Anda di halaman 1dari 12

CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN
Trauma kranioserebral (Cedera kepala) adalah luka yang terjadi pada kulit kepala, tulang
kepala atau otak (Billing dan Stokes, 1982)
Cedera kepala dapat mempengaruhi perubahan fisik maupun psikologis bagi klien dan
keluarganya (Siahaan, 1994).
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalulintas
2. Kecelakaan kerja
3. Trauma pada waktu olahraga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
C. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan di dalam sel-sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan
terjadio gejala. Gejala permulaan disfungsi serebral, pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
D. TANDA DAN GEJALA
1. Tingkat keparahan cedera kepala
a. Cedera kepala ringan, nilai skala Koma Glasgow (GCS) 13-15, dapat terjadi kehilangan
kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit, tidak ada fraktur tengkorak, tidak
ada kontusio serebri maupun hematoma.
b. Cedera kepala sedang, nilai GCS 9-12, kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera kepala berat, nilai GCS 3-8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam, juga meliputi kontusio serebral-laserasi-hematoma intrakranial.
2. Tanda dan gejala trauma kepala
a. Pingsan setelah trauma dibawah 10 menit
d. Nyeri kepala
e. Mual dan muntah
f. Amnesia sesaat/sementara
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium darah rutin: Hb, hematokrit, trombosit, elektrolit, ureum, kreatinin, glukosa,
golongan darah, analisa gas darah bila perlu.
6. Foto kepala: AP, lateral, Towne.
7. Foto cervikal bila ada tanda-tanda fraktur servikal.
8. CT-scan
9. Arteriografi bila perlu
10. Burr-holes: dilakukan bila keadaan pasien cepat memburuk disertai dengan penurunan
kesadaran, pupil anisokor, hemiparesis kolitio lateral.

F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan Intrakranial  Meningitis atau
abses otak
a. Epidural
 Sindroma pasca
b. Subdural
trauma
c. Sub arachnoid
11. Tindakan
d. Intra serebral
 Infeksi
e. Intra ventrikuler
 Perdarahan
f. Malformasi vaskuler
ulang
 Fistula karotika-kavernosa
 Edema serebri
 Fistula cairan serebrospinal
 Pembengkakan
 Pareses syaraf kranial
otak
 Epilepsi
 Hidrosefalu
s
G. MANAJEMEN TERAPI
1. Penatalaksanaan dan mempertahankan jalan nafas (Airway)
2. Pertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat (mencegah hiperkapnia dan hipoksia).
3. Pertahankan Drainase Vena
4. Jaga jarak waktu saat melakukan tindakan keperawatan.
5. Cegah overload cairan (pertahankan normovolemik).
6. Penatalaksanaan tekanan darah yang optimal
7. Mempertahankan normotermi atau hipotermi terapeutis (34 o – 35 o)
8. Hindari valsava manuver dan aktivitas isometric
9. Mencegah cedera lebih lanjut.
10. Memenuhi kebutuhan metabolik
11. Membantu keluarga
12. Penatalaksanaan tindakan kolaboratif
13. Monitoring secara ketat kadar darah dan pertahankan kadar gula darah dalam rentang
80 – 120 mg/dl. Pada pasien cedera kepala traumatik kadar gula darah sebaiknya
dimonitor tiap 2 –4 jam.
14. Monitoring komplikasi
15. Tindakan perawatan pendukung

H. PENATALAKSANAAN
1. Obat-obatan: dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
12. Pemberian analgetika
13. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40%
atau gliserol 10%.
14. Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan Metronidazole.
15. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan, bila muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, Aminofusin, Aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
CEDERA TULANG BELAKANG

♠ Definisi
Cedera tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini lebih banyak
memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan di bidang
penatalaksanaannya. Cedera tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.
♠ Etiologi
Cedera tulang belakang terjadi sebagai akibat :
1. jatuh dari ketinggian, misal pohon kelapa, kecelakaan ditempat kerja.
2. kecelakaan lalu lintas
3. kecelakaan olah raga
cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi tulang belakang.
Didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung oleh struktur torak.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi,
sedangkan kerusakan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan
melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan.
Kelainan sekunder pada sumsum tulang belakang dapat disebabkan oleh hipoksemia dan
iskemia. Iskemia disebabkan hipotensi, udem, atau kompresi.
Perlu disadari bahwa kerusakan pada sumsum tulang belakang merupakan kerusakan
yang permanent karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal
setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan
sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar atau udem.
♠ Manifestasi klinik
Gambaran klinik bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan
melintang manifestasinya : hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat
kerusakan di sertai syok spinal. Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang
belakang karena hilangnya rangsang dari pusat. Ditandai dengan:
1. Kelumpuhan flasid
2. anesthesia
3. arefleksi
4. Hilangnya prespirasi
5. Gangguan fungsi rectum dan kandung kemih
6. Priapismus
7. bradikardi dan hipotensi.
Setelah syok spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi. Terlihat pula tanda gangguan
fungsi autonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta
gangguan kandung kemih dan gangguan defekasi.
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah
tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa
raba dan posisi tidak terganggu.
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada umumnya terjadi
akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehingga
sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat. Manifestasinya
berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstermitas bawah lebih ringan daripada
ekstremitas atas, sedangkan daerah perianal tidak terganggu.
Sindrom Brown-Sequard disebabkan oleh kerusakan separuh lateral sumsum tulang
belakang. Gejala klinik berupa gangguan motorik dan hilangnya rasa vibrasi dan posisi
ipsilateral; di kontralateral terdapat gangguan rasa nyeri dan suhu.
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan anesthesia perianal,
gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks
bulbokavernosa. Sindrom ini disebut sindrom konus medularis.
Sindrom kauda equine disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbo sacral setinggi ujung
konus medularis dan menyebabkan kelumpuhan dan anesthesia di daerah lumbosakral yang
mirip dengan sindrom konus medularis.
♠ Pencegahan dan penatalaksanaan
Cedera tulang belakang bila tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan kematian
atau kelainan yang menetap berupa kelumpuhan yang permanent. Kelumpuhan yang terjadi
mempunyai dampak perawatan yang rumit dan memerlukan banyak peralatan. Ada dua tujuan
utama penanganan cedera tulang belakang:
1. Tercapainya tulang belakang yang stabil serta tidak nyeri
2. Mencegah terjadinya jejas lintang sumsum tulang belakang sekunder.
Tindakan yang dilakukan untuk penanganan cedera tulang belakang :
1. Lakukan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan).
2. Optimalisasi faal ABC: jalan nafas, pernafasan dan peredaran darah.
3. Penanganan kelainan yang lebih urgen (pneumotorak??)
4. Pemeriksaan neurologik untuk menentukan tempat lesi
5. Pemeriksaan radiologik (kadang diperlukan)
6. Tindak bedah (dekompresi, reposisi atau stabilisasi)
7. Pencegahan penyulit
 Ileus paralitik → sonde lambung
 Penyulit kelumpuhan kandung kemih
 Pneumoni
 Dekubitus

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN
CEDERA KEPALA

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab).
2. Riwayat kesehatan: dibawa ke rumah sakit dengan penurunan
kesadaran (GCS <15), bingung, muntah, dispepsia, tachipnea, sakit kepala, lemah,
paralise, hemiparese, luka di kepala.
3. Data subyektif dan data obyektif.
a. Data Obyektif
1) GCS < 15.
2) Bingung (disorientasi orang, tempat dan waaktu)
3) Perubahan nilai-nilai tanda vital.
4) Kaku kuduk.
5) Terjadi gerakan involunter, kejang, ataksia.
6) Klien tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuh.
7) Adanya edema otak atau perdarahan otak.
8) Penurunan daya penglihatan dan penurunan lapangan pandang.
9) Peningkatan intrakranial: peningkatan tekanan darah, denyut nadi bradikardi,
kemudian tachikardi.
10) Perubahan pola nafas (tidak teratur)
11) Retensi/inkontinensia buang air besar atau buang air kecil.
12) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
13) Bising usus lemah/tidak terdengar.
b. Data Subyektif
1) Klien mengatakan mual dan muntah.
2) Klien mengatakan nyeri kepala.
3) Klien mengatakan tidak mengingat kejadian sebelum dan sesudah trauma.
4) Keluarga cemas dengan ketidakpastian terhadap pengobatan daan perawatan
serta adanya perubahan situaasi daan krisis.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien cedera kepala, adalah:
1. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intra kranial berhubungan dengan penumpukan
darah dan odema otak.
2. Nyeri akut (nyeri kepala, pusing) berhubungan dengan kerusakan jaringan otak dan
peningkatan TIK.
3. Cemas pada keluarga berhubungan dengan ketidakpastiaan tehadap pengobatan dan
perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada trauma tulang belakang
1. Deficit self care berhubungan dengan kelemahan
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubngan dengan kerusakan neuromuskuloskeletol
3. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi
4. Kerusakan integritas kulit b.d factor mekanik ( terjadi dekubitus)
5. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ,
ketidakfamiliran terhadap sumber informasi
6. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, prosedur invasif
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
N Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
o Tujuan dan Kriteria hasil Rencana Tindakan
1 Resiko terjadinya Tujuan: - Kaji tingkat kesadaran (GCS)
peningkatan tekanan intra - Setelah dilakukan perawatan - Kaji kemampuan sensorik dan motorik
kranial berhubungan dengan selama 3 hari peningkatan ( ROM, kekuatan otot )
adanya proses desak ruang tekanan intra kranial tidak terjadi - Monitor tanda-tanda vital: tekanan darah,
akibat penumpukan cairan/ denyut nadi, respirasi, suhu minimal, setiap
darah di dalam otak. Kriteria hasil: jam sampai keadaan klien stabil.
DO: - Kesadaaran stabil (orientasi - Naikkan kepala dengan sudut 300 tanpa
- penurunan kesadaran baik) bantal (tidak hiperekstensi dan fleksi) atau
(gelisah, disorientasi) - vital sign normal posisi anatomis/netral (dari kepala hingga
- perubahan motorik dan - Pupil isokor diameter 3 mm daerah lumbal dalam garis lurus).
persepsi sensori - Refleks baik - Berikan oksigen sesuai dengan program
- perubahan tanda vital - Tidak mual terapi.
(TD↑, nadi kuat & lambat) - Tidak ada muntah - Monitar intake dan output setiap 8 jam
- pupil melebar,reflek sekali.
pupil menurun - Kolaborasi dengan tim medis dalam
- muntah pemberian obat-obatan seperti manitol.
DS: - Monitor suhu dan atur suhu lingkungan
- klien mengatakan sesuai indikasi.
pusing dan sakit kepala. - Bantu klien menghindari/membatasi batuk,
- klien mengeluh mual Muntah atau mengedan pada saat BAB
- klien mengeluh pengli-
hatan kabur & diplopia

2. Nyeri akut (nyeri kepala, Tujuan: - Kaji mengenai lokasi, intensitas dan durasi.
pusing) berhubungan - Setelah dilakukan perawatan - Ajarkan latihan tehnik relaksasi.
dengan kerusakan jaringan 3 hari. nyeri berkurang atau - Buat posisi kepala lebih tinggi (300).
otak dan peningkatan hilang. - Kurangi stimulus (batasi pengunjung)
tekanan intrakranial - Kolaborasi dengan tim medis dalam
DO: Kriteria Hasil: pemberian obat-obatan analgetik.
- Nadi meningkat - Klien tenang, nyeri kepala
- Skala nyeri 7-9 dan pusing hilang, klien dapat
- Ekspresi wajah tegang istirahat dengan tenang
- Gelisah - Skala nyeri 1-2
DS: - Tanda vital normal
- Klien mengatakan
kepala pusing.
- Klien mengatakan sulit
istirahat.

3. Cemas dari keluarga dan Tujuan: - Kaji perasaan keluarga dan beri perasaan
klien berhubungan dengan - Setelah dilakukan perawatan empati serta dengarkan seluruh keluhan.
ketidakpastian terhadap selama 7 hari cemas berkurang - Berikan penjelasan kepada keluarga
pengobatan dan perawatan atau hilang mengenai kondisi, luasnya trauma, rencana
serta adanya perubahan perawatan, dan prognosa klien secara akurat
situasi dan krisis. Kriteria Hasil: dan mempertahankan kondisi serta situasi.
DO: - Keluarga klien dapat - Libatkan keluarga dalam pertemuan tim
- Keluarga kelihatan mengekspresikan secara verbal kesehatan terutama dalam pengambilan
cemas. perasaannya. keputusan dan perencanaan.
- Keluarga nampak - Keluarga klien mempunyai
khawatir dan selalu perasaan optimis terhadap
menanyakan keadaan terhadap kesembuhan klien
klien.
DS:
- Keluarga mengatakan
pesimis dengan
kesembuhan klien.

4. Konstipasi berhubungan NOC: Bowel elimination ,


dengan immobilisasi setelah dilakukan perawatan NIC: Konstipation atau impaction management
selama 2x24 jam pasien tidak Aktifitas:
mengalami konstipasi - Monitor tanda dan
Indikator: gejala konstipasi
Pasien mampu: - Monitor pergerakan
*B.A.B lembek usus, frekuensi, konsistensi
*Ps menyatakan B.A.B lembek - Identifikasi diet
dan mampu mengontrol B.A.B penyebab konstipasi
*Mempertahankan pola eliminasi - Anjurkan pada pasien
usus tanpa ilius untuk makan buah-buahan dan serat tinggi
- Mobilisasi bertahab
- evaluasi intake
makanan dan minuman
- Kolaborasi medis kalau
perlu
5. Kerusakan mobilitas fisik Tujuan: - Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan
berhubungan dengan - Setelah tindakan perawatan skala 0-4:
perubahan persepsi sensori klien mampu melakukan 0: klien tidak tergantung pada orang lain.
dan kognitif, penurunan aktivitas fisik seoptimal 1: klien butuh sedikit bantuan.
kekuatan dan ketahanan. mungkin. 2: klien butuh bantuan sederhana.
DO: 3: klien butuh bantuan banyak.
- Keterbatasan rentang Kriteria Hasil: 4: klien sangat tergantung pada pemberian
gerak - Klien dapat melaksanakan pelayanan.
- Tirah baring mobilisasi secara bertahap - Atur posisi klien dan ubahlah setiap 2-4 jam
- Kesulitan koordinasi dengan tanpa mengalami sekali.
- Penurunan kekuatan perubahan vital signs - Bantu klien melakukan gerakan-gerakan
atau kontrol otot - Klien tidak mengalami sendi secara pasif bila kesadaran menurun
DS: klien mengatakan dekubitus dan secara aktif bila klien kooperatif..
sakit/pusing untuk miring - Observasi/kaji terus kemampuan gerakan
motorik, keseimbangan, koordinasi gerakan
tonus
- Ukur tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah melakukan latihan,
- Anjurkan keluarga klien untuk melatih dan
memberi motivasi
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
(fisioterapi).
- Buat posisi seluruh persendian dalam letak
anatomis/nyaman dengan memberi
penyangga ppada lekukan-lekukan sendi,
telapak tangan dan kaki.
- Lakukan massage perawatan kulit dan
mempertahankan alat-alat tenun bersih dan
kering.
- Lakukan perawatan mata dengan
memberikan cairan air mata buatan dan tutup
mata dengan kasa steril lembab sesuai
indikasi.
- Bantu klien dalam memenuhi ADL, bila
kesadaran belum pulih kembali.
- Observasi BAB dan bantu BAB secara
teratur, kolaaborassi dengan dokter pemberian
suppositorial.
- Berikan motivasi dan latihan pada klien
dalam memenuhi kebutuhan ADLnya, sesuai
dengan kebutuhan pada saat rehabilitasi.,
penyebaran tingkat kegawatan dan keluhan-
keluhan klien.

Resiko infeksi Tujuan : NIC: Perawatan luka


berhubungan dengan Setelah perawatan selama
Aktifitas:
trauma, prosedur invasif: 3x24 jam tidak terjadi infeksi
1. Amati luka dari tanda2 infeksi
sekunder dg:
2. Lakukan perawatan payudara
dengan tehnik aseptic dan gunakan kassa
Indikator:
steril untuk merawat dan menutup luka
 Bebas dari tanda-
3. Anjurkan pada ps utnuk
tanda infeksi
melaporkan dan mengenali tanda-tanda
 Angka leukosit
in277€i
normal
4. Kelola th/ sesuai program
 Ps mengatakan tahu
tentang tanda-tanda
NIC: Kontrol infeksi
infeksi
Aktifitas:
1. Batasi pengunjung
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat ps
3. Tingkatkan masukan gizi yang
cukup
4. Anjurkan istirahat cukup
5. Pastikan penanganan aseptic
daerah IV
6. Berikan PEN-KES tentang risk
infeksi
7 Defisit self care : ADL NOC: Self care: activities Of NIC: self care assistance (mandi,
berhubungan dengan daily living, setelah diberi
berpakaian. Berhiyas, makan, toileting)
kerusakan motivasi perawatan selama
neuromuskuloskeletal 5x24 jam, ps mampu Aktifitas:
melakukan mandi dan 1. Monitor kemampuan klien untuk
berpakaian sendiri dg: perawatan diri yang mandiri
2. Monitor kebutuhan klien untuk
Indikator: alat-alat bantu untuk membersihkan diri,
 Makan berpakaian, berhias, toileting dan makan
 Berpakaian 3. Sediakan bantuan sampai klien
 Toileting mampu secara utuh untuk melakukan
 Mandi self care
 Berhias 4. Dorong klien untuk melakukan
 Oral higiene aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
 Ambulation: walking kemampuan yang dimiliki
Ambulation: wheelchair 5. Dorong untk melakukan secara
mandiri, tetapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukan.
6. ajarkan klien/keluarga untuk
mendorong kemadirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien
tidak mampu untuk melakukannya
7. Berikan aktifitas rutin sehari-hari
sesuai kemampuan
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktifitas sehari-
hari
8. Kurang pengetahuan NOC: Pengetahuan tentang NIC: Pengetahuan penyakit
berhubungan dengan penyakit, setelah diberikan Aktifitas:
kurangnya paparan penjelasan selama 2 x 1. Kaji pengetahuan klien tentang
informasi pasien mengerti proses penyakitnya
penyakitnya dan Program 2. Jelaskan tentang proses penyakit
perawatan serta Therapi yg (tanda dan gejala), identifikasi
diberikan dg: kemungkinan penyebab. Jelaskan
kondisi tentangklien
Indikator: 3. Jelaskan tentang program
pengobatan dan alternatif pengobantan
Pasien mampu:
4. Diskusikan perubahan gaya hidup
 Menjelaskan kembali
yang mungkin digunakan untuk
tentang penyakit,
mencegah komplikasi
 MengenalS 5. Diskusikan tentang terapi dan
kebutuhan perawatan dan pilihannya
pengobatan tanpa cemas 6. Eksplorasi kemungkinan sumber
yang bisa digunakan/ mendukung
7. instruksikan kapan harus ke
pelayanan
8. Tanyakan kembali pengetahuan
klien tentang penyakit, prosedur
perawatan dan pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Bandini, Nancy Swift, 1993, Manual of Nursing, Little Brown and Company, Boston.

Doongoes, M. E., et-al, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi ketiga, EGC, Jakarta.

Long, B. C. Phipps, Wj., 1985, Essentials of Medical Surgical Nursing, CV. Mosby Campany, St.
Louis.

NANDA, 2005 ,Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2005-2006, NANDA


International, Philadelphia.

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications , Second edisi, By Mosby-Year


book.Inc,Newyork

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia,
USA

Anda mungkin juga menyukai