Anda di halaman 1dari 39

Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

HELLP Syndrome

Oleh :
Adinda Rizkia Nurdi
1810029061

Dosen Pembimbing :
Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG

Laboratorium Obstetri dan Ginekologi


Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2019

1
Laporan Kasus

HELLP Syndrome

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium


Obstetri & Ginekologi

ADINDA RIZKIA NURDI


NIM 1810029061

Menyetujui,
Dr. dr. Novia Fransiska Ngo., Sp. OG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
MEI 2019

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih sayang-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kasus tentang
“HELLP Syndrome”. Laporan kasus ini disusun dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik di Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, M. Kes., Sp. OG selaku Kepala Laboratorium
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan
selaku Dosen Pembimbing Klinik dan pembimbing laporan kasus.
4. dr. I. G. A. A. Sri M. Montessori, Sp. OG selaku Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
5. Seluruh dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda selaku dosen pembimbing dan pengajar selama di stase
Obstetri dan Ginekologi.
6. Rekan sejawat dokter muda stase Obstetri dan Ginekologi.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Namun, penulis berharap semoga penulisan laporan kasus ini
dapat bermanfaat sebagai proses pembelajaran pada bidang obstetri dan
ginekologi.
Samarinda, Mei 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 3


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 5
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 6
1.3. Manfaat ..................................................................................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 17
3.1 Definisi ................................................................................................... 17
3.2 Epidemiologi .......................................................................................... 17
3.3 Faktor Resiko ......................................................................................... 18
3.4 Etiologi ................................................................................................... 20
3.5 Klasifikasi ............................................................................................... 21
3.6 Patogenesis ............................................................................................. 22
3.7 Manifestasi Klinis..................................................................................... 23
3.8 Diagnosis ................................................................................................ 24
3.9 Diagnosis Banding ................................................................................. 26
3.10 Penatalaksanaan ...................................................................................... 26
3.11 Terapi Medikamentosa ........................................................................... 27
3.12 Komplikasi ............................................................................................. 31
3.13 Prognosis ................................................................................................ 32
BAB 4 ................................................................................................................... 33
PEMBAHASAN .................................................................................................. 33
BAB 5 ................................................................................................................... 38
PENUTUP ............................................................................................................ 38
Kesimpulan ........................................................................................................ 38

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara dengan angka kematian ibu dan perinatal
tertinggi. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh WHO, diketahui kasus
kematian ibu sebanyak 240 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008.
Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), dikeahui bahwa
angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 18
negara anggota ASEAN dan SEARO (South East Asian Nation Regional
Organization) dan dilaporkan angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 225 per 100.000 pada tahun
1999, dan menurun lagi menjadi 125 per 100.000 pada tahun 2010. Menurut
WHO (2005), penyebab kematian maternal termasuk perdarahan, infeksi,
eklampsia, persalinan macet dan aborsi tidak aman. Penyebab kematian ibu di
Indonesia dikenal dengan trias klasik yakni perdarahan, preeclampsia/eklampsia,
dan infeksi. Dimana dari 536.000 kematian maternal di dunia, 25 % oleh karena
perdarahan 15% infeksi dan 12% preklampsia (Wiknjosastro, 2010).
Preeklampsia merupakan suatu gangguan kehamilan spesifik yang
berkomplikasi sekitar 5% dari seluruh kehamilan dan merupakan penyakit
glomerulus yang paling umum di dunia, dimana penyebab awalnya masih tidak
diketahui, namun perkembangan terbaru menjelaskan mekanisme molekuler
melatarbelakangi manifestasinya terutama perkembangan abnormal, hipoksia
plasenta, disfungsi endotel. Pada ibu dapat berkomplikasi sebagai hemolysis,
elevated liver enzymes, dan thrombocytopenia (HELLP Syndrome), gagal ginjal,
kejang, gangguan hati, stroke, penyakit jantung hipertensi, dan kematian
sedangkan pada fetus dapat mengakibatkan persalinan preterm, hipoksia
neurogenik, dan kematian (Wiknjosastro, 2010).
Sindrom HELLP adalah komplikasi berat pada Kehamilan ditandai
dengan hemolisis, peningkatan enzim hati dan trombositopenia. Istilah
sindrom HELLP pertama kali dicetuskan oleh Weinstein pada Tahun 1982
sebagian penderita hanya terdapat 1 atau 2 tanda dari sindrom ini, yang disebut

5
sebagai sindrom HELLP Parsial (SHP). Kasus ini sering ditemukan pada
trimester kedua (15%), trimester ketiga (50%), sebelum persalinan atau
periode pascapersalinan hingga 48 jam setelahnya.Sindrom HELLP adalah
komplikasi dari preeklampsia berat yang sering tak terdeteksi dan progresif
(Sjamsuhidayat, 2013).

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang HELLP Syndrome dan perbandingan antara teori
dengan kasus nyata HELLP Syndrome

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui teori tentang HELLP Sindrom yang mencakup definisi,
epidemiologi, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosis,
penatalaksanaan, dan prognosis.
2. Mengetahui perbandingan antara teori dengan kasus nyata HELLP
Syndrome yang terjadi di RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang HELLP Syndrome.

1.3.2. Manfaat bagi Pembaca


Laporan kasus ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca
mengenaiHELLP Syndrome.

6
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis
a) Identitas Pasien
• Nama : Ny. SA
• Usia : 36 tahun
• Alamat : Jln. Selingsing Jembayan Tengah Loa Kulu
• Pendidikan : SD
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Status Pernikahan : Menikah
• Agama : Islam
• MRS : 23 April 2019 pukul 00.50 WITA

Identitas Suami
• Nama : Tn. M
• -Usia : 34 thn
• Alamat : Jln. Selingsing Jembayan Tengah Loa Kulu
• Pendidikan : SMA
• Pekerjaan : Karyawan Swasta
• Status Pernikahan : Menikah
• Agama : Islam

b) Keluhan Utama: Badan terasa lemas sejak 4 hari yang lalu.


c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda pukul 00.50 WITA atas rujukan dari Rumah Sakit
A.M Parikesit Tenggarong dengan keluhan badan lemas sejak 4 hari yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua tungkai kaki dan nyeri
daerah epigastrium sejak 2 minggu yang lalu. Riwayat kejang tidak ada.
Pasien tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur, pusing, mual maupun
muntah. Pasien didiagnosis dengan G3P1001A100 gravid 30 minggu +

7
Preeklamsia Berat + HELLP Syndrome+ bekas sectio caesarea 1x. Pasien
datang dengan kondisi sudah terpasang IVFD RL drip MgSO4 20 tetes per
menit dan nicardpine syringe pump 0,5 meq dengan kecepatan 12 cc/jam
dari rumah sakit rujukan. Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat
preeklampsia berat pada kehamilan yang kedua. Tidak ada keluhan buang
air besar, buang air kecil, dan ikterik pada kulit maupun sklera.

d) Riwayat Penyakit Dahulu


Ada riwayat preeklampsia berat pada kehamilan yang kedua.
DM (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)

e) Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada keluhan serupa
- Pasien mengatakan bahwa ayahnya mempunyai tekanan darah yang
tinggi

f) Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Lama haid : 7 hari
Banyak perdarahan: 2 kali ganti pembalut
Hari Pertama Haid Terakhir : 22 – 10 - 2018
Tafsiran Persalinan : 29 - 07 – 2019
g) Riwayat Obstetri G3 P1001 A100
No. Thn Tempat Usia Jenis Penol Peny BB Hidup/
Partu Partus Hamil Persa ong ulit Lahir Mati
s linan
1. 2015 Abortus 14 Kuret Dokte - - Mati
minggu r
2. 2018 RS Cukup SC Dokte PEB 3120g Hidup
bulan r ram
3. 2019 RS Hamil ini

h) Status Pernikahan

8
Pasien menikah 1 kali sejak usia 27 tahun. Lama usia pernikahan sekarang
9 tahun

i) Riwayat Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan kontrasepsi pil selama 2 tahun pada tahun
2015-2017

j.) Riwayat Antenatal Care


Pasien sudah memeriksakan kehamilannya sebanyak 6 kali dengan didapati
kelainan berupa adanya tekanan darah tinggi pada kunjungan kehamilan ke 22
minggu.

2.2 Pemeriksaan Fisik


a) Keadaan umum : Sakit Sedang
b) Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
c) Berat badan : 84 kg
d) Tinggi badan : 152 cm
e) IMT : 36,4 (Obesitas tingkat 2)
f) Tanda vital
Tekanan darah : 180/120 mmHg
Frekuensi nadi : 105 kali/menit
Frekuensi nafas : 30 kali/menit
Suhu : 36,5 0C
g) Status generalisata
Kepala / leher : konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak
ada, pembesaran Kelenjar Getah Bening tidak ada,
Sianosis tidak ada

Thorax
- Paru

9
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : fremitus raba dextra=sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi :

Vesikular + + Rhonki - - Wheezing - -


+ + - - - -
+ + - - - -

- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas kanan ICS 2 parasternal line dextra
batas kiri ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas : edema +/+, akral hangat +/+,
h) Status Obstetri :
Abdomen :
Inspeksi : striae gravidarum (+),linea nigra (+),bekas operasi (+),
Palpasi : teraba nyeri tekan di regio kanan atas
Tinggi fundus uterus : 25 cm
Leopold I : Teraba bulat lunak, kesan kepala.
Leopold II : Teraba pungung janin di kiri ibu
Leopold III : Teraba bulat keras, kesan kepala
Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul
HIS : Belum ada kontraksi
Denyut Jantung Janin : 145 kali per menit
Vaginal Toucher : tidak dilakukan

2.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium:
a) Hematologi (23/04/2019)
Hasil Nilai rujukan

10
Leukosit 22.120 4.800-10.800
Hematokrit 33,6% 37,0%-54,0%
Trombosit 55.000 150.000-450.000
Hemoglobin 11,1 12.0-16.0
BT 3 1-6 menit
CT 12 1-15 menit

b) Kimia Klinik (22/04/2019)


Hasil Nilai rujukan
GDS 133 70-150 mg/dL
SGOT 45 0-21 U/L
SGPT 40 0-22 U/L
Albumin 2,5 3,5-5,2 mg/dl
Ureum 50,1 19,3-49,2
Kreatinin 1,6 0,5-1,1

c) Elektrolit Darah (23/04/2019)


Hasil Nilai rujukan
Natrium 135
Kalium 3,5
Klorida 105

d) Urinalisis (23/04/2019)
Hasil Nilai rujukan
Berat jenis 1.010 1.003-1.030

Leukosit +1 Negatif (-)

Hemoglobin/darah +4 Negatif (-)

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Agak keruh Jernih

pH 5,0 4,8-7,8

Sel epitel + Sedikit

11
Protein +3 -

Glukosa - -

e) Imuno-Serologi (21/02/2019)
Hasil Nilai rujukan
Ab HIV Non Reaktif Non Reaktif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

2.4 Diagnosis
G3P1001A100 gravid 30 minggu + Preeklamsia Berat + HELLP Syndrome+
Hipoalbuminemia + BSC 1x

2.5 Penatalaksanaan
- Observasi keluhan dan tanda vital
- Rencana operasi SC dan MOW

2.6 Follow Up

Tanggal Follow UP Rencana Tindakan/Penatalaksanaan

23/04/2019 S : Badan lemas, pusing (-), P:


(00.50) pandangan kabur (-), riwayat HT - IVFD Ringer lactate +
IGD (+), kaki bengkak sejak 2 MgSO4 15cc, 20 tetes per
minggu yang lalu menit
O : Tampak sakit sedang, - Nicardipine Syringe Pump
composmentis 0,5 meq dengan kecepatan
Tekanan darah : 146/87 nadi : 12 cc/jam,
111 kali/menit Pernafasan: 24 - Metildopa 250mg/8 jam per
kali/menit Suhu: 36 C oral, jika td > 160, dosis jadi
Thoraks : cor s1s2 tunggal 500mg
reguler, pulmo vesikuler tidak
- Observasi keadaan umum
ada suara tambahan
dan tanda-tanda vital
His (-)

12
Akral hangat - Observasi DJJ
DJJ : 127x/menit
- Rencana operasi SC dan
A : G3P1001A100 gravid 30
MOW
minggu + Preeeklampsia Berat+
HELLP Syndrome + -
hipoalbuminemia + BSC 1x

23/04/2019 S : badan lemas (+) P:


(03.50) O : Tampak sakit sedang,  IVFD Ringer lactate + MgSO4
VK composmentis 15cc, 20 tetes per menit
Tekanan darah : 180/120 nadi : - Nicardipine syringe pump 0,5
94 kali/menit Pernafasan: 30 meq dengan kecepatan 12
kali/menit Suhu: 36,5 C cc/jam,
VT : tidak dilakukan - Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram
DJJ :145 kali, reguler IV
A :G3P1001A100 gravid 30 - Injeksi Dexamethasone 3 x 1
minggu + Preeklampsia Berat + ampul, IV
HELLP Syndrome +
hipoalbuminemia+ BSC 1x

23/04/2019 Operasi SC dilaksanakan -


(09.30)
OK IGD

23/04/2019 Bayi lahir hidup


Jenis kelamin= perempuan
OK IGD Berat badan = 1400 kg
Panjang badan= 50 cm
Lingkar dada= 35 cm
Lingkar kepala 34 cm
Apgar skor = 8-9
Plasenta lahir lengkap
Tindakan : Sectio Caesarea

13
Selasa, S: Pasien mengatakan nyeri pada P:
23/04/2019 luka operasi  IVFD Ringer lactate + MgSO4
13.15 WITA O : Tampak sakit sedang ; 15cc, 20 tetes per menit
HCU Kesadaran : Composmentis  IVFD Ringer Laktat+ Tramadol
TD: 175/110 mmHg N: 1 ampul (drip), oxytocin 1
98x/menit ampul (drip), 20 tetes per menit.
RR:18x/ menit - Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram
T =36,0oC IV
A : P2002A100+ post SC Hari ke-0 - Nicardipine syringe pump 0,5
atas indikasi Preeklampsia Berat meq dengan kecepatan 12 cc/
+ HELLP Syndrome + jam,
Hipoabuminemia + BSC 2 x - Injeksi Dexamethasone 3 x 1
ampul, IV
-

Selasa, 23– S : Pasien mengatakan nyeri P:


04 – 2019 pada luka operasi - IVFD Ringer lactate + MgSO4
21.00 WITA O : Keadaan Umum= lemas; 15cc, 20 tetes per menit .
HCU Kesadaran = Composmentis, - IVFD Ringer Laktat+ Tramadol
skala nyeri : 4 1 ampul (drip) + oxytocin 1
Tekanan darah=140/90mmHg ampul (drip), 20 tetes per menit.
Nadi=102x/menit - Nicardipine syringe pump 0,5
RR=20x/ menit meq dengan kecepatan 12
T =36,4oC cc/jam,
A : P2002A100 post SC Hari ke-0
atas indikasi + Preklampsia berat
+ HELLP Syndrome
Hipoalbuminemia.+ BSC 2x

Rabu, 24– S : Pasien mengatakan nyeri P


04 – 2019 pada luka operasi - IVFD Ringer lactate + MgSO4
08.00 WITA O: Tampak Sakit sedang; 15cc, 20 tetes per menit .
HCU Kesadaran= Composmentis - IVFD Ringer Laktat+

14
Tekanan darah=160/100mmHg Tramadol 1 ampul (drip), +
Nadi=97x/menit oxytocin 1 ampul (drip), 20
Respiratory rate=20x/ menit tetes per menit.
T =36,3oC - Nicardipine syringe pump
Hasil Lab Darah: dengan 0,5 meq dengan
Hb: 8,7 gr/dl kecepatan 12 cc/jam,
Leukosit: 21.700 - Injeksi Dexamethasone 3 x 1
Hct: 26,5 ampul IV
Trombosit: 115.000 - Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram
A : P2002A100 post SC Hari ke-1 IV
atas indikasi + Preklampsia berat
+ HELLP Syndrome + BSC 2x

Kamis, 25- S : nyeri pada luka operasi P:


04-2019 O : Keadaan Umum= sakit - Nicardipine 0,5 meq dengan
16.50 sedang; Kesadaran = kecepatan 12 cc/jam, syringe
HCU Composmentis pump.
Tekanan darah=150/90mmHg - Metildopa 2x1 250 mcg PO
Nadi=94x/menit - Rencana transfusi PRC 3 kolf
Respiratory rate=18x/ menit - Observasi keadaan umum
o
Suhu =36,0 C dan tanda-tanda vital
Assessment : P2002A100 post SC
Hari ke-2 atas indikasi
Preklampsia berat + HELLP
Syndrome + BSC 2x

Jumat, 26– S : nyeri pada luka operasi P


04 – 2019 O : Keadaan Umum= sakit - Nicardipine 0,5 meq dengan
06.30 WITA sedang; Kesadaran = kecepatan 12 cc/jam, syringe
VK Composmentis pump.
Tekanan darah=140/90mmHg - Metildopa 2x1 250 mcg PO
Nadi=94x/menit
Respiratory rate=18x/ menit
Suhu =36,0oC

15
Assessment : P2002A100 post SC
Hari ke-3 atas indikasi
Preklampsia berat + HELLP
Syndrome + BSC 2x

Sabtu, 27– S : nyeri pada luka operasi p


04 – 2019 O : Keadaan Umum= sakit - Observasi keluhan utama
08.50 WITA sedang; Kesadaran = dan tanda-tanda vital
VK Composmentis - Infus dilepas
Tekanan darah=140/90mmHg - Direct Catheter dilepas
Nadi=105x/menit - Pasien boleh pulang ke rumah
RR: 20x/ menit -
Suhu : 36,0oC Obat pulang
- Cefadroxil 3 x 500 mg PO
Hasil Lab Darah - Nifedipine 3 x 10 mg PO
Hb: 10,5 - Metildopa 3 x 500 mg PO
Leukosit: 19.800 - Asam Mefenamat 2 x 500 mg
Hct: 32% PO
Trombosit: 151.000
Kontrol hari Senin tanggal 30
A: P2002A100 post SC Hari ke-4 April 2019.
atas indikasi Preklampsia berat +
HELLP Syndrome + BSC 2x

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Sindroma HELLP merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-
tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan
disfungsi endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari
preeklamsia dengan faktor risiko partus preterm, hambatan pertumbuhan janin
((Sjamsuhidayat, 2013).

H : Hemolysis

EL : Elevated Liver Enzyme

LP : Low Platelet Count

Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang


spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga
didapati pada kelainan perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit).
Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda
perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Pada 10 % pasien dengan
preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang
ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah
platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran
(sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah.
Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga
hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama seminggu
(Sjamsuhidayat, 2013)

3.2 Epidemiologi
Insidens Sindrom HELLP pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 4-
12% pada preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup
tinggi (24 %), serta mortalitas perinatal antara 7,7%-60% (Sjamsuhidayat, 2013)

17
Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai
beberapa hari setelah melahirkan (Masnjoer, 2000).
Sindrom HELLP terjadi pada ± 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan,
preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP
berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi,
diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda
dengan preeclampsia (Medscape, 2017).
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna
lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi
tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih
tinggi pada populasi kulit putih dan multipara. Penulis lain juga mempunyai
observasi serupa. Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ketiga, walaupun
pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum
pada sekitar 69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa
post partum, saat terjadinya dalam waktu 48 jam pertama post partum (Medscape,
2017).

3.3 Faktor Resiko


Preeklampsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara, sedangkan
perempuan lebih tua lebih beresiko mengalami hipertensi kronis yang bertumpang
tindih dengan preeclampsia. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan
preeklampsi. Pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur
25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP
(rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit
putih dan multipara lain juga mempunyai observasi serupa (Mansjoer, 2000)
Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11%
pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada
sekitar 69% pasien dan di masa post partum pada sekitar 31%. Pada masa post
partum saat terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum. Faktor
risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan kelainan
mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular
serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati (Medscape, 2017).

18
Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis
dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan
nefropati (Williams, 2013).
Berbagai faktor risiko antara lain :

o Faktor yang berhubungan dengan kehamilan


o Faktor spesifik maternal
o Faktor spesifik paternal

1. Faktor risiko preeklamsia yang berhubungan dengan kehamilan


 Kelainan kromosom
 Mola hydatidosa
 Hydrops fetalis
 Kehamilan multifetus
 Inseminasi donor atau donor oosit
 Kelainan struktur kongenital

2. Faktor risiko preeklamsia yang khusus berhubungan dengan


maternal :
 Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida
tua. Primigravidatua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
 Ibu hamil berusia diatas 35 tahun atau diatas 40 tahun. Ibu hamil
berusia diatas 35 tahundapat terjadi hipertensi laten.
 Ibu hamil usia remaja, yaitu usia dibawah 20 tahun. Ibu hamil berusia
dibawah 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
 Ibu hamil dengan kehamilan kembar.
 Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi
atau penyakit ginjal.
 Riwayat preeklamsia pada keluarga, yaitu ibunya atau saudara
perempuannya pernah mengalami preeklamsia. Jika ada riwayat

19
preeklamsia pada ibu/nenek penderita, factor risiko meningkat sampai
± 25%.
 Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.

3.4 Etiologi
Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Penyebab sindrom
HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem
ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai
sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya
merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel
mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme,
aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel.
Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeclampsia (Wiknjosastro,
2010).

Terdapat 4 hipotesa patogenesis dari preeklampsia, sebagai berikut :


1. Iskemia Plasenta.
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang menyebabkan kegagalan invasi
ke arteri spiralis dan akan mengakibatkan iskemia pada plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun.
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel
tropoblast pada arteri spiralis, dan terjadinya disfungsi endotel di picu oleh
pembentukkan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetik Inpreting.
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen
resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna.
Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin.
4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA (Toxicity
Preventing Activity).
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam
lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar
albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-
esterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar akan menurunkan aktifitas

20
antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL terekspresikan. Jika
kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.

3.5 Klasifikasi
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi
pertama berdasarkan jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien
diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua
kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada). Wanita dengan ketiga
kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan dengan
wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP
total seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang
parsial dapat diterapi konservatif (Schorge et al, 2008).
Klasifikasi kedua HELLP syndrome menurut klasifikasi Mississippi
berdasar kadar trombosit darah terdiri dari :
• Kelas 1
Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Kelas 2
Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Klas 3
Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan


penyakit pada post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya
plasmaferesis. Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu
lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas III.

21
3.6 Patogenesis
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang
ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler,
vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor
pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang
menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan
selanjutnya terjadi kerusakan endotel (Medscape, 2017).
. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik mikroangiopati
merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh
darah kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan hapusan
darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells.
Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah
hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal
dan pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom
subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan
gambaran histopatologik yang paling sering ditemukan (Schorge et al, 2008).
Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau destruksi
trombosit. Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu
variasi dari disseminated intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter
koagulasi seperti waktu prothrombin (PT), waktu parsial thromboplastin (PTT),
dan serum fibrinogen normal (Schorge et al, 2008).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan
terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
menetap selama seminggu (Schorge et al, 2008).

22
3.7 Manifestasi Klinis
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat
bervariasi, dari yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada
pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP
(Wiknjosastro, 2010).
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan
nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan
muntah (50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien
(90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda
lain.
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium
diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh
deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan
peningkatan berat badan yang bermakna dengan oedem menyeluruh. Hal yang
penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg)
tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk
(1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah
diastolik 90 mmHg
Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi
komplikasi yang fatal pada kehamilan trimester ke tiga. Pada awalnya,
perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar dibedakan dari sindrom HELLP.
Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah, nyeri abdomen, dan
ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan peningkatan tes
fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih besar. PT
dan PTT biasanva memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP.
Pemeriksaan mikroskopik hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP.
Panlobular microvesicular fatty change (steatosis) difus derajat rendah merupakan
gambaran patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi pengakhiran
kehamilan segera, atasi hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.

23
3.8 Diagnosis
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan
sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan
anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopeni (Medscape, 2017).
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala,
mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Ada tanda dan
gejala preeklampsia. Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan
parameter laboratorium, dan parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah
pada keadaan sindroma hellp lanjut, dimana morbiditas dan mortalitas ibu mau
pun janin cukup tinggi.

Sindrom HELLP ditandai:


1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara
laboratorik adanya Burr cells pada apusan darah tepi
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka
merupakan tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu,
merupakan tanda spesifik akan kelainan klinik
3. Low platelets
Jumlah trombosit <100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler.
Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan
kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis
mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar
diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis
Tabel 1. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee,
Memphis)

Hemolisis
-kelainan hapusan darah tepi
-total bilirubin >1,2 mg/dl

24
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Peningkatan fungsi hati


-serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Jumlah trombosit yang rendah


-hitung trombosit < 100.000/mm

Temuan pathologis
• Eritrosit : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi
dapat dilihat pada darah tepi.
• Trombosit
o Umur thrombosit normal : 8 – 10 hari. Pada preeclmpasia
umur thrombosit menjadi : 5 – 8 hari.
o Pada sindroma HELLP, umur thrombosit makin memendek,
disertai peningkatan kerusakan thrombosit dan agregasi
thrombosit pada lapisan sel endothel.
o Kerusakan thrombosit akan, menghasilkan thromboxane,
vasokonstriktor kuat.
• Gangguan ginjal :
o Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal
Kerusakan ginjal bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine
serum sampai terjadi gagal ginjal akut yang reversible (acute
tubular necrosis) maupun yang ireversibel (cortical necrosis)
o Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran
glomerulus, adanya butir2 fibrin pada lapisan epithel, dan
pembengkakan sel endothel, sehingga terjadi penyempitan
kapiler.glomenrulus

25
3.9 Diagnosis Banding
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat
bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya
sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan
pembedahan
Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:
o Perlemakan hati akut dalam kehamilan
o Apendistis
o Gastroenteritis
o Kolesistitis
o Batu ginjal
o Pielonefritis
o Ulkus peptikum
o Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik
o Trombositipeni purpura tromboti
o Sindrom hemolitik uremia
o Ensefalopati dengan berbagai etiologi
o Sistemik lupus eritematosus (SLE)

3.10 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre
eklampsia penatalaksanaan pre eklampsia antara lain :
1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan
janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau
ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang
memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara
proses kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya
diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana preeklampsia belum sampai

26
menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan menurunkan
terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable
mungkin.Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan
tersier dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi.
Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya
kelainan pembekuan darah.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya
kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH).
Disfungsi hepar di¬refleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate
transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan juga
peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat
gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin
time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana
trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-hasil
degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah terjadinya
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma
hellp 4-38%.

3.11 Terapi Medikamentosa


Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan
melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml
atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk
double strength dexamethasone (double dose)
Jika didapatkan kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-
150.000/ml dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, maka diberikan dexamethasone 10 mg IV tiap 12 jam. Pada post
partum dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5
mg IV tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone dihentikan, bila terjadi perbaikan
laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan

27
tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi trombosit, bila kada trombosit <50.000/ml dan antioksidan

Tabel 2. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu


(stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan
umur kehamilan 35 minggu).
1) Menilai dan menstabilkan kondisi ibu
o Jika ada DIC, atasi koagulopati
o Profilaksis anti kejang dengan MgSO
o Terapi hipertensi berat
o Rujuk ke pusat ksehatan tersier
o Computerized tomography (CT scan) atau ultrasonografi (USG)
abdomen bila diduga hematoma subkapsular hati
2) Evaluasi kesejahteraan janin
o Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
o Profil biofisik
o USG
3) Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan <35 minggu
o Jika matur, segera akhiri kehamilan
o Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

Pemberian obat antikejang


MgSO4
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian
magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan
ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat
kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi
pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia

28
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah
24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian
magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 %
dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)

Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-
paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin

Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas
(cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort

29
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126
mmHg
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni
pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg
iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non
kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.

30
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan
menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai
pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera
mengakhiri kehamilan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini merupakan
indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang
lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang
kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan
memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit),
menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan.
Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian
besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa

3.12 Komplikasi
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%
berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress
syndrome, kegagalan hepatorenal, oedem paru, hematom subkapsular, dan rupture
hati.Terhadap janin komplikasi yang dapat terjadi yaitu kematian janin dalam
rahim, kematian neonatus, lahir prematur dan nilai apgar yang rendah. Risiko
untuk terjadinya sindroam HELLP pada kehamilan berikutnya ± 14-27 %
sedangkan risiko untuk penderita PEB pada kehamilan berikutnya ± 43%.
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta,
hipoksi intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa
pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan
pernapasan (RDS). Kematian ibu bersalincukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab

31
kematian dapat berupa : kegagalan kardiopulmuner , gangguan pembuluh darah,
perdarahan otak, rupture hepar, kegagalan organ multiple. Kematian perinatal
cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan preterm
Angka kejadian DIC pada sindroma HELLP sekitar 15%. Hellegren dkk
menggunakan sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb :
1. jumlah trombosit < 100 000
2. pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin
parsial ( 40 det)
3. kadar fibrinogen  300 mg/dl
4. fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L)
5. aktivitas anti-trombin III < 80 %
Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC manifest
dan jika ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan DIC. Menurut Sibai
diagnosis DIC jika didapatkan trombositopeni, fibrinogen < 300, FDP > 40 ug/dl.
(Peningkatan trhombin time) .

3.13 Prognosis
Kematian ibu bersalin pada sindrom HELLP cukup tinggi yaitu 24%.
Penyebab kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan
pembekuan darah, perdarahan otak, rupture hepar, dan kegagalan organ
multiple

Nyaris tidak diragukan lagi bahwa perempuan yang mengalami


preeclampsia dengan komplikasi sindrom HELLP memiliki prognosis yang lebih
buruk dibandingkan mereka yang tidak mengalami komplikasi ini. Dalam ulasan
mereka terhadap 693 perempuan dengan sindrom HELLP, Keisser dkk (2009),
melaporkan 10 persen diantaranya mengalami eklampsia. Sep dkk,(2009) juga
mengambarkan risiko komplikasi yang meningkat secara bermakna pada
perempuan dengan sindrom HELLP dibandingkan dengan perempuan yang
mengalami preeclampsia saja. Komplikasi-komplikasi yang mereka laporkan
melliputi eklampsia 15 persen, persalinan kurang bulan 93 vs 78 persen, dan
angka kematian perinatal 9-4%

32
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis

Teori Kasus
HELLP Syndrome secara umum: - Riwayat tekanan darah tinggi
- Riwayat tekanan darah tinggi disertai dengan proteinuria selama
dengan proteinuria selama kehamilan kehamilan.
(preeklampsia - Terdapat edema pada kedua
- Adanya tanda dan gejala preeclampsia tungkai kaki.
- Didahului tanda dan gejala yang tidak - Pasien mengeluhkan badan terasa
khas seperti malaise, lemah , nyeri lemah.
kepala, mual, muntah (semua ini mirip
tanda dan gejala infeksi virus)
- Semua perempuan hamil dengan
keluhan nyeri pada kuadran atas
abdomen, tanpa memandang ada
tidanknya tanda dan gejala
preeklampsia, harus dipertimbangkan
sindroma HELLP
- Sedikit ikterik

4.2 Pemeriksaan Fisik

Teori Kasus
Tanda tanda HELLP Syndrom Tekanan darah :180/120 mmHg
- Didapati Tekanan darah ≥ 160 mmHg Frekuensi nadi : 105 x/menit
dan tekanan darah diastolik ≥ 110 Frekuensi napas :30 x/menit
mmHg tekanan darah ini tidak Temperatur : 36,5º C

33
menurun meskipun ibu hamil sudah Status Obstetri :
dirawat di rumah sakit dan sudah Abdomen :
menjalani tirah baring - Inspeksi : striae gravidarum ada,
bekas operasi (+), striae (+),
- Oliguria, yaitu produksi urin kurang
linea nigra (+)
dari 500 cc/24 jam
- Tinggi fundus uterus : 25 cm
- Kenaikan kadar kreatinin plasma - Leopold I: Teraba bulat lunak,
kesan bokong
- Leopold II: Pungung janin di
kanan ibu letak memanjang
Leopold III: Teraba bulat lunak,
kesan bokong
- Leopold IV: Belum masuk pintu
atas panggul
- Denyut Jantung Janin : 145 kali
per menit
- Vaginal Toucher : tidak
dilakukan

4.3 Pemeriksaan Penunjang

Teori Kasus
1. Laboratorium 1. Laboratorium
- Proteinuria 3+ a. Darah Lengkap
- Oliguria yaitu produksi urin - Leukosit : 22.120 sel/mm3
kurang dari 500 cc/ 24 jam - Hb : 11,1 mg/dl
- Kenaikan kadar kreatinin - Hct : 33,6 %
plasma - Trombosit: 55.000
- Tanda tanda hemolisis - Albumin : 2,5
intravaskular dan kerusakan sel - Ureum : 50,1
hepatosit hepar, khususnya - Kreatinin : 1,6

34
kenaikan LDH, SGOT, SGOPT, - SGOT : 45
dan bilirubin indirek - SGPT : 40
- Trombositopenia : ≤ 150.000/ b. Urinalisis
ml - Warna : Kuning
- Kejernihan : Agak keruh
- Berat jenis: 1.010
- Leukosit :
- Hemoglobin : +1
- Sel epitel: -
- Leukosit :-
- Eritrosit :-
- pH :6,0
- Glukosa : +1

4.4 Penatalaksanaan

Teori Fakta
1. Terapi medikamentosa dan - IVFD Ringer lactate + MgSO4
monitoring 15cc, 20 tetes per menit
- Nicardipine Syringe Pump 0,5
Melakukan monitoring kadar
meq dengan kecepatan 12
trombosit tiap 12 jam. Jika terdapat
cc/jam,
tanda-tanda, eklampsia, hipertensi
- Metildopa 250mg/8 jam per
berat, nyeri epigastrium, maka
oral, jika td > 160, dosis jadi
diberikan deksametason 10 mg i.v.
500mg
tiap 12 jam. Pada postpartum
deksametason diberikan 10 mg i.v. - Injeksi Dexamethasone 3 x 1

tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 ampul, IV

mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi - Observasi keadaan umum dan

deksametason dihentikan, bila telah tanda-tanda vital

terjadi perbaikan laboratorium, yaitu

35
trombosit > 100.000/ml dan - Observasi DJJ
penurunan LDH serta perbaikan tanda
- Rencana operasi SC dan MOW
dan gejala-gejala klinik preeklampsia-
eklampsia. Dapat dipertimbangkan - Injeksi Dexamethasone 3 x 1

pemberian tranfusi trombosit, bila ampul, IV

kadar trombosit < 50.000/ml dan


antioksidan.

2. Sikap pengelolaan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada


sindroma HELLP ialah aktif, yaitu
kehamilan diakhiri (diterminasi) tanpa
memandang umur kehamilan.
Persalinan dapat dilakukan
pervaginam atau perabdominam

3. Penatalaksanaan preeklampsia
berat

Diberikan MgSO4 dengan dosis awal 4


gram MgSO4 intravena, (40% dalam 10
cc) selama 15 menit dan dilanjutkan
dengan 6 gram dalam larutan Ringer/6
jam atau diberikan 4 atau 5 gram i.m.
selanjutnya maintenance dose diberikan
4 gram i.m. tiap 4 – 6 jam.

Diberikan obat anti tekanan darah


berupa : 1. Lini pertama ( Nifedipin
Dosis 10 – 20 mg PO, diulangi setelah
30 menit maksimum 120 mg dalam 24
jam), 2. Lini kedua ( Sodium
nitroprusside 0,25 ug i.v./kg/menit,

36
infus; ditingkatkan 0,25 ug i.v./kg/5
menit

37
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny.SA yang berusia 36 tahun
yang datang ke IGD RSUD AWS Samarinda melalui rujukan RSUD A.M
Parikesit Tenggarong .Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis sebagai G3P1001A100 gravid 30
minggu + preeklampsia Berat + HELLP Syndrome + BSC 1x. Pada pasien ini
diberikan medikamentosa dan dilakukan tindakan operatif yakni section cesarean
dan MOW. Secara umum penegakan diagnosis maupun penatalaksanaan pada
pasien tersebut sudah tepat dan sesuai dengan teori yang ada.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., Winknjosastro, G.H., editors. Ilmu


Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Hal. 532-535.
2. Habli, M., Sibai, B.M. 2008. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In:
Danforth’s obstetrics and gynecology. 10th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2008: 258-266
3. T. Gupta, Gupta N, dkk. 2013.Maternal And Perinatal Outcome In Patients
With Severe Preeclampsia/ Eclampsia With And Without Hellp Syndrome.
Journal of Universal College of Medical Sciences Vol.1 No.04
4. Cunningham, Leveno,Bloom, Hauth, Hipertensi dalam kehamilan. Dalam
Obstetri Williams. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran.2013 : 754-756.
5. Sibai, Baha. A practical plan to detect and manage HELLP syndrome. Journal
Obg Management.
6. Sibai. Diagnosis, Controversies, and Management of the Syndrome of
Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet Count. The American
College of Obstetricians and Gynecologists. Journal. Vol. 103, No. 5, Part 1,
May 2004
7. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta ; PT Bina Pustaka;
2009. Hal. 530-50.
8. Roberts, J.M., Hubel, C.A. 2004. Oxidative Stress in Preeclampsia.
American Journal of Obstetrics and Gynecology, 190:1177– 8.
9. Hemant S , Chabi S, Frey D. Hellp syndrome. J Obstet Gynecol India Vol.
59, No. 1 : Januari 2009 pg 30-40.
10. Pre-eclampsie en het HELLP-syndroom – Engels Pre-eclampsia and HELLP-
syndrome. www.isala.nl

39

Anda mungkin juga menyukai