (2004), penduduk maupun korban jiwa. Maka, banjir
apabila diinginkan untuk mengontrol dan dapat pula dikatakan sebagai kejadian luapan air
mengurangi kerusakan akibat bencana, maka yang diakibatkan bila penampang saluran yang
diperlukan identifikasi dan menilai kerentanan di kurang kapasitasnya. (Suripin, 2004).
berbagai tempat dan waktu, agar dapat mendesain b. Parameter Penentu Banjir
strategi yang efektif untuk mengurangi dampak
negatif dari bencana. Dalam hal ini diperlukan Parameter yang secara signifikan
analisis terhadap kerentanan bencana. Maka, berpengaruh pada terjadinya banjir adalah
untuk itu perlulah diketahui terlebih dahulu sebagai berikut:
indikator-indikator untuk mengkaji kerentanan. 1) Curah Hujan
Adapun indikator-indikator tersebut adalah
sebagai berikut: Curah hujan merupakan data yang paling
fundamental dalam perhitungan debit banjir
1) Untuk indikator dari kerentanan fisik rencana (design flood). Analisis data hujan
(infrastruktur) dapat dilihat antara lain dari: dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah
a) Persentase kawasan terbangun hujan dan analisis statistik yang diperhitungkan
dalam perhitungan debit banjir rencana. Data
b) Kepadatan bangunan curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit
c) Persentase bangunan bertingkat banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah
aliran sungai pada waktu yang sama. Curah hujan
d) Jaringan listrik yang diperlukan untuk penyusunan suatu
e) Jaringan PDAM rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata
f) Rasio panjang jalan di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan
2) Indikator dari kerentanan sosial dan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan
kependudukan meliputi: ini disebut curah hujan area dan dinyatakan
dalam mm (Sosrodarsono, 2003). Data hujan
a) Kepadatan penduduk yang diperoleh dari alat penakar hujan
b) Laju pertumbuhan penduduk merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu
tempat/titik saja (point rainfall). Mengingat hujan
c) Persentase penduduk usia tua-balita
sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka
d) Persentase penduduk wanita untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan
belum dapat menggambarkan hujan wilayah
tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan area

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 61


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan 3) Infiltrasi Tanah dan Struktur Tanah
beberapa stasiun penakar hujan yang ada di
Infiltrasi tanah adalah perjalanan air ke
dalam dan atau di sekitar kawasan tersebut. Curah
dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan
hujan area ini harus diperkirakan dari beberapa
grafitasi. Proses terjadinya infiltrasi melibatkan
titik pengamatan curah hujan. Sedangkan data
beberapa proses yang saling berhubungan yaitu
hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan
proses masuknya air hujan melalui pori-pori
maksimum harian DAS untuk tahun yang
permukaan tanah, tertampungnya air hujan
bersangkutan (Suripin, 2004).
tersebut ke dalam tanah dan proses mengalirnya
Maka dalam menentukan debit banjir air tersebut ke tempat lain yang dipengaruhi oleh
rencana (design flood), diperlukanlah harga suatu tekstur, struktur, kelembaban, organism,
intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan kedalaman dan vegetasi (Asdak. 2004).
adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
Tekstur tanah turut menentukan tata air
suatu kurun waktu di mana air tersebut
dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi
berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini
dan kemampuan pengikatan air oleh tanah serta
dapat diproses dari data curah hujan yang telah
merupakan satu-satunya sifat fisik tanah yang
terjadi pada masa lampau (Loebis, 1987).
tetap dan tidak mudah diubah oleh tangan
Sedangkan untuk menghitung intensitas manusia jika tidak ditambah dari tempat lain.
curah hujan, dapat digunakan beberapa macam Besarnya laju infiltrasi tanah pada lahan tak
metode, antara lain metode Dr.Mononobe, bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju
metode Talbot dan metode Tadashi Tanimoto. intensitas hujan, sedangkan pada kawasan lahan
Metode Dr.Mononobe, digunakan untuk bervegetasi, besarnya laju infiltrasi tidak akan
menghitung intensitas curah hujan apabila yang pernah melebihi laju intensitas curah hujan
tersedia adalah data curah hujan harian. (Loebis, efektif (Asdak, 2004).
1987). Sedangkan metode Talbot, digunakan
4) Kemiringan Lereng
apabila data curah hujan yang tersedia adalah data
curah hujan jangka pendek. (Loebis, 1987). Faktor panjang lereng merupakan
Kemudian untuk Metode Tadashi Tanimoto, perbandingan tanah yang tererosi pada suatu
mengembangkan distribusi hujan jam-jaman panjang lereng terhadap tanah tererosi pada
yang dapat digunakan di Pulau Jawa. (Triatmodjo panjang lereng 22,1 m, sedangkan faktor
dan Bambang, 2008) kemiringan lereng adalah perbandingan tanah
yang tererosi pada suatu kemiringan lahan
2) Tata Guna Lahan
terhadap tanah yang tererosi pada kemiringan
(Platt, 2004) Tata guna lahan (land use) lahan 9% untuk kondisi permukaan lahan yang
merupakan suatu upaya dalam merencanakan sama (Suripin, 2004). Kemiringan lereng
penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang mempengaruhi jumlah dan kecepatan limpasan
meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan permukaan, drainase permukaan, penggunaan
fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi lahan dan erosi. Diasumsikan semakin landai
pemukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana kemiringan lerengnya, maka aliran limpasan
tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang permukaan akan menjadi lambat dan
menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang kemungkinan terjadinya genangan atau banjir
lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, menjadi besar, sedangkan semakin curam
saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, kemiringan lereng akan menyebabkan aliran
pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat limpasan permukaan menjadi cepat sehingga air
pelayanan serta fasilitas umum lainnya. hujan yang jatuh akan langsung dialirkan dan
tidak menggenangi daerah tersebut, sehingga
Sehingga dalam hal ini tata guna lahan
resiko banjir menjadi kecil (Pratomo A.J., 2008).
dapat didefinisikan sebagai lahan yang
Semakin landai daerah maka tingkat kerawanan
dimanfaatkan oleh manusia. Penggunaan lahan
banjir tinggi begitu pula sebaliknya (Adisasmita
biasanya sebagai taman, kehutanan, sarana
dan Raharjo, 2008).
peternakan, dan lahan pertanian (Weng, 2010).

62 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

4. Weighted Scorring (Pengharkatan dan So = Indikator Jenis Tanah


Pembobotan) dalam Perhitungan Tingkat
Ro = Indikator Jenis batuan/geologi
Rentan Banjir
5. Penentuan Klasifikasi Tingkat kerentanan
Metode Weighted Scorring biasa
banjir
digunakan untuk mengkuantifikasi variabel yang
nilainya kualitatif (bukan berasal dari (Kingma, 1991) Klasifikasi kerentanan
pengukuran). Jenis datanya bersifat ordinal, banjir bertujuan untuk membedakan kelas
dimana nilai tertentu dapat dikatakan lebih tinggi kerentanan banjir antara yang satu dengan yang
dari pada nilai yang lain tetapi tidak dapat lain berdasarkan interval kelas. Rumus yang
diketahui dengan pasti seberapa besar bedanya. digunakan untuk membuat kelas interval adalah:
Dalam metode ini, total skor pada tiap komoditi
didapatkan dengan cara mengalikan nilai/skor
pada tiap komoditi yang bersangkutan dengan …..……………………...(2)
nilai bobot tertentu pada tiap kriteria (dengan Keterangan ;
bobot tiap kriteria bisa berbeda), baru kemudian
menjumlahkan nilai perkalian skor dan bobot Ki : Kelas Interval
tersebut. Xt : Data Tertinggi
Metode Weighted Scorring dipergunakan Xr : Data Terendah
bilamana ada kriteria penilai alternatif yang dapat
dianggap lebih penting dari yang lain (baik satu k : Jumlah Kelas yang diinginkan
kriteria maupun beberapa kriteria). Adapun tahapan pelaksanaan pembuatan
Penentuan bobot kriteria pada metode kelas interval pada rumus 3.2. adalah sama
Weighted Scorring pada perhitungan tingkat dengan membuat daftar distribusi frekuensi
rentan banjir adalah berdasarkan tingkat (Kusrini, 2004) yang dilakukan sebagai berikut:
kepentingan dalam penilaian serta kondisi a. Tentukan jangkauan, ialah data
parameter indikator banjir dan parameter yang terbesar/tertinggi (Xt) dikurangi data
dominan memiliki faktor pembobot paling besar. terkecil/terendah (Xr). Jika data terbesar = 99
Sedangkan pemberian skor dilakukan dan data terkecil = 35, maka jangkauan = 99
berdasarkan tingkat pengaruh parameter tersebut - 35 = 64.
terhadap potensi terjadinya rentan banjir.
Tujuannya adalah untuk menyusun urutan tingkat b. Tentukan banyak kelas interval yang
kerentanan banjir. (Hajar, 2006). diperlukan (k). Cara yang cukup bagus untuk
n berukuran besar n = 200 misalnya, dapat
Adapun menurut Nanik dkk. (2008) menggunakan aturan Sturges, yaitu: banyak
perhitungan tingkat rentan banjir menggunakan kelas = 1 + (3,3) log n, dengan n menyatakan
metoda Weighted Scorring tersebut adalah banyak data dan hasil akhir dijadikan
berdasarkan formula berikut ini : bilangan bulat.
Rentan banjir = a . NV (Lu) + b . NV (Tp) + c . c. Tentukan panjang kelas interval (Ki). Harga
NV (So) + d . NV (Ro)……………………….(1) (Ki) diambil sesuai dengan ketelitian satuan
Keterangan: data yang digunakan. Jika data berbentuk
satuan, ambil harga (Ki) teliti sampai satuan.
a, b, c, d = Bobot masing-masing variabel Untuk data hingga satu desimal, (Ki) ini juga
indikator banjir diambil hingga satu desimal, dan begitu
NV = Nilai variabel indikator banjir seterusnya. Jika dalam hal ini dicontohkan
banyak kelas yang akan diambil 7, maka akan
Lu = Indikator Penutup / penggunaan didapat : Ki = 64 / 7 = 9,14.
Lahan
Dari sini bisa kita ambil Ki = 9 atau Ki = 10
Tp = Indikator Kemiringan Lereng

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 63


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

a. Pilih ujung bawah kelas interval pertama.


Untuk ini bisa diambil sama dengan data
terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari
data terkecil tetapi selisihnya harus kurang
dari panjang kelas yang telah ditentukan.
Selanjutnya daftar diselesaikan dengan
menggunakan harga-harga yang telah
dihitung.
b. Bila dengan Ki = 10 dan dimulai dengan data
yang lebih kecil dari data terkecil, diambil 31, Gambar 1. Gambar tabel IV : tabel penolong
maka kelas pertama berbentuk 31 - 40, kelas (sumber : Kusrini, 2004)
kedua 41 - 50, kelas ketiga 51 - 60 dan
seterusnya. 6. Definisi Sistem Informasi Geografi
c. Sebelum daftar sebenarnya dituliskan, ada Dangermond (1992) mendefinisikan SIG
baiknya dibuat daftar penolong yang sebagai kumpulan yang terorganisir dari
berisikan kolom tabulasi. Kolom ini perangkat keras komputer, perangkat lunak, data
merupakan kumpulan deretan garis-garis geografi dan personil yang didisain untuk
miring pendek, yang banyaknya sesuai memperoleh, menyimpan, memperbaiki,
dengan banyak data yang terdapat dalam memanipulasi, menganalisis dan menampilkan
kelas interval yang bersangkutan. Misal semua bentuk informasi yang bereferensi
dengan mengambil banyak kelas (k) = 7, geografi. Sedangkan menurut Aronoff, (1989)
panjang kelas (Ki) = 10 dan dimulai dengan SIG adalah serangkaian prosedur baik dengan
ujung bawah kelas pertama sama dengan 31, komputer maupun manual yang digunakan untuk
maka bila terdapat data-data contoh seperti menyimpan dan memanipulasi data bereferensi
nilai matematika untuk 80 orang siswa geografis atau data geospasial
berikut ini: 7. Definisi Data Spasial
79 49 48 74 81 98 87 80 Data Spasial adalah elemen-elemen yang
80 84 90 70 91 93 82 78 bisa disimpan dalam bentuk peta/ruang. Elemen-
elemen ini dikumpulkan menjadi lokasi yang
70 71 92 38 56 81 74 73 dikenali secara unik pada permukaan bumi. Data
68 72 85 51 65 93 83 86 spatial juga digambarkan sebagai beberapa data
menyangkut fenomena dengan daerah yang
90 35 83 73 74 43 86 88 tersebar dalam dua atau lebih dimensi. (Peuquet
92 93 76 71 90 72 67 75 and Marble, 1990.)
80 91 61 72 97 91 88 81 8. Basis Data Spasial
70 74 99 95 80 59 71 77 a. Pengertian Basis Data Spasial
63 60 83 82 60 67 89 63 Basis Data Spasial merupakan basis data
pada umumnya, namun yang menawarkan tipe
76 63 88 70 66 88 79 75
data spasial (spatial data type) pada model
Maka akan diperoleh tabel penolong seperti yang datanya dan bahasa permintaan Sedangkan dalam
terlihat dalam Gambar 1. implementasinya tipe data spasial ini
menyediakan setidaknya pengindeksan spasial
dan algoritma yang efisien untuk penggabungan
spasial. Dalam Basis Data Spasial disediakan
teknologi basis data yang dapat menggabungkan
Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan
aplikasi lainnya. Adapun aplikasi basis data

64 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

spasial yang dapat membawa perkembangan 2. Perencanaan Kebutuhan Data Penelitian


lebih lanjut adalah Sistem Informasi Geografis.
Kebutuhan Data SIG yang akan digunakan
(SIG) (Gunting, 1994,p1).
dalam penelitian ini adalah data-data yang telah
b. Keuntungan Penggunaan Basis Data ditentukan sebagai indikator banjir yaitu :
Spasial
a. Data Curah Hujan untuk tiap-tiap kecamatan
Keuntungan dari menggunakan Basis Data di kota Semarang yang telah terklasifikasi
Spasial adalah sebagai berikut :
b. Data Struktur Tanah pada tiap-tiap
1) Dapat menangani data spasial dengan handal kecamatan di kota Semarang yang telah
terklasifikasi
2) Tidak diperlukan aplikasi SIG yang harus
dibuat tersendiri, karena dalam SIG sudah c. Data Kemiringan Lereng pada tiap-tiap
mampu menanganinya seperti contohnya kecamatan di kota Semarang yang telah
ArcView. terklasifikasi
3) Dapat dipergunakan oleh Sistem Informasi d. Data Tata Guna Lahan yang terdapat pada
Geografis. tiap-tiap kecamatan di kota Semarang telah
terklasifikasi
4) Memiliki indeks, misal R-Tree.
3. Rencana Pengumpulan Data Penelitian
5) Memiliki kemampuan perhitunan, misal
jarak antar titik. a. Metode Pengumpulan Data
6) Memiliki fungsi matematik, misal fungsi Pengumpulan data dilakukan dengan metoda
irisan. dokumentasi data hasil pengolahan data-data
geospasial penelitian sebelumnya.
7) Memiliki fungsi pengamatan, contohnya
adalah mengembalikan lokasi dari suatu titik. b. Pengumpulan Data Spasial dan data non
spasial
9. Konsep Data Geospasial (Geografis)
Data-data spasial yang diperlukan dan
Data geospasial mempunyai komponen
direncanakan untuk dikumpulkan adalah:
spasial dan tematik. Secara konsep, data
geografis dapat dibedakan menjadi 2 elemen 1) Data digital Intensitas Curah Hujan per
yaitu observation/entity dan attribute/variable. kecamatan yang telah terklasifikasi
Sistem Informasi Geografis dapat mengatur beserta data atributnya dalam bentuk
keduanya. model data relasional.
Observation mempunyai dua aspek dalam 2) Data digital Kemiringan Lereng per
lokalisasinya yaitu lokalisasi berdasarkan sistem kecamatan yang telah terklasifikasi
koordinat dan hubunan topoloikal yan menunjuk beserta data atributnya dalam bentuk
ke observation lain. Contohnya : The model data relasional.
Departement of Geomatics berlokasi di posisi X
3) Data digital Struktur Tanah per
dan Y tertentu atau The Departement of
kecamatan yang telah terklasifikasi
Geomatics terletak diantara Grattan Street dan
beserta data atributnya dalam bentuk
Old Engineerin Building. SI berkemampuan
model data relasional.
mengatur kedua-duanya, sementara computer
assisted cartography (komputer pembantu 4) Data digital Tata Guna Lahan per
perpetaan) hanya dapat mengatur salah satunya. kecamatan yang telah terklasifikasi
beserta data atributnya dalam bentuk
METODE PENELITIAN
model data relasional.
1. Objek Penelitian
4. Analisis Manfaat dan Sasaran Data
Objek dalam penelitian ini yaitu Area Penelitian
banjir di wilayah kota Semarang.

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 65


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

Data SIG yang dipergunakan dalam 6. Metoda Penentuan Tingkat Rentan Banjir
penelitian ini akan dimanfaatkan sebagai data
Metoda Penentuan Tingkat Rentan Banjir
input, yang kemudian akan dilakukan pengolahan
dalam penelitian ini meliputi tahapan langkah
data spasial dalam rangka perhitungan penentuan
sebagai berikut :
tingkat rentan banjir dengan menggunakan
metoda weighted scorring. Data SIG yang a. Penentuan Bobot untuk masing-masing data
merupakan data indikator banjir akan diberikan indikator banjir
bobot berdasarkan tingkat kepentingan dalam b. Penentuan Skor pada parameter data
penilaian juga berdasarkan kondisi parameter indikator banjir untuk urutan tingkatan
indikator banjir. Data SIG yang merupakan pengaruh parameter pada tiap data indikator
parameter indikator banjir yang dominan akan banjir terhadap potensi rentan banjir
memiliki bobot tertinggi. Sedangkan skor akan
diberikan untuk masing-masing parameter data c. Perhitungan penentuan Kerentanan Banjir
indikator banjir, berdasarkan tingkatan pengaruh d. Pembentukan Model Tingkat Rentan Banjir.
parameter tersebut terhadap potensi rentan banjir.
Hal ini bertujuan untuk menyusun urutan tingkat e. Pengimplementasian Model Tingkat Rentan
rentan banjir. Banjir pada Data model Data Tabel
Relasional.
Berdasarkan uraian analisis manfaat
tersebut, maka Sasaran dari data SIG pada Adapun penjabaran tiap-tiap langkah dari
penelitian ini adalah mempersiapkan data SIG lima (5) tahapan langkah pada metoda penentuan
tersebut untuk mendukung proses perhitungan tingkat rentan banjir tersebut akan dijabarkan
menentukan tingkat rentan banjir berdasarkan sebagai berikut.
metoda weighted scorring. a. Tahap Penentuan Bobot Untuk Masing-
5. Gambaran Subsistem SIG masing Data Indikator Banjir
Gambaran subsistem SIG pada penelitian Tahap penentuan bobot untuk masing-
ini adalah seperti yang terlihat dalam diagram masing data indikator banjir ini dimanfaatkan
pada gambar 2 berikut ini. untuk memberikan penilaian terhadap masing-
masing data indikator banjir, yang dalam hal ini :
DATA INPUT DATA MANAJEMEN DAN
MANIPULASI
DATA OUTPUT
data curah hujan, data kemiringan lereng, data
Data Tabel Intensitas Curah
Hujan per kecamatan yang
struktur tanah dan data penggunaan lahan;
telah terklasifikasi beserta
Peta digitalnya
Penentuan Bobot
dan Skor berdasarkan tingkatan kepentingan data dan
kondisi data sebagai faktor penentu banjir. Dalam
hal ini data yang dominan sebagai parameter
Data Tabel Kemiringan
Lereng per kecamatan yang
Perhitungan
Tingkat Rentan
faktor penentu banjir akan memiliki bobot
Banjir
telah terklasifikasi beserta
Peta digitalnya tertinggi.
b. Tahap Penentuan Skor Pada Parameter
Pembentukan
Pembentukan
klasifikasi tingkat
klasifikasi tingkat
rentan banjir
rentan banjir
Data Indikator Banjir
Data Tabel Kemiringan
Lereng per kecamatan yang
telah terklasifikasi beserta
Y
Tahap dalam menentukan Skor pada
Peta digitalnya
T
parameter indikator banjir adalah memberikan
INPUT
INPUT KEMBALI? OUTPUT Model Tingkat
Kerentanan Banjir skor pada tiap-tiap kelas parameter indikator
banjir berdasarkan tingkatan pengaruh parameter
terhadap potensi terjadinya rentan banjir.
Data Tabel Kemiringan
Lereng per kecamatan yang
telah terklasifikasi beserta
c. Tahap Perhitungan Penentuan
Peta digitalnya
Kerentanan Banjir
Gambar 2. Subsistem SIG Penentuan Tingkat Tahap perhitungan penentuan Kerentanan
Rentan Banjir Banjir pada penelitian ini mengacu pada rumus
atau formula seperti yang telah tertera pada point

66 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

(1). Sedangkan tahapan langkah untuk 3. Menambahkan dua buah field baru dan juga
mengimplementasikan-nya terdiri dari : mengedit field-field baru pada tabel data
atribut layer peta tingkat rentan banjir untuk
1. Mengalikan antara bobot dan skor dari tiap-
hal-hal seperti : pertama mengisikan value
tiap kelas parameter indikator banjir.
nilai total skor pada masing-masing kelompok
2. Mengelompokan variabel/parameter skor dan value nilai keterangan jenis klas
indikator banjir berdasarkan skor yang sama, tingkat rentan banjir serta kedua untuk
kemudian mentotalkan / menjumlahkan hasil memilih field-field yang benar-benar
perkalian bobot dan skor pada setiap diperlukan pada tabel data atribut peta tingkat
kelompok skor. rentan banjir yang telah terbentuk baru.
d. Tahap Pembentukan Model Tingkat 4. Membuat pemodelan spasial baru untuk view
Rentan Banjir atau representasi peta digital tingkat rentan
Tahap Pembentukan Model Tingkat banjir.
Rentan Banjir terbagi dalam beberapa prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN
atau langkah yang terdiri dari :
Hasil dari penelitian ini akan dijabarkan
1. Penentuan jumlah dan tingkatan rentan masing-masing menyesuaikan implementasi
banjir tahapan langkah pada metode yang telah
2. Pembuatan Interval Kelas, yang dalam dijabarkan melalui Metode Penelitian. Adapun
penelitian ini menggunakan rumus Kingma dapat dijelaskan di sini bahwa data-data yang
point (2). diperoleh akan menjadi dasar untuk proses
pengolahan data selanjutnya.
3. Pembuatan klasifikasi Tingkat Rentan
Banjir yang memungkinkan untuk 1. Hasil Perolehan Data
pembentukan model tingkat rentan banjir. Adapun data-data yang telah diperoleh
pada penelitian ini adalah data-data hasil olahan
e. Tahap Pengimplementasian Model
penelitian pendahulunya, hal ini dimaksudkan
Tingkat Rentan Banjir pada Data Model
bahwa data-data tersebut bukanlah benar-benar
Data Tabel Relasional.
data mentah, melainkan telah melalui proses
Pada tahap pengimplementasian Model pengolahan sekaligus telah diubah dalam bentuk
Tingkat Rentan Banjir pada data SIG model Data data-data digital dan menjadi satu kesatuan data
Tabel Relasional, dilakukan dengan langkah- geospasial, yang mana integrasi antara data
langkah sebagai berikut: spasial (peta digital) dengan atributnya berbentuk
1. Menambahkan dua (2) buah field pada data tabular.
masing-masing tabel atribut data indikator Data-data tersebut adalah sebagai berikut :
banjir dan mengisikan value nilai seperti
berikut : yang pertama mengisikan untuk A. Data Intensitas Curah Hujan per Kecamatan
value skor sesuai dengan nilai kelas masing- terklasifikasi
masing tingkatan data indikator banjir, kedua
mengisikan hasil perkalian bobot dan nilai
klasifikasi masing-masing atribut layer untuk
data curah hujan, kemiringan lereng,
penggunaan lahan dan struktur tanah.
2. Melakukan overlay layer-layer pembentuk
peta Tingkat Rentan Banjir yaitu untuk layer
data curah hujan, kemiringan lereng,
penggunaan lahan dan struktur tanah.

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 67


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

Pada Gambar 5 Data Peta Digital Kemiringan


Lereng per Kecamatan terklasifikasi
ditunjukkan bahwa value tingkat kemiringan
lereng di Semarang terbagi dalam Klas
Gambar 3. Peta Digital Intensitas Curah Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah dan
Hujan per Kecamatan terklasifikasi Sangat Rendah. Sedangkan data atribut dari
data peta digital pada gambar 5 tersebut
Data digital Intensitas Curah Hujan per diperlihatkan pada gambar 6.
Kecamatan terklasifikasi beserta atributnya ini
terlihat dalam Gambar 3 dan 4.
Pada Gambar 3 yaitu Peta digital untuk
Intensitas curah hujan per kecamatan di kota
Semarang terklasifikasi menunjukkan value
tingkat curah hujan di kota Semarang yang terdiri
dari klas sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat
tinggi.

Gambar 5. Data Peta Digital Kemiringan


Lereng per Kecamatan Terklasifikasi

Gambar 4. Data Tabular Intensitas Curah


Hujan per Kecamatan terklasifikasi
Gambar 4 yang merupakan Data Tabular
Intensitas Curah Hujan per Kecamatan Gambar 6. Data Tabular Kemiringan Lereng
terklasifikasi adalah atribut dari data peta per Kecamatan Terklasifikasi
digital Intensitas Curah Hujan per Kecamatan C. Data Struktur Tanah per Kecamatan
terklasifikasi pada gambar 3. Terklasifikasi
B. Data Kemiringan Lereng per Kecamatan Data Struktur Tanah per Kecamatan
terklasifikasi Terklasifikasi beserta atributnya
Data Kemiringan Lereng per Kecamatan per diperlihatkan pada gambar 7 dan 8.
Kecamatan terklasifikasi beserta atributnya
diperlihatkan pada gambar 5 dan 6.

68 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

Data Tata Guna Lahan per Kecamatan


Terklasifikasi beserta atributnya
diperlihatkan pada gambar 9 dan 10.

Gambar 7. Data Peta Digital Struktur Tanah


per Kecamatan Terklasifikasi

Gambar 9. Data Peta Digital Tata Guna


Lahan per Kecamatan Terklasifikasi
Pada gambar 9 ditunjukkan bahwa Peta
Digital Tata Guna Lahan per Kecamatan
Terklasifikasi memiliki kelas yang terdiri
dari : 1 Hutan/Konservasi/Treatment Plan, 2
Rawa/Danau/Tambak, 3 Lahan
Terbuka/Taman/Campuran 4
Persawahan/Pertanian, 5 Fasilitas dan
Gambar 8. Data Tabular Struktur Tanah per Prasarana (Rekreasi/Pergudangan), 6
Kecamatan Terklasifikasi Pemukiman/Industri/Perkantoran.
Sedangkan untuk Data Tabular Struktur
Pada gambar 7 ditunjukkan bahwa Data Tanah pada per Kecamatan Terklasifikasi
Struktur Tanah per Kecamatan Terklasifikasi sebagai atributnya diperlihatkan pada gambar
memiliki klasifikasi 6 kelas yaitu 1 Latosol 10.
Coklat, 2 Mediteran Coklat Tua, 3 Latosol
Coklat Kemerahan, 4 Asosiasi Aluvial
Kelabu, 5 Grumosol, 6 Alluvial. Sedangkan
untuk Data Tabular Struktur Tanah pada per
Kecamatan Terklasifikasi sebagai atributnya
diperlihatkan pada gambar 8.
D. Data Tata Guna Lahan per Kecamatan
Terklasifikasi

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 69


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

sulit ditemui pepohonan atau tumbuh-


tumbuhan, akan semakin membuat daerah
tersebut rawan terdapat genangan banjir
karena sedikit terdapat penyerapan air,
sehingga dalam hal merupakan faktor yang
sangat rentan banjir.
C. Struktur tanah (geologi) berbobot 2 karena
parameter struktur tanah (geologi) ini adalah
faktor yang cukup penting peranannya dalam
mempengaruhi suatu daerah apakah
berpeluang rentan banjir ataupun tidak.
Karena semakin nilai variabel Struktur tanah
tersebut tinggi yaitu pada jenis tanah Aluvial,
maka daerah dengan jenis tanah tersebut
merupakan daerah yang rawan terhadap
genangan banjir dan rentan banjir.
Gambar 10. Data Tabular Tata Guna Lahan
per Kecamatan Terklasifikasi D. Kemiringan Lereng berbobot paling kecil
yaitu 1 karena parameter ini punya pengaruh
5.2. Hasil Tahap Penentuan Bobot Untuk kecil sebagai penyebab suatu daerah menjadi
Masing-masing Data Indikator Banjir rawan banjir atau tidak. Kemiringan lereng
Masing-masing Data Indikator Banjir yang sangat rendah (landai) menyebabkan
seperti data curah hujan, data kemiringan lereng, daerah tersebut rawan dan rentan terhadap
data struktur tanah dan data penggunaan lahan, banjir.
dalam penentuan bobot berdasarkan tingkatan 5.3. Hasil Tahap Penentuan Skor Pada
kepentingan data dan kondisi data sebagai faktor Parameter Data Indikator Banjir
penentu banjir, telah dilakukan penilaian
terhadap masing-masing data indikator banjir Tahap menentukan Skor pada parameter
tersebut, yang dalam hal ini data yang dominan indikator banjir adalah pemberian skor pada tiap-
sebagai parameter faktor penentu banjir akan tiap kelas data indikator banjir berdasarkan
memiliki bobot tertinggi. Sehingga berdasarkan tingkatan pengaruh parameter terhadap potensi
penilaian, maka hasil penentuan bobot beserta terjadinya rentan banjir. Adapun dalam penelitian
penilaian data indikator banjir dijabarkan sebagai ini, dikarenakan data dasar yang diperoleh
berikut : merupakan data indikator yang terklasifikasi dan
klasifikasi pada data tersebut menunjukkan
A. Bobot 4 (tertinggi) adalah Intensitas Curah tingkatan pengaruh parameter data indikator
Hujan, karena intensitas curah hujan banjir terhadap potensi terjadinya rentan banjir,
memegang peranan paling penting yang dalam hal ini berarti juga sama artinya telah
(terpenting) selain ketiga indikator lainnya. menentukan skor pada tiap-tiap data indikator
Semakin tinggi curah hujan yang terjadi banjir tersebut, maka hasil yang dapat diperoleh
maka semakin besar kemungkinan terjadinya pada tahap penentuan skor pada parameter banjir
banjir. tentang data yang diperoleh yaitu data indikator
B. Bobot 3 diberikan untuk parameter penutup banjir terklasifikasi dan secara lebih jelas dapat
lahan. Karena parameter penutup lahan juga dilihat dalam gambar tabel yang diperlihatkan
memegang peranan penting setelah dalam gambar 11.
parameter curah hujan. Dengan adanya TABEL SKOR PARAMETER INDIKATOR
perubahan penutup lahan yang arahannya BANJIR
bukan merupakan lahan terbuka atau lahan
hijau seperti penggunaan lahan untuk
perkantoran, pemukiman dan industri yang

70 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

pengaruh terhadap potensi rentan banjir mulai


dari yang terendah hingga tertinggi adalah :
Sangat Tinggi (>40%) mendapat skor 1, Tinggi
(25% - 40%) mendapat skor 2, Sedang (15% -
25%) mendapat skor 3, Rendah (2% - 15%)
mendapat skor 4, Sangat Rendah (0% - 2%)
mendapat skor 5.
5.4. Tahap Perhitungan Penentuan
Kerentanan Banjir
Hasil dari tahap perhitungan penentuan
kerentanan banjir pada data-data indikator banjir
dapatlah dijabarkan sebagai berikut :
Gambar 11. Tabel Skor Parameter Indikator 1. Untuk hasil dari mengalikan antara bobot dan
Banjir skor dari tiap-tiap kelas parameter indikator
Melalui gambar 11 tersebut dapatlah banjir akan diperlihatkan dalam gambar tabel
dijelaskan bahwa nilai skor untuk masing-masing 12.
variabel atau data indikator banjir menyesuaikan 2. Hasil dari mengelompokan
klasifikasi kelas dari variabel atau data indikator variabel/parameter indikator banjir
banjir tersebut. Yaitu misal untuk data intensitas berdasarkan skor yang sama, berikut
curah hujan, memiliki klasifikasi tingkatan mentotalkan / menjumlahkan hasil perkalian
pengaruh parameter tersebut terhadap potensi bobot dan skor pada setiap kelompok skor
terjadinya rentan banjir mulai dari yang terendah diperlihatkan dalam gambar tabel 13.
hingga yang tertinggi yaitu : Sangat Rendah (<56
mm/bulan) mendapat skor 1, Rendah (57 – 113 Adapun pada gambar 12. berikut dapat
mm/bulan) mendapat skor 2, Sedang (114 – 169 dijelaskan bahwa hasil perkalian bobot dan skor
mm/bulan) mendapat skor 3, Tinggi (170 – 225 untuk masing-masing variabel atau data indikator
mm/bulan) mendapat skor 4, Sangat Tinggi banjir meliputi : data intensitas curah hujan yang
(>226 mm/bulan) mendapat skor 5. Berikutnya memiliki klasifikasi : Sangat Rendah (<56
untuk data Penutup Lahan yang memiliki mm/bulan) menghasilkan total 4, Rendah (57 –
113 mm/bulan) menghasilkan total skor+bobot 8,
klasifikasi tingkatan pengaruh parameter
terhadap potensi rentan banjir dari yang terendah Sedang (114 – 169 mm/bulan) menghasilkan total
hingga tertinggi adalah : Hutan/Konservasi skorbobot 12, Tinggi (170 – 225 mm/bulan)
mendapat skor 1, Rawa/Danau/Tambak medapat menghasilkan total skorbobot 16, Sangat Tinggi
skor 2, Lahan Terbuka mendapat skor 3, (>226 mm/bulan) menghasilkan skorbobot 20.
Persawahan/Pertanian mendapat skor 4, Fasilitas Berikutnya untuk data Penutup Lahan
dan Prasarana mendapat skor 5, berdasarkan klasifikasi yaitu : Hutan/Konservasi
Permukiman/Industri/Perkantoran mendapat skor menghasilkan total skorbobot 3,
6. Selanjutnya untuk data Struktur Tanah Rawa/Danau/Tambak menghasilkan total
(Geologi) yang memiliki klasifikasi tingkat skorbobot 6, Lahan Terbuka meghasilkan total
pengaruh terhadap potensi rentan banjir mulai bobotskor 9, Persawahan/Pertanian
dari yang terendah hingga tertinggi adalah : menghasilkan total 12, Fasilitas dan Prasarana
Georosol dan Latosol Coklat mendapat skor 1, menghasilkan total 15, Permukiman/Industri/
Mediteran Coklat Tua mendapat skor 2, Latosol Perkantoran menghasilkan total skorbobot 18.
Coklat Tua Kemerahan mendapat skor 3, Selanjutnya untuk data Struktur Tanah (Geologi)
Asosiasi Aluvial Kelabu mendapat skor 4, menurut klasifikasinya : Georosol dan Latosol
Grumosol mendapat skor 5 dan Aluvial mendapat Coklat menghasilkan total 2, Mediteran Coklat
skor 6. Terakhir untuk data Relief/Kemiringan Tua menghasilkan total 4, Latosol Coklat Tua
Lereng yang memiliki klasifikasi tingkat Kemerahan menghasilkan total 6, Asosiasi
Aluvial Kelabu menghasilkan total 8, Grumosol

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 71


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

menghasilkan total 10 dan Aluvial menghasilkan persawahan/pertanian, struktur tanah (geologi)


total 12. Terakhir untuk data Relief/Kemiringan asosiasi aluvial kelabu, kemiringan lereng rendah
Lereng yang memiliki klasifikasi tingkat (2% - 15%) mempunyai hasil total skor 40.
pengaruh terhadap potensi rentan banjir mulai Sedang untuk kelompok skor 5 yang terdiri dari
dari yang terendah hingga tertinggi adalah : intensitas curah hujan sangat tinggi (>226
Sangat Tinggi (>40%) menghasilkan total 1, mm/bulan), penutup lahan fasilitas dan prasarana,
Tinggi (25% - 40%) menghasilkan total 2, struktur tanah (geologi) grumosol, kemiringan
Sedang (15% - 25%) menghasilkan total 3, lereng sangat rendah (0% - 2%) menghasilkan
Rendah (2% - 15%) menghasilkan total 4, Sangat nilai total skor 50. Sedangkan terakhir untuk
Rendah (0% - 2%) menghasilkan total 5. kelompok skor 6 yan terdiri dari penutup lahan
permukiman/industri/perkantoran, struktur tanah
(geologi) alluvial menghasilkan total skor 30.

Gambar 12. Tabel Perkalian Bobot Skor Data


Indikator Banjir
Sedangkan dalam gambar 13. menunjukkan
bahwa hasil Total dari perkalian bobot dan Skor Gambar 13. Tabel Total Skor menurut
berdasarkan kelompok Skor yang sama dari Kelompok Skor yang Sama
keempat (4) Variabel parameter indikator banjir
5.5. Hasil Tahap Pembentukan Model Tingkat
yang terdiri dari data Intensitas curah hujan, data
Penutup Lahan, data Struktur Tanah (Geologi) Rentan Banjir
dan data Relief/Kemiringan Lereng adalah Hasil yang dapat ditunjukkan untuk Tahap
sebagai berikut : Untuk kelompok skor 1 terdiri Pembentukan Model Tingkat Rentan Banjir, yang
dari Intensitas curah hujan Sangat Rendah (56 prosedur dan tahapan langkahnya adalah sebagai
mm/bulan), penutup lahan hutan/konservasi, berikut :
Struktur Tanah (Geologi) Gerosol dan Latosol
1. Untuk penentuan jumlah tingkatan rentan
Coklat dan Kemiringan Lereng Sangat Tinggi
banjir dalam penelitian ini telah
(>40%) memiliki total nilai Skor 10. Kemudian
menghasilkan 4 buah klasifikasi tingkatan
untuk kelompok skor 2 yang beranggotakan
rentan banjir yaitu : Sangat Rentan, Rentan,
Intensitas curah hujan Rendah (57 – 113
Kurang Rentan dan Tidak Rentan.
mm/bulan), Penutup lahan Rawa/Danau/Tambak,
Struktur tanah (geologi) Mediteran coklat tua, 2. Untuk Pembuatan Interval kelas dalam
dan kemiringan lereng tinggi (25% - 40%) penelitian ini, dan point rumus (2) yaitu
menghasilkan total skor 20. Selanjutnya untuk menggunakan rumus Kingma menghasilkan
kelompok skor 3 meliputi intensitas curah hujan value nilai interval kelas : 10. Nilai ini
sedang (114 – 169 mm/bulan), penutup lahan mengartikan bahwa dalam setiap tingkatan
lahan terbuka, struktur tanah (geologi) latosol rentan banjir, akan memiliki anggota nilai
coklat tua kemerahan dan kemiringan lereng interval yang rentangnya adalah 10, yang
sedang (15% - 25%) mendapatkan hasil total skor secara lebih jelas akan diperlihatkan pada
30. Berikutnya untuk kelompok skor 4 yang hasil point 3. Adapun untuk mendapatkan
terdiri dari intensitas curah hujan tinggi (170 – nilai interval kelas 10 dapat dijelaskan seperti
225 mm/bulan), penutup lahan berikut ini yaitu : Total Skor yang diperoleh

72 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

dan ditunjukkan dalam gambar 13, dipilih


untuk nilai total Skor tertinggi dan terendah.
Sehingga dalam hal ini, terpilih nilai total
skor tertinggi : 50 dan nilai total skor
terendah : 10. Maka dengan rumus Kingma
bahwa nilai Xt menjadi 50, Xr menjadi 10
dan k yaitu seperti yang telah tersebut pada
point 1 bahwa jumlah tingkatan adalah 4
buah, sehingga k dalam hal ini menjadi 4,
nilai Ki (nilai interval kelas) dalam penelitian
ini menghasilkan nilai 10.
3. Klasifikasi Tingkat Rentan Banjir yang Gambar 14. Tabel Model Tingkat Rentan Banjir
memungkinkan dalam penelitian ini telah
menghasilkan model tingkat rentan banjir 5.6. Hasil Pengimplementasian Model
yang dapat diperlihatkan dalam gambar 5.8. Tingkat Rentan Banjir pada Data model
yang dapat dijelaskan seperti berikut ini : Data Tabel Relasional.
Untuk klasifikasi pertama yaitu Sangat Perlu diinformasikan bahwa dalam
Rentan di mana pada klasifikasi ini bencana melakukan pengimplementasian model tingkat
banjir mempunyai dampak terbesar pada rentan banjir pada data model data tabel
kehidupan masyarakat, mempunyai value Relasional, hasil yang diperoleh di sini tidak
nilai antara nilai total skor diatas 40. dapat kami sajikan secara nyata, dikarenakan
Kemudian klasifikasi kedua adalah Rentan, proses mengimplementasikan model tingkat
yang mana pada klasifikasi ini bencana rentan banjir pada data model data tabel
banjir akan berdampak cukup besar pada relasional membutuhkan serangkaian proses
kehidupan bermasyarakat. Klasifikasi kedua yang dalam hal ini kami selaku peneliti akan
ini mempunyai nilai total skor antara 31 menyajikannya dalam sebuah penelitian
hingga 40. Selanjutnya klasifikasi ketiga tersendiri, sebagai kelanjutan dari penelitian yang
adalah Kurang Rentan yang sekarang.
mengidentifikasikan bencana banjir
tidak/kurang berdampak pada kehidupan Namun dalam hal ini, peneliti telah
bermasyarakat. Interval kelas untuk menguraikan secara garis besar langkah
kelompok klasifikasi ketiga ini antara nilai pengimplementasian tersebut. Sedangkan hasil
21-30. Klasifikasi terakhir atau klasifikasi yang dapat peneliti sampaikan hanyalah
keempat adalah Kurang Rentan yang gambaran sekilas dari hasil pengimplementasian
mendeskripsikan gambaran tidak pernah model tingkat rentan banjir pada data model data
mengalami banjir dan tidak mengakibatkan Tabel Relasional tersebut yaitu bahwa setelah
bencana, yang mana mempunyai nilai melalui rangkaian proses yang disebut dengan
interval antara nilai kurang dari sama dengan pemodelan spasial kerentanan banjir, maka hasil
20. yang dapat ditunjukkan melalui data model data
Tabel Relasional adalah tentang tabel desaigner
atribut peta rentan banjir yang terbentuk dari
pemodelan spasial kerentanan banjir tersebut.

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 73


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

Gambar 15. Tabel Desaigner Atribut Peta


Rentan Banjir
Adapun melalui gambar 15 tersebut dapat Gambar 16. Value nilai data Tabel Tingkat
diperlihatkan bahwa model data Tabel Relasional Rentan Banjir
sebagai hasil pengimplementasian model tingkat
rentan banjir ini merupakan data tabel atribut dari KESIMPULAN DAN SARAN
data spasial peta rentan banjir, yang dalam hal ini Kesimpulan
yang berkaitan dengan model tingkat rentan
banjir adalah muncul dan diciptakannya field- Berdasarkan hasil penelitian yang telah
field data dalam file data tabel atribut data spasial dilakukan, maka dapatlah diambil beberapa
peta rentan banjir yaitu field klsc, klsl klsg, klst kesimpulan sebagai berikut :
yang berisikan value nilai skor dari masing- 1. Penentuan Tingkat kerentanan banjir
masing data indikator banjir. Untuk klsc adalah menggunakan metoda Weighted Scorring ini
value nilai skor untuk masing-masing klas merupakan cara yang cukup mudah dan
tingkatan data intensitas curah hujan, untuk klsl simpel dalam mengimplementasikannya
adalah berisi value nilai skor untuk masing- untuk jumlah variabel yang cukup beragam.
masing klas tingkatan data relief/kemiringan
lereng, klsg berisikan value nilai skor untuk 2. Penentuan tingkat rentan banjir dalam
masing-masing klas tingkatan data struktur penelitian ini menghasilkan 4 buah tingkatan
tanah/geologi, sedang klst berisikan value nilai rentan banjir yaitu Sangat Rentan, Rentan,
skor untuk masing-masing klas tingkatan data Kurang Rentan dan Tidak Rentan.
tata guna lahan. Selanjutnya field bobot1, bobot2, 3. Hasil akhir dalam penelitian ini adalah
bobot3, bobot4 merupakan field-field yang berisi sebuah model klasifikasi tingkat rentan banjir
tentang value nilai hasil perkalian bobot dan skor yang dapat menunjukkan interval nilai untuk
dari masing-masing data indikator banjir tersebut. tiap-tiap klasifikasi dan informasi yang
Terdapat juga field tambahan yaitu Tbot/Tbobot menerangkan maksud dari masing-masing
yang berisikan value nilai dari total atau jumlah tingkatan rentan banjir tersebut. Disamping
dari skor pada masing-masing kelompok skor itu, di dalam dunia pemrograman, model
yang sama. Disamping itu terdapat lagi field klasifikasi tingkat rentan banjir dapat secara
tkrentan yang akan berisikan value nilai masing- implementasi ditunjukkan dengan
masing sebutan untuk kelas rentan banjir yang pendesignan tabel model relasional melalui
sesuai dengan nilai skornya masing-masing, kemunculan dan terciptanya field-field baru
seperti yang terdeskripsikan pada model tingkat yang terkait dengan model tingkat rentan
rentan banjir pada gambar 14. banjir tersebut.
Sedangkan dari tabel desaigner atribut peta Saran
rentan banjir pada gambar 15, apabila telah
melalui serangkaian proses pemodelan spasial Adapun saran yang dapat diuraikan untuk
rentan banjir akan menghasilkan sebuah tabel penelitian-penelitian selanjutnya berdasarkan
data atribut peta rentan banjir, seperti yang dapat penelitian saat ini adalah sebagai berikut :
ditunjukkan melalui gambar 16 berikut.

74 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

1. Berdasarkan hasil penentuan tingkat rentan Asdak C., (2004). Hidrologi dan Pengelolaan
banjir pada penelitian ini, perlulah Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
dilanjutkan untuk membuat pemodelan University Press. Yogyakarta
spasial berdasarkan model tingkat rentan
Bos, ES, (1979). Thematic Cartography. Faculty
banjir pada penelitian ini.
of Geography, Gadjah Mada University,
2. Metode Weighted Scorring yang diterapkan Yogyakarta, Indonesia.
dalam penentuan tingkat rentan banjir pada
Cannon, T. (1994). Vulnerability analysis and the
penelitian ini dapat juga diterapkan dalam
explanation of natural disasters. In Varley,
penelitian-penelitian lainnya untuk kasus
A., editor, Disasters development and
yang serupa maupun bisa dieksplorasi untuk
environment. Chichester: John Wiley, 13–
penelitian-penelitian yang sangat berbeda
30.
dari kasus pada penelitian sekarang.
Carolita I., Rustiadi E., Panuju D.R., (2014),
3. Perlu juga dilakukan penelitian lain untuk
Pengembangan Model Klasifikasi Spasial
penentuan tingkat rentan banjir dengan
Sebagai Metode Pewilayahan,
menggunakan metoda yang berbeda.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream
DAFTAR PUSTAKA /handle/123456789/5919/2003eru_ernan.p
df, diakses tanggal 18 Juli 2014.
Adisasmita, Rahardjo. (2008). Pengembangan
Wilayah: Konsep dan Teori. Graha Ilmu. Darmawan A. R., Sholichin M., Limantara L. M.,
Yogyakarta. (2014), Studi Potensi Tanah Longsor Dan
Upaya Pengendaliannya Di Wilayah Sub
ADPC. (2006). A Primer: Integrated Flood Risk
Das Konto Hulu, Jurnal Teknik
Management in Asia. UNDP-ADPC:
Pengairan, Volume 5, Nomor 1, Mei 2014,
United Nations Development Programme-
hlm 68–78, http://jurnalpengairan.ub
Asian Disaster Preparedness Center.
.ac.id/index.php/jtp/article/view/206/200/
Anderson, M. B. (2000). ‘‘Vulnerability to 206-441-1-PB.pdf
Disaster and Sustainable Development: A
Davidson, Rachael, A. (1997), An Urban
General Framework for Assessing
Earthquake Disaster Risk Index, The John
Vulnerability.’’ Pp. 11–25 in R. Pielke, Jr.
A Blume Earthquake Engineering Center,
and R. Pielke Sr., eds.Storms (Vol. 1).
Departement of Civil Engineering Stanford
London: Routledge.
University, Stanford.
Anggara A. S., (2011), Analisis Daerah Rawan
Kemenristek, (2013), Modul 3: Analisis Spasial,
Longsor Dengan Menggunakan Sistem
Bandung, 9 April 2013,
Informasi Geografis Pada Cagar Alam
http://www.debindo-mks.com/tot-gis-os-
Pegunungan Cycloop Distrik Sentani
ristek/MODUL-3-WebGIS-dan-Analisis-
Kabupaten Jayapura, Skripsi Sarjana
Spasial-23.0.pdf, diakses tanggal 5
Fakultas Kehutanan Universitas Negeri
Agustus 2014.
Papua, Manokwari,
http://eprints.unipa.ac.id/736/1/ Kingma, N.C., (1991), Natural Hazards:
Anggara_Andriyan.S_Analisis Daerah Geomorphological Aspect of Flood
Rawan Longsor dgn Menggunakan GIS Hazard, ITC, The Netherlands
Pg.Cycloop_3.pdf, diakses tanggal 22 Juli
Loebis, J., (1987), Banjir Rencana Untuk
2014.
Bangunan Air, Departemen Pekerjaan
Aronoff, Stanley., (1989)., Geographic Umum, Badan Penerbit Pekerjaan Umum,
Information System: A Managemnet Jakarta
Perspektive.WDL Publication, Ottawa,
Masri and Tipple. (2002). Natural Disaster,
Canada, 1989
Mitigation and Sustainability: The Case of
Developing Countries. International

Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial 75


Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20, No.1, Januari 2015 : 57-76 ISSN : 0854-9524

Planning Studies, Vol. 7, No. 2, pp. MetodeDiscriminant-Analysis/


157175. 7210040508 _m _2.pdf, diakses tgl 22 Juli
2014
Nonamea, (2014), Bab10: Data Mining,
http://www.ss354.com/wp- Suripin, (2004), Sistem Drainase Perkotaan yang
content/uploads/2014/03/Data-Mining- berkelanjutan, Andi, Yogyakarta.
Pengantar.pdf, diakses tanggal 18 Juli
Sturges, H. A. (1926), "The Choice of a Class
2014.
Interval,"Journal of the American
Nonameb, (2014), Statistik, Statistical Association,21, 65-66
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pen
Triatmodjo, Bambang, (2008), Hidrologi
didikan/Gr
Terapan, Beta Offset, Yogyakarta.
endiHendrastomo,MM,MA./KumpulanMa
teriStatistikDeskriptif.pdf, diakses tanggal Wahyuningrum, N.C. Nugroho SP., Wardojo,
6 Agustus 2014. Harjadi B., Savitri E., Sudimin, Sudirman,
(2003), Klasifikasi Kemampuan Dan
Nonamec, (2014), Bab II: Distribusi Frekuensi,
Kesesuaian Lahan, INFO DAS Surakarta
https://julanhernadi.files.wordpr
No. 15 Th. 2003, http://bebasbanjir2025.
ess.com/2009/03/stat_das-bab-ii1.pdf,
wordpress.com/04-konsep-konsep-
diakses tanggal 7 Agustus 2014.
dasar/klasifikas-kemampuan-lahan/kla-
Peuquet and Marble, (1990), Introductory sifikasian-kemam-puan.html. diakses tgl
Readings In Geographic Information 22 Juli 2014.
Systems (Paperback), Taylor and Francis,
Weng, Qiao, (2010), Remote Sensing and GIS
Ltd,USA
Integration: Theories, Methods and
Platt, Rutherford H., (2004), Land Use and Application, United States: McGraw-Hill
Society, Washington: Island Press. Companies, Inc.
Prahasta E., (2001), Sistem Informasi Geografis. Wismarini Th.D., Ningsih D.H.U., (2011),
Konsep-Konsep Dasar, Penerbit Metode Perkiraan Laju Aliran Puncak
Informatika, Bandung, (Debit Air) sebagai Dasar Analisis Sistem
Drainase di Daerah Aliran Sungai Wilayah
Prahasta E., (2005), Sistem Informasi Geografis.
Semarang Berbantuan SIG, Dinamik -
Konsep-Konsep Dasar, Penerbit
Jurnal Teknologi Informasi, Universitas
Informatika, Bandung.
Stikubank (UNISBANK) – Semarang, Vol
Prahasta, E. (2009), Sistem Informasi Geografis: 19, No 1 (2014),
Konsep-Konsep Dasar, Bandung: http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/ft
Informatika. i1/issue/view/218.
Pratomo, A. J. (2008). Analisis Kerentanan
Banjir di Daerah Aliran Sungai
Sengkarang Kabupaten Pekalongan
Provinsi Jawa Tengah dengan Bantuan
Sistem Informasi Geografis. Skripsi.
Fakultas Geografi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Putri F. P., Yuliana M., Susetyoko R., (2014),
Model Klasifikasi Trafik Untuk Jaringan
3G Menggunakan Metode Discriminant
Analysis, http://www2.eepis-
its.edu/id/ta/1761/Model-Klasifikasi-
Trafik-UntukJa- ringan-3g-Menggunakan-

76 Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial

Anda mungkin juga menyukai