ABSES HEPAR
Oleh :
Novita Saragih
Tiur Sinta Marito Simamora
Nur Hasrat Zalukhu
Krismenda Maretha
Boscco Frengky
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah didalam parenkim hati.1
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP).2 AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess,
bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan
kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan
dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.3,4
Abses hati banyak ditemukan di negara berkembang, terutama yang
tinggal di daerah tropis dan subtropis.5 Angka mortalitas abses hati masih tinggi
yaitu berkisar antara 10-40%.6 Insiden abses hati jarang, berkisar antara 15-20
kasus per 100.000 populasi dan tiga per empat kasus abses hati di negara maju
adalah abses hepar piogenik, sedangkan di negara yang sedang berkembang lebih
banyak ditemukan abses hati amebik.3 Untuk menegakkan diagnosis abses hati ini
selain pemeriksaan fisik dan gejala klinik dibutuhkan pemeriksaan penunjang
berupa laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Laporan kasus ini dibuat untuk memberikan informasi mengenai
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakkan diagnosis,
dan penatalaksanaan dari abses hati.
BAB II
PEMBAHASAN
Hepar terdiri dari tiga lobus yaitu lobus kanan, lobus kiri dan lobus
kaudatus. Lobus kanan dengan kiri dipisahkan oleh vena hepatika media.
Lobus kanan terdiri dari segmen anterior dan posterior yang dipisahkan oleh
vena hepatika kanan. Lobus kiri terletak di epigastrium dan hipokondrium
kiri, dan terdiri dari segmen medial dan lateral yang dipisahkan oleh vena
hepatika kiri, ligamentum teres dan fusiform. Lobus kaudatus merupakan
lobus terkecil, terletak di permukaan posterosuperior dan lobus kanan,
dipisahkan dari lobus kiri oleh ligamentum venosum.9,10
Hepar merupakan suatu organ yang memiliki dua sistem anatomi
segmental yang diperkenalkan oleh Bismuth-Couinaud pada tahun 1954,7
yang membagi hepar menjadi 8 segmen, berdasarkan vena porta dan vena
hepatika. Tiga cabang utama dari vena hepatika membagi hepar secara
vertikal dan oblik serta garis yang melewati percabangan vena porta kanan
dan kiri membagi hepar secara transversal. Segmen 1, menunjukkan lobus
kaudatus, karena vaskularisasi segmen ini pada posisi yang unik dan
mendapatkan perdarahan dari cabang utama dari vena porta dan dari cabang
kanan dan kiri. Terlebih lagi, drainase pada segmen 1 tidak masuk ke dalam
vena hepatika melainkan ke vena kava inferior. Lobus kanan dan kiri
dipisahkan oleh vena hepatika media dan vesika felea. Segmen posterior
lobus kanan mendapat suplai darah dari cabang posterior vena porta kanan.
Segmen anterior mendapat suplai darah dari cabang anterior vena porta
kanan. Bidang transversal membagi heparpada tingkat bifurkasio vena porta
menjadi cabang kanan kiri.Lobus kiri terbentuk mulai segmen 2 sampai 4.
Vena hepatika terletak di antara segmen. Vena hepatika sinistra membagi
lobus kiri hepar menjadi segmen lateral dan medial. Vena hepatika dekstra
membagi lobus kanan hepar menjadi segmen anterior dan posterior.9,10
2.2 Epidemiologi
Di negara-negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara
endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. Hampir 10% penduduk
dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.histolytica tetapi hanya 1/10
yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati di berbagai rumah sakit
di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun. Penularan umumnya
melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang
menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering
dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama
dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki
prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang
padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.2,7
AHP tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan
kondisi sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8-15 per
100.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan dari
beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara
0,29-1,47% sedangkan prevalensi di rumah sakit antara 0,008-0,016%. AHP
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia
berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke-6.1
2.3 Etiologi
A. Abses Hati Amebik (AHA)
Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica
yang tinggi. Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis
mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya
terjadi setelah meminum air atau memakan makanan yang terkontaminasi
kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan
dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal
di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat
menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di
bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan
tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.
B. Abses Hati Piogenik (AHP)
Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium,
staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus,
actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi,
brucella melitensis, dan fungal. Organisme penyebab yang paling sering
ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris,
Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob (contohnya
Streptococcus Milleri). Staphylococcus aureus biasanya organisme penyebab
pada pasien yang juga memiliki penyakit granuloma yang kronik. Organisme
yang jarang ditemukan sebagai penyebabnya adalah Salmonella,
Haemophillus, dan Yersinia. Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi
sekunder di dalam abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa
menyebabkan fileplebitis porta.
2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik.
3. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis,
peritonitis, dan infeksi post operasi.
4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau
saluran-saluran empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik
menyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya biasanya berhubungan
dengan choledocholithiasis, tumor jinak dan ganas atau
pascaoperasi striktur.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
6.
Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
orang lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan
diabetes atau kanker metastatik. 1,7,10,11
2.4 Patogenesis
A. Abses Hati Amebik (AHA)
Pemeriksaan Fisik:
a. Ikterus.
b. Temperatur naik.
c. Malnutrisi.
d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan.
e. Ludwig sign (+)
f. Fluktuasi
Tabel 1. Perbedaan Klinis Abses Hepar Piogenik dan Abses Hepar Amoebik
Abses hati piogenik Abses hati amoebik
Demografi Usia: 50-70 tahun Usia: 20-40 tahun
JK : laki-laki = perempuan JK: laki-laki>
perempuan (10:1)
Faktor risiko mayor Infeksi bakteri akut, Bepergian atau menetap di
khususnya daerah endemic ( pernah
intra abdominal Obstruksi bilier/manipulasi
Obstruksi bilier/manipulasi menetap)
Diabetes mellitus
Gejala Klinis Nyeri perut regio kuadran Akut: demam
kanan atas, demam, tinggi,menggigil,
menggigil, nyeri abdomen, sepsis
rigor, lemah, malaise, Sub akut: Penurunan berat
anoreksia, penurunan berat badan; demam dan nyeri
badan, diare, batuk, nyeri abdomen relatif jarang
dada pleuritik Khas:
Tak ada gejala kolonisasi
usus dan colitis
Tanda klinis Hepatomegali disertai nyeri Nyeri tekan perut regio
tekan, massa abdomen, kanan atas bervariasi
ikterus
Laboratorium Lekositosis, anemia, Serologi amuba positif
peningkatan enzim-enzim (70%-95%)
hati (alkali fosfatase
melebihi aminotransferase),
peningkatan bilirubin,
hipoalbuminemia
Kultur darah positif (50%- Lekositosis bervariasi dan
60%) Anemia
Tidak ditemukan eosinofilia
Alkali fosfatase meningkat,
namun aminotransferase
biasanya normal
Cairan Aspirasi Purulen Konsistensi dan warna
Bervariasi
Tampak kuman pada Steril
pewarnaan gram
Kultur positif (80%) Tropozoit jarang ditemukan
2.6 Diagnosis
A. Abses Hati Amebik (AHA) 2,9
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan
trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat
dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali
yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis,
fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu
dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi. Untuk
diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock
(1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid
A B
Gambar 4. (A)Tampak gambaran abses amoeba dengan internal echo disertai gambaran
hallo hipoekoik. (B) Tampak gambaran abses hepar amoeba dengan posterior acoustic
enhancement. (Diambil dari Ahuja.T.Anil.Piogenic Hepatic Abscess. Diagnostic Imaging
Ultrasound : 1.42-1.45).
2.8 Penatalaksanaan
A. Abses Hati Amebik (AHA) 2,12,14,17
1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang
paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap
logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3
x 750 mg per hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-
50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole
lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800
mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari
dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang
direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg
perhari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max.
99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya
lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya
tidak digunakan pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-
anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis
ekstraintestinal ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan
dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak
ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis
yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.
2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara
tersebut di atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel,
atau pada ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol
merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan
aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.
3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman
ruptur atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi
campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda
perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan
berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak
berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian
secara teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase
bedah diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami
infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya
bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga
dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya
ruptur abses amuba intraperitoneal.
2.9 Komplikasi
A. Abses Hati Amebik (AHA)
Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %.
Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau
kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau
drainase. Infeksi pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum
terjadi. Mekanisme infeksi termasuk pengembangan efusi serosa simpatik,
pecahnya abses hati ke dalam rongga dada yang dapat menyebabkan
empiema, serta penyebaran hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim.
Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan
nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi.
Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri
hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses
dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm
arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi. 12,13,14
B. Abses Hati Piogenik (AHP)
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat
seperti septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati
disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia,
empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau
retroperineum. Sesudah mendapatkan terapi, sering terjadi diatesis
hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi
rekurensi atau reaktifasi abses.1
2.10 Diagnosis Banding
1) Kista Hepar
Ditemukan pada hepar yang sehat dengan angka prevalensi sekitar 2-
7%. Sering ditemukan pada wanita kira – kira 40 % kasus dapat dijumpai
pada pasien dengan autosomal dominant polycysticdisease disertai multiple
kista hepar. Patognomonik pada kista hepar lesi yang terlokalisir atau
multipel kavitas disertai fluid level didalamnya dengan ukuran yang
bervariasi yang berbatas tegas dengan parenkim. Pada pemeriksaan USG
tampak gambaran anekoik, bentuk bulat yang ditandai dengan peningkatan
acoustic enhancement. 21,22
Gambar 5. Pada pemeriksaan USG tampak lesi anechoic , batas tegas, tepi regular dengan
posterior acoustic enhancement enhancemen. (Diambil dari Bates, Jane, Abdominal
Ultrasound, How,Why and When, 2 nd edition, Churchill.Livingstones 2004 : 80)
2) Metastasis Hepar
Kebanyakan tumor hepar berasal dari hematogen. Tumor
gastrointestinal bermetastasis ke hepar melalui vena porta dan tumor dari
tempat lain melalui arteri hepatika.Pada pemeriksaan USG dapat ditemukan
lesi dengan berbagai tipe dapat berupa lesi dengan gambaran hiperekoik,
hipoechoik dan isoechoik Metastasis pada hepar cenderung solid, batas
tidak tegas.
A B
Gambar 6. (A). Tampak lesi anechoic, lobulated, batas tegas pada lobus kanan hepar yang
merupakan lesi sekunder karena penyebaran peritoneal karsinomaovarium.
(B) Tampak lesi anekoik, tepi irregular di daerah sekitar vena porta, pada penderita
dengan carcinoma colon. (Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why
and When, 2nd edition, Churchill Livingstones.2004: 84 )
3) Kista Echinococcus
Kista Echinococcus (Hydatid disease) disebabkan oleh parasit,
Echinococcus, yang sering ditemukan pada daerah endemik seperti Timur
Tengah. Cacing hidup di saluran cerna anjing yang terinfeksi yang
mengeluarkan telur cacing . Selain anjing, sapi atau domba dapat terinfeksi
oleh cacing ini, dan kemudian siklus ini sampai ke manusia. Parasit
menyebar melalui aliran darah menuju ke hepar yang menyebabkan reaksi
peradangan. Kista tumbuh biasanya sangat lambat dan asimptomatik .
Pada USG, kista ini biasanya memiliki dua lapisan dinding berupa
kapsul dengan dinding yang tebal, yang mungkin terpisah.22,23,24
Gambar 7. Pada pemeriksaan USG tampak multipel lesi anechoic, bersepta-septa yang
memberikan gambaran daughter cysts. (Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound,
How,Why and When, 2 nd edition, Churchill Livingstones.2004 : 82)
BAB III
CATATAN MEDIK PASIEN
No. Reg. RS : 25.95.01
Nama Lengkap : RMN
Tanggal Lahir : 17 Nov 1974 Umur : 43tahun Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Balige No. Telp : 081361045583
Pekerjaan : Wiraswasta Status : Menikah
Pendidikan : Suku : Batak Agama : Kristen Protestan
ANAMNESIS
Autoanamnesis Heteroanamnesis
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Nyeri Perut Kanan Atas
Deskripsi :
Nyeri perut kanan atas dialami sudah 1 hari, nyeri
dirasakan memberat bila batuk dan bergerak, dirasakan
seperti tertusuk-tusuk. 2 hari sebelumnya pasien mengaku
mengalami demam yang tidak menentu.Pasien juga mengaku
mual muntah serta nafsu makan menurun. Mual muntah
dirasakan lebih dari 3x/hari. Sebelumnya pasien mengaku
mencret dengan BAB berlendir ( air > ampas ) kurang lebih
seminggu yang lalu dan berobat ke bidan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tempat Pengobatan dan
Tanggal Penyakit
Perawatan Operasi
- Hipertensi - Tidak Terkontrol
- - - -
RIWAYAT KELUARGA
Laki-laki Perempuan
X Meninggal (sebutkan sebab meninggal dan umur saat meninggal)
RIWAYAT PRIBADI
Riwayt Alergi Riwayat Imunisasi
Tahun Bahan/Obat Gejala Tahun Jenis Imunisasi
- - - - -
Hobi :-
Olah Raga : jarang berolahraga
Kebiasaan Makanan : OS sering membeli makanan dari luar dan sering
mengkonsumsi daging
Merokok : 2 bungkus/hari
Minum Alkohol : Os sering meminum tuak 2 gelas/hari
Hubungan Seks : tidak ditanyakan
ANAMNESIS UMUM (Review of System)
Berilah Tanda Bila Abnormal dan Berikan Deskripsi
Umum : Lemas Abdomen : nyeri tekan kanan atas
Kulit : tidak ada keluhan Ginekologi : tidak ada keluhan
Kepala dan Leher : tidak ada keluhan Alat Kelamin : tidak ada keluhan
Mata : ikterik Ginjal dan Saluran Kemih : tidak ada
keluhan
Telinga : tidak ada keluhan Hematologi : tidak ada keluhan
Hidung : tidak ada keluhan Endtokrin/Metabolik : tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokkan : tidak ada Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
keluhan
Pernafasan : tidak ada keluhan System Saraf : tidak ada keluhan
Payudara : tidak ada keluhan Emosi : tidak ada keluhan
Jantung : tidak ada keluhan Vaskuler : tidak ada keluhan
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit : Ringan Sedang Berat
Gizi :
BB : 60 Kg Tinggi Badan : 160 cm IMT : 23 kg/m2 Kesan : normo weight
TANDA VITAL
Kesadaran Compos Mentis Deskripsi : sadar penuh
Nadi Frequensi..76 x/i Reguler t/v cukup
Tekanan Berbaring : Duduk :
Darah Lengan Kanan 120/80 mmHg Lengan Kiri 120/80 mmHg
Temperatur Aksila : 37 oC
Pernafasan Frequensi : 16 x/i Deskripsi : reguler
JANTUNG :
Batas Jantung Relatif : Atas : ICS 2 Linea Clavicula Sinistra
Kanan : ICS 4 Linea Parasternalis Dextra
Kiri : ICS 5 Linea Midclavicularis Sinistra 1cm Medial
Jantung : HR : 76 x/i reguler M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, Desah (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, Nyeri Tekan (+) pada hipokondrium kanan atas
Perkusi : Timfani, pekak hati (+) pekak beralih (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, double sound (-)
Diagnosa Banding :
1. Abses Hepar
2. Kolesititis Akut
USG
Diagnosa Sementara :
Abses Hepar
2. Anamnesa :
Nyeri perut kanan atas dialami sudah 1 hari, nyeri dirasakan memberat bila batuk
dan bergerak, dirasakan seperti tertusuk-tusuk. 2 hari sebelumnya pasien mengaku
mengalami demam yang tidak menentu.Pasien juga mengaku mual muntah serta
nafsu makan menurun. Mual muntah dirasakan lebih dari 3x/hari. Sebelumnya
pasien mengaku mencret dengan BAB berlendir ( air > ampas ) kurang lebih
seminggu yang lalu dan berobat ke bidan.
Pemeriksaan Penunjang :
Darah Rutin : Hb: 12,8 g/dl; Leukosit : 17.900/mm; Ht : 38,4 %, Trombosit:
210.000 /mm
MCV : 93,9 fL; MCH : 31,3 fL; MCHC : 33,3 g/dl
KGD adrandom ......138 mg/dl
3. Diagnosa Banding :
Abses Hepar
Kolesititis Akut
RENCANA AWAL
Nama Penderita : Ranto Marulac Napitupulu No. RM : 25.95.01
No Masalah Rencana Recana Terapi Rencana Rencana Edukasi
Diagnosa Monitoring
1. Nyeti Abses IVFD RL 20 gtt/I Vital sign Bed rest
Perut Hepar IVFD Metronidazol 500 EKG Kontrol tekanan
Kanan DD : mg/8 jam USG darah
Atas Kolestitis Inj. Cefotaxime 1 amp/12 Pemeriksaan Pemberian terapi
jam (skintest) Darah Rutin melalui parenteral
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam Pemeriksaan maupun oral
Inj.Ondansentron 1 amp/8 KGD
jam
Inj.Ketrolac 1 amp/12 jam
Sistenol 3x1
Tanggal S O A P
27/04/2017 Os mengeluhkan TD : 120/80 Abses Therapy Diagnostic
Nyeri Perut mmHg Hepar IVFD RL 20 gtt/i Pemeriksaan Laboratorium :
Kanan SpO2 : 98% Inj. Ranitidin 1 Darah rutin :
HR : 83 x/i amp/12jam Hb : 12,8 g/dl; Leukosit :
RR : 16 x/i Inj. Ondasentron 1 17.900/mm; Ht : 38,48 %,
T : 37oC amp/12jam Trombosit : 210.000 /mm
amp/12 jam
Sistenol 3x1
IVFD
Metronidazol 500
mg/8 jam
28/04/2017 OS merasa nyeri TD :110/80 Abses IVFD RL 20 gtt/I PAPS
perut kanan atas mmHg Hepar Inj. Ranitidin 1
SpO2 : 93% amp/12jam
HR : 78x/i Inj. Cefotaxime 1
RR : 17x/i gr/12 jam
o
T : 37 C Inj.Ketrolac 1
amp/12 jam
IVFD
Metronidazol 500
mg/8 jam
Sucralfat syr 3x1
Sistenol 1x1
DAFTAR MASALAH
No Tanggal Masalah
Masalah
. Ditemukan
Selesai/tanggal Terkontrol/tanggal Tetap
No Temuan Teori
1. Nama : Tn. RMN Usia yang sering dikenai abses hepar
Usia : 43 tahun berkisar antara 20-50 tahun terutama
1. Dull JS, Topa L, Balgha V, Pap A. Non-surgical Treatment of Biliary Liver Abscesses
: Efficacy of Endoscopic Drainage and Local Antibiotic Lavage with Nasobiliary
Catheter. Gastrointest Endosc. 1999 ; 51:55-9.
2. Chu KM, Fan ST, Lai ECS, Lo CM, Wong J. Pyogenic Liver Abscess. Arch Surg.
1996; 131 : 148-52.
3. Ong E, Espat NJ, Helton WS. Hepatic Abscess. Curr Treatment Opt Infect Dis. 2003 ;
5:393-406.
4. Ahsan T, Jehngir MU, Mahmood T, Ahmed N, Saleem M, Shahid M. Amoebic
Versus Pyogenic Liver Abscess. JPMA. 2002; 52:497-501.
5. Mishra K, Basu S, Roychoudhury S, Kumar P. Liver Abscess in Children:an
Overview. World J Pediatr. 2010;6(3):210-6.
6. Stain SC, Yellin AE, Donovan AJ, Brien HW. Pyogenic Liver Abscess Modern
Treatment. Arch Surg. 1991;126:991-6.
7. Halvorsen RA, Foster WL, Wilkinson RH, Silverman PM, Thompson WM. Hepatic
Abcess : Sensitivity of Imaging Test and Clinical Findings. Gastrointest Radiol.
1988;13(2):135-41.
8. Wagener O.Whole Body Computed Tomography. 2 nd edition. Hamburg.
Germany.July 1992.244-75.
9. Grainger RG,Alison DJ, adam.A, Dixon AK..Diagnostic Radiology A Texbook of
Medical Imaging. 4 th edition. Churchill Livingstone .2003 :1237–72.
10. Sutton D.Texbook of Radiology and Imaging Vol.2.Churchill Livingstone. 2003 :
737-86.
11. Haaga JR,Lanzieri G, Gilkeson RC. CT and MRI of the Whole Body. Volume 2. 4 th