Anda di halaman 1dari 13

A.

DEFINISI

Hipertiroidisme merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan kadar hormon


tiroid bebas dalam sirkulasi darah. Keadaan ini ditandai oleh kegelisahan, penurunan berat
badan, hiperfagia, intoleransi panas, peningkatan denyut dan tekanan jantung, tremor halus bila
jari diluruskan, kulit hangat dan lembut, berkeringat, BMR dari +10 sampai setinggi +100.
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam
jiwa. Keadaan ini timbul pada pasien dengan penyakit Graves atau Struma multinodular toksik
dan berhubungan dengan faktor pencetus seperti infeksi, operasi, trauma, zat kontras
beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid, ketoasidosis
diabetikum, tromboemboli paru atau palpasi tiroid yang terlalu kuat. Lebih 90% kasus
hipertiroid disebabkan oleh penyakit Graves (struma difusa toksik) dan nodul tiroid toksik.
Dokter dari Irlandia yaitu Dr. James Robert Graves mendeskripsikan penyakit Graves sebagai
kasus pembesaran kelenjar tiroid dengan eksoftalmus.

B. EPIDEMIOLOGI

Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari
berbagai klinik. Prevalensi hipertiroidisme adalah 10 kali lebih sering pada wanita dibanding
laki-laki, namun cenderung lebih parah pada laki-laki. Perbandingan wanita dan laki-laki yang
didapat di RSUP Palembang adalah 3:1, di RSCM Jakarta adalah 6:1, di RS Dr. Soetomo 8:1
dan di RSHS Bandung 10:1. Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP Palembang yang
terbanyak adalah usia 21-40 tahun (41.73%) tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya
antara 30-40 tahun. Hipertirod merupakan penyakit yang relatif jarang terjadi pada masa anak,
namun kejadiannya semakin meningkat pada usia remaja dan dewasa. Beberapa pustaka di luar
negeri menyebutkan insidennya pada masa anak secara keseluruhan diperkirakan 1/100.000
anak per tahun. Secara keseluruhan insiden hipertiroid pada anak jumlahnya kecil sekali atau
diperkirakan hanya 5-6% dari keseluruhan penderita penyakit Graves. Hipertiroid juga
memiliki komponen herediter yang kuat.
C. ANATOMI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher. Kelenjar ini memliki dua bagian
lobus yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3, masing-masing
berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berat sekitar
10-20 gram. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi berat badan dan masukan yodium. Struktur ismus
atau isthmus yang dalam bahasa Latin artinya penyempitan, merupakan struktur yang
menghubungkan lobus kiri dan kanan, dan berukuran sekitar 1,25 cm.

Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar tiroid pada fascia pratrakea sehingga pada
setiap gerakan menelan akan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar ke arah kranial yang
merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid,
sepasang kelenjar paratiroid menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di
lobus medius. Nervus laringeus rekuren berjalan di sepanjang trakea di belakang tiroid.

Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A. tiroidea superior berasal dari a.
karotis komunis atau a. karotis eksterna, a. tiroidea inferior dari a. subklavia dan a. tiroid ima
berasal dari a. brakiosefalik salah satu cabang arkus aorta. Sistem vena berasal dari pleksus
perifolikular yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan
inferior. Dalam keadaan hipertiroidisme, aliran darah ke kelenjar tiroid akan meningkat
sehingga dengan stetoskop akan terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah
kelenjar.

Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat berada di atas ismus
menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang langsung ke duktus
torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang
berasal dari kelenjar tiroid.
D. FISIOLOGI HORMON TIROID

Biosintesis Hormon Tiroid

Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat dalam beberapa tahap :

 Tahap trapping
 Tahap oksidasi
 Tahap coupling
 Tahap penimbunan / storage
 Tahap proteolisis
 Tahap deiodinasi
 Tahap pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid

1. Tahap trapping

Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah ke dalam
sel dan folikel kelenjar tiroid secara transport aktif. Membran basal sel tiroid memompakan
iodida masuk ke dalam sel yang disebut dengan penjeratan iodida (iodide traping). Iodida (I-)
bersama dengan Na+ diserap oleh transporter yang terletak di membran plasma basal sel
folikel. Protein transporter ini disebut sodium iodide symporter (NIS), berada di membran
basal dan kegiatannya tergantung adanya energi, membutuhkan O2 yang didapat dari ATP.
Proses ini distimulasi oleh TSH sehingga mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel
100-500 kali lebih tinggi dibanding kadar ekstrasel. Setelah itu Na+ dipompakan ke
interstitium oleh Na+ - K+ ATPase. Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya yodium dan
aktivitas tiroid. Beberapa bahan seperti tiosianat (SCN-) dan perklorat (ClO4-) akan
menghambat proses ini. Tiroglobulin (Tg) merupakan satu glikoprotein yang disintesis di
retikulum endolasmik tiroid dan glikosilasinya diselesaikan di aparat Golgi. Glikoprotein ini
terbentuk dari dua subunit dan memiliki berat molekul 660.000 Da. Molekul ini juga
mengandung 123 residu tirosin tetapi hanya empat sampai delapan dari residu ini yang secara
normal bergabung menjadi hormon tiroid.

2. Tahap oksidasi

Tahap berikutnya adalah oksidasi ion iodida (I-) menjadi yodium (I) oleh enzim
peroksidase yaitu tiroperoksidase (TPO). Proses yang berlaku di apeks sel folikel kelenjar
tiroid ini melibatkan iodida, tirogloblin (Tg), TPO dan hidrogen peroksida (H2O2). Produksi
H2O2 membutuhkan kalsium, NADPH dan NADPH oksidase. Iodida dioksidasi oleh H2O2
dan TPO dan selanjutnya menempel pada residu tirosin yang ada dalam rantai peptida Tg,
membentuk 3-monoiodotirosin (MIT) atau 3,5-diiodotirosin (DIT).

3. Tahap coupling

Dua molekul DIT (masih berada dan merupakan bagian dari Tg) menggabung
menjadi T4 melalui proses kondensasi oksidatif dengan pengeluaran rantai sisi alanin dari
molekul yang membentuk cincin luar. Dua molekul DIT ini menggabung menjadi T4 dengan
cara menggabungkan grup diiodofenil DIT, donor, dengan DIT akseptor dengan perantaraan
diphenyl ether link. Dengan cara yang sama dibentuk T3 dari donor MIT dengan akseptor
DIT. Tiroperoksidase (TPO) berperan dalam penggabungan serta iodinasi. Sejumlah kecil r
T3 juga terbentuk, mungkin melalui kondensasi DIT dengan MIT. Dalam tiroid manusia
normal, distribusi rata-rata senyawa beriodium adalah 23% MIT, 33% DIT, 35% T4 dan 7%
T3. rT3 dan komponen lain terdapat hanya dalam jumlah yang sangat sedikit.

4. Tahap penimbunan / storage

Setelah pembentukan hormon selesai, Tg disimpan di ekstrasel yaitu di lumen folikel


tiroid (koloid). Umumnya sepertiga iodium disimpan sebagai T3 dan T4 dan sisanya dalam
MIT dan DIT. Bahan koloid yang ada dalam lumen sebagian besar terdiri dari Tg. Koloid
merupakan tempat untuk menyimpan hormon maupun iodium yang akan dikeluarkan apabila
dibutuhkan.
5. Tahap proteolisis

Hormon T4 dan T3 akan dilepaskan dari Tg melalui proses proteolisis. Proses ini
dimulai dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili ( atas pengaruh TSH berubah
menjadi tetes koloid) dan digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom. Enzim proteolitik
utama adalah endopeptidase katepsin C, B dan L dan beberapa eksopeptidase. Hasil akhirnya
adalah dilepaskan T4 dan T3 bebas ke sirkulasi sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT tidak
dikeluarkan tetapi mengalami deiodinasi oleh iodotirosin deiodinase.

6. Tahap deiodinasi

Kira-kira ¾ dari tirosin yang teriodinasi (Tg-MIT dan Tg-DIT) tidak pernah menjadi
hormon tiroid. Iodium dalam MIT dan DIT ini akan dilepas kembali oleh enzim iodotirosin
deiodinase untuk membuat hormon tiroid tambahan. Pada penderita yang tidak mempunyai
iodotirosin deiodinase secara kongenital, MIT dan DIT dapat ditemukan di dalam urin dan
terdapat gejala defisiensi iodium.

7. Tahap pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid

Cara keluarnya hormon tiroid dari tempat penyimpanannya belum diketahui secara
sempurna, tetapi jelas diepngaruhi TSH. Hormon ini melewati membran basal, fenestra sel
kapiler kemudian ditangkap oleh pembawanya dalam sistem sirkulasi yaitu thyroid binding
protein.
Transportasi Hormon

Kadar T4 plasma total dewasa normal adalah sekitar 103 nmol/L dan kadar T3 plasma
adalah sekitar 2,3 nmol/L. T3 dan T4 dalam jumlah besar terikat pada protein plasma. Hormon
tiroid bebas dalam plasma secara fisiologis aktif dan menghambat sekresi TSH oleh hipofisis.

Protein plasma yang mengikat hormon tiroid adalah albumin yang juga dikenal
sebagai thyroxine-binding prealbumin (TBPA) dan sekarang diberi nama transtiretin; dan
suatu globulin yaitu globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin, TBG). Sebagian
besar T4 dalam sirkulasi terikat pada TBG dan dalam jumlah yang lebih kecil terikat pada
transtiretin dan albumin. Waktu paruh transtiretin adalah dua hari, TBG 5 hari dan albumin
13 hari. Secara normal 99.98% T4 dalam plasma terikat dan waktu paruh biologiknya panjang
(sekitar 6-7 hari). T3 tidak terlalu terikat, 99,8% terikat pada protein, 46% pada TBG dan
sebagian besar sisanya pada albumin, dengan pengikatan pada transtiretin sangat sedikit.
Pengikatan T3 yang lebih sedikit ini berkorelasi dengan kenyataan bahwa T3 memiliki waktu
paruh yang lebih singkat daripada T4 dan bahwa kerjanya pada jaringan jauh lebih cepat.

Pengaturan Faal Kelenjar Tiroid

Ada tiga dasar pengaturan faal tiroid yaitu :

1. Autoregulasi
2. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
3. Thyrotrophin Releasing Hormone (TRH)

Autoregulasi

Proses tangkapan iodium, sintesis Tg, proses iodinasi di apeks serta preses endositosis
dipengaruhi oleh jenuhnya iodium intrasel. Dalam hal ini akan dibentuk yodolipids atau
yodolakton yang berpengaruh atas generasi H2O2 yang mempengaruhi keempat proses
tersebut. Pemberian yodium dalam jumlah yang banyak dan akut menyebabkan terbentuknya
yodolipid dalam jumlah yang banyak yang berakibat uptake yodium dan sintesis hormon
berkurang, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Efek ini bersifat self-limiting.

Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Efek pada tiroid akan terjadi dengan
ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel. Sinyal selanjutnya terjadi lewat
protein G (khusus Gsa). dari sinilah terjadi perangsangan protein kinase A oleh cAMP untuk
ekspresi gen yang penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel
tiroid dan TPO. Efek klinisnya terlihat sebagai perubahan morfologi sel, naiknya produksi
hormon, folikel dan vaskularitasnya bertambah oleh pembentukan gondok dan peningkatan
metabolisme. Pada penyakit Graves, TSHr ditempati dan dirangsang oleh imunoglobulin,
antibodi-anti-TSH (TSI = thyroid stimulating immunoglobulin)

Thyrotrophin Releasing Hormone (TRH)

Hormon ini merupakan suatu tripeptida, dapat disintesis oleh neuron yang korpusnya
berada di nukleus paraventrikularis (PVN). TRH ini melewati median eminence, tempat ia
disimpan dan dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
Akibatnya TSH meningkat. Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid
(mekanisme umpan balik), TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta
stres dan sakit berat.

Hubungan Kelenjar Tiroid Dengan Beberapa Kelenjar Endokrin Lain

1. Korteks adrenal

Kortikosteroid dan adenocorticotropin hormone (ACTH) menghambat tiroid dengan


cara meningkatkan klirens yodium dan menhambat TSH hipofisis.

2. Medula adrenal
Banyak gejala klinis hipertiroidisme yang dihubungkan dengan peningkatan sensitiasi
jaringan terhadap efek katekolamin dan bukannya dengan produksi katekolamin yang tinggi.

3. Gonad

Kadar tiroid normal diperlukan sekali untuk pengeluaran LH hipofisis, menstruasi


ovulatoar, fertilitas dan kehidupan fetus. Kebanyakan hormon tiroid akan menghambat
menarche, meningkatkan infertilitas dan kematian fetus.

Efek Metabolik Hormon Tiroid

Hormon tiroid merupakan hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh termasuk
proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai
peristiwa. Efek metaboliknya antara lain adalah :

1. Termoregulasi dan kalorigenik


2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologisnya kerjanya bersifat anabolik tetapi dalam
dosis besar bersifat katabolik.
3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik karena resorpsi intestinal meningkat,
cadangan glikogen hati menurun, glikogen otot menurun dan degradasi insulin
meningkat. Pada hipertiroidisme, kadar glukosa plasma meningkat cepat setelah makan
makanan yang mengandung karbohidrat, kadang-kadang melebihi ambang ginjal
namun kadar ini turun kembali dengan cepat.
4. Metabolisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol tetapi proses degradasi
kolesterol dan eksresinya lewat empedu jauh lebih cepat sehingga pada hiperfungsi
tiroid akan menyebabkan nilai kolesterol rendah. Penurunan konsentrasi kolesterol
plasma disebabkan oleh peningkatan pembentukan reseptop LDL di hati.
5. Vitamin A. konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon
tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia, kulit kekuningan.
6. Efek kalorigenik. T4 dan T3 meningkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan
kecuali otak, testi, limpa dan hipofisis anterior. Beberapa efek kalorigenik hormon
tiroid disebabkan oleh metabolisme asam lemak yang dimobilisasi oleh hormon-
hormon ini. Bila masukan makanan tidak meningkat, protein endogen dan simpanan
lemak akan diuraikan sehingga berat badan menurun.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus
gastrointestinal meningkat sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi
Fe dan hipertiroidisme.

Efek Fisiologik Hormon Tiroid

Efeknya membutuhkan waktu bebrapa jam sampai hari. Efek genomnya menghasilkan
panas dan konsumsi O2 meningkat, pertumbuhan, maturasi otak dan susunan saraf yang
melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenegik yang bertambah.

1. Pertumbuhan fetus
Sebelum minggu ke-11 hormon tiroid dan TSH fetus belum bekerja. Hormon tiroid
bebas yang masuk ke placenta amat sedikit karena diinaktivasi di plasenta. Meski
amat sedikit krusial, tidak adanya hormon yang cukup akan menyebabkan lahirnya
bayi kretin (retardasi mental).
2. Konsumsi O2, panas dan pembentukan radikal bebas.
Kejadian ini dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase di semua jaringan kecuali
otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid menurunkan
kadar superoksida dismutase hingga radikal bebas anion superoksida meningkat.
3. Efek pada jantung
T3 akan menstimulasi transkripsi miosin dan mengakibatkan kontraksi otot miokard
menguat. Selain itu juga ada reaksi antara hormon tiroid, katekolamin dan sistem
saraf simpatis yang akan mempengaruhi fungsi jantung dan juga perubahan
hemodinamika dan peningkatan curah jantung yang disebabkan peningkatan umum
metabolisme. Hormon tiroid meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor adrenegik-
β pada jantung dan dengan demikian akan meningkatkan kepekaannya terhadap
efek inotropik dan kronotropik katekolamin.
4. Efek pada sistem saraf
Pada hipotiroidisme proses mental melambat dan kadar protein cairan serebrospinal
meningkat. Hormon tiroid memulihkan perubahan-perubahan tersebut dan dosis
besar menyebabkan proses mental bertambah cepat, iritabilitas, dan kegelisahan.
Secara keseluruhan aliran darah serebral serta konsumsi glukosa dan O2 oleh otak
adalah normal, baik pada orang dewasa yang mengalami hipo dan hipertiroidisme.
Namun hormon tiroid masuk ke dalam otak dan ditemukan di substansia grisea pada
beberapa tempat yang berbeda. Selain itu, otak mengubah T4 menjadi T3. Sebagian
efek hormon tiroid pada otak mungkin disebabkan oleh peningkatan responsivitas
terhadap katekolamin, dengan konsekuensi peningkatan sistem pengaktifan
retikular (reticular activating system). Defisiensi hormon tiroid yang terjadi selama
masa perkembangan akan menyebabkan retardasi mental, kekakuan motorik dan
mutisme-ketulian.
5. Hubungan dengan katekolamin
Kerja hormon tiroid berhubungan sangat erat dengan katekolamin norepinefrin dan
epinefrin. Epinefrin meningkatkan taraf metabolisme, merangsang sistem saraf dan
menimbulkan efek kardiovaskuler. Norepinefrin secara umum mempunyai efek
serupa. Meskipun katekolamin plasma normal pada hipertiroidisme, efek
kardiovaskuler, gemetar, dan berkeringat yang disebabkan oleh hormon tiroid dapat
dikurangi atau dihilangkan dengan simpatektomi.
6. Efek gastrointestinal
Pada hipertiroidisme, motilitas usus meningkat. Kadang-kadang dapat
menimbulkan diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung
melambat.
7. Efek pada otot rangka
Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati
tirotoksisitas), dan bila hipertiroidismenya berat dan berkepanjangan, miopati yang
terjadi mungkin parah. Kelemahan otot mungkin sebagian disebabkan oleh
peningkatan katabolisme protein.

E. PATOFISIOLOGI HIPERTIROIDISME

Kira- kira 90% tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya karena gondok
multinoduler toksik (morbus Plummer) dan adenoma toksik (morbus Goetsch). Ciri-ciri
penyakit Graves adalah hipertiroidisme, optalmopati dan struma difus. Rokok ternyata faktor
risiko penyakit Graves pada wanita tetapi tidak pada pria.

1. Penyebab Utama
 Penyakit Graves
 Gondok multinoduler toksik
 Adenoma toksik
2. Penyebab Lain
 Tiroiditis
 Penyakit troboblastis
 Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
 Pemakaian yodium yang berlebihan
 Kanker hipofisis
 Obat-obatan seperti Amiodarone

Penyakit Graves

Penyakit Graves adalah penyakit autoimun di mana tubuh menghasilkan antibodi pada
TSHr. Antibodi ini menyebabkan hipertiroidisme karena berikatan dengan TSHr dan
menstimulasi pembentukan T4 dan T3 yang sangat banyak. Hal ini membuat timbulnya gejala
klinik pada hipertiroidisme dan pembesaran kelenjar (gondok). Penyakit Graves terdiri dari
satu atau lebih dari hal-hal ini :

 Tirotoksikosis
 Goiter
 Oftalmopati (eksoftalmus)

Pada penyakit Graves, limfosit T disensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar tiroid
dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu
daripada antibodi ini bisa ditunjukkan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel tiroid
dan mempunyai kemampuan untuk mengganggu pertumbuhan dan fungsi, yaitu (TSH-R [stim]
Ab). Beberapa faktor yang mendorong respons imun pada penyakit Graves ialah kehamilan
(khususnya pada masa nifas), kelebihan iodida (khusus di daerah defisiensi iodida di mana
kekurangan iodida dapat menutupi penyakit Graves laten pada pemeriksaan), infeksi bakteri
atau viral dan penghentian glukokortikoid.

Tipe-tipe antibodi pada TSHr

1. Thyroid stimulating immunoglobulin (TSI). Antibodi ini terutama IgG bekerja


sebagai Long Acting Thyroid Stimulants (LATS), mengaktifkan sel secara lebih
lama dan lambat daripada TSH, yang akan meningkatkan produksi dari hormon
tiroid.
2. Thyroid growth immunoglobulin (TGI). Antibodi ini berikatan langsung dengan
TSHr dan telah melibatkan pertumbuhan sel tiroid.
3. Thyrotrophin binding-inhibiting immunoglobulin (TBII). Antibodi ini menghambat
TSH dengan reseptornya.
Patogenesis oftalmopati dapat melibatkan limfosit sitotoksik dan antibodi sitotoksik
tersensitasi oleh antigen yang umum pada fibroblas orbita dan jaringan tiroid. Sitokin yang
berasal dari limfosit yang tersensitasi ini dapat menyebabkan peradangan pada fibroblas orbita
dan miositis orbita, berakibat pembengkakan otot-otot orbita, protopsi bola mata dan diplopia
sebagaimana juga menimbulkan kemerahan, kongesti serta edema konjungtiva dan periorbita.

Kulit normal mengandung bermacam protein yang bergabung dengan polisakarida,


asam hialuronik dan asam kondroitin sulfat. Pada hipotiroidisme senyawa-senyawa ini
menumpuk, meningkatkan retensi air dan menyebabkan edema kulit yang khas (myxedema).
Bila diberi hormon tiroid, protein akan terurai dan timbul diuresis sampai myxedema hilang.

Anda mungkin juga menyukai