Anda di halaman 1dari 41

Presentasi Kasus

“DIFTERI”
Presentan:
dr. Farra martaningga

DPJP: Pembimbing:
dr. Fiona, Sp.A dr. Aprrizal, MARS

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD CILEUNGSI KAB. BOGOR TIMUR, JAWA BARAT
PERIODE FEBRUARI 2017 – FEBRUARI 2018
Identitas pasien

 Nama : An. MG
 Umur : 4 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Alamat : Ds Mekarsari Cipicung 12/05
 Agama : Islam
 Nama Ayah : Tn. Rasidin
 Masuk RS : 29 / 07 / 2017 pukul 00.26 WIB
ANAMNESIS

alloanamnesis
 Keluhan Utama : Sesak nafas

 Riwayat Penyakit Sekarang :


 Pasien datang ke IGD RSUD Cileungsi pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 00.26 WIB
diantar keluarga dengan keluhan sesak nafas, dan leher bengkak ± 2 hari SMRS.
 tiga hari sebelumya pasien demam tinggi . Demam terus menerus, namun biasanya
tinggi saat malam hari. Pasien sudah diberikan obat penurun panas, namun panas
tidak turun. Keluhan demam disertai menggigil disangkal. Keluhan demam disertai
mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keluhan pilek dan nyeri ketika menelan juga
dirasakan oleh pasien sejak 3 hari SMRS, 3 malam ini pasien tidak tidur, ngelantur,
lemas, suara nafas seperti orang mengorok dan muntah setiap makan dan minum,
buang air kecil jarang. Riwayat imunisasi pasien tidak lengkap dan tidak jelas.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya, Asma (-), Hepatitis (-),
TB (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini

 Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan tertentu.

 Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya pasien sudah berobat ke RS Mery Cileungsi dan dirujuk k RSUD
Cileungsi karena ruang isolasi penuh
 Riwayat kehamilan :
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, ibu tidak mengkonsumsi obat-
obatan selama hamil, tidak pernah mendapat penyinaran selama hamil, tidak ada
kebiasaan merokok dan minum alcohol.

 Riwayat kelaahiran :
Anak lahir spontan ditolong oleh bidan. Kehamilan cukup bulan.dan saat lahir anak
langsung menangis kuat.

 Riwayat tumbuh kembang


 Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan
 Psikomotor :
 Tengkurap : 6 bulan
 Duduk : 8 bulan
 Berdiri : 10 bulan
 Bicara : 14 bulan
 Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal.
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : tampak sakit sedang

 Kesadaran : Compos mentis

 Tanda Vital : Nadi : 118 x / menit


Pernafasan : 28 x / menit
Suhu : 38,6ºC
Berat Badan : 15 kg
Tinggi Badn : 97 cm
Status Gizi : Normal
Status Generalis
 Kepala : Normocephale
 Mata : Reflek cahaya (+/+), Conjungtiva anemis (-/-), Sclera icterik (-/-), Mata
cekung (+/+), Air mata (-/-)
 Telinga : Simetris kiri dan kanan, discharge (-/-).
 Hidung : Pernapasan cuping hidung (+/+), sekret (+/+).
 Mulut : Perioral sianosis (-) mukosa mulut kering (+)
 Tenggorokan: faring : pseudomembran (+)
 Leher : Bullneck (+), pembesaran kelenjar tiroid (-)

 Thoraks
Inspeksi : Simetris , retraksi interkostal (-)
Palpasi : Simetris saat statis dan dinamis.
Status Generalis
 Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Tidak ada pembesaran Jantung
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

 Pulmo
Inspeksi : Simetris .
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri simetris.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)

 Abdomen
Inspeksi : Datar, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani di ke empat kuadran abdomen
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, defans muskuler (-)

 Extermitas : Akral dingin,edema -/-/-/- ctr ˃ 2 detik


PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan lab
EKG
Hb : 12,8 g/dl
Ht : 35 %
Leukosit : 25.000/ul
Trombosit : 158.000/ul
LED : 25 mm/jam

 Kimia Klinik
GDS : 117 mg/dl
Fungsi Liver : SGOT : 89 U/L
SGPT : 28 U/L
Elektrolit: Natrium (Na) : 130mmol/L
Kalium (K) : 6,4 mmol/L
Kesan : sinus takikardi
Resume

Saat datang ke IGD os dalam keadaan


An. MG, 4 tahun datang ke sadar, keluhan sesak nafas, dan leher
IGD RSUD Cileungsi datang bengkak ± 2 hari SMRS., di awali dengan
diantar oleh keluarganya demam sejak 3 hari yang lalu terus
dalam keadaan sadar menerus , pilek (+), nyeri menelan (+),
mengeluhkan sesak nafas dan tidak tidur (+), lemas (+), suara nafass
leher bengkak seperti orang mengorok (+), muntah (+)
setiap makan dan minum, BAK (-) jarang

Sebelumnya pasien sudah


berobat ke RS Mery
Cileungsi dan dirujuk k
RSUD Cileungsi karena
ruang isolasi penuh
Pemeriksaan tanda vital, nadi 118 x / menit, reguler, pernafasan 28 kali/
menit, suhu aksila 38,6 ‘C
BB : 15 kg

Pemeriksaan pada kepala : mata cekung (+/+), air mata (-/-). Hidung :
pernapasan cuping hidung(+/+) , sekret(+/+) , mukosa mulut kering (+),
faring : pseudomembran (+) , leher : bullneck (+) Pada pemeriksaan
abdomen bising usus (+) normal, tugor kulit kembali cepat, pada
Extermitas: Akral dingin,edema -/-/-/- , CTR ˃ 2 detik
Assesement

 - Dispneu Ec Difteri
 - Dehidrasi Berat
 - sepsis
Planning

Saat os datang ke IGD, menempatkan os sebagai pasien dengan triase


merah, dengan skala triase  SKALA 2 (EMERGENCY/GAWAT DARURAT)

Skala FLACC : 7-10 (Nyeri berat)


A. Planning Terapi
Keep the Airway, Breathing and Circulation stable!
 Airway:
O2 1 lpm (nasal kanula)
 Breathing:
Mengevaluasi RR
 Circulation:
Memeriksa TD, nadi, saturasi O2
Memasang IV line
Anti piretik  Inj. Parasetamol infus 15 cc /
150 mg tiap 4-6 jam bila demam

Anti emetik  Inj. Ondancetron 1,5 mg


(IV)

Pasang NGT

Pasang DC

Pasang Elektroda
B. Planning Diagnostik:
 Pemeriksaan laboratorium Darah rutin, SGOT/SGPT, GDS, ELEKTROLIT
 EKG

Prognosis
Dubia ad malam
Follow Up Pasien di iGD dan ICU Isolasi
29/07/17 05:25 WIB
S/ P/
• Sesak nafas (+), benjolan di leher •Advice dr. Fiona, Sp.A :
(+) •Icu isolasi
•IVFD Asering 20 gtt macro/6 jam
O/ selanjutnya 16 gtt macro
•Inj. Ondancetron 3 x 2 mg KP
• KU: Sedang •PCT 20 cc/4 jam
• KS: Compos mentis •Inj Meropenem 3 x 400 mg / drip st
• Saturasi 98% •Inj. Amikasin 2 x 200 mg
• HR: 120x/menit •Nymiko drop 4 x 1 cc
• RR: 28x/menit •Pasang NGT + DC
•Jika syok resusistasi cairan dulu 20
• T: 37,6°C cc/kgBB secepatnya
• Mata:cekung (+/+) •Vit B1 dosis 3 x 100 mg s/d 10 hari
• Tenggorokan : Pseudomembran •Azitromisin Syr 1 x 3 ml
(+) •EKG
• Leher: Bullneck + •ADS (CITO), dosis Hari ke - 1 40.000 IU
dalam 200 ml NaCl 0,9%, dosis Hari
A/ ke - 2 : 20.000 unit dalam 200 ml
NaCl 0,9%. (belum di berikan di
• Dispneu Ec Difteri karenakan ADS tidak ada)
• - Dehidrasi Berat •Profilaksis Eritromisin bagi yang
kontak dengan pasien.
• - Imbalance Elektrolit
• sepsis
29/07/17 08:20 WIB

S/
P/
• Sesak nafas (+), bengkak di
leher (+) nyeri menelan (+) • Advice dr. Lony, Sp.A
O/ • • ADS 80.000 IU dalam 400
• KU: Tampak Sakit Sedang ml NaCl 0,9% : 40.000 IU
• KS: Compos mentis dalam NaCl 0,9% 200 ml
• GCS E4V5M6 dan 40.000 IU dalam NaCl
• HR: 120 x/menit 0,9% 200 ml (blm ada ADS)
• RR: 28 x/menit • •Perdrop dalam I, II
• Saturasi 98% • •Hati - hati Syok anafilaktik,
• Mata:cekung (+/+) siapkan adrenalin
• Tenggorokan : • •Antibiotik meropenem 3 x
Pseudomembran (+) 400 mg
• Leher: Bullneck + • •Mikasin 2 x 200 mg
A/ • •Azitromicyn syr 1 x 3 ml
• Difteri • •Mikasin Drop 4 x 1 cc
• Sepsis
29/07/17 11: 30 WIB

Advice dr. Lony, Sp.A


• Rujuk RSPI = Ruang isolasi penuh
• ADS tidak ada (pihak RS sedang mengusahakan ke Kemenkes, sementara
dirawat dulu di ICU)
• Konsul dr. Andi, Sp.A =
• Rawat ICU Isolasi
• Inform Consent ke keluarga
29/07/17 18:08 WIB
S/
P/
• Sesak nafas (+), bengkak di leher (+)), keluar lender
bercampur darah (+)
• Advice dr.andi SP.An
O/
• KU: tampak sakit berat
• -Terapi lanjut
• GSC : E4V5M6 • -AGD ulang besok pagi
• KS: Compos mentis
• HR: 118 x/menit
• RR: 28 x/menit
• TD: 101/75
• T: 36,8 °C
• Hasil AGD
• PH : 7,38
• PCO2 : 35,1
• PO2: 62
• BE : -26
• SPO2 : 91,3
• TCO2: 22,4
• HCR : 21,3
• Tenggorokan : Pseudomembran +
• Leher: Bullneck +
• Ekstremitas: akral hangat, udem -/-/-/-

A/
• Difteri
• Sepsis
29/07/17 19: 00 WIB

S/ P/
• os mengeluh sakit • Advice dr. Fiona, Sp.A :
O/ • jika terjadi distres atau kondisi
nafas menurun maka di
• / KU: tampak sakit berat lakukan intubasi
• KS: Compos mentis
• konsul dr. Andi Sp.An (jika di
perlukan intubasi)
• HR: 113 x/menit
• RR: 26 x/menit
• TD: 121/85
• T: 36°C
• Tenggorokan : Pseudomembran +
• Leher: Bullneck +
• Ekstremitas: akral hangat, udem -
/-/-/-

A/
• Difteri
• Sepsis
29/07/17 21:40 WIB

S/ P/
• Sesak nafas (+) meningkat • Persiapan intubasi
O/
• / KU: Tampak Sakit berat
• KS: Compos mentis
• GCS E4V5M6
• HR: 108 x/menit
• RR: 42 x/menit
• TD: 108/53
• T: 36,8°C
• Saturasi 90%
• Tenggorokan : Pseudomembran +
• Leher: Bullneck +
• Ekstremitas: akral dingin, CRT> 2 "

A/
• Difteri
• Sepsis
29/07/17 21:45 WIB

S/
•Sesak nafas (+) meningkat , BAB (+)
P/
• Resusitasi
O/
• RJP 5 siklus diikuti
•KU: Tampak Sakit berat
pemberian epinefrin 0,2
•GCS E3V2M3 mg intravena, respirasi (-).
•HR: 30-40 x/menit
•RR: 5-7 x/menit
• RJP 5 siklus dilanjutkan
epinefrin 0,2 mg intravena
•TD: 70/42
kembali, respirasi (-).
•T: 36,5°C
•Saturasi 90% • RJP 5 siklus ketiga,respon (-
•Mata:midriasis minimal (+/+) ), diberikan injeksi sulfas
•Tenggorokan : Pseudomembran + atropin 2 mg intravena,
•Leher: Bullneck + respon (-).
•Ekstremitas: akral dingin, CRT> 2 " • EKG : Flat / Asystole.
•Nadi tidak teraba (+)

A/ • 29/07/17 pukul 22:15 pasien


di nyatakan meninggal
•Difteri
•Sepsis
Difteri
Definisi

 Difteria merupakan penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan


oleh Corynebacterium diphtheriae dengan ditandai pembentukan
pseudo-membran pada kulit dan/atau mukosa.
 C.diphtheriae adalah kemampuannya memproduksi eksotoksin baik in-vivo
maupun in-vitro,
Manifestasi Klinis

 Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bisa


bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan / penyakit yang
hipertoksik serta fatal. Sebagai factor primer adalah imunitas pejamu
terhadap toksin difteria, virulensi serta toksigenitas C. diphtheriae (
kemampuan kuman membentuk toksin), dan lokasi penyakit secara
anatomis. Faktor lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan
penyakit pada daerah nasofaring yang sudah sebelumnya. Difteria
mempunyai masa tunas 2 hari. Pasien pada umumnya datang untuk
berobat setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Demam jarang
melebihi 38,9ºC dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokalisasi
penyakit difteria
 Difteri Saluran Pernapasan
 Difteri Hidung : menyerupai common cold, Infeksi nares anterior (lebih
sering pada bayi) menyebabkan rhinitis erosif, purulen, serosanguinis
dengan pembentukan membrane. Ulserasi dangkal nares luar dan bibir
sebelah dalam adalah khas. Pada pemeriksaan tampak membrane putih
pada daerah septum nasi.

 Difteri Tonsil Faring : menderita disfagia, serak, malaise atau nyeri kepala.
Dalam 1-2 hari kemudian timbul membrane yang melekat berwarna putih
kelabu, , infeksi faring ringan disertai dengan pembentukan membrane
tonsil unilateral atau bilateral, yang meluas secara berbeda-beda
mengenai uvula, palatum molle, orofaring posterior, hipofaring dan
daerah glottis. Edema jaringan lunak dibawahnya dan pembesaran
limfonodi dapat menyebabkan gambaran "bull neck". Pada kasus berat,
dapat terjadi kegagalan pernafasan atau sirkulasi. Dapat terjadi paralisis
palatum molle baik uni maupun bilateral, disertai kesukaran menelan dan
regurgitasi. Stupor, koma, kematian bisa terjadi dalam 1 minggu sampai 10
hari. bisa disertai penyulit miokarditis atau neuritis.

 Difteri Laring :merupakan perluasan difteri faring, sangat cenderung


tercekik karena edema jaringan lunak dan penyumbatan lapisan epitel
pernapasan tebal dan bekuan nekrotik Gejala klinis difteri laring sukar
dibedakan dari tipe infectious croups yang lain, seperti nafas berbunyi,
stridor yang progresif, suara parau dan batuk kering. Pada Obstruksi laring
yang berat terdapat retraksi suprasternal, interkostal dan supraklavikular.
Bila terjadi pelepasan membrane yang menutup jalan nafas biasa terjadi
kematian mendadak. Pada kasus berat, membrane dapat meluas ke
percabangan trakeobronkial. Apabila difteria laring terjadi sebagai
perluasan dari difteria faring, maka gejala yang tampak merupakan
campuran gejala obstruksi dan toksemia.
 Difteri Kulit
 berupa tukak dikulit, tepi jelas dan terdapat membrane pada
dasarnya, kelainan cenderung menahun.
 infeksi nonprogresif lamban yang ditandai dengan ulkus yang tidak
menyembuh, superficial, ektimik dengan membrane coklat keabu-
abuan
 kebanyakan kasus, dermatosis yang mendasari, luka goresan, luka
bakar atau impetigo yang telah terkontaminasi sekunder. Tungkai
lebih sering terkena dari pada badan atau kepala. . Nyeri, sakit,
eritema, dan eksudat khas. Hiperestesi lokal atau hipestesia tidak
lazim
 Difteri Vulvovaginal, Konjungtiva, dan Telinga
 C. diphtheriae kadang-kadang menimbulkan infeksi mukokutan
pada tempat-tempat lain, seperti telinga (otitis eksterna), mata
(konjungtivitis purulenta dan ulseratif), dan saluran genital
(vulvovaginitis purulenta dan ulseratif). Wujud klinis, ulserasi,
pembentukan membrane dan perdarahan submukosa membantu
membedakan difteri dari penyebab bakteri dan virus lain.
Diagnosis

 Diagnosis dini difteri sangat penting karena keterlambatan pemberian antitoksin


sangat mempengaruhi prognosa penderita.

Gejala utama
 Berupa membran khas terutama pada tonsil dan dinding faring dengan sifat
membran : tebal, putih kelabu, pinggir hiperemis dan udem, sukar diangkat dan
mudah berdarah.
Diagnosis
Difteri hidung
Ditemukan sekret serosanguinus dari lubang hidung dan tanda-tanda infeksi pada
lubang hidung dan bibir atas.

Difteri tonsil dan faring.


Demam subfebril
Anorexia, sakit menelan
Pembesaran kelenjar servikal/submandibula
Bull neck (adenitis servikal, periadenitis dan udem jaringan sekitarnya. Dimana
batas batas m.sternocleidomasteoideus, angulus mandibulae dan medial clavicula
tidak jelas lagi.

Difteri laring
Suara serak, stridor
Ada obstruksi pernafasan : sesak, retraksi dinding thoraks, sianosis
Difteri laring mudah didiagnosis secara klinis bila ada difteri tonsil dan faring. Bila
tidak ada tanda-tanda difteri tonsil dan faring, maka diagnosis difterilaring harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan laringoskopi.
 Diagnosis berdasarkan pemeriksaan bakteriologik :
 Berupa preparat apusan langsung dari biakan (isolasi kuman
difteri) dari bahan apusan mukosa hidung dan tenggorok
(nasofaringeal swab).

 Pemeriksaan penunjang3
 Darah Rutin
 Pemeriksaan mikrobiologi
 Shick Tes : terutama untuk menentukan kerentanan
(suseptibilitas)/status imunitas terhadap difteria. Tidak berguna untuk
diagnosis dini.
 Uji Kepekaan Moloney : untuk menentukan sensitivitas terhadap
produk bakteri dari basil difteri (hati-hati terjadi reaksi anafilaksis)
 AGD, KGD, Elektrolit sesuai keadaan
Diagnosis Banding
 Difteria Hidung, penyakit yang menyerupai difteria hidung ialah rhinorrhea
(common cold, sinusitis, adenoiditis), benda asing dalam hidung, snuffles
(lues congenital).
 Difteria Faring, harus dibedakan dengan tonsillitis membranosa akut yang
disebabkan oleh streptokokus (tonsillitis akut, septic sore throat),
mononucleosis infeksiosa, tonsillitis membranosa non-bakterial, tonsillitis
herpetika primer, moniliasis, blood dyscrasia, pasca tonsilektomi.
 Difteria Laring, gejala difteria laring menyerupai laryngitis, dapat
menyerupai infectious croups yang lain yaitu spasmodic croup,
angioneurotic edema pada laring, dan benda asing dalam laring.
 Difteria Kulit, perlu dibedakan dengan impetigo dan infeksi kulit yang
disebabkan oleh streptokokus atau stafilokokus.
Penyulit

 Penyulit difteri dapat terjadi sebagai akibat inflamasi lokal atau akibat
aktivitas eksotoksin. Maka penyulit difteri dapat dikelompokkan dalam
 penyulit jalan nafas,
 dampak eksotoksin terutama otot jantung, saraf dan ginjal,
 infeksi sekunder oleh bakteri lain.
Pengobatan dan Penatalaksanaan.
 Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat
secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal,
mengeliminasi C. diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi
penyerta dan penyulit difteria.

 A. Pengobatan umum
 Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok
negative 2 kali berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu.
Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang
adekuat, makanan lunak yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori.
Penderita diawasi ketat atas kemungkinan terjadinya komplikasi antara lain dengan
pemeriksaan EKG pada hari 0, 3, 7 dan setiap minggu selama 5 minggu. Khusus pada
difteri laring di jaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan
menggunakan nebulizer.
Pengobatan dan Penatalaksanaan.
 B. Pengobatan Khusus
 1. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)
 Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteria. Dengan pemberian
antitoksin pada hari pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%. Namun
dengan penundaan lebih dari hari ke-6, angka kematian ini biasa meningkat sampai
30%. Dosis ADS Menurut Lokasi Membran dan Lama Sakit

Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Cara pemberian

Difteria Hidung 20.000 Intramuscular


Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular /Intravena
Difteria Faring 40.000 Intramuscular /Intravena
Difteria Laring 40.000 Intramuscular /Intravena
Kombinasi lokasi80.000 Intravena
diatas

Difteria+penyulit, 80.000-100.000 Intravena


bullneck

Terlambat 80.000-100.000 Intravena


berobat(>72jam)
Pengobatan dan Penatalaksanaan.
 2. Antibiotik
 Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk membunuh
bakteri dan menghentikan produksi toksin dan juga mencegah penularan organisme
pada kontak. C. diphtheriae biasanya rentan terhadap berbagai agen invitro, termasuk
penisilin, eritromisin, klindamisin, rifampisin dan tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap
eritromisin pada populasi yang padat jika obat telah digunakan secara luas. Yang
dianjurkan hanya penisilin atau eritromisin; eritromisin sedikit lebih unggul daripada
penisilin untuk pemberantasan pengidap nasofaring.
 Dosis :
 Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam selama 14 hari atau bila hasil
biakan 3 hari berturut-turut (-).
 Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama 14 hari.
 Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000 U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi dalam 4 dosis.
 Amoksisilin.
 Rifampisin.
 Klindamisin.
Terapi diberikan selama 14 hari. Bebrapa penderita dengan difteri kulit diobati 7-10 hari.
Lenyapnya organisme harus didokumentasi sekurang-kurangnya dua biakan berturut-turut
dari hidung dan tenggorok (atau kulit) yang diambil berjarak 24 jam sesudah selesai terapi.
Pengobatan dan Penatalaksanaan.
3. Kortikosteroid
 Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteria.
Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada kasus difteria yang disertai dengan
gejala obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak bullneck) dan
bila terdapat penyulit miokarditis. Pemberian kortikosteroid untuk mencegah
miokarditis ternyata tidak terbukti.
 Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14
hari.

C. Pengobatan Penyulit
 Pengobatan terutama ditujukan untuk menjaga agar hemodinamika tetap baik.
Penyulit yang disebabkan oleh toksin pada umumnya reversible. Bila tampak
kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif merupakan
indikasi tindakan trakeostomi
D. Pengobatan Karier
 Karier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai uji Schick
negative tetapi mengandung basil difteria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang
dapat diberikan adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau eritromisin
40mg/kgBB/hari selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi/
edenoidektomi.

Pengobatan Terhadap Kontak Difteria

Biakan Uji Schick Tindakan


(-) (-) Bebas isolasi : anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan
booster toksoid difteria

(+) (-) Pengobatan karier : Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau


eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 1 minggu

(+) (+) Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan atau eritromisin 40 mg/kgBB + ADS
20.000 KI
(-) (+) Toksoid difteria ( imunisasi aktif), sesuaikan dengan status imunisasi
Prognosis
 Umumnya tergantung dari umur, virulensi kuman, lokasi dan penyebaran membran, status
imunisasi, kecepatan pengobatan, ketepatan diagnosis, dan perawatan umum.
 Prognosis difteria setelah ditemukan ADS dan antibiotik, lebih baik daripada sebelumnya,
keadaan demikian telah terjadi di negara-negara lain. Kematian tersering pada anak
kurang dari 4 tahun akibat membran difteri. Menurut Krugman, kematian mendadak
pada kasus difteria dapat disebabkan oleh karena
 (1) Obstruksi jalan nafas mendadak diakibatkan oleh terlepasnya difteria,
 (2) Adanya miokarditis dan gagal jantung,
 (3) Paralisis difragma sebagai akibat neuritis nervus nefrikus.
 Anak yang pernah menderita miokarditis atau neuritis sebagai penyulit difteria, pada
umumnya akan sembuh sempurna tanpa gejala sisa; walaupun demikian pernah
dilaporkan kelainan jantung yang menetap. Penyebab strain gravis prognosisnya buruk.
Adanya trombositopenia amegakariositik dan leukositosis > 25.000/µl prognosisnya buruk.
Mortalitas tertinggi pada difteri faring-laring (56,8%) menyusul tipe nasofaring (48,4%) dan
faring (10,5%) .
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai