Anda di halaman 1dari 2

ETIKA DAN HUKUM

keyakinan dan prinsip-prinsip yang secara adil meningkatkan kesejahternan dan Hukum Setiap
diskusi mengenai norma dan standar perilaku yang baik tidak akan lengkap tanpa
mempertimbangkan aspek hukum Namun hukum dan norma yang etis tidak identik dan juga tidak
selalu sepakat. Keputusan bisnis yang bertanggung jawab secara etis merupakan keputusan yang
hanya sekadar mematuhi hukum tidak ada lagi tanggung jawab untuk berbuat lebih dari itu. Pertama
kepatuhan terhadap hukum sudah cukup memenuhi kewajiban etis seseorang menimbulkan
pertanyaan apakah hukum itu sendiri bersifat etis atau tidak.pada tahapan yang lebih
praktis,pertanyaan ini dapat menimbulkan implikasi signifikan dalam ekonomi global,dimana bisnis
masih beroperasi di negara – negara pekerja anak atau diskriminasi berdasarkan jenis
kelammin,namun perushaan yang memilih untuk mengadopsi praktik semacam itu tidak luput dari
tanggung jawab etis untuk melakukanya. Kedua,masyakarat yang menghargai kebebasan individu
akan enggan mewajibkan secara hukum aturan susila yang lebih dari sekedar minimum. Masyarakat
yang menganut paham liberal semacam itu akan mencoba,secara hukum untuk mencegah kerusakan
etis yang serius. Ketiga, tahapan yang lebih praktis,memberi tahu perusahaan bahwa tanggung
jawab etisnya hanya sebatas kepatuhan terhadap hukum hanya mengundang lebih banyak hukum.
Seperti contoh kegagalan etika individu dalam perusahaan seperti Enron dan WorldCom-lah yang
mendorong diberlakukanya Sarbanes-Oxley Act dan berbagai reformasi hukum lainnya.
Keempat,aturan hukum tidak mungkin mengantisipasi setiap masalah yang baru akan dihadapi olleh
perusahaan,sering kali tidak ada peraturan untuk dilema tertentu yang dihadapi oleh seorang
pemimpin bisnis. Sebagai contoh,ketika e-mail di tempat kerja masih dalam awal kemunculannya
aturan hukum terkait dengan siapa yang sebenarnya memiliki transisi email,karyawan atau
perushaan,belum ada. Akibatnya tidak ada selain bergantung pada proses pemilihan keputusan etis
oleh pemegang kekuasaan. Terakhir pandangan bahwa kepatuhan dainggap cukup bergantung pada
pemahaman hukum yang menyesatkkan,untuk mengatakan bahwa yang perlu dilakukan adalah
menaati hukum mengesankan bahwa hukum sifatnya jelas. Beberapa teori mengenai tanggung
jawab sosial perusahaan menyatakan,jika seorang manajer perusahaan diberitahu bahwa ia memiliki
tanggung jawab untuk memaksimalkan keuntungan dalam kerangka hukum,manajer,yang
kompeten,akan berkonsultasi dengan pengacara dan akuntan pajak. Karena hukum bersifat
ambigu,dan karena dalam banyak hal tidak jelas apa yang diminta oleh aturan hukum,para manajer
bisnis akan sering menghadapi keputusan yang bergantung pada penilaian etis mereka. Sejarah etika
adalah sejarah bagaimana beberapa manusia yang penuh dengan wawasan telah mencari jawaban
atas pertanyaan – pertanyaan ini. Sebelum kembali ke tangangan etis yang menunggu di dunia
bisnis,kita akan mengulang kembali beberapa tradisi utama etika

etika sebagai alasan praktis

dalam kerangka pikir ini kita akan mendeskripsikan etika sebagai alasan dari alasan praktis,penalaran
mengenai apa yang seharusnya kita lakukan,dan membedakan dari alasan teoritis,yaitu penalaran
mengenai apa yang seharusnya kita percayai. Alasan teoretis adalah pencarian kebenaran yang
merupakan standar paling tinggi terhadap apa yang kita percayai,berdasarkan tradisi ini,ilmu
pengetahuan adalah penentu kebenaran. Jawaban sederhana adalah tidak ada satupun meotodologi
dalam tiap kondisi yang dapat menyediakan jawaban yang jelas dan tegas atas pernyatan ini. Tradisi
atau yang biasa kita sebut sebagai teori etis menjalaskan dan mempertahankan berbagai
norma,standar,nilai dan prinsip,yang berkontribusi terhadap pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab secara etis. Teori etis merupakan pola dari pemikiran atau metodologi untuk
membantu kita menentukan apa yang akan dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai