Anda di halaman 1dari 6

BAB 2 PRINSIP DASAR OPERASI

Penilaian Pre-Operasi dan Evaluasi

Seringkali diabaikan oleh para dokter bedah, penilaian preoperative adalah salah
satu komponen repenting untuk merencanakan operasi yang sukses. Penilaian
preoperative dimulai di poli dengan anamnesis yang detail dan pemeriksaan fisik.
Semua pengobatan, termasuk suplemen herbal, dosis, harus dicatat. Penting juga
untuk mendiskusikan penggunaan obat, konsumsi alcohol, dan rokok untuk
kebiasaan social pasien karena daoat mempengaruhi anestesi dan keluaran pasca
operasi. Kapasitas fungsional dapat dinilai dengan pertanyaan aktivitas sehari-hari.
Pasien yang dapay naik lebih dari satu tangga atau berjalan beberapa blok,
menghabiskan 4 atau lebih metabolic equivalent (METs) dan biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan jantung tambahan. Demikian pasien yang hanya bisa
melakukan lebih dari berpakaian sendiri memerlukan pemeriksaan jantung lebih
lanjut untuk operasi. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan pada pertemuan
pertama, status kesehatan pasien keseluruhan dapat ditentuka dan pemeriksaan
lanjutan dilakukan bila perlu.
Tujuan pemeriksaan preoperative adalah untuk mengidentifikasi pasien
yang memiliki resiko komplikasi perioperative dan meminimalisir resikonya
sebelum operasi. Komponen terpenting adalah pemeriksaan jantung. American
Heart Association (AHA) membuat gugus tugas untuk mengembangkan pedoman
perioperative untuk pemeriksaan perioperative. Pedoman ini dierbarui tahun 2007
dan menyediakan alat untuk mengevaluasi status jantung sebelum operasi non-
jantung pasien. Pedoman ini dirangkum dalam format alogaritma. Keputusan
pertama terbatas pada 2 pertanyaan esensial, yaitu: Haruskah pasien menjalani
pemeriksaan jantung tambahan sebelum operasi untuk mengurangi resiko
komplikasi jantung?
Sementara alorgaritma ini tampak kompleks pada pandangan
pertama, sebenarnya ini adalah alat yang sangat sederhana untuk menjawab
pertanyaan ini. Langkah pertama adaah untuk mengidentifikasi urgensi prosedur,
seperti prosedur emergensi tidak dapat menunggu penilaian jantung dan
kemungkinan revaskularisasi. Langkah selanjutnya adalah menentukan resiko
prosedur yang dilakukan, Untuk kebanyakan kasus THT, resikonya digolongkan
rendah, sedang, sementara resiko tinggi biasanya untuk operasi vaskuler. Ketika
langkah-langkah ini dipenuhi, status fungsional terkini pasien dan gejala, riwayat
penyakit dahulu, digunakan untuk mempertimbangkan perlunya penilaian jantung
preoperative lebih lanjut seperti tes stress dan kemungkinan di rujuk untuk
penilaian jantung lanjutan.
Alogaritma ini menggunakan lima factor resiko klinis : riwayat penyakit
jantung iskemi, gagal jantung sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit ginjal kronik,
dan penyakit serebrovaskuler, untuk mengidentifikasi dan stratifikasi resiko pasien
untuk komplikasi jantung. Sebagai tambahan, semua gejala iskemi miokard, arritmia
jantung, penyakit katup jantung, atau gagal jantung dekompensata harus dirujuk ke
kardiolog. Berdasarkan pedoman ACC/AHA, EKG harus dilakukan pada semua
pasien dengan sejarah penyakit jantung coroner, penyakit arteri perifer, atau gagal
Tabel 2.1 Estimasi Kebutuhan Energi untuk Bermacam-macam Aktivitas
1 MET 4 METs >10 METs
 Dapatkah anda… merawat diri  Dapatkah anda menaiki tangga atau  Ikut dalam aktivitas rekreasi sedang
anda? berjalan melewati bukit? seperti golf, bowling, menari, tenis
 makan, berpakaian, menggunakan  Berjalan pada tanah datar dengan ganda, melempar baseball atau
toilet? kecepatan 4 mph (6,4 km/jam)? football?
 Berjalan di dalam rumah?  Lari jarak pendek?  Ikut dalam olahraga berat seperti
 Berjalan satu atau 2 blok tanah  Mengerjakan pekerjaan berat di berenang, tenis tunggal, football,
datar dengan kecepatan 2-3 meter rumah seperti mengepel lantai, basket, atau ski?
per jam (3,2-4,8 km/jam)? mengangkat, atau memindahkan
furniture berat?
 Mengerjakan pekerjaan ringan di
rumah seperti menyapu atau mencuci
piring?

Butuh operasi Ruang Pengawasan perioperative dan


YA
1 darurat non-kardiak?
(Class 1, LOE C)
Operasi pasca operative stratifikasi resiko
dan manajemen

TIDAK
Evaluasi dan rawat Pertimbangkan ruang
Kondisi jantung aktif? YA dengan pedoman operasi
2 (Class 1, LOE B) ACC/AHA

TIDAK
YA Lanjutkan
Operasi resiko (Class 1, LOE B) dengan rencana
3 rendah operasi

TIDAK

4 Kapasitas fungsional lebih besar


YA
Lanjutkan
dari atau sama dengan 4 METs dengan rencana
tanpa gejala (Class 1, LOE B) operasi

TIDAK atau tidak diketahui

5
3 atau lebih factor 2 faktor resiko klinis
resiko klinis Tidak ada
faktor resiko
klinis
Operasi Resiko operasi Operasi vaskuler Resiko operasi segera
vaskuler segera Class I,
LOE B

Pertimbangkan tes jika Lanjutkan dengan rencana operasi dengan control HR (Class IIa, LOE B)
Lanjutkan dengan
akan mengubah atau pertimbangkan tindakan non-invasive tes ( Class IIb, LOE B), jika
rencana operasi
manajemen akan mengubah management
jantung kongesti yang menjalani operasi kepala dan leher. Saat ini tidak
adaconsensus umur minimum untuk secara rutin memeriksa EKG. Jika ada
abnormalitas EKG, keadaan ini juga harus di rujuk ke kardiolog untuk pemeriksaan
lebuh lanjut.
Penyekat beta preoperative telah terbukti mengurangi resiko jantung
perioperative pada pasien dengan 5 faktor resiko klinis di paragraph sebelumnya.
Penyekat beta harus dipertimbangkan pada pasien dengan resiko tinggi bahkan
dalam operasi darurat. Biasanya pasien dengan kondisi medis kronis yang
mempengaruhi penyakit jantung mereka , telah mempunyai dokter penyakit dalam
yang dapat membantu pengambilan keputusan saat operasi elektif akan dilakukan.
Setelah penilaian jantung, hal penting selanjutnya dalam manajemen
preoperative adalah evaluasi paru. Pasien dengan riwayat penyakit paru restriktif
atau obstruktif, perokok jangka panjang, pasien yang tergantung oksigen, dan atau
riwayat ISPA baru-baru harus menjalani pemeriksaan paru lanjutan. Pemeriksaan
paru termasuk rontgen dada, analisa gas darah atau tes faal paru adalah contoh
pemeriksaan rutin preoperasi. Sering pada pasien dengan penyakit paru kronis
membutuhkan evaluasi dan rekomendasi detail dari spesialis paru.
Fungsi hati dan ginjal juga mempengaruhi manajemen dan resiko pasien
perioperative. Keluaran obat dari tubuh hampir selalu dipengaruhi oleh fungsi
hepar dan renal. Demikian keduanya harus selalu dinilai dengan anamnesis dan
pemeriksaan lab yang diindikasikan untuk memilih dosis obat perioperative
termasuk antibiotic, neta-blocker, sedative, dan analgesic. Pasien dengan
peningkatan asimptomatik enzim liver dapat menjalani operasi tanpa penundaan.
Bagaimanapun pasien dengan hepatitis aktif atau sirosis meningkatkan resiko
koplikasi pasca operasi dan mortalitas, yang dapat memerlukan penundaan operasi
atau rencana preoperasi yang agresif untuk mengurangi resiko. Disfungsi hepar
sendiri dapat menjadi factor resiko independent untuk mortalitas dan morbiditas
perioperative, terutama pada pasien dengan operasi resiko tinggi. Komplikasi
pendarahan adalah kenaikan akibat kecenderungan koagulopati dari menurunya
fungsi sintesis hepar dan trombositopenia dari sekuesterasi limpa yang terasosiasi
penyakit hepar. Operasi kepala dan leher termasuk operasi resiko ringan sedang
dan penelitian yang telah menentukan resiko perioperative mencakup sedikit
operasi kepala leher. Satu penelitian terbatas pada evaluasi resiko perioperative
dalam THT menemukan kasus riwayat hepatitis yang terasosiasi dengan komplikasi,
tetapi hanya lima pasien dengan hepatitis atau riwayat hepatitis yang
diikutsertakan dalam penelitian ini. Penelitian lain baru-baru ini menemukan tidak
ada peningkatan yang signifikan secara statistic dalam komplikasi penutupan
keseluruhan pada pasien dengan disfungsi hepar walaupun ada peningkatan insiden
postoperative hematoma flap.
Medikasi perioperative sangat penting bahkan saat tidak ada kelainan hepar
dan ginjal. Riwayat pengobatan lengkap mencakup obat OTC dan suplemen herbal
penting tidak hanya untuk menilai komorbiditas pasien tetapi juga untuk mencegah
komplikasi intraoperasi dan pascaoperasi. Pengecualian umum pada peraturan ini
termasu medikasi oral hipoglikemi, antikoagulasi kronis, diuretic, dan non-statn
hipolipidemik. Bagaimanapun resiko dan manfaat untuk melanjutkan setiap
medikasi individual harus ditujukan perioperative. Pasien diabetes tipe 1 dan 2
yang sedang dalam pengobatan kronis insulin harus memerlukan rencana
perioperative dengan dokter endokrinnya terutama untuk operasi yang lama atau
kompleks
Terapi antikoagulan dan antiplatelet sendiri dapat meningkatkan rencana
dan eksekusi preoperative secara signifikan. Indikasi antikoagulan penting untuk
merancang rencana manajemen perioperative. Secara cepatnya, jika pasien sedang
meminum antikoagulan untuk terapi penyakit tromboemboli vena (VTE) atau
memiliki katup jantung mekanik, lebih penting untuk menjaga terapi antikoagulan
selama periode perioperative daripada pasien yang minum antikoagulan untuk
pencegahan VTE, pasien dengan kecelakaan serebrovaskular, atau pasien dengan
atrial fibrilasi. Rencana terapi antiplatelet juga bergantung alasan penggunannya.
Biasanya dalam beberapa kasus, terapi antiplatelet akan dihentikan karena resiko
pendarahan saat operasi. Pengecualian adalah ketika resiko pendarahan minimal
atau pemberhentian mengakibatkan komplikasi yang mematikan seperti
thrombosis stent arteri coroner.

INFORMED CONSENT

Persetujuan adalah proses permintaan izin untuk melakukan prosedur operasi


setelah memberitahu pasien tentang smeua aspek dari prosedur. Persetujuan
biasanya didapat dari pasien yang akan dilakukan prosedurnya, tetapi apabila
pasien yang akan dioperasi tidak dapat memberikan persetujuan, pendamping
pasien dapat memberikan persetujuan. Contoh jenis pasien yang tidak mampu
memberikan persetujuan secara personal adalah: pasien dibawah 18 tahun, pasien
terintubasi atau sedasi, dan pasien dengan gangguan mental atau cacat mental.
Pasien yang memberikan persetujuan harus memeiliki kemampuan pengambilan
keputusan.
Persetujuan harus dituliskan sebagaimana resiko, keuntungan dan
alternatifnya. Resiko dari prosedur operasi mencakup komplikasi yang mungkin,
harus didiskusikan dnegan pasien. manfaat prosedur harus selalu dijelaskan pada
pasien. Alternatif prosedur harus ditinjaw ulang dan adalah keputusan dari pasien.
Dalam memberikan persetujuan pasien harus paham proses penyakitnya, tujuan
prosedur dan keluaran yang mungkin.

Pencegahan Universal

Tahun 1997, CDC menerbitkan laporan pencegahan pathogen yang menular melalui
darah dalam dunia kesehatan. Dokumen ini adalah perbandingan dari laporan CDC
tahun 1983, dan membuat rekomendasi untuk para pekerja kesehatan, yang dikenal
dengan “Universal Precaution”. Laporan baru ini menyoroti tentang pentingnya
penggunaan pencegahan terhadap cairan tubuh tanpa memandang status infeksi
yang menular melalui darah dari pasien. Status infeksi pasien dianggap tidak
diketahui, dana dlah cara teraman untuk mengimplementasikan pencegahan
universal.
CDC merekomendasikan penggunaan sarung tangan, baju pelindung,
pelindung membrane mukosa termasuk pelindung mata dan masker, sementara
adanya kontak dengan cairan tubuh atau darah pasien. Sarung tangan yang dipakai
oeh petugas kesehatan bila kontak dengan darah atau cairan tubuh harus diganti
setelah kontak dengan setiap pasien. Baju harus dikenakan bila terkena darah atau
cipratan cairan tubuh selama prosedur. Pelindug membrane mukosa, masker dan
pelindung mata harus dipakai apabila adanya cipratan untuk mencegah terkenanya
mata hidung, atau mulut.

TEKNIK STERIL

Ide dari teknik steril telah berevolusi dalam 150 tahun terakhir. Joseph Lister adalah
bapak dari teknik aseptic operasi. Pada tahun 1860 akhir Lister mengadopsi asam
karbolat untuk digunakan di ruang operasi untuk mengurangi infeksi luka operasi
dan pembentukan gangrene. Saat itu asam karbolat digunakan untuk mengurangi
bau kotoran dan merupakan sukses besar. Tim operasi Lister mencuci tangan
dengan asam karbolat. Lister menemukan penurunan dramatis infeksi luka operasi.
Bagaimanapun asam karbolat bersifat toksisk jika digunakan jangka panjang.
Seiring dengan waktu penggunaan iodine dan alcohol sebagai persiapan untuk
pasien dan dokter bedah berevolusi Sarung tangan steril menjadi standar praktek
setelah diperkenalkan William Halsted. Bagian ini mendiskusikan aspek teknik steril
di ruang operasi untuk menurunkan resiko infeksi situs operasi.

SCRUB TANGAN OPERASI

Scrub tangan operasi (Surgical hand scrub) adalah langkah pertama dalam teknik
aseptic dan harus dimengerti dan dikuasai. Scrub mencakup tangan, lengan, dan jari
untuk menghilangkan kotoran dan mikroba dari kulit. Kuku harus dijaga tetap
pendek dan seluruh perhiasan dilepaskan.
Dua jenis antiseptic yang paling uum digunakan adaah povidone iodine dan
chlorhexidin glukonat, beraksi cepat dan efektif melawan organisme gram positif
dan gram negarif, jamur, virus, dan Mikobakterium tuberculosis. Scrub povidone
iodine terinaktivasi saat terkena darah atau sputum dan memiliki noda yang jelas di
pakaian dan kulit. Harus diingat bahwa penggunaan povidone iodine kronis saat
hamil dapat menyebabkan hipotiroidisme fetal.
Chlorhexidine glukonat ketika dikombinasikan dengan alcohol menyediakan scrub
yang cepat dan tidak terpengaruh oleh kontak dengan darah atau sputum. Itu juga
efektif untuk periode yang lebih lama dan menyediakan perlindungan lebih dalam
prosedur operasi bahkan selama operasi. Chlorhexidine harus dihindari di telinga
bagian tengah dan dalam karena dapat menyebabkan ototoksisitas.

Persiapan Situs Operasi

Setelah datang pada tempat operasi atau rumah sakit, baju pasien harus diganti
dengan baju rumah sakit. Sementara mempertimbangkan pencukuran rambut, jika
mungkin untuk tidak mencukurnya, karena mencukur dapat menambah infeksi
luka, Terkadang rambut dalam operasi harus dicukur atau harus dijepit saja.
Mencukur harus selalu dihindari karena daoat menyebabkan lecet yang dapat
mengumpulkan bakteri yang meyebabkan infeksi luka,
CDC dan SCIP keduanya menyarankan pengguntingan rambut sebelum
operasi bila pencukuran diperlukan. Pasien diinstruksikan tidak perlu mencukur
situs operasi sebelum operasi. Dalam pandangan penelitian oleh Cruse dan Foord,
infeksi situs operasi ditemukan paling tinggi pada pasien yang mencukur dengan 2,3
%. Pasien yang mengguntng rambut beresiko infeksi 1,7% dan yang tidak
memerlukan pencukuran rambut 0,9%.
Tujuan persiapan situs operasi adalah untuk membersihkan kulit dan
mengurangi infeksi mikroba sebelum insisi. Dahulu, povidone iodine dan larutan
chlorhexidine-alkohol digunakan tanpadiganti. Sekarang penelitian terbaru
menunjukan chlorhexidine alhohol lebih superior dan harus selalu digunakan
sebagai pilihan pertama. Dalam penelitian yang membandingkan keduanya 849
pasien yang dioperasi diaplikasikan povidone iodine atau chlorhexidine sebagai
antiseptic kulit preoperasi. Kelompok povidone iodine mengalami infeksi luka situs
operasi sebanyak 16% dibandingkan 9,5% pada kelompok chlorhexidine-alkohol.

INSTRUMEN DAN MATERIAL BENANG

Ada ratusam tipe dari instrument operasi yang digunakan dokter bedah, dan seiring
dengan waktu dokter bedah mempelajari instrument baru, bagaianapun dokter
bedah operasi dengan menggunakan alat standar. Kami merwview instrument yang
umumnya digunakan pada ruang operasi pada bagian ini.

INSTRUMEN
Skapel
Skapel terdiri dari dua bagian- pegangan dan pisau. Pegangan skapel dan pisau
terbuat dari karbon

Anda mungkin juga menyukai