Anda di halaman 1dari 2

Yurisdiksi universal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Yurisdiksi universal adalah konsep hukum yang mengizinkan negara atau organisasi
internasional untuk mengklaim yurisdiksi tanpa memandang tempat kejadian perkara dan tanpa
memandang kewarganegaraan tersangka, tempat tinggalnya, atau hubungannya dengan penuntut.
Kejahatan yang dituntut di bawah naungan yurisdiksi universal dianggap sebagai kejahatan
terhadap semua orang dan sangat serius sehingga memungkinkan pemberlakuan yurisdiksi
universal. Maka dari itu, konsep yurisdiksi universal sangat terkait dengan gagasan bahwa
sebagian aturan atau norma internasional bersifat erga omnes yang memberikan kewajiban
terhadap semua, serta konsep jus cogens yang menyatakan bahwa sebagian kewajiban hukum
internasional mengikat untuk semua negara.[1]

Menurut Amnesty International (organisasi hak asasi manusia yang mendukung konsep
yurisdiksi universal), beberapa kejahatan merupakan ancaman yang sangat serius terhadap
komunitas internasional secara keseluruhan sehingga negara memiliki kewajiban logis dan moral
untuk mendakwa individu yang bertanggung jawab; maka dari itu, menurut Amnesty, tidak boleh
ada tempat yang aman untuk mereka yang telah melakukan kejahatan genosida,[2] kejahatan
terhadap kemanusiaan, pembunuhan di luar hukum, kejahatan perang, penyiksaan dan
penghilangan paksa.[3]

Penentang konsep yurisdiksi universal (seperti Henry Kissinger yang dicari di Spanyol atas
tuduhan kejahatan perang)[4] menegaskan bahwa yurisdiksi universal merupakan pelanggaran
kedaulatan negara dan "berisiko menciptakan tirani universal - yaitu tirani para hakim."[5][6]
Selain itu, Kissinger juga berargumen bahwa secara praktis, jika negara manapun bisa
mendirikan pengadilan dengan yurisdiksi universal, maka pengadilannya bisa berubah menjadi
pengadilan untuk kepentingan politik atau bahkan untuk membasmi musuh-musuh negara.

Pengadilan Kriminal Internasional


Pengadilan Kriminal Internasional merupakan pengadilan yang didirikan di Den Haag pada
tahun 2002 untuk mendakwa mereka yang melakukan genosida, kejahatan terhadap
kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi, seperti yang ditetapkan di Statuta Roma
Pengadilan Kriminal Internasional yang ditandatangani pada tahun 1998. Namun, usulan
yurisdiksi universal untuk kejahatan-kejahatan yang disebutkan di dalam Statuta Roma telah
ditolak oleh para penandatangan perjanjian tersebut. Meskipun begitu, untuk kejahatan-kejahatan
yang dilakukan di negara yang tidak menandatangani Statuta Roma, Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat mengajukan perkara tertentu kepada Pengadilan Kriminal
Internasional, seperti saat mereka mengajukan perkara di Darfur (2005) dan Libya (2011) yang
memberikan yurisdiksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional dalam kasus-kasus tersebut.[7]
Contoh yurisdiksi universal
Pada tahun 1993, Parlemen Belgia mengeluarkan "undang-undang yurisdiksi universal" yang
mengizinkan pengadilan Belgia untuk menghakimi mereka yang melakukan kejahatan perang,
kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida. Pada tahun 2001, empat warga Rwanda dijatuhi
hukuman 12 hingga 20 tahun penjara akibat keterlibatan mereka dalam Genosida Rwanda pada
tahun 1994.[8] Kemudian berbagai macam kasus pun dibawa ke pengadilan Belgia:

 Perdana Menteri Ariel Sharon dituduh terlibat dalam pembantaian Sabra dan Shatila
tahun 1982 di Lebanon yang dilakukan oleh milisi Kristen
 Israel melaporkan Yasser Arafat karena dianggap telah melakukan terorisme
 Pada tahun 2003, korban pengeboman Baghdad selama Perang Teluk tahun 1991
menuntut George H.W. Bush, Colin Powell dan Dick Cheney

Akibat banyaknya kasus yang masuk, Belgia menetapkan prasyarat bahwa tertuduh harus
memiliki kewarganegaraan Belgia atau paling tidak berada di wilayah Belgia. Berdasarkan
hukum ini, dikeluarkan surat perintah penangkapan pada tahun 2000 terhadap Menteri Luar
Negeri Republik Demokratik Kongo, dan perkara ini dibawa ke Mahkamah Internasional karena
dianggap telah melanggar kekebalan sang menteri. Mahkamah Internasional memutuskan pada
tanggal 14 Februari 2002 bahwa mereka tidak memiliki yurisdiksi untuk mempertimbangkan isu
yurisdiksi universal dan memusatkan perhatian pada isu kekebalan pejabat negara.[9] Namun, isu
yurisdiksi universal kembali diangkat dalam pendapat terpisah dan berbeda,[10] seperti Presiden
Hakim Guillaume yang menyimpulkan bahwa yurisdiksi universal hanya berlaku untuk kasus
pembajakan di laut,[11] sementara pendapat berbeda Hakim Oda mengakui pembajakan,
terorisme, dan genosida sebagai kejahatan yang berada di bawah naungan yurisdiksi universal.[12]

Pada tanggal 1 Agustus 2003, Belgia mencabut hukum yurisdiksi universal dan memberlakukan
undang-undang baru mengenai yurisdiksi ekstrateritorial.

Anda mungkin juga menyukai