Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
HELLP Syndrome
Oleh :
Adinda Rizkia Nurdi
1810029061
Dosen Pembimbing :
Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG
1
Laporan Kasus
HELLP Syndrome
Menyetujui,
Dr. dr. Novia Fransiska Ngo., Sp. OG
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih sayang-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kasus tentang
“HELLP Syndrome”. Laporan kasus ini disusun dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik di Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, M. Kes., Sp. OG selaku Kepala Laboratorium
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan
selaku Dosen Pembimbing Klinik dan pembimbing laporan kasus.
4. dr. I. G. A. A. Sri M. Montessori, Sp. OG selaku Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
5. Seluruh dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda selaku dosen pembimbing dan pengajar selama di stase
Obstetri dan Ginekologi.
6. Rekan sejawat dokter muda stase Obstetri dan Ginekologi.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Namun, penulis berharap semoga penulisan laporan kasus ini
dapat bermanfaat sebagai proses pembelajaran pada bidang obstetri dan
ginekologi.
Samarinda, Mei 2019
Penulis
3
DAFTAR ISI
Hal
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
sebagai sindrom HELLP Parsial (SHP). Kasus ini sering ditemukan pada
trimester kedua (15%), trimester ketiga (50%), sebelum persalinan atau
periode pascapersalinan hingga 48 jam setelahnya.Sindrom HELLP adalah
komplikasi dari preeklampsia berat yang sering tak terdeteksi dan progresif
(Sjamsuhidayat, 2013).
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang HELLP Syndrome dan perbandingan antara teori
dengan kasus nyata HELLP Syndrome
1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang HELLP Syndrome.
6
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
a) Identitas Pasien
• Nama : Ny. SA
• Usia : 36 tahun
• Alamat : Jln. Selingsing Jembayan Tengah Loa Kulu
• Pendidikan : SD
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Status Pernikahan : Menikah
• Agama : Islam
• MRS : 23 April 2019 pukul 00.50 WITA
Identitas Suami
• Nama : Tn. M
• -Usia : 34 thn
• Alamat : Jln. Selingsing Jembayan Tengah Loa Kulu
• Pendidikan : SMA
• Pekerjaan : Karyawan Swasta
• Status Pernikahan : Menikah
• Agama : Islam
7
Preeklamsia Berat + HELLP Syndrome+ bekas sectio caesarea 1x. Pasien
datang dengan kondisi sudah terpasang IVFD RL drip MgSO4 20 tetes per
menit dan nicardpine syringe pump 0,5 meq dengan kecepatan 12 cc/jam
dari rumah sakit rujukan. Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat
preeklampsia berat pada kehamilan yang kedua. Tidak ada keluhan buang
air besar, buang air kecil, dan ikterik pada kulit maupun sklera.
f) Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Lama haid : 7 hari
Banyak perdarahan: 2 kali ganti pembalut
Hari Pertama Haid Terakhir : 22 – 10 - 2018
Tafsiran Persalinan : 29 - 07 – 2019
g) Riwayat Obstetri G3 P1001 A100
No. Thn Tempat Usia Jenis Penol Peny BB Hidup/
Partu Partus Hamil Persa ong ulit Lahir Mati
s linan
1. 2015 Abortus 14 Kuret Dokte - - Mati
minggu r
2. 2018 RS Cukup SC Dokte PEB 3120g Hidup
bulan r ram
3. 2019 RS Hamil ini
h) Status Pernikahan
8
Pasien menikah 1 kali sejak usia 27 tahun. Lama usia pernikahan sekarang
9 tahun
i) Riwayat Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan kontrasepsi pil selama 2 tahun pada tahun
2015-2017
Thorax
- Paru
9
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : fremitus raba dextra=sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi :
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas kanan ICS 2 parasternal line dextra
batas kiri ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas : edema +/+, akral hangat +/+,
h) Status Obstetri :
Abdomen :
Inspeksi : striae gravidarum (+),linea nigra (+),bekas operasi (+),
Palpasi : teraba nyeri tekan di regio kanan atas
Tinggi fundus uterus : 25 cm
Leopold I : Teraba bulat lunak, kesan kepala.
Leopold II : Teraba pungung janin di kiri ibu
Leopold III : Teraba bulat keras, kesan kepala
Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul
HIS : Belum ada kontraksi
Denyut Jantung Janin : 145 kali per menit
Vaginal Toucher : tidak dilakukan
10
Leukosit 22.120 4.800-10.800
Hematokrit 33,6% 37,0%-54,0%
Trombosit 55.000 150.000-450.000
Hemoglobin 11,1 12.0-16.0
BT 3 1-6 menit
CT 12 1-15 menit
d) Urinalisis (23/04/2019)
Hasil Nilai rujukan
Berat jenis 1.010 1.003-1.030
pH 5,0 4,8-7,8
11
Protein +3 -
Glukosa - -
e) Imuno-Serologi (21/02/2019)
Hasil Nilai rujukan
Ab HIV Non Reaktif Non Reaktif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
2.4 Diagnosis
G3P1001A100 gravid 30 minggu + Preeklamsia Berat + HELLP Syndrome+
Hipoalbuminemia + BSC 1x
2.5 Penatalaksanaan
- Observasi keluhan dan tanda vital
- Rencana operasi SC dan MOW
2.6 Follow Up
12
Akral hangat - Observasi DJJ
DJJ : 127x/menit
- Rencana operasi SC dan
A : G3P1001A100 gravid 30
MOW
minggu + Preeeklampsia Berat+
HELLP Syndrome + -
hipoalbuminemia + BSC 1x
13
Selasa, S: Pasien mengatakan nyeri pada P:
23/04/2019 luka operasi IVFD Ringer lactate + MgSO4
13.15 WITA O : Tampak sakit sedang ; 15cc, 20 tetes per menit
HCU Kesadaran : Composmentis IVFD Ringer Laktat+ Tramadol
TD: 175/110 mmHg N: 1 ampul (drip), oxytocin 1
98x/menit ampul (drip), 20 tetes per menit.
RR:18x/ menit - Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram
T =36,0oC IV
A : P2002A100+ post SC Hari ke-0 - Nicardipine syringe pump 0,5
atas indikasi Preeklampsia Berat meq dengan kecepatan 12 cc/
+ HELLP Syndrome + jam,
Hipoabuminemia + BSC 2 x - Injeksi Dexamethasone 3 x 1
ampul, IV
-
14
Tekanan darah=160/100mmHg Tramadol 1 ampul (drip), +
Nadi=97x/menit oxytocin 1 ampul (drip), 20
Respiratory rate=20x/ menit tetes per menit.
T =36,3oC - Nicardipine syringe pump
Hasil Lab Darah: dengan 0,5 meq dengan
Hb: 8,7 gr/dl kecepatan 12 cc/jam,
Leukosit: 21.700 - Injeksi Dexamethasone 3 x 1
Hct: 26,5 ampul IV
Trombosit: 115.000 - Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram
A : P2002A100 post SC Hari ke-1 IV
atas indikasi + Preklampsia berat
+ HELLP Syndrome + BSC 2x
15
Assessment : P2002A100 post SC
Hari ke-3 atas indikasi
Preklampsia berat + HELLP
Syndrome + BSC 2x
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Sindroma HELLP merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-
tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan
disfungsi endotel sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari
preeklamsia dengan faktor risiko partus preterm, hambatan pertumbuhan janin
((Sjamsuhidayat, 2013).
H : Hemolysis
3.2 Epidemiologi
Insidens Sindrom HELLP pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 4-
12% pada preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup
tinggi (24 %), serta mortalitas perinatal antara 7,7%-60% (Sjamsuhidayat, 2013)
17
Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai
beberapa hari setelah melahirkan (Masnjoer, 2000).
Sindrom HELLP terjadi pada ± 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan,
preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP
berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi,
diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda
dengan preeclampsia (Medscape, 2017).
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna
lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi
tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih
tinggi pada populasi kulit putih dan multipara. Penulis lain juga mempunyai
observasi serupa. Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ketiga, walaupun
pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum
pada sekitar 69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa
post partum, saat terjadinya dalam waktu 48 jam pertama post partum (Medscape,
2017).
18
Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis
dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan
nefropati (Williams, 2013).
Berbagai faktor risiko antara lain :
19
preeklamsia pada ibu/nenek penderita, factor risiko meningkat sampai
± 25%.
Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.
3.4 Etiologi
Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Penyebab sindrom
HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem
ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai
sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya
merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel
mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme,
aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel.
Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeclampsia (Wiknjosastro,
2010).
20
antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL terekspresikan. Jika
kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.
3.5 Klasifikasi
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi
pertama berdasarkan jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien
diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua
kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada). Wanita dengan ketiga
kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan dengan
wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP
total seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang
parsial dapat diterapi konservatif (Schorge et al, 2008).
Klasifikasi kedua HELLP syndrome menurut klasifikasi Mississippi
berdasar kadar trombosit darah terdiri dari :
• Kelas 1
Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Kelas 2
Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Klas 3
Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
21
3.6 Patogenesis
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang
ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler,
vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor
pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang
menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan
selanjutnya terjadi kerusakan endotel (Medscape, 2017).
. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik mikroangiopati
merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh
darah kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan hapusan
darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells.
Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah
hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal
dan pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom
subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan
gambaran histopatologik yang paling sering ditemukan (Schorge et al, 2008).
Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau destruksi
trombosit. Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu
variasi dari disseminated intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter
koagulasi seperti waktu prothrombin (PT), waktu parsial thromboplastin (PTT),
dan serum fibrinogen normal (Schorge et al, 2008).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan
terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
menetap selama seminggu (Schorge et al, 2008).
22
3.7 Manifestasi Klinis
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat
bervariasi, dari yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada
pasien preeklampsi-eklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP
(Wiknjosastro, 2010).
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan
nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan
muntah (50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien
(90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda
lain.
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium
diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh
deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan
peningkatan berat badan yang bermakna dengan oedem menyeluruh. Hal yang
penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg)
tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk
(1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah
diastolik 90 mmHg
Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi
komplikasi yang fatal pada kehamilan trimester ke tiga. Pada awalnya,
perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar dibedakan dari sindrom HELLP.
Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah, nyeri abdomen, dan
ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan peningkatan tes
fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih besar. PT
dan PTT biasanva memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP.
Pemeriksaan mikroskopik hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP.
Panlobular microvesicular fatty change (steatosis) difus derajat rendah merupakan
gambaran patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi pengakhiran
kehamilan segera, atasi hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.
23
3.8 Diagnosis
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan
sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan
anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopeni (Medscape, 2017).
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala,
mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Ada tanda dan
gejala preeklampsia. Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan
parameter laboratorium, dan parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah
pada keadaan sindroma hellp lanjut, dimana morbiditas dan mortalitas ibu mau
pun janin cukup tinggi.
Hemolisis
-kelainan hapusan darah tepi
-total bilirubin >1,2 mg/dl
24
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Temuan pathologis
• Eritrosit : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi
dapat dilihat pada darah tepi.
• Trombosit
o Umur thrombosit normal : 8 – 10 hari. Pada preeclmpasia
umur thrombosit menjadi : 5 – 8 hari.
o Pada sindroma HELLP, umur thrombosit makin memendek,
disertai peningkatan kerusakan thrombosit dan agregasi
thrombosit pada lapisan sel endothel.
o Kerusakan thrombosit akan, menghasilkan thromboxane,
vasokonstriktor kuat.
• Gangguan ginjal :
o Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal
Kerusakan ginjal bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine
serum sampai terjadi gagal ginjal akut yang reversible (acute
tubular necrosis) maupun yang ireversibel (cortical necrosis)
o Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran
glomerulus, adanya butir2 fibrin pada lapisan epithel, dan
pembengkakan sel endothel, sehingga terjadi penyempitan
kapiler.glomenrulus
25
3.9 Diagnosis Banding
Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat
bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya
sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan
pembedahan
Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:
o Perlemakan hati akut dalam kehamilan
o Apendistis
o Gastroenteritis
o Kolesistitis
o Batu ginjal
o Pielonefritis
o Ulkus peptikum
o Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik
o Trombositipeni purpura tromboti
o Sindrom hemolitik uremia
o Ensefalopati dengan berbagai etiologi
o Sistemik lupus eritematosus (SLE)
3.10 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre
eklampsia penatalaksanaan pre eklampsia antara lain :
1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan
janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau
ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang
memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara
proses kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya
diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana preeklampsia belum sampai
26
menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan menurunkan
terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable
mungkin.Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan
tersier dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi.
Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya
kelainan pembekuan darah.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya
kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH).
Disfungsi hepar di¬refleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate
transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan juga
peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat
gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin
time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana
trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-hasil
degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah terjadinya
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma
hellp 4-38%.
27
tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi trombosit, bila kada trombosit <50.000/ml dan antioksidan
28
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah
24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian
magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 %
dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-
paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas
(cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
29
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126
mmHg
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni
pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg
iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non
kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.
30
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan
menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai
pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera
mengakhiri kehamilan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini merupakan
indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang
lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang
kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan
memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit),
menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan.
Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian
besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa
3.12 Komplikasi
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%
berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress
syndrome, kegagalan hepatorenal, oedem paru, hematom subkapsular, dan rupture
hati.Terhadap janin komplikasi yang dapat terjadi yaitu kematian janin dalam
rahim, kematian neonatus, lahir prematur dan nilai apgar yang rendah. Risiko
untuk terjadinya sindroam HELLP pada kehamilan berikutnya ± 14-27 %
sedangkan risiko untuk penderita PEB pada kehamilan berikutnya ± 43%.
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta,
hipoksi intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa
pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan
pernapasan (RDS). Kematian ibu bersalincukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab
31
kematian dapat berupa : kegagalan kardiopulmuner , gangguan pembuluh darah,
perdarahan otak, rupture hepar, kegagalan organ multiple. Kematian perinatal
cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan preterm
Angka kejadian DIC pada sindroma HELLP sekitar 15%. Hellegren dkk
menggunakan sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb :
1. jumlah trombosit < 100 000
2. pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin
parsial ( 40 det)
3. kadar fibrinogen 300 mg/dl
4. fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L)
5. aktivitas anti-trombin III < 80 %
Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC manifest
dan jika ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan DIC. Menurut Sibai
diagnosis DIC jika didapatkan trombositopeni, fibrinogen < 300, FDP > 40 ug/dl.
(Peningkatan trhombin time) .
3.13 Prognosis
Kematian ibu bersalin pada sindrom HELLP cukup tinggi yaitu 24%.
Penyebab kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan
pembekuan darah, perdarahan otak, rupture hepar, dan kegagalan organ
multiple
32
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori Kasus
HELLP Syndrome secara umum: - Riwayat tekanan darah tinggi
- Riwayat tekanan darah tinggi disertai dengan proteinuria selama
dengan proteinuria selama kehamilan kehamilan.
(preeklampsia - Terdapat edema pada kedua
- Adanya tanda dan gejala preeclampsia tungkai kaki.
- Didahului tanda dan gejala yang tidak - Pasien mengeluhkan badan terasa
khas seperti malaise, lemah , nyeri lemah.
kepala, mual, muntah (semua ini mirip
tanda dan gejala infeksi virus)
- Semua perempuan hamil dengan
keluhan nyeri pada kuadran atas
abdomen, tanpa memandang ada
tidanknya tanda dan gejala
preeklampsia, harus dipertimbangkan
sindroma HELLP
- Sedikit ikterik
Teori Kasus
Tanda tanda HELLP Syndrom Tekanan darah :180/120 mmHg
- Didapati Tekanan darah ≥ 160 mmHg Frekuensi nadi : 105 x/menit
dan tekanan darah diastolik ≥ 110 Frekuensi napas :30 x/menit
mmHg tekanan darah ini tidak Temperatur : 36,5º C
33
menurun meskipun ibu hamil sudah Status Obstetri :
dirawat di rumah sakit dan sudah Abdomen :
menjalani tirah baring - Inspeksi : striae gravidarum ada,
bekas operasi (+), striae (+),
- Oliguria, yaitu produksi urin kurang
linea nigra (+)
dari 500 cc/24 jam
- Tinggi fundus uterus : 25 cm
- Kenaikan kadar kreatinin plasma - Leopold I: Teraba bulat lunak,
kesan bokong
- Leopold II: Pungung janin di
kanan ibu letak memanjang
Leopold III: Teraba bulat lunak,
kesan bokong
- Leopold IV: Belum masuk pintu
atas panggul
- Denyut Jantung Janin : 145 kali
per menit
- Vaginal Toucher : tidak
dilakukan
Teori Kasus
1. Laboratorium 1. Laboratorium
- Proteinuria 3+ a. Darah Lengkap
- Oliguria yaitu produksi urin - Leukosit : 22.120 sel/mm3
kurang dari 500 cc/ 24 jam - Hb : 11,1 mg/dl
- Kenaikan kadar kreatinin - Hct : 33,6 %
plasma - Trombosit: 55.000
- Tanda tanda hemolisis - Albumin : 2,5
intravaskular dan kerusakan sel - Ureum : 50,1
hepatosit hepar, khususnya - Kreatinin : 1,6
34
kenaikan LDH, SGOT, SGOPT, - SGOT : 45
dan bilirubin indirek - SGPT : 40
- Trombositopenia : ≤ 150.000/ b. Urinalisis
ml - Warna : Kuning
- Kejernihan : Agak keruh
- Berat jenis: 1.010
- Leukosit :
- Hemoglobin : +1
- Sel epitel: -
- Leukosit :-
- Eritrosit :-
- pH :6,0
- Glukosa : +1
4.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
1. Terapi medikamentosa dan - IVFD Ringer lactate + MgSO4
monitoring 15cc, 20 tetes per menit
- Nicardipine Syringe Pump 0,5
Melakukan monitoring kadar
meq dengan kecepatan 12
trombosit tiap 12 jam. Jika terdapat
cc/jam,
tanda-tanda, eklampsia, hipertensi
- Metildopa 250mg/8 jam per
berat, nyeri epigastrium, maka
oral, jika td > 160, dosis jadi
diberikan deksametason 10 mg i.v.
500mg
tiap 12 jam. Pada postpartum
deksametason diberikan 10 mg i.v. - Injeksi Dexamethasone 3 x 1
35
trombosit > 100.000/ml dan - Observasi DJJ
penurunan LDH serta perbaikan tanda
- Rencana operasi SC dan MOW
dan gejala-gejala klinik preeklampsia-
eklampsia. Dapat dipertimbangkan - Injeksi Dexamethasone 3 x 1
3. Penatalaksanaan preeklampsia
berat
36
infus; ditingkatkan 0,25 ug i.v./kg/5
menit
37
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny.SA yang berusia 36 tahun
yang datang ke IGD RSUD AWS Samarinda melalui rujukan RSUD A.M
Parikesit Tenggarong .Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis sebagai G3P1001A100 gravid 30
minggu + preeklampsia Berat + HELLP Syndrome + BSC 1x. Pada pasien ini
diberikan medikamentosa dan dilakukan tindakan operatif yakni section cesarean
dan MOW. Secara umum penegakan diagnosis maupun penatalaksanaan pada
pasien tersebut sudah tepat dan sesuai dengan teori yang ada.
38
DAFTAR PUSTAKA
39