Anda di halaman 1dari 33

CASE REPORT SESSION

* Pendidikan Profesi Dokter/G1A216067/ November 2017

** Pembimbing : dr. Subagio, Sp.KK

SCABIES

Oleh:

Ririn Azhari, S. Ked*

G1A216067

Pembimbing:

dr. Subagio, Sp.KK**

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017
LEMBAR PENGESAHAN

SCABIES

Oleh:

Ririn Azhari, S. Ked

G1A216067

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017

Jambi, November 2017

Pembimbing

dr. Subagio, Sp.KK


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Case Report Session yang berjudul “Scabies” sebagai
kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Subagio, Sp.KK, yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan. Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan menambah ilmu bagi para pembaca.

Jambi, November 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi tungau


sarcoptes scabei varian hominis dan produknya pada tubuh. Penyakit ini
merupakan penyakit kulit yang masih sering dijumpai di Indonesia. Penyakit ini
mudah sekali menular baik secara langsung maupun tidak langsung dan banyak
faktor yang membantu penyebarannya antara lain: kemiskinan, higiene individu
yang jelek, lingkungan yang tidak sehat, berkembangnya prostitusi dan derajat
sensitisasi individu. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan
berkisar antara 6-27% dari populasi umum dan insiden tertinggi terdapat pada
anak usia sekolah dan remaja.
Penyakit skabies merupakan great imitator of all skin disease artinya
keluhan dan gejalanya menyerupai banyak penyakit kulit lain. Keadaan ini
mengakibatkan pengobatan menjadi tidak tepat, sehingga perluasan dan
penyebaran penyakit pun bertambah berat, yang pada akhirnya biaya pengobatan
pun menjadi semakin mahal. Oleh karena itu peran kulit sebagai pelindung sangat
penting dijaga dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh jamur, virus, bakteri
dan parasit.
Karena penyakit ini menimbulkan rasa sangat gatal (terutama pada malam
hari), maka tentu saja dapat mengurangi produktivitas kerja dan bagi anak-anak di
sekolah akan sangat mengganggu proses belajar oleh sebab itu sangat penting bagi
dokter umum untuk mengetahui lebih lanjut lagi mengenai penyakit ini sehingga
pada akhirnya dapat memberikan pengobatan yang tepat sehingga komplikasi
yang diakibatkan oleh penyakit ini dapat dicegah dan kualitas hidup dapat
ditingkatkan.
Penyakit skabies disebut juga gudik, budukan, gatal agogo. Di beberapa
negara sinonim penyakit ini adalah the itch (Inggris), mite infestation, kartze
(Jerman), gale (Prancis). Penyakit ini ditandai dengan papul (bintil), pustule
(bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan) dan vesikel pada daerah predileksi
dengan rasa gatal terutama pada malam hari.
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan ditemukannya dua dari empat
tanda cardinal scabies yaitu, gatal malam hari (pruritus nocturnal), menyerang
individu secara kelompok, ditemukkanya terowongan, dan ditemukannya tungau.
Diagnosis pasti scabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui
pemeriksaan mikroskop atau pemeriksaan dengan menggunakan kaca pembesar
untuk melihat tungau pada terowongan. Pengobatan penyakit ini menggunakan
obat-obatan luar berbentuk cream atau salep yang dioleskan pada kulit yang
terinfeksi. Skabisid yang ideal harus efektif pada semua stadium tungau (dewasa
dan telur), mudah digunakan, tidak menimbulkan iritasi, tidak beracun, tidak
berbau dan kotor, ekonomis dan aman untuk semua usia.
BAB II
LAPORAN KASUS

Nama : Boby Anesgara

Umur : 20 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jln. Dumo Rejo RT 19

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Pernikahan : Belum Menikah

Suku Bangsa : Melayu

Hobi : Balap Motor

I. ANAMNESIS ( Tanggal 27 November 2017)


A. Keluhan Utama : Terdapat bercak merah dan benjolan terasa gatal-gatal di
bagian leher, trunkus anteroposterior, exremitas superior dan inferior
sejak 2 minggu yang lalu.

B. Keluhan Tambahan :-

C. Riwayat Perjalanan Penyakit :


± 1 bulan yang lalu os mengeluhkan muncul bercak merah seperti
bintil pada daerah seluruh tubuh dan terasa gatal pada saat terkena
keringat terutama gatal pada malam hari. Awalnya timbul bercak merah
dan gatal pada daerah sela-sela jari. Karena terasa gatal, os pun sering
menggaruk daerah tersebut setiap os merasa gatal. Kemudian bercak
semakin lama semakin menyebar hingga ke seluruh tubuh (lengan atas
dan tangan, trunkus anteroposterior dan ekstremitas). Kemudian rasa gatal
tersebut berubah menjadi rasa nyeri akibat luka garukan dan menjadi
borok.
2 hari sebelumnya, Os sudah berobat ke praktek dokter namun
tidak ada perubahan, os masih mengeluhkan gatal-gatal, bercak benjolan
masih banyak. Sehinnga akhirnya os berobat ke poli kulit dan kelamin RS
Abdul Manaf Kota Jambi hari Senin, 27 November 2017.
Sebelum timbul gejala, os bermain sama tetangga yang sedang
sakit seperti ini. Os mengatakan Tetangganya mengeluhkan gejala seperti
saat masih berada di rumah tahanan. Os juga sering tidur di tempat tidur
yang sama dengan tetangga.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

Os belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

E. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga Os dengan keluhan yang sama seperti keluhan
Os saat ini.

F. Riwayat Sosial Ekonomi :

Os berasal dari keluarga dengan ekonomi sedang.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Tanda Vital :
Kesadaran : Composmentis RR : 20x/menit
TD : 110/80 mmHg Nadi : 80x/menit
Suhu : 37,8 cc

3. Kepala : Normochepal
a. Mata : CA (-/-), sklera ikterik (-/-), Rc (+/+) pupil isokor kiri
kanan
b. Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
c. Mulut : Bibir kering (-), ulcus (-), mukosa oral dbn
d. Telinga : Normal, tanda radang (-)
e. Leher : Pembesaran KGB (-), Thyroid (Dbn), JVP tidak
meningkat, Lesi kulit (+)
4. Thoraks :
a. Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada simetris,
lesi kulit (+)
b. Palpasi : Vokal fremitus (+/+) simetris
c. Perkusi : sonor dikedua paru
d. Auskultasi :
- Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : SN vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
5. Abdomen :
a. Inspeksi : simetris, lesi kulit (+)
b. Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Bising usus (+) normal
6. Ekstremitas Superior : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-),
lesi (+)
7. Ekstermitas Inferior : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-),
lesi (+)
8. Genitalia :Tidak dilakukan pemeriksaan secara
langsung
B. Status Dermatologi

Regio cervical, trunkus posterior terdapat papul milier sampai lentikular,


multiple, sirkumskrip, eritem, diskret.

Regio extremitas
O Terdapat papul miliar, multiple, sirkumskrip, eritem, diskret.
O Terdapat plak, multiple, sirkumskrip, hiperpigmentasi, diskret, permukaan
di tutupi skuama halus, krusta tebal, hiperpigmentasi, sulit dilepas dari
jaringan sekitar.
Regio manus, terdapat papul milier, multiple, sirkumskrip, eritem, diskret.
Regio Manus, Terdapat skuama, multiple, sirkumskrip, disret.

Regio extremitas inferior

O Tampak bulla, multiple, sirkumskrip, diskret.


O Tampak ekskoriasi, diameter 0,2 cm, multiple, sirkumskrip,
hiperpigmentasi, diskret, permukaan di tutupi skuama halus
O Tampak krusta, multiple, sirkumskrip, hiperpigmentasi, diskret,
permukaan ditutupi skuama kasar.
O Tampak ulkus, soliter, sirkumskrip, eritema.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. urticaria
2. Prurigo Hebra
3. Gigitan serangga
V. DIAGNOSIS KERJA
Scabies
VI. TERAPI
 Umum
Promotif:
1) Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini disebabkan oleh infestasi
parasit di mana penyakit ini berhubungan dengan higienitas yang
rendah. Diterangkan juga bahwa penyakit ini sangat menular.
2) Dalam pengobatan, pasien mandi dengan air hangat dan keringkan
badan. Pengobatan skabisid topikal yang diberikan dioleskan di
seluruh kulit (3x24 jam) ,kecuali area sekitar mata, hidung dan mulut ,
sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur. Setiap 24 jam,
pasien boleh mandi, namun mengaplikasikan skabisid kembali. Setelah
3 x 24 jam, pasien mandi dengan bersih. Tidak boleh mengulangi
penggunaan skabisid setelah itu.
3) Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Tungau akan mati
pada suhu 130o.
4) Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah.
Setiap anggota keluarga/teman sekamar sebaiknya mendapatkan pengobatan
yang sama dan ikut menjaga kebersihan.
 Kuratif (Khusus) :
 Permethrin 5 % krim
 Gentamisin
 Mebhydroline 50 mg
.
VII Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian


obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor
predisposisi ( antara lain higiene ), dan semua anggota baik
keluarga dan orang-orang terdekat disekitar kita diobati secara
adekuat, maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi
prognosis yang baik.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Defenisi

Skabies adalah infeksi parasit pada kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitasi tungau Sarcoptes Scabiei var hominis dan produknya pada tubuh.
Sinonim : the itch, gundik, budukan, gatal, agogo.

3.2 Etiopatogenesis

Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Sarcoptes scabiei varian hominis,
filum Arthropoda , kelas Arachnida , ordo Acarina, super famili Sarcoptes.

Gambar 3.1 Sarcoptes scabiei


Secara morfologi hanya dapat dilihat dengan mikroskop, berbentuk oval,
berwarna putih kotor, transulen dengan bagian punggung lebih lonjong
dibandingkan perut, tidak bermata. Betina berukuran 300-350 mikron, sedangkan
yang jantan berukuran 150-200 mikron.
Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup
dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai
jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan
lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi
larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,
tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Siklus hidup
tungau mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu selama 10- 14 hari.
Pada suhu kamar (21°C) dengan kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat
hidup diluar pejamu selama 24-36 jam.
Setelah sekitar 1 minggu, telur menetas, dan anak Sarcoptes akan tumbuh
menjadi dewasa. Bentuk dewasa ini akan keluar dari lorong-lorong untuk mencari
pasangannya (biasanya pada malam hari). Siklus tersebut akan terulang lagi.
Lorong-lorong yang lama akan menyembuh, sedangkan di tempat lain akan
terbentuk lorong-lorong baru. Bekas lorong-lorong tersebut akan meninggalkan
kelainan kulit berupa hiperpigmentasi dan tidak bersquama.

Gambar 3.2 Siklus hidup Sarcoptes scabiei dan Penularannya


3.3 Klasifikasi Skabies

Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia


adalah sebagai berikut:
 Skabies pada orang: tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit
menular lain. Gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan.
 Skabies pada bayi dan anak kecil. Gambaran klinis tidak khas, terowongan
sulit ditemukan namun vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh,
termasuk kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki.
 Skabies noduler (Nodular Scabies). Lesi berupa nodul coklat kemerahan
yang gatal pada daerah tertutup. Nodul dapat bertahan beberapa bulan
hingga beberapa tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.
 Skabies in cognito. Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan
kostikosteroid topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat
memperbaiki gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap
menular.
 Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies). Gejala
ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat
pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan
tersebut dan mandi yang bersih.
 Skabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik). Tipe ini jarang
terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi keterlambatan diagnosis
maka kondisi ini akan sangat menular.
 Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain. Apabila ada
skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan penyakit menular
seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan biakan atau gonore dan
pemeriksaan serologi untuk sifilis.
 Skabies dishidrosiform. Jenis ini di tandai oleh lesi berupa kelompok
vesikel dan pustula pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu
sembuh dengan obat antiskabies
3.4 Patogenesis

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul
pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul
erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang
terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.

3.5 Epidemiologi

Penyakit scabies ini banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat
penduduknya, (2) lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan
kurang.
Prevalensi skabies menurut penelitian diseluruh dunia dilaporkan sekitar
300 juta kasus per tahun. Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di
Indonesia sebesar 4,60-12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12
penyakit kulit tersering. Salah satu faktor pendukung yang mengakibatkan
tinggginya prevalensi skabies antara lain kelembaban yang tinggi, rendahnya
sanitasi, kepadatan, malnutrisi, personal higiene yang buruk, pengetahuan, sikap
dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.

3.6 Gambaran Klinis

Keluhan pertama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal terutama pada
malam hari (pruritus noktural) atau bila cuaca panas serta pasien berkeringat.
Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas
garukan), bekas -bekas lesi yang berwarna hitam. Gejala yang ditunjukkan adalah
warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul disela- sela
jari, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit.
Gambar 3.3 Pustul pada tangan
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini :
1. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang
lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga, perkampungan yang padat penduduknya,
sebagian tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal dengan hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya terkena.
3. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata 1 centi meter, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan
padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul
polimorf (pustule, ekskoriasi, dan lain-lain).

Gambar 3.4 Terowongan pada tangan


4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum
yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna
(pria), dan perut bagian bawah.
Gambar 3.5 Tempat predileksi Sarcoptes scabiei

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dengan adanya keluhan gatal terutama pada malam hari,kelainan kulit pada
tempat predileksi, dan adanya penyakit serupa pada anggota keluarga yang
serumah, sudah dapat diduga bahwa penyakit tersebut adalah scabies. Terlebih-
lebih jika ditemukannya terowongan dan tungau . Cara menemukan tungau dapat
dilakukan melalui beberapa cara di bawah ini:
1. Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10%, lalu dilakukan kerokan kulit dengan mengangkat papul atau atap
terowongan menggunakan scalpel steril. Kerokan diletakkan pada kaca objek,
diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup, lalu diperiksa
dibawah mikroskop pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur,
atau fecal pellet.

Gambar 3.6 Sarcoptes scabiei dewasa dilihat dengan mikroskop13


2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan ke
dalam terowongan yang utuh (pada titik yang gelap, kecuali pada orang
kulit hitam pada titik yang putih), digerakkan secara tangensial ke ujung
lainnya, kemudian dikeluarkan. Tungau akan memegang ujung jarum dan
dapat diangkat keluar.Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit
yang sangat kecil dan transparan.
3. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari
telunjuk, dengan menjepit lesi menggunakan ibu jari dan telunjuk, puncak
lesi diiris dengan scalpel steril dilakukan sejajar dengan permukaan
kulit.Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan
dan tidak perlu anestesi.Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi
minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.Dapat pula diperiksa
dilakukan pewarnaan HE pada sediaan.

a b

Gambar 3.7 Sarcoptes scabieidalam epidermis (panah) dengan pewarnaan


HE6

4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak
papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di
gelas objek dan ditetesi minyak mineral.
5. Tes tinta Burowi (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan 20-30 menit, kemudian
dihapus dengan kapas alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai
garis gelap yang karakteristik, berbelok-belok, karena akumulasi tinta di
dalam terowongan. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan
pada penderita yang nonkooperatif.
6. Uji Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai.Setelah
dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan
isopropyl-alkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum
korneum dan terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu wood,
sebagai garis linier berwarna kuning keemasan sehingga tungau dapat
ditemukan.
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan
diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas
objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa
dengan mikroskop.
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau
telur.Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada
penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil dari
lesi yang meradang.
9. Dermoskopi
Menurut Argenziano,pembesaran gambar menunjukkan struktur triangular
kecil berwarna gelap yang berhubungan dengan bagian anterior tungau yang
berpigmen dan suatu segmen linier di belakang segitiga yang mengandung
gelembung udara kecil, dimana kedua gambaran ini menyerupai “jet with
contrail”dan dianggap sebagai bentuk terowongan beserta telur dan fecal
pellet.
10. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Dilaporkan juga oleh Bezold bahwa penggunaan PCR untuk membuktikan
adanya skabies pada penderita yang secara klinis menunjukkan ekzema
atipikal.Skuama epidermal positif untuk DNA Sarcoptes scabiei sebelum
terapi dan menjadi negatif 2 minggu setelah terapi.
Dari berbagai cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit merupakan cara
yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan.
Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang
berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit
diketahui.Apusan kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama
karena dari satu lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan
pemeriksaan dilakukan pada hampir seluruh lesi. Tes tinta Burowi dan uji
tetrasiklin jarang memberikan hasil positif karena biasanya penderita datang
pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi sekunder sehingga terowongan
tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki tinta atau salep.13

3.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding skabies antara lain:2,10

1. Urtikaria akut, di mana


terjadi erupsi pada papul-
papul yang gatal, selalu
sistemik.

2. Prurigo, berupa papul-papul


yang gatal, predileksi pada
bagian ekstensor
ekstremitas.
3.
Gigitan serangga, biasanya
jelas timbul sesudah gigitan,
efloresensia urtikaria
papuler.

4. Folikulitis berupa pustul


miliar dikelilingi daerah
yang eritem.

Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga


“the great imitator”.Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua
dermatosis dengan keluhan pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak,
prurigo, urtikaria papular, pioderma, pedikulosis, dermatitis herpetiformis,
ekskoriasi-neurotik, liken planus, penyakit Darier, gigitan serangga,
mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena
penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis, dan vaskulitis.2

3.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian : yaitu penatalaksanaan


secara umum dan khusus.
a) Penatalaksanaan secara umum. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga
kebersihan dan mandi teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk
yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam
dengan air panas. Demikian pula halnya dengan anggota keluarga yang
beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga
kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak
langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan lingkungan maupun
perorangan dan tingkatkan status gizinya.
b) Penatalaksanaan secara khusus.
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan
produknya, mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk
semua umur, dan terjangkau biayanya.Pengobatan skabies dapat berupa
topikal maupun oral.11Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di
seluruh permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,lebih difokuskan
di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan
area belakang telinga. Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan
kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Steroid topikal,anti
histamin, maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk
menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah
pemberian terapi skabisid yang lengkap.2
a. Krim Permetrin (Elimete, Acticin). Suatu skabisid berupa piretroid
sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan
dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun.5,11 Permetrin bekerja
dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel melalui ikatan dengan
natrium sehingga menghambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya
terjadi paralisis parasite. Obat ini ditoleransi dengan baik, diserap minimal
oleh kulit, tidak diabsorbsi sistemik, dimetabolisasi dengan cepat, serta
dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum.8,18Oleh karena itu, obat
ini merupakan terapi pilihan lini pertama rekomendasi CDC untuk terapi
tungau tubuh.19 Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan
kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi
tungau tubuh. Studi menunjukkan penggunaan permetrin 1% untuk tungau
daerah kepala lebih baik dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi
secara sistemik.18
Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari
leher ke bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.19 Bila diperlukan, pengobatan
dapat diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya
resistensi yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya
resistensi permetrin 1% pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan
pemberian permetrin 5%.8,18Permetrin sebaiknya tidak digunakan pada
bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan menyusui
namun studi lain mengatakan bahwa obat ini merupakan drug of choice
untuk wanita hamil dengan penggunaan yang tidak lebih dari 2 jam.8,
b. Gamma benzene heksaklorida (Lindane). Lindane merupakan pilihan
terapi lini kedua rekomendasi CDC.19 Lindane diserap masuk ke mukosa
paru-paru, mukosa usus, dan selaput lender, kemudian keseluruh bagian
tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan
kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.Lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.17
Lindane memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi
secara sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak.22
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna.13Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg.21Pemakaian secara
tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama
12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci
bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan
Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi
pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain
1%.13
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang
terjadi.11 Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu
sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi,
kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan,
koma, dan kematian. Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi, anak
dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau menyusui,
penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya.
Sejak 1 januari 2002, Negara bagian California telah meninggalkan
pemakaian lindane. Belum ada laporan mengenai toleransi yang signifikan
terhadap pemakaian lindane.8,22
c. Presipitat Sulfur. Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama
digunakan, sejak 25 M.11,17Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk
salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% dalam petrolatum
lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan
salep setelah mandi atau malam hari ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam
selama tiga hari berturut-turut, kemudian dibersihkan.8,17 Keuntungan
penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin
merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi
massal.17 Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hidrogen sulfida dan asam pentationida(CH2S5O6) yang bersifat germisida
dan fungisida. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh
anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi
2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak,
meninggalkan noda yang berminyak, mewarnai pakaian, dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi.8
d. Benzil benzoate. Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol
benzil17 yang merupakan bahan sintesis balsam Peru.11Benzil benzoate
bersifat neurotoksik pada tungau skabies, efektif untuk semua stadium.
Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada
usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%.
Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan
secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzil benzoate dapat
menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, sehingga
penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan.
Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi.
Kontraindikasi obat ini yaitu wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-
anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam
pengelolaan resistant crusted skabies. 17
e. Krim Crotamiton (Eurax). Crotamiton atau crotonyl-n-ethyl-o-
toluidinedigunakan sebagai krim 10% atau lotion.Tingkat keberhasilan
bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila
diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi
dan mengganti pakaian8,13 dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian
dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa
iritasi bila digunakan jangka panjang.13Beberapa ahli beranggapan bahwa
crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap
skabies.Kualitas krim ini di bawah permetrin dan setara dengan benzyl
benzoate dan sulfur.Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak
mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi,
dan anak kecil.8
f. Ivermectin. Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik
makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui
aktif melawan ekto dan endo parasit.Digunakan untuk pengobatan
penyakit filariasis terutama oncocerciasis.Diberikan secara oral, dosis
tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk skabies.Digunakan
pada umur lebih dari 5 tahun.Juga dilaporkan secara khusus tentang
formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies.Ivermectin
merupakan pilihan terapi lini ketiga rekomendari CDC.Efek samping yang
sering adalah kontak dermatitis dan nekrolisis epidermal
toksik.Penggunaan ivermectin tidak boleh pada wanita hamil dan
menyusui.13
g. Monosulfiram. Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan
harus ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3
hari.13
h. Malathion . Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfa8 dengan
dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya beberapa hari
kemudian.13 Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena
berpotensi memberikan efek samping yang buruk.8
Tabel 1. Pengobatan Topikal Skabies 2
Jenis Obat Dosis Keterangan
Permetrin 5% Dioleskan selama 8-14 jam, diulangi Terapi lini pertama di US dan kehamilan
krim selama 7 hari. kategori B.
Lindane 1% lotion Dioleskan selama 8 jam setelah itu Tidak dapat diberikan pada anak umur 2
dibersihkan, olesan kedua diberikan 1 tahun kebawah, wanita selama masa
minggu kemudian. kehamilan, dan laktasi.
Crotamiton 10% Dioleskan selama 2 hari berturut-turut, Memiliki efek anti pruritus tetapi
krim diulangi dalam 5 hari. efektifitas tidak sebaik topikal lainnya.
Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak <2 bulan dan wanita
precipitatum dibersihkan. hamil dan laktasi, tetapi tampak kotor
5-10% dalam pemakaiannya dan data efisiensi
obat in masih kurang.
Benzyl benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan
10% lotion dibersihkan. dermatitis pada wajah.
Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, bisa diulangi selama Memiliki efektifitas yang tinggi dan
ug/kgBB 10-14 hari. aman. Dapat digunakan bersama bahan
topikal lainnya. Digunakan pada kasus-
kasus skabies berkrusta dan skabies
resisten.

c) Penatalaksanaan simptomatik.
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal
yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan
anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit
yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif
mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon
0,1%.8 Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih
terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa
penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal,
dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh
Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritus topikal sering membantu pada
kulit yang gatal.13
3.10 Komplikasi

Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri
atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi
merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder
dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat
muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai
respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Semua pasien harus diberikan
informasi bahwa bercak-bercak dan gatal karena skabies tersebut mungkin akan
menetap lebih dari 2 minggu setelah terapi selesai. Ketika gejala dan tanda masih
menetap lebih dari 12 minggu, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat
dijelaskan diantaranya resistensi terapi, kegagalan terapi, reinfeksi dari anggota
keluarga lain atau teman sekamar, alergi obat, atau perburukan gejala karena
reaktivitas silang dengan antigen dari penderita skabies lainnya.21 Kegagagalan
terapi yang tidak berhubungan dengan resistensi terapi bisa disebabkan karena
kegagalan penggunaan terapi skabisid topikal.Pasien dengan skabies berkrusta
mungkin memiliki penetrasi obat skabisid yang buruk ke dalam lapisannya yang
bersisik tersebut dan mungkin karena tungau bersembunyi di lapisan yang sulit di
penetrasi.21 Untuk menghindari infeksi berulang, direkomendasikan agar seluruh
kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi. 21

3.11 Prognosis

Infestasi skabies dapat disembuhkan. Dengan memperhatikan pemilihan


dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor
prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan
memberikan prognosis yang baik.8Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap
untuk beberapa tahun. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes)
definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan
tetap hidup tumbuh pada manusia.1,2 Pada individu yang immunokompeten,
jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.2
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien atas nama Tn. B datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Abdul
Manap Pada tanggal 27 November 2017, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, pasien didiagnosis scabies.
Pasien datang dengan keluhan muncul bercak merah seperti bintil pada
daerah seluruh tubuh dan terasa gatal pada saat terkena keringat terutama gatal
pada malam hari. Awalnya timbul bercak merah dan gatal pada daerah lengan
bawah. Karena terasa gatal, os pun sering menggaruk daerah tersebut setiap os
merasa gatal. Kemudian bercak semakin lama semakin menyebar hingga ke
seluruh tubuh (lengan atas dan tangan, trunkus anteroposterior dan ekstremitas).
Kemudian rasa gatal tersebut berubah menjadi rasa nyeri akibat luka garukan dan
menjadi borok.
Sebelum timbul gejala, os bermain sama tetangga yang sedang sakit seperti
ini. Os mengatakan Tetangganya mengeluhkan gejala seperti saat masih berada di
rumah tahanan. Os juga sering tidur di tempat tidur yang sama dengan tetangga.
Berdasarkan teori Pada penyakit scabies, keluhan pertama yang dirasakan
penderita adalah rasa gatal terutama pada malam hari (pruritus noktural) atau bila
cuaca panas serta pasien berkeringat. Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil
bernanah), ekskoriasi (bekas garukan), bekas -bekas lesi yang berwarna hitam. Gejala
yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya
muncul disela- sela jari, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung
berair pada kulit.
Penyakit ini bersifat menular baik secara langsung (kontak kulit dengan kulit)
misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual maupun
secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan
selimut.
Pada pemeriksaan dermatologi ditemukan:
1. Regio cervical, Trunkus posterior terdapat papul milier sampai
lentikular, multiple, sirkumskrip, eritem, diskret.
2. Regio extremitas
Terdapat papul miliar, multiple, sirkumskrip, eritem, diskret.
Terdapat plak, multiple, sirkumskrip, hiperpigmentasi, diskret,
permukaan di tutupi skuama halus, krusta tebal, hiperpigmentasi, sulit
dilepas dari jaringan sekitar.
3. Regio manus,
Terdapat papul milier, multiple, sirkumskrip, eritem, diskret.
Terdapat skuama, multiple, sirkumskrip, disret.
4. Regio extremitas inferior
Tampak bulla, multiple, sirkumskrip, diskret.
Tampak ekskoriasi, diameter 0,2 cm, multiple, sirkumskrip,
hiperpigmentasi, diskret, permukaan di tutupi skuama halus
Tampak krusta, multiple, sirkumskrip, hiperpigmentasi, diskret,
permukaan ditutupi skuama kasar.
Tampak ulkus, soliter, sirkumskrip, eritema.

Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan, bahwa terdapat adanya kunikulus
(terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih atau keabu-
abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 centi meter, pada ujung
terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika
ada infeksi sekunder, timbul polimorf (pustule, ekskoriasi, dan lain-lain).
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda
kardinal kriteria diagnosis pada skabies, antara lain pruritus nokturna,
community infection, menemukan terowongan (kanalikuli), dan menemukan
tungau Sarcoptes scabiei.Pasien ini sudah dapat didiagnosis dengan skabies
karena memenuhi dua kriteria, yaitu pruritus nokturna dan community
infection. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan fisik yaitu ditemukannya
lesi pada tempat predileksi yaitu lengan bawah lengan atas dan tangan, trunkus
anteroposterior dan ekstremitas.
Diagnosis pasti pasien ini ditegakkan dengan menemukan terowongan
(kanalikulus) serta menemukan tungau dewasa, telur, larva, dan skibala
sarcoptes scabiei, namun karena keterbatasan alat yang ada di puskesmas,
pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan. Berdasarkan dua tanda cardinal yang
telah ditemukan, pasien ini diterapi dengan pengobatan skabies. Pengobatan
yang diberikan pada kasus ini adalah Permethrin 5 % krim, Gentamisin,
Mebhydroline 50 mg
Hal terpenting dalam penatalaksanaan skabies adalah pemberantasan
tuntas. Untuk itu diupayakan ayah dan saudara pasien yang menderita penyakit
yang sama juga diobati. Sebaiknya seluruh anggota keluarga juga diobati.
Upaya preventif lain yang dapat dilakukan yaitu menjaga kebersihan individu
dan lingkungan.
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus skabies. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan dermatologik. Terjadinya skabies pada kasus ini diduga
akibat penularan dari seorang yang baru keluar dari rumah tahanan.
Pengobatan diberikan secara topikal dengan Permethrin 5 % krim, Gentamisin,
Mebhydroline 50 mg
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasitaatmadja SM. Anatomi Kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-5, cetakan ke-4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2009: 3-6.
2. Handoko R. Skabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-5, cetakan ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2009: 119-22.
3. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan IDI. 1995: 1-25.
4. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in
Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007: 268-79.
5. Miltoin O, Maibach HL. Scabies and Pediculosis.In: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th ed. USA: McGraw Hill. 2008: 2029-31.
6. Hunter J, Savin J, Dahl mark. Infestations . In: Clinical Dermatology, 3th ed.
USA: Blackwell Publishing. 2003: 230-227
7. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J.
2005: 17; 331(7517) / 619-22.
8. Department Of Public Health. Scabies. USA: Student Health Services
University Of California, Santa Crus.
9. Ulrich HR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: A Ubiquitous
Neglected Skin Disease. PubMed J. 2006: (6) 769-77.
10. Fox G. Itching And Rash In A Boy And His Grandmother. The Journal Of
Family Practice. 2006:(55) 26-7, 30.
11. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Medical J.
2005: (331) 619-22.
12. Leone P. Scabies and Pediculosis: An Update of Treatment Regiments and
General Review. Oxford Journals. 2007: (44) 154-9.
13. A, Vanneetha. Mengenali pathogenesis dan penyebaran scabies di daerah
beriklim tropis dan subtropics. ISM VOL 5 No.1. 2014

Anda mungkin juga menyukai