Anda di halaman 1dari 45

BAB I

LATAR BELAKANG

Di Indonesia, infeksi susunan saraf pusat menduduki urutan ke 10 dari


urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat meliputi
3 diagnosis yang sulit dibedakan secara klinis, yaitu meningitis, ensefalitis dan
meningoensefalitis.
Meningoensefalitis merupakan salah satu infeksi sistem saraf pusat yang
merupakan masalah serius dan membutuhkan pengenalan serta penanganan segera
untuk memperkecil gejala sisa dan memastikan kelangsungan hidup pasien.
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada meninges, paling
banyak disebabkan infeksi pada leptomeninges dan ruangan subarakhnoid.
Etiologi penyakit ini cukup beragam. Dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan
jamur. Ensefalitis adalah inflamasi pada otak yang umumnya menyebabkan pasien
mengalami demam, sakit kepala, dan perubahan status mental. Sebagian besar
pasien juga mengalami inflamasi pada meninges, sehingga tampakan klinis yang
ada tumpang tindih dengan meningoensefalitis.
Pada 890.000 kasus meningitis anak yang terjadi setiap tahun (500.000 di
Afrika, 210.000 di negara-negara pasifik, 100.000 di Eropa dan 80.000 di
Amerika), 135.000 kasus berakhir dengan kematian dan 160.000 kasus mengalami
gejala sisa yang meliputi gangguan perkembangan dan gangguan pendengaran.
Tanda dan gambaran klinis meningitis sangat bervariasi, terlebih pada bayi.
Semakin muda usia pasien, manifestasi klinis yang ditemukan semakin tidak jelas
dan gejala yang ada semakin tidak spesifik, sehingga penegakan diagnosisnya
sering sulit dilakukan. Hal ini mengakibatkan keterlambatan pengobatan sehingga
angka kematian dan kecacatannya tetap tinggi. Angka kematian meningitis
berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan berkisar 30-50%. Kecacatan yang
ditemukan berupa gangguan pendengaran yang bersifat sensorineural, gangguan
penglihatan, retardasi mental, gangguan bicara, hidrosefalus, kejang berulang dan
paresis anggota gerak
Walaupun telah dikembangkan cara diagnosis dan penanganannya,
meningitis masih menjadi ancaman bagi pasien. Fakta menyatakan tingkat
kematian meningitis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) masih tinggi,
yakni mencapai 41,8% berdasarkan data rekam medis sejak tahun 1997-2005
dengan mengikutsertakan 273 penderita, yang terdiri dari 81 wanita dan 192 pria,
dengan usia antara 12 sampai 78 tahun. Sejumlah 114 penderita
meninggal dan 159 hidup. Tercatat telah terjadi penurunan insidensi meningitis
dari 2 kasus 100.000 populasi pada tahun 1998 sampai 1999 menjadi 1,38 kasus
per 100.000 populasi pada tahun 2006 hingga 2007 dengan penurunan case
fatality rate menjadi 14,3%.

Sebuah penelitian meta-analisis menyatakan bahwa 16,4% pasien yang


sembuh setelah mengalami meningoensefalitis akan mengalami salah satu dari
gejala sisa berupa gangguan intelektual, epilepsi dan spastisitas.
BAB II
KASUS BANGSAL NEUROLOGI
RSUD ABDUL MANAP

I. IDENTITAS PASIEN

 Nama : An. R
 Jenis Kelamin : laki- laki
 Usia : 12 tahun
 Alamat : Pondok Pesantren Darul Ulfas
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Siswa
 Tanggal Masuk RS : 15-04-2018

DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1. Penurunan Kesadaran 15 April 2018
2. Dehidrasi 15 April 2018
3. Kaku kuduk 17 April 2018
II. DATA SUBYEKTIF (Anamnesistanggal : 17 April 2018)

1. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran


sejak 2 jam SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
 Lokasi : Abdomen
 Onset : Perlahan-lahan makin memberat
 Kualitas: Nyeri di rasakan seperti di tusuk-tusuk sehingga pasien
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
 Kuantitas: nyeri di rasakan terus menerus reda setelah di beri obat
anti nyeri kemudian kambuh
 Kronologis :
 Pasien di bawa ke rumah sakit Abdul Manap dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 2 jam SMRS.
 ± 5 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri di seluruh bagian perut, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. pasien juga
mengeluhkan BAB cair ± 5x/hari, sebanyak ± 1/2 gelas belimbing setiap
kali BAB, BAB berwarna kuning, darah (-), lendir (-), ampas (-) dan
disertai muntah ± 5x/hari, sebanyak ±1/2 gelas belimbing tiap kali muntah,
isi muntahan makanan yang dimakan, warna kuning dan menyemprot.
Pasien juga mengeluhkan demam, demam dirasakan terus-menerus.
 4 hari SMRS, pasien dibawa berobat ke bidan terdekat dan diberikan obat
(pasien lupa nama obatnya), Namun keluhan masih belum berkurang
kemudian pasien dibawa ke rumah sakit Abdul Manap. Menurut keluarga,
pasien sempat kejang diseluruh anggota tubuhnya dengan lama kejang
< 10 menit. Setelah itu, os menjadi sukar untuk diajak berkomunikasi.
Pasien di rumah sakit di rawat di ruangan icu selama 3 hari kemudian
pasien pindah ke bangsal. BAK normal. batuk lama (-), batuk darah (-).
 Gejala penyerta : mual (+), muntah (+)
 Faktor memperberat: Kejang
 Faktor memperingan : (-)
 Riwayat Pengobatan : Pasien mengonsumsi obat dari
bidan dan pasien lupa nama obat yang dikonsumsi.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya di sangkal
 Riwayat kontak dengan penderita TBC (-)
 Riwayat TBC (-)
 Riwayat trauma kepala disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


a. Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang
sama seperti pasien.
b. Riwayat TBC disangkal
c. Hipertensi disangkal
d. Diabetes melitus disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien seorang siswa pesantren
 Status ekonomi pasien menengah kebawah.
 Pasien tinggal di Pondok Pesantren Darul Ulfas
 Pasien menggunakan BPJS selama dirawat.

Riwayat kebiasaan :
- Kebiasaan telat makan
III. PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF)
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 April 2018
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
 Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15 ( E4 V5 M6)
 Tekanan Darah : 114/81 mmHg
 Nadi : 130 kali/ menit
 Respirasi :19kali/ menit, pernapasan regular
 Suhu : 37,5°C
 SPO2 : 98%

2. Status Generalis
Kepala : Normocephal (+)
Mata : Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil bulat, isokor,  ± 3 mm/± 3 mm, reflex
cahaya (+)/(+), katarak -/-
THT : Dalam batas normal
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah hiperemis (-),
T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher :JVP 5-2 cm H2O ,Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid
(-)
Dada : Simetris ka=ki
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-),murmur(-)
Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-),
fremitus taktil sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-
),Fremitus vocal samakiridankanan

Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), datar (+), masa (-).
Palpasi : nyeri tekan (+) seluruh perut, Defans
muskular (-), hepar lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
Superior :Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
Inferior :Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)

3. Status Psikitus
Cara berpikir : Baik
Perasaahati : Biasa
Tingkahlaku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik

4. Status Neurologi
a. Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeritekan : (-)
Simetri : (+)
Pulsasi : (+)
b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : baik
c. Tanda Rangsang meningeal :
Kaku kuduk :+
Brudzinsky 1 :-
Brudzinsky 2 :+
Brudzinsky 3 :-
Brudzinsky 4 :+
Guillain Sign :+
Edelmann test :-
Laseque :-
Kernig :+

d. Nervuskranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan
Baik (normosmia) Baik (normosmia)
bahan)
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk, besar Bulat, isokor,  3 mm Bulat, isokor,  3 mm
reflex cahaya + +
langsung + +
reflex konvergensi + +
reflex konsensual
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata Normal Normal
ke bawah-dalam
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut Normal
Mengunyah Normal
Mengigit Normal
Sensibilitas Muka
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
Reflek Kornea Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia Tidakada Tidak ada
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
Senyum Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 - -
depan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test + +
Weber test Tidak ada lateralisasi
Swabach test Normal Normal
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Normal
Sensibilitas faring Normal
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Normal
Menelan Baik
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Memalingkan kepala Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Normal
dijulurkan
Atropi papil -
Tremor lidah -
Disartria -

d. Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk Simetris Simetris
Bentuk kolumna Normal Normal
vertebralis
Pergerakan kolumna Normal Normal
vertebralis

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Normal Normal

Refleks
Reflek kulit perut atas Normal Normal
Reflek kulit perut tengah Normal Normal
Reflek kulit perut bawah Normal Normal
Reflek kremaster tidak dilakukan tidak dilakukan

2. Anggota Gerak atas


a. Anggota Gerak atas
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Fisiologis
Biseps + +
Triseps + +
Radius + +
Ulna + +

Refleks Patologis
Hoffman-Tromner - -

3. Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Fisiologis
Patella + +
Achilles + +

Refleks Patologis
Babinsky - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Bing - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -

e. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

f. AlatVegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal

g. Koordinasi, gait dankeseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Romberg Test : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Ataxia : Tidak dilakukan
Rebound Phenomena : Tidak dilakukan
h. Pemeriksaan Penunjang

Darahrutin : (Tanggal 15-04-2018)


- WBC : 42,4 103/mm3 (3.5-10.0)
- RBC : 5,30 106/mm3 (3.80-5.80)
- HGB : 15,7 g/dl (11.0-16.5)
- HCT : 43,2 % (35.0-50.0)
- PLT : 295 103/mm3 (150-390)
- PCT : .25 % (.100-.500)
- GDS : 161 mg/dl

b. Pemeriksaan Faal ginjal


- Ureum : 38 mg/dl (15-39 mg/dl)
- Creatinin : 1,3 mg/dl (0,9-1,3 mg/dl)

c. Pemeriksaan Elektrolit
- Natrium :132,57 mmol/L (135-148)
- Kalium : 4,71 mmol/L (3.5-5.3)
- Chlorida : 96,68 mmol/L (98-110)
- Calsium :0,85 mmol/L (1.12-1.23)
IV. RINGKASAN
S:

Seorang anak laki-laki, berusia 12 tahun, dibawa oleh keluarganya ke


RSUD Abdul Manap Jambi dengan keluhan: penurunan kesadaran 2 jam
SMRS
 ± 5 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri di seluruh bagian perut, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. pasien juga
mengeluhkan BAB cair ± 5x/hari, sebanyak ± 1/2 gelas belimbing setiap
kali BAB, BAB berwarna kuning, darah (-), lendir (-), ampas (-) dan
disertai muntah ± 5x/hari, sebanyak ±1/2 gelas belimbing tiap kali muntah,
isi muntahan makanan yang dimakan, warna kuning dan menyemprot.
Pasien juga mengeluhkan demam, demam dirasakan terus-menerus.
 4 hari SMRS, pasien dibawa berobat ke bidan terdekat dan diberikan obat
(pasien lupa nama obatnya), Namun keluhan masih belum berkurang
kemudian pasien dibawa ke rumah sakit Abdul Manap. Menurut keluarga,
pasien sempat kejang diseluruh anggota tubuhnya dengan lama kejang <
10 menit. Setelah itu, os menjadi sukar untuk diajak berkomunikasi.
Pasien di rumah sakit di rawat di ruangan icu selama 3 hari kemudian
pasien pindah ke bangsal. BAK normal. batuk lama (-), batuk darah (-).

O : Compos mentis, GCS: 15

TD : 114/81 mmHg
Nadi : 130 x/menit
RR : 19 x/menit.
Suhu : 37,5 oC

A:
 DiagnosaKlinis : Penurunan Kesadaran
 DiagnosaTopis : Meningen
 DiagnosaEtiologi :Susp. Meningoensefalitis
P
 Medikamentosa:
 O2 3 L/menit
 puasa
 IVFD NACL 20gtt/menit
 inj.Metronidazol 4x500mg
 Parasetamol Fles 4x500 mg
 Inj meropenam 2x1 gram
 Inj omeprazol 1x1 vial
 Pemberian neuroprotektor  Inj citicolin 1 gr/12 jam
 Loperamid 2x1 tab
 L-Bio 3x1 cop
 Anjuran: - CT-Scan Kepala
- EKG

- GDS ulang
Mx:
 Pantautanda-tanda vital
 Keseimbangan elektrolit dijaga

Ex:Beri penjelasan kepada keluarga dan pasien mengenai keadaan pasien


dan penatalaksanaannya.
V. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Tanggal S O A P
18 april Tampak - KU: Tampak Susp. IVFD NACI 0,9% =
2018 lemas, sakit sedang Meningoensefalitis 30 Tetes/menit
demam (- - Kesadaran: Inj OMZ 1amp/12
air ), Compos jam
BAB cair mentis Inj Meropenam 4
(-), - GCS:15 (E:4 gr/12 jam
Muntah (- V:5 M: 6) Inj Citicolin 100
) - TV: mg/12 jam
- TD: 110/100 Inj Dexamentason
mmHg 4x1 amp
- N: 120 x/m Inj metronidazole
- RR: 20 x/m 4x500 mg
- T: 37,4˚C Loperamid 3x1 tab
- SpO2 : 97% l-bio 3x1 tab

Pemeriksaan
meningeal:
Brudzinsky 4:
+
Guillain Sign:
+

19 April Lemah, - KU: Tampak Susp. IVFD NACI 0,9% =


2018 demam (- baik. Meningoensefalitis 30 Tetes/menit
), nyeri - Kesadaran: Inj OMZ 1amp/12
perut (+) Compos jam
mentis Inj Meropenam 4
- GCS15 (E:4 gr/12 jam
V:5 M: 6) Inj Citicolin 100
- TV: mg/12 jam
- TD: 100/70 Inj Dexamentason
mmHg 4x1 amp
- N: 120 x/m Inj metronidazole
- RR: 20 x/m 4x500 mg
- T: 37,0˚C Loperamid 3x1 tab
- SpO2 : 98% L-bio 3x1 tab

Pemeriksaan
meningeal:
Brudzinsky
4Guillain Sign:
+
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Lapisan Meningea Kranium

Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi
tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan
suhu tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan,
pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya. Otak dilindungi oleh
Kranium, Meningea/selaput otak dan LCS (Liquor CerebroSpinal). Meningea terdiri atas
3 lapisan, yaitu:

1) Duramater

Luar : melapisi tengkorak

Gambar 1 Anatomi lapisan meningea kranium

Dalam : membentuk falk serebri, falk serebelli, tentorium serebellin. Membentuk sinus
sagitalis/longitudinalis superior dan inferior.
Gambar 2 Anatomi lapisan meningea kranium

2) Arakhnoid : Terdapat granulasi arackhnoid, dilalui LCS

3) Piamater : Melekat pada otak / sumsum tulang.

Gambar 3 Anatomi lapisan meningea kranium(6)


LCS (Liquor Cerebro Spinal) berada pada rongga-rongga otak (ventrikel)
di dalam ruang subarakhnoid, diproduksi oleh plexus khoroid. Pada sumsum
tulang berada di kanalis sentralis & ruang subarakhnoid. Sifat bening, alkali,
tekanan 60 – 140 mm air. Berfungsi sebagai buffer, bantalan fisik, nutrisi jaringan
syaraf. Pemeriksaan LCS dilakukan dengan punksi Lumbal (VL 1-2) dan punksi
fontanel.

3.2 Definisi Penurunan Kesadaran

Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi


yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final
common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi
akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan
kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh2. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal
beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau
sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu,
penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala
koma Glasgow.

Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif

Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca


indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari
luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan
waspada.

Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk, mata


tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat
menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi
terhadap sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan rangsang nyeri
atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik hanya berupa
gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.

Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara
kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.

Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang


apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara,
maupun reaksi motorik.

Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif

Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma


Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan
Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan
nilai tertinggi 15.

Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:

E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri

E2 membuka mata dengan rangsang nyeri

E3 membuka mata dengan rangsang suara

E4 membuka mata spontan

Motorik:

M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri

M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri

M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri

M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran


M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran

M6 reaksi motorik sesuai perintah


Verbal:

V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)

V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)

V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)

V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)

V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

Klasifikasi Penurunan Kesadaran

Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan


fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai
kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai
dengan kelainan fokal.

Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk

1. Gangguan iskemik

2. Gangguan metabolik

3. Intoksikasi

4. Infeksi sistemis

5. Hipertermia

6. Epilepsi
Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk

1. Perdarahan subarakhnoid

2. Radang selaput otak

3. Radang otak

Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal

1. Tumor otak

2. Perdarahan otak

3. Infark otak

4. Abses otak

Bahaya Penurunan Kesadaran

Adapun kondisi yang segera mengancam kehidupan terdiri atas peninggian


tekanan intrakranial, herniasi dan kompresi otak dan meningoensefalitis/ ensefalitis.

Patofisiologi Penurunan Kesadaran

Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara


menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus
maupun mesensefalon.

Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan


derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS
dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan
mengakibatkan menurunnya kesadaran.

3.3 MENINGITIS
Definisi
Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak
(meningens) yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang disebabkan oleh
bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
1. Meningitis bakterial :
a. Bakteri non spesifik : meningokokus, H. influenzae, S. pneumoniae,
Stafilokokus, Streptokokus, E. coli.
b. Bakteri spesifik : M. tuberkulosa.
2. Meningitis virus : Enterovirus, Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV-I),
Virus Varisela-zoster (VVZ).
3. Meningitis karena jamur.
4. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.

Klasifikasi
Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak sebagai berikut
:
1. Meningitis purulenta
Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla
spinalis. Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan secara hematogen
dari sumber infeksi (tonsilitis, pneumonia, endokarditis, dll.)
2. Meningitis serosa
Radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab
lain seperti lues, virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.

Patogenesis
a. Meningitis bakteri
Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi serius pada anak-anak. Infeksi
ini berhubungan dengan komplikasi dan risiko kematian.
Etiologi dari meningitis bakterial pada neonatus yaitu pada periode 0 – 28 hari.
Bakteri menyebabkan meningitis pada neonatus apabila terpapar dengan flora pada
gastrointestinal dan genitourinarius ibu. Contohnya: streptococcus, E. coli, klebsiella.
E.coli merupakan penyebab kedua tersering pada meningitis neonatus.
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen yang masuk
melalui celah subarachnoid. Mikroorganisme masuk ke cerebral nervous system melalui
2 jalur potensial. Bakteri masuk kedalam kavitas intrakranial melalui sirkulasi darah atau
berasal dari infeksi primer pada nasofaring, sinus, telinga tengah, sistem kardiopulmonal,
trauma atau kelainan kongenital daripada tulang tengkorak. Frekuensi terbanyak berasal
dari sinusitis. Organisme juga dapat menginvasi meningens dari telinga tengah.
Meningitis yang diikuti terjadinya otitis media merupakan proses bakteriemia, walaupun
bukan kongenital atau adanya posttraumatic fistula pada tulang temporal yang mensuplai
akses ke CSS.

b. Meningitis Virus
Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui saluran
pencernaan disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa disebabkan oleh
campak, rubella, virus varisela-zoster (VVZ), Virus herpes simpleks (VHS), atau dengan
penyebaran hematogen melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus melakukan
multiplikasi dalam aliran darah yang disebut fase ekstraneural, pada keadaan ini febris
sistemik sering terjadi. Propagasi virus sekunder terjadi jika menyebar dan multiplikasi
dalam organ-organ. VHS mencapai otak dengan penyebaran langsung melalui akson-
akson neuron.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan perusakan
jaringan saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi hospes terhadap antigen
virus secara langsung, sedangkan respons jaringan hospes mengakibatkan demielinasi dan
penghancuran vascular serta perivaskuler.
Pada pemotongan jaringan otak biasanya dapat ditemukan kongesti meningeal
dan infiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel plasma perivaskuler, beberapa
nekrosis jaringan perivaskuler dengan penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai
stadium termasuk pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan.
Tingkat demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan akson, terutama
dianggap menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau alergi.

Manifestasi Klinis

1. Gejala-gejala yang terkait dengan tanda-tanda non spesifik disertai dengan infeksi
sistemik atau bakteremia meliputi, demam, anoreksia, ISPA, mialgia, arthralgia,
takikardia, hipotensi dan tanda-tanda kulit seperti; ptechie, purpura, atau ruam
macular eritematosa. Mulainya tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua pola
dominan yaitu :

- Akut / timbul mendadak berupa ; manifestasi syok progresif, DIC, penurunan


kesadaran cepat, sering menunjukkan sepsis akibat meningokokus dan pada
akhirnya menimbulkan kematian dalam 24 jam.
- Sub akut berupa ; timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA atau gangguan
GIT yang disebabkan oleh H.influenza dan Streptokokus.
2. Tanda-tanda peningkatan TIK dikesankan oleh adanya muntah, nyeri kepala
dapat menjalar ke tengkuk dan punggung, moaning cry, kejang umum, fokal,
twitching, UUB menonjol, paresis, paralisis saraf N.III (okulomotorius) dan N.VI
(abdusens), strabismus, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi,
sikap dekortikasi atau deserebrasi, stopor, koma. Selain tersebut diatas, hal lain
yang juga meningkatkkan TIK dikarenakan :

• Peningkatan protein pada CSS :


Karena adanya peningkatan permeabilitas pada sawar otak (Blood Brain
Barier) dan masuknya cairan yang mengandung albumin ke subdural.
• Penurunan kadar glukosa dalam LCS :
Karena adanya gangguan transpor glukosa yang disebabkan adanya
peradangan pada selaput otak dan pemakaian gula oleh jaringan otak
• Peningkatan metabolisme yang menyebabkan terjadinya asidosis laktat.

3. Tanda Rangsang Meningeal seperti :

• Kaku kuduk
• Brudzinsky 1 & 2
• Kernig sign
• Sakit pada leher dan punggung
• Posisi hiperekstensi pada leher & punggung
• Kelainan N.II, III, VI, VII, VIII
Diagnosa
Diagnosa meningitis tergantung dari organisme penyebab yang terisolasi dari
darah, CSS, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun terutama berdasar pada pemeriksaan
kultur dari cairan serebrospinal. Lumbal punksi dilakukan pada setiap anak dengan
kecurigaan terjadinya sepsis.
Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3. Kekeruhan CSS
terlihat leukosit pada CSS melampaui 200 – 400/mm3. Normal pada neonatus hanya 30
leukosit/mm3. Sedangkan pada anak-anak < 5 leukosit/mm.
Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel, protein
dan glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat ditemukan cairan jernih dengan
beberapa sel mengandung banyak bakteri, yaitu sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa
meningitis. Jumlah sel dalam CSS > 60/µl dan yang terbanyak adalah sel neutrofil.
Konsentrasi protein yang meningkat dan penurunan glukosa juga dapat ditemukan. Kadar
protein normal pada neonatus dapat mencapai 150 mg/dl, terutama pada bayi prematur.
Pada meningitis kadar proteinnya dapat mencapai beberapa ratus sampai beberapa ribu
mg/dl. Kadar glukosanya kurang dari 40 mg/dl dan 50% lebih rendah dari glukosa darah
yang waktu pengambilan darahnya bersamaan dengan pengambilan likuor.

Skema Meningitis
Bakteri Virus TBC
Warna Keruh Jernih Jernih
Sel  PMN  Limfosit  Limfosit
Protein   Ringan  Tinggi
Glukosa  Normal 

Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat menduga


penyebab meningitis serta diagnosis meningitis dapat segera ditegakkan. Biakan dari
bagian tubuh lainnya seperti aspirasi cairan selulitis atau abses, usapan dari kotoran mata
yang purulen, sekret di umbilikus, dan luka sebaiknya dilakukan pula, mengingat
mikroorganisme pada bahan tersebut mungkin sesuai dengan penyebab meningitis. Pada
bayi usia 1 bulan jumlah leukosit berkisar antara 0-5 sel/mL, banyak kasus pada neonatus
ditemukan peningkatan jumlah leukosit dengan polymorphonuclear (PMN) leukosit lebih
dominan. Kultur darah pada meningitis bakterial mempunyai nilai positif pada 85% kasus
neonatus.
Pemeriksaan radiologis yaitu foto dada, foto kepala, bila mungkin CT scan.

Penatalaksanaan

a. Meningitis bakterial :

Meningitis pada bayi dan anak dengan sistem imun yang baik, untuk :
S.pneumonia, M.meningitidis dan H.influenza

– Cephalosporin generasi III: Cefotaksim 200mg/kgBB/24jam dibagi 4


dosis atau
– Ceftriakson 100mg/kgBB/24jam dosis tunggal atau
– Ceftriakson 50mg/kgBB/12 jam
– Kombinasi dengan Vankomycin 60mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.
Lama terapi antibiotik
– S.pneumonia sensitif penisilin: dengan cephalosporin generasi III atau
penicillin IV dosis 300.000 U/kg/24jam dalam 4-6 dosis selama 10-14
hari,
– Jika resisten: Vankomycin
– N.meningitidis: Penicillin IV u/ 5-7 hari
– H.influenza type B tanpa komplikasi:7-10 hari

b. Meningitis tuberkulosa :
 OAT PO atau parenteral

– Multi drug treatment dengan OAT (INH, Rifampisin, Pirazinamid)


– Bila berat dapat + Etambutol/ Streptomycin
– Pengobatan minimal 9 bulan

 OAT

INH
– Bakteriosid & bakteriostatik
– Dosis 10-20mg/kgBB/hari max. 300mg/hari PO
– Komplikasi : Neuropati perifer, dpt dicegah dg Piridoksin 25-
50mg/hari
– INH + Rifampisin : Hepatotoksik

Rifampisin
– Bakteriostatik
– Dosis 10-20mg/kgBB/hari PO AC
– Menyebabkan urin merah
– Efek samping : Hepatitis, kelainan GIT, trombositopenia

Pirazinamid
– Bakteriostatik
– Dosis 20-40mg/kgBB/hari PO atau
– 50-70 mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2-3 dosis PO selama 2 bulan

Etambutol
– Bakteriostatik
– Dosis 15-25mg/kgBB/hari PO atau
– 50mg/kgBB/minggu dibagi dalam 2 dosis PO
– Efek samping : Neuritis optika, atrofi optik
o Rehabilitasi: Fisioterapi & penanganan lanjut bila ada komplikasi
o Diet : Tinggi Kalori Tinggi Protein
o Konsultasi dokter spesialis saraf
o Konsultasi bedah saraf (bila ada hidrosefalus)

c. Meningitis Virus

Istirahat dan pengobatan simptomatis. Likuor serebrospinalis yang dikeluarkan


untuk keperluan diagnosis dapat mengurangi gejala nyeri kepala.
Pengobatan simptomatis
· Menghentikan kejang :
o Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis rektal
suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan :
o Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
o Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis

· Menurunkan panas :
o Antipiretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari
o Kompres air hangat/biasa

Pengobatan suportif
◦Cairan intravena
◦Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

ENSEFALITIS VIRUS
Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang proses peradangannya jarang
terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak, maka dari itu
lebih tepat bila disebut meningoensefalitis. Manifestasi utama meningoensefalitis virus
terdiri dari konvulsi, gangguan kesadaran (“acute organic brain syndrome”), hemiparesis,
paralisis bulbaris (meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar dan nyeri serta
kaku kuduk.
Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari bentuk yang paling ringan sampai
dengan yang parah sekali seperti koma dan kematian. Ensefalitis dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, riketsia dan virus, tetapi yang terutama virus dan bakteri.

Etiologi
Ensefalitis virus di bagi dalam 3 kelompok :
1) Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok
herpes simpleks, virus influenza, ECHO, Coxsackie dan virus arbo
2) Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya
3) Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai
komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal, seperti rubeola, varisela,
herpes zoster, parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa dan
vaksinasi.

Manifestasi Klinis
Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering
mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut
sebagai meningo-ensefalitis. Manifestasi utama meningo-ensefalitis adalah konvulsi,
gangguan kesadaran (acute organic brain syndrome), hemiparesis, paralisis bulbaris
(meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar, nyeri, dan kaku kuduk.
1. Infeksi ringan:
- Demam
- Nyeri kepala
- Nafsu makan yang memburuk
- Lemah

2. Infeksi berat:
- Demam tinggi
- Nyeri kepala yang berat
- Mual dan muntah
- Kekakuan leher
- Disorientasi dan halusinasi
- Gangguan kepribadian
- Kejang
- Gangguan berbicara dan mendengar
- Lupa ingatan
- Penurunan kesadaran sampai koma

3. Tanda-tanda yang bisa dilihat adalah:


- Muntah
- Ubun-ubun mencembung
- Menangis yang tidak berhenti

Secara umum, gejala ensefalitis dibagi menjadi tiga (trias):


- Tanda infeksi, baik akut maupun subakut: panas
- Kejang-kejang
- Kesadaran menurun

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, titer antibodi
terhadap virus, pemeriksaan cairan otak: limfosit, monosit meningkat, kadar protein
meninggi ringan, kadar glukosa normal, kultur virus bila mungkin, EEG dan CT-Scan
bila mungkin. Pada ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes simpleks tipe I, gambaran
EEG khas berupa aktivitas gelombang tajam periodik di temporal dengan latar belakang
fokal/difus.

Penatalaksanaan
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menurunkan demam dan mencegah
kejang. Kortison diberikan untuk mengurangi edema otak. Pengobatan antivirus diberikan
pada ensefaltis virus yang disebabkan herpes simpleks atau varisela zoster yaitu dengan
memberikan asiklovir 10 mg/kgBB intravena, 3 kali sehari selama 10 hari, atau 200 mg
tiap 4 jam per oral. Bila kadar hemoglobin (Hb) turun hingga 9 d/dl, turunkan dosis
hingga 200 mg tiap 8 jam. Bila Hb kurang dari 7 g/dl, hentikan pengobatan dan baru
diberikan lagi setelah Hb normal kembali dengan dosis 200 mg per 8 jam.

ENSEFALITIS SUPURATIF AKUT

Etiologi
Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. coli, M.
tuberculosa dan T. pallidum. Tiga bakteri yang pertama merupakan penyebab ensefalitis
bakterial akut yang menimbulkan pernanahan pada korteks serebri sehingga terbentuk
abses serebri. Ensefalitis bakterial akut sering disebut ensefalitis supuratif akut.

Patogenesis
Pada ensefalitis supuratif akut, peradangan dapat berasal dari radang, abses di
dalam paru, bronkiektasis, empiema, osteomielitis tengkorak, fraktur terbuka, trauma
tembus otak atau penjalaran langsung ke dalam otak dari otitis media, mastoiditis,
sinusitis.
Akibat proses ensefalitis supuratif akut ini akan terbentuk abses serebri yang
biasanya terjadi di substansia alba karena perdarahan di sini kurang intensif dibandingkan
dengan substansia grisea. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang
adalah edema dan kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan nanah.
Fibroblas sekitar pembuluh darah bereaksi dengan proliferasi. Astroglia ikut juga dan
membentuk kapsul. Bila kapsul pecah, nanah masuk ke ventrikel dan menimbulkan
kematian.

Manifestasi Klinis
Secara umum, gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun. Pada ensefalitis supuratif akut yang berkembang menjadi abses
serebri , akan timbul gejala-gejala sesuai dengan proses patologik yang terjadi di otak.
Gejala-gejala tersebut ialah gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya
tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik progresif, muntah, penglihatan kabur,
kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-
tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ensefalitis supuratif akut adalah
pemeriksaan yang biasa dilakukan pada kasus-kasus infeksi lainnya. Di samping itu dapat
juga dilakukan pemeriksaan elektroensefalogram (EEG), foto Rontgen kepala, bila
mungkin CT-Scan otak, atau arteriografi. Pungsi lumbal tidak dilakukan bila terdapat
edema papil. Bila dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal maka dapat diperoleh hasil
berupa peningkatan tekanan intrakranial, pleiositosis polinuklearis, jumlah protein yang
lebih besar daripada normal, dan kadar klorida dan glukosa dalam batas-batas normal.

Diagnosis Banding
Pada kasus ensefalitis supuratif akut diagnosis bandingnya adalah neoplasma,
hematoma subdural kronik, tuberkuloma, hematoma intraserebri.

Penatalaksanaan
Pada ensefalitis supuratif akut diberikan ampisilin 4 x 3-4 g dan kloramfenikol 4 x
1 g per 24 jam intravena, selama 10 hari. Steroid dapat diberikan untuk mengurangi
edema otak. Bila abses tunggal dan dapat dicapai dengan cara operasi sebaiknya dibuka
dan dibersihkan tetapi bila multiple, yang dioperasi ialah yang terbesar dan mudah
dicapai.

Prognosis
Prognosis ensefalitis supuratif akut buruk karena angka kematian mencapai 50%.

ENSEFALITIS SIFILIS

Patogenesis
Pada sifilis, yang disebabkan kuman Treponema pallidum, infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium
yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik. Melalui kelenjar limfe, kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi
susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar di seluruh korteks serebri dan
bagian-bagian lain susunan saraf pusat.

Manifestasi Klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu gejala-gejala neurologis dan
gejala-gejala mental. Gejala-gejala neurologis itu diantaranya adalah kejang-kejang yang
dating dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin
menurun, sering dijumpai pupil Argyl-Robertson. Nervus optikus dapat mengalami atrofi.
Pada stadium akhir timbul gangguan-gangguan motorik yang profresif.
Gejala-gejala mental yang dijumpai ialah timbulnya proses demensia yang
progresif. Intelegensia mundur perlahan-lahan yang pada awalnya tampak pada kurang
efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian
terganggu, pasien kemudian tak acuh terhadap pakaian dan penampilannya, tak acuh
terhadap uang. Pada sebagian timbul waham-waham kebesaran, sebagian menjadi
depresif, lainnya maniakal.

Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus-kasus ensefalitis sifilis, perlu dilakukan pemeriksaan tes serologik
darah (VDRL, TPHA) dan cairan otak. Cairan otak menunjukkan limfositosis, kadar
protein meningkat, IgG, IgM meninggi, tes serologis positif. Scan otak dapat dilakukan
bila dicurigai ada komplikasi hidrosefalus.

Penatalaksanaan
Terapi dengan medikamentosa yaitu:
1. Penisilin parenteral dosis tinggi
• Penisilin G dalam air:
12 – 24 juta unit/hari intravena dibagi 6 dosis selama 14 hari, atau
• Penisilin prokain G:
2,4 juta unit/hari intramuskular + Probenesid 4 x 500 mg oral selama 14 hari
• Dapat ditambahkan Benzatin penisilin G: 2,4 juta unit, intramuscklar, selama 3
minggu
2. Bila alergi penisilin:
• Tetrasiklin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau
• Eritromisin: 4 x 500 mg per oral selama 30 hari, atau
• Kloramfenikol: 4 x 1 gram intravena selama 6 minggu, atau
• Seftriakson: 2 gram intravena/ intra muskular selama 14 hari.
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien laki-laki usia 12 tahun yang dibawa keluarganya ke IGD RSUD Abdul Manap
dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam SMRS. ± 5 hari SMRS pasien
mengeluhkan nyeri di seluruh bagian perut, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
terus menerus. pasien juga mengeluhkan BAB cair ± 5x/hari, sebanyak ± 1/2 gelas
belimbing setiap kali BAB, BAB berwarna kuning, darah (-), lendir (-), ampas (-) dan
disertai muntah ± 5x/hari, sebanyak ±1/2 gelas belimbing tiap kali muntah, isi muntahan
makanan yang dimakan, warna kuning dan menyemprot. Pasien juga mengeluhkan
demam, demam dirasakan terus-menerus.

4 hari SMRS, pasien dibawa berobat ke bidan terdekat dan diberikan obat (pasien lupa
nama obatnya), Namun keluhan masih belum berkurang kemudian pasien dibawa ke
rumah sakit Abdul Manap. Menurut keluarga, pasien sempat kejang diseluruh anggota
tubuhnya dengan lama kejang < 10 menit. Setelah itu, os menjadi sukar untuk diajak
berkomunikasi. Pasien di rumah sakit di rawat di ruangan icu selama 2 hari kemudian
pasien pindah ke bangsal. BAK normal. batuk lama (-), batuk darah (-). Pasien tidak
memiliki riwayat trauma kepala, riwayat hipertensi, diabetes mellitus disangkal, TBC
disangkal. Dari informasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penurunan kesadaran
dapat disebabkan oleh proses intrakranial tetapi bukan yang bersifat neurovaskuler dan
proses ekstrakranial (metabolik) dapat dieksklusi tetapi harus dikonfirmasi dahulu dengan
pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Sebelum mengalami penurunan kesadaran
pasien mengalami perubahan status mental (bicara inkoheren). Pasien juga mengalami
gejala-gejala lain seperti nyeri perut, mual, muntah, demam yang tinggi, kejang. Gejala-
gejala tersebut memberikan dugaan kuat diagnosis ke arah proses intrakranial.

Pada pemeriksaan fisik umum kesadaran menurun dengan GCS E2M5V3,


tekanan darah 80/50 mmHg dan tanda vital lain dalam batas normal, kulit kering
dan hangat, tidak ditemukan ikterik pada sklera, serta thoraks dan abdomen dalam
batas normal. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan tanda rangsang meningeal
berupa kaku kuduk, brudzinsky 2, brudzinsky 4, guillain Sign dan Kernig sign
serta pada sistem motorik . Refleks fisiologis dalam batas normal dan tidak
ditemukan adanya refleks patologis. Hasil pemeriksaan fisik mengkonfirmasi
diagnosis banding yang telah disusun dari hasil anamnesis yaitu penurunan
kesadaran yang disebabkan oleh proses intrakranial berupa inflamasi pada pada
meningen (ditemukan tanda rangsang meningeal) dan parenkim otak (penurunan
kesadaran).
Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak
(meningens) yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang disebabkan oleh
bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Sedangkan Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang proses peradangannya jarang
terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak, maka dari itu
lebih tepat bila disebut meningoensefalitis.
Pada kasus ini pasien awalnya mengeluhkan nyeri di seluruh perut yang
merupakan salah satu penyebab terjadinya meningitis. Dimana virus dapat masuk melalui
aliran darah dan bergerak menuju ke bagian selaput otak.
Pada pasien ini pemeriksaan penunjang laboratorium menunjukkan leukositosis
yang terlalu tinggi (42.400/mm3) menandakan bahwa sedang terjadi infeksi.

Komplikasi yang dapat terjadi pada ensefalitis adalah kejang, syndrome of


inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH), peningkatan tekanan
intrakranial, dan koma. Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda telah terjadinya
komplikasi tersebut.

Pada pasien ini pengobatan yang diberikan berupa cairan rumatan NaCl
0,9% 20 tts sekaligus untuk mengoreksi hiponatremia dan hipokloremia,
antibiotik Meropenam injeksi 2 x 1 gram (iv) sebagai terapi antimikroba empiris,
inj. Metronidazol 3x500mg mengatasi kuman anaerob, Citicholine injeksi 2 x 250
mg (iv) sebagai neuroprotektan, dan omeprazol injeksi 1 x 20 mg (iv) mencegah
stress ulcer, paracetamol fles 4x500 mg untuk mencegah demam, loperamide
untuk mengurangi frekunsi diare dan pemberian L-Bio di gunakan untuk
memperbaiki fungsi epitel-epitel saluran cerna saat terjadi diare.
Prognosis tergantung dari virulensi virus dan variabel-variabel terkait
dengan status kesehatan pasien, seperti usia yang ekstrim, status imunitas, dan
gangguan neurologis yang sudah ada sebelumnya.
BAB V
KESIMPULAN

Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak
(meningens) yang terdiri dari piamater, arachnoid, dan duramater yang disebabkan oleh
bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang proses peradangannya jarang
terbatas pada jaringan otak saja tetapi hampir selalu mengenai selaput otak, maka dari itu
lebih tepat bila disebut meningoensefalitis. Manifestasi utama meningoensefalitis virus
terdiri dari konvulsi, gangguan kesadaran (“acute organic brain syndrome”), hemiparesis,
paralisis bulbaris (meningo-encephalomyelitis), gejala-gejala serebelar dan nyeri serta
kaku kuduk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun Dalam


Updates In Neuroemergencies. Fkui. Jakarta. Hal.1-7.
2. George D Dkk. 2009. Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit
Saraf.Egc:Jakarata.Hal:37-54.
3. Balentine, J. Encephalitis And Meningitis. 2010. Available In :
Www.Emedicine.Com.
4. Caroline. Meningo Encefalitis Tbc. Fk Trisakti. Jakarta: 2010
5. Lazoff M, Hemphill Rr, Pritz T. 2001. Encephalitis. (Online).
Http://Emedicine.Medscape.Com/Article/791896-Overview.
6. A. Sihotang F. Meningoensefalitis. Rsud A Wahab
Sjahranie.Samarinda: 2011.

Anda mungkin juga menyukai