ABORTUS SPONTAN
Disusun oleh :
Yodya Evila
Dokter Internsip RSUD Cileungsi
Pendamping :
dr. Nanik Setyaningsih
DPJP :
Dr. Probo, Sp.OG
II. Anamnesis
Keluhan Utama : Perdarahan dari jalan lahir
G4P2A1 merasa hamil 8 minggu mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 1
hari SMRS. Perdarahan bergumpal-gumpal dan membasahi 1 pembalut/hari tidak
penuh, tidak disertai nyeri perut. Keluar jaringan seperti daging tidak dirasakan ibu.
Riwayat keluar gelembung-gelembung seperti telur ikan juga disangkal ibu. Mulas-
mulas dirasakan ibu sejak 1 hari SMRS, mulas tidak bertambah kuat.
Ini merupakan perdarahan yang pertama kali dalam kehamilan ini. Riwayat
minum obat-obatan disangkal, riwayat meminum jamu tidak ada, riwayat terjatuh atau
trauma lainnya tidak ada.
Untuk keluhan ini os sudah berobat ke bidan lalu dirujuk ke klinik, kemudia
dirujuk ke RSUD untuk dilakukan USG. Os melakukan pemeriksaan antenatal 1 kali
ke bidan dan diperiksa test-pack dengan hasil positif. Kehamilan ini tidak
direncanakan, sebelumnya os menggunakan KB implant, lalu diganti menjadi KB
suntik, selama 2 tahun terakhir os tidak menggunakan kontrasepsi apapun.
Riwayat obstetric:
Kehamilan pertama : tahun 1995, abortus pada usia kehamilan 2 bulan, tidak
di kuretase
Kehamilan kedua : tahun 1997, lahir bayi secara normal pervaginam,
cukup bulan di bantu bidan dan paradji, saat ini anak berusia 18 tahun
Kehamilan ketiga : tahun 2004, lahir bayi secara normal pervaginam,
cukup bulan dibantu bidan dan paradji, saat ini anak berusia 12 tahun
Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar : Abdomen : datar, lembut, Defense
muscular (-)
Pekak Samping (-), Pekak Pindah (-), Nyeri tekan
(-)
TFU : tidak teraba
Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan Dalam :
v/v : t.a.k
Portio : bentuk dan konsistensi biasa
Ostium : 1 jari longgar, teraba sisa jaringan
Corpus Uteri : gravida 8-9 minggu
Kiri kanan uterus : lemas, NT (-), massa (-)
Cavum Douglas : tidak menonjol, nyeri goyang (-)
Hematology
Parameter Nilai
Hb 13.1
Ht 37
Leukosit 8200
Eritrosit 4.4
Trombosit 300000
LED 35 (meningkat)
MCV 84
MCH 30
MCHC 35
Basofil 0
Eosinofil 2
Neutrofil 67
limfosit 28
Monosit 3
Kimia Klinik
GDS 111
Ur 20
Cr 0.7
SGOT 15
SGPT 13
Urine
Test pack hcg : +
USG
Kesan : blighted ovum
V. Diagnosis
G4P2A0 gravida 8-9 minggu dengan Abortus Incomplete e.c. Blighted Ovum
VI. Penatalaksanaan
Rencana Kuretase
Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan
IVFD RL 20tpm
Puasa
Pada tanggal 3 September 2016 pukul 13.00 dilakukan tindakan kuretase oleh
operator: dr. Probo Sp.OG dalam General Anesthesia
Pasien diletakkan dalam posisi litotomi
Dilakukan tindakan a dan antiseptic di daerah vulva dan sekitarnya
Kandung kencing dikosongkan
Dipasang speculum bawah dan dipegang oleh asisten
Dengan pertolongan speculum atas bibir porsio diidentifikasi dan dejepit dengan
fenster klem
Sonde masuk sedalam 8 cm uterus
Tidak dilakukan pengeluaran dengan cunam abortus
Dilakukan kuretase secara sistematis dan hati-hati dengan sendok kuret
Berhasil dikeluarkan jaringan sebanyak 15 gram, dilakukan pemeriksaan PA
Jumlah perdarahan 150 cc
IX. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
PEMBAHASAN
Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah
mencapai > 500 gram atau umur kehamilan > 20 minggu.
Klasifikasi
1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis.
a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau abortus
therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya: penyakit jantung,
hipertensi esensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli
yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam, dan psikiatri atau psikolog.
Etiologi
1. Faktor janin. Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan
abortus pada trimester pertama, yakni:
a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan
kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi)
2. Faktor maternal
a. Infeksi-infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang,
terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Tidak diketahui
penyebab kematian janin secara pasti, apakah janin yang menjadi terinfeksi ataukah
toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya. Penyakit-penyakit yang
dapat menyebabkan abortus:
c. Kelainan endokrin. Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak
mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid dan defisiensi insulin.
d. Faktor imunologis. Ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human
Leukocyte Antigen),
e. Trauma. Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma
tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan.
3. Faktor Eksternal
a. Radiasi. Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat merusak
janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan benzen.
Patogenesis
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian
diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik
pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per
vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai
benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera
setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu
ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2
minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak
layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari.
Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini
disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam
desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh
dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut
sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus
1. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa desidua.
2. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan desidua.
3. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin ke luar, tetapi
mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan).
4. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Sebagian besar
abortus termasuk dalam tiga tipe pertama, karena itu kuretase diperlukan untuk
membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih lanjut. Abortus bentuk
yang istimewa, seperti:
a. Telur kosong (blighted ovum) yang terbentuk hanya kantong amnion berisi air
ketuban tanpa janin.
b. Mola kruenta adalah telur yang dibungkus oleh darah kental. Mola kruenta terbentuk
kalau abortus terjadi dengan lambat laun hingga darah sempat membeku antara
desidua dan korion. Kalau darah beku ini sudah seperti daging, disebut juga mola
karnosa.
d. Nasib janin yang mati bermacam-macam, kalau masih sangat kecil dapat diabsorpsi
dan hilang. Kalau janin sudah agak besar, cairan amnion diabsorpsi hingga janin
tertekan (foetus compressus).
Terkadang janin menjadi kering dan mengalami mumifikasi hingga menyerupai perkamen
(foetus papyraceus). Keadaan ini lebih sering terdapat pada kehamilan kembar (vanished twin).
Mungkin juga janin yang sudah agak besar mengalami maserasi.
Gambaran Klinis
Secara klinis abortus dibedakan menjadi:
1. Abortus iminens (keguguran mengancam) – Abortus ini baru mengancam dan masih ada
harapan untuk mempertahankannya, ostium uteri tertutup uterus sesuai umur kehamilan.
2. Abortus insipiens (keguguran berlangsung) – Abortus ini sedang berlangsung dan tidak
dapat dicegah lagi, ostium terbuka, teraba ketuban, berlangsung hanya beberapa jam saja.
3. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap) – Sebagian dari buah kehamilan telah
dilahirkan, tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim,
ostium terbuka teraba jaringan.
5. Abortus tertunda (missed abortion) – Keadaan di mana janin telah mati sebelum minggu
ke-20, tetapi tertahan di dalam rahim selama beberapa minggu setelah janin mati. Batasan
ini berbeda dengan batasan ultra-sonografi.
6. Abortus habitualis (keguguran berulang) – Abortus yang telah berulang dan berturut-turut
terjadi; sekurang-kurangnya 3 kali berturut-turut.
1. Oksitosin
Oksitosin secara tidak langsung merangsang kontraksi otot polos uterus dengan cara
meningkatkan permeabilitas miofibril uterus terhadap natrium. Konsentrasi estrogen
yang tinggi akan menurunkan ambang batas respon uterus terhadap oksitosin. Respon
uterus terhadap oksitosin akan meningkat sesuai dengan usia kehamilan. Untuk
meningkatkan kontraksi uterus pada usia kehamilan muda diperlukan dosis yang sangat
tinggi.
3. Prostaglandin
Biasanya prostaglandin digunakan untuk terminasi kehamilan pada trimester kedua.
Prostaglandin yang biasa digunakan antaralain prostaglandin E2, prostaglandin F2 alfa
dan analog-analognya (15 metil prostaglandin F2 alfa metilester, PGE1 metilester dan
misoprostol).
Prostaglandin dapat bekerja dengan efektif bila penggunaan sebagai supositoria per
vaginam, digunakan dalam bentuk jeli yang dimasukkan ke dalam canalis servikalis,
injeksi intramuskuler, disuntikkan ke dalam kantung amnion dengan cara
amniosentesis, peroral.
4. Mifepristone
Mifepristone memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis reseptor progesteron. Obat
ini biasanya digunakan bersamaan dengan analog prostaglandin (misoprostol).
5. Epostane
Merupakan inhibitor enzim 3ß hidroksisteroid dehidrogenase sehingga dapat
menghambat sintesis progesteron endogen. Jika digunakan dalam waktu 4 minggu
setelah terakhir haid, obat ini dapat menyebabkan aborsi pada hampir 85% wanita. Efek
samping yang paling banyak ditemukan adalah mual dan jika aborsi yang terjadi tidak
tuntas, maka akan terjadi perdarahan.
6. Methotrexate
Obat ini bekerja dengan menghambat enzim dehidrofolat reduktase, yang dalam
keadaan normal berfungsi menghasilkan timin dalam sintesis DNA, sehingga dapat
menghambat implantasi.
1. Kematian ibu
Induksi aborsi yang legal merupakan suatu prosedur bedah yang relatif aman, terutama
bila dilakukan pada 2 bulan pertama kehamilan. Risiko kematian akibat aborsi akan
meningkat 2 kali lipat setiap 2 minggu setelah bulan ke-2 kehamilan.
2. Efek terhadap kehamilan yang akan datang
Riwayat abortus tidak mempengaruhi fertilitas seseorang kecuali bila terjadi infeksi
pelvis.
3. Sepsis aborsi
Hampir 2/3 sepsis akibat dari aborsi adalah bakeri anaerob dan coliform. Pengobatan
dari infeksi adalah evakuasi hasil konsepsi serta antibiotika spektrum luas intravena.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bagian Pertama (Obstetri).
Bandung: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad RSHS, 2005.