Anda di halaman 1dari 31

PENGULUHAN PENGABDIAN KEPADA MASAYRAKAT

PENYULUHAN PRINSIP DIIT PADA PASIEN ODHA


DI RUANG BOUGENVILE

OLEH :
ZAHROTUNNISA
(160210036)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH ILMU


KESEHATAN BANTEN TANGERANG SELATAN 2016
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan kepada kami Dosen untuk melaksanakan pengabdian pada
masyarakat (sebagai salah satu dari Tridarma Perguruan Tinggi). Pengmas yang
dilaksanakan berjudul Penyuluhan Prinsip Diit Pada Pasien Di Ruang Bougenvile.
Kegiatan pengmas tersebut dapat terlaksana berkat dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan terima
kasih kepada :

1. Bapak dr. Resna A. Soerawidjaja, MScPh selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesahatan Banten.
2. Wakil ketua 1,2,3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten.
3. Ketua Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten.
4. Seluruh Bpaka/Ibu Rekan-rekan dosen S1 Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Banten yang telah memberikan Motivasi peneliti.
5. Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
membantu terlaksana kegiatan Pengmas ini.

Kegiatan pengabdian masyarakat ini masih belum mencapai target ideal karena
keterbatasan waktu dan dana yang tersedia. Untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, menurut kami perlu kiranya dilakukan kegiatan pengabdian masyarakat
di lain waktu sebagai kelanjutan kegiatan tersebut. Namun demikian, besar harapan
kami semoga Pengmas ini dapat memberikan manfaat. Aamiin.

Tangerang Selatan, September 2016


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Analisis Situasi.................................................................................................... 4
1.2 Permasalahan Mitra ............................................................................................ 4
1.3 Solusi yang Ditawarkan ...................................................................................... 5
1.4 Tujuan Kegiatan .................................................................................................. 5
1.5 Manfaat kegiatan ................................................................................................. 5
1.6 Jadwal Kegiatan .................................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7
2.1 Definisi ................................................................................................................ 7
2.2 Penatalaksanaan Gizi Pasien ............................................................................. 10
2.2.1 Status Gizi dan HIV/AIDS ................................................................................ 10
2.2 Diet HIV/AIDS ................................................................................................. 13
BAB III METODE PELAKSANAAN ............................................................................ 18
3.1 Diagram Alur Kegiatan ..................................................................................... 18
3.2 Metode Pelaksanaan.......................................................................................... 18
3.3 Alat dan Bahan .................................................................................................. 18
3.4 Prosedur Plaksanaan Kegiatan .......................................................................... 18
BAB IV ............................................................................................................................. 20
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 20
4.1 Pengetahuan pasien tentang prinsip diit ............................................................ 20
4.2 Perubahan pola terkait prinsip diit pada pasien ODHA .................................... 20
BAB V PENUTUP .......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi


Secara global, epidemi HIV mengalami penurunan sekitar 33%
sejak 2001, sehingga pada tahun 2012 diperkirakan terjadi hanya sekitar 2,3
juta infeksi baru pada dewasa dan anak. Kematian yang dikaitkan dengan
AIDS menurun sampai 30% sejak 2005 karena peningkatan akses
pengobatan ARV, termasuk kematian yang dikaitkan dengan TB, juga
menurun sampai 30% sejak 2004 (WHO, Global Update on HIV treatment,
2013). Dalam setahun, telah terjadi peningkatan 20% dalam pengobatan
ARV karena hampir 10 juta orang dari negara-negara berkembang
mendapat akses pengobatan ARV. Diperkirakan di tahun 2013 dan
seterusnya akan ada tambahan 10 juta ODHA lagi yang masuk ke dalam
kriteria pengobatan sebagai dampak dari perubahan batas ambang nilai CD4
untuk pengobatan ARV yang diperlonggar dari 350 cell/mm3 menjadi 500
cell/mm3 4. Beberapa negara bahkan telah menjalankan Test and Treat
dimana inisiasi pengobatan ARV dilakukan segera setelah hasil tes HIV nya
positif, tanpa perlu merujuk pada nilai CD4-nya. Pengendalian HIV dan
AIDS di Asia Pasifik cukup sukses dengan perkiraan penurunan infeksi baru
HIV sampai dengan 26% sejak 2001. Jika dihitung pencapaian keseluruhan
region Asia Pasifik, cakupan pengobatan ARV mencapai 51%, atau
peningkatan sampai 46% sejak tahun 2009. Kematian yang dikaitkan
dengan AIDS diperkirakan menurun sampai 270.000 orang atau 18% sejak
2005 sampai 2012.

1.2 Permasalahan Mitra


Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penanggungjawab
ruangan bougenvile ada banyak pasien ODHA yang masih kurang
mengerti bagaimana menjaga pola makan dengan baik. Banyaknya
penderita odha tersebut menunjukan bahwa banyaknya pasien yang kurang
mengetahui bagaimana mengatur pola makan, diit dengan baik dan
membutuhkan edukasi mengenai penyuluhan prinsip diit pada penderita
ODHA.

1.3 Solusi yang Ditawarkan


Banyak penderita penyakit ODHA di Ruang Bougenvile yang
membutuhkan suatu metode untuk meningkatkan kemampuan
pengetahuan dan kesadaran pasien dalam mengontrol pola makan yang
baik atau memahami prinsip diit, agar dapat mengatur pola makan/gizi
dengan seimbang. Solusi yang ditawarkan pada permasalahan ini adalah
dengan melakukan penyuluhan mengenai Prinsip Diit pada pasien ODHA

1.4 Tujuan Kegiatan


Tujuan diadakannya program penyuluhan kontrasepsi ini adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan pasien mengenai prinsip diit di raung
bougenvile
2. Meningkatkan pengetahuan pasien di ruang bougenvile dalam
memilih makanan yang baik ataupun makanan yang harus
dihindari

1.5 Manfaat kegiatan


1. Bagi sasaran
Sebagai sasaran meningkatkan pengetahuan mengenai
prinsip diit, maupun memilih makanan yang baik dan makanan
yang harus dihindari.
2. Bagi pelaksana
Sebagi sasaran untuk pengembangan diri dalam hal public
speaking peningkatan pengetahuan mengetai prinsip diit, serta
terpenuhinya nutrisi yang seimbang.

1.6 Jadwal Kegiatan

Bulan
No Kegiatan
September 2016 Januari 2017
1 Pengajuan
2 Pelaksanaan Pengabdian
Masyarakat
3 Revisi Laporan
Pengabdian Masyarakat
4 Penyerahan Laporan
Pengabdian Masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia yang disebut HIV atau Human Immunodeficiency
Virus. AIDS merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan serangan-
serangan infeksi oportunistik. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel
darah putih termasuk limfosit yang disebut T-Limfosit atau “Sel CD4”
(Zein, 2006).
CD4 adalah salah satu jenis daya tahan tubuh yang berfungsi
menghidupkan dan menghentikan kegiatan sistem kekebalan tubuh,
tergantung ada tidaknya kuman yang harus dilawan. Jumlah normal CD4
dalam sirkulasi darah sekitar 800 hingga 1200 per millimeter kubik darah.
HIV yang masuk ke tubuh menginfeki sel CD4 sehingga akan rusak dan mati
(Lasmadiwati, dkk, 2005). Orang yang tertular HIV pada mulanya tidak
merasakan dan tidak kelihatan sakit selama CD4-nya masih dalam jumlah
lumayan dan hingga sekitar 5 tahun jumlahnya menurun hingga setengah.

Sesudah jumlah CD4 kurang dari 200/mm3 dan tanpa diimbangi upaya
intervensi, maka daya pertahanan tubuh terhadap berbagai infeksi akan
menurun membuka peluang terjadinya infeksi oportunistik (Hutapea, 2003).

Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap


AIDS sejalan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh. Dari semua orang
yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun
pertama, 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100%
pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun (Nursalam dan
Ninuk, 2007).

HIV ditemukan didalam darah, cairan sperma, cairan vagina, Air Susu Ibu.
HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual (baik homoseksual maupun
heteroseksual), melalui darah, serta dari ibu ke anak (selama kehamilan atau
kelahiran, atau melalui air susu ibu). Penularan lebih mungkin dan sering
terjadi dari pria ke wanita melalui hubungan seks, daripada sebaliknya. Salah
satu sebabnya adalah karena kuman HIV lebih banyak ditemui di dalam
cairan semen daripada cairan vagina, serta sel-sel rahim sangat rentan
terhadap infeksi HIV (Hutapea, 2003).

Penyebaran infeksi sudah terjadi sejak penderita belum menunjukkan


gejala klinis. Oleh karena itu, diperlukan sistem diagnosis yang baik bagi
penderita, sehingga status HIV positif bisa diketahui dan penyebaran infeksi
bisa dikendalikan. HIV didiagnosis melihat tanda dan gejala klinis serta
pemeriksaan laboratorium (Nursalam & Ninuk, 2007).

Adanya antibodi HIV tidak berarti atau memberi petunjuk waktu bahwa
seseorang yang tertular HIV akan memperoleh AIDS. Diagnosa AIDS
menuntut adanya penyakit-penyakit indikator tertentu, seperti sarkoma
Kaposi, Pneumonia Pneumosistis Karinii, atau kanker leher rahim inpasif
pada seorang yang seropositif terhadap HIV. Tindakan yang dapat dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kuantitas fungsi
imunologi pasien dengan infeksi HIV. Pada pemeriksaan dengan kadar sel
CD4-nya berada di bawah 200 per cc darah berarti sudah berada stadium
AIDS (Hutapea, 2003).
WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS menjadi klasifikasi laboratorium dan
Klinis :

a. Klasifikasi Laboratorium
WHO mengklasifikasikan laboratorium HIV/AIDS dengan melihat
jumlah supresi kekebalan tubuh yang ditunjukkan oleh limfosit dan

limfosit CD4+ dan stadium klinis.

b. Klasifikasi Klinis

Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia.

Dalam hal ini, pasien bisa didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu
berdasarkan tanda dan gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor di
tambah dua gejala minor didefinisikan sebagai infeksi HIV
simptomatik. Adapun gejala mayor yang dialami penderita HIV/AIDS
adalah penurunan berat badan ≥ 10%, demam memanjang atau lebih
dari 1 bulan, diare kronis, dan tuberculosis, sedangkan gejala minor
yaitu kandidiasis orofaringeal, batuk menetap lebih dari satu bulan,
kelemahan tubuh, berkeringat malam, hilang nafsu makan, infeksi kulit
generalisata, limfadenopati generalisata, herpes zoster, infeksi herpes
simplex kronis, pneumonia, dan sarkoma kaposi (Nursalam dan Ninuk,
2007).
2.2 Penatalaksanaan Gizi Pasien
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan paripurna rumah sakit dengan beberapa kegiatan pelayana gizi
yang diberikan kepada pasien rawat inap dan rawat jalan untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien melalui makanan yang sesuai penyakit yang diderita.
Proses pelayanan gizi pasien rawat inap terdiri atas empat tahap, yaitu (1)
assesmen atau pengkajian gizi meliputi data antropometri, data biokimia, data
klinis dan fisik, data kebiasaan makan, serta data riwayat personal, (2)
perencanaan pelayanan gizi meliputi penentuan diet (preskripsi diet), tujuan
diet, dan strategi mencapai tujuan, (3) implementasi pelayanan gizi, dan (4)
monitoring dan evaluasi pelayanan gizi (Almatsier, 2006).
Penatalaksanaan diet HIV/AIDS bertujuan untuk mencapai status gizi
yang baik bagi pasien infeksi HIV dalam mencapai daya tahan tubuh akan
lebih baik sehingga memperlambat memasuki tahap AIDS. Penelitian yang
dilakukan di rumah sakit Felege Hiwot Negara Ethiopia menemukan bahwa
faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi kurang pasien HIV/AIDS rawat
inap disebabkan oleh jenis kelamin responden, gejala HIV, status ART, durasi
ART, maupun kesulitan makan (Daniel, et al, 2013). Status gizi sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan dan asupan zat gizi. Asupan zat gizi yang tidak
memenuhi kebutuhan akibat infeksi HIV akan menyebabkan kekurangan gizi
yang bersifat kronis serta apabila pada stadium AIDS terjadi kurang gizi yang
kronis dan drastis akan mengakibatkan penurunan resistensi terhadap infeksi
lainnya. Hal itu disebabkan asupan gizi kurang mengakibatkan pemecahan
protein lebih cepat sehingga konsentrasi albumin menjadi rendah (Pettalolo,
2013).

2.2.1 Status Gizi dan HIV/AIDS


Sejak seseorang terinfeksi HIV, terjadi gangguan sistem kekebalan
tubuh sampai ke tingkat yang lebih parah hingga terjadi pula penurunan status
gizi. Salah satu faktor yang berperan dalam penurunan sistem imun adalah
defisiensi zat gizi baik makro maupun gizi mikro. Memburuknya status gizi
disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, gangguan absorbsi dan
metabolisme zat gizi, infeksi oportunistik, serta kurangnya aktifitas fisik
(Kemenkes RI, 2010).
Orang yang terinfeksi HIV akan mengalami hal-hal berikut:

1. Orang yang terinfeksi HIV akan kehilangan nafsu makan dan susah
makan sehingga asupan makanan kurang dan tidak sesuai dengan syarat
menu. Hilangnya nafsu makan dapat disebabkan karena adanya infeksi
pada mulut dan demam atau efek dari obat-obatan yang diberikan.
2. Daya serap tubuh kurang baik terhadap makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Orang dengan HIV positif biasanya mengalami diare.
Akibat HIV juga bisa timbul kerusakan sel-sel di dalam usus sehingga
daya serap terhadap karbohidrat dan lemak berkurang. Kelemahan daya
serap juga mengakibatkan vitamin A dan E yang sangat berguna bagi
sistem kekebalan tidak termanfaatkan.
3. Dengan daya serap nutrisi yang tidak baik sehingga tidak mampu
mencerna makanan dengan sempurna sehingga tubuh tidak dapat
mendayagunakan sari-sari makanan dengan baik seperti karbohidrat,
lemak, dan protein.
4. Demam dan peradangan yang menyertai infeksi HIV menyebabkan
hilangnya nafsu makan dan berat badan berkurang dengan cepat.
5. Jaringan otot menjadi lemah sehingga mengakibatkan kerusakan
sistem kekebalan tubuh (Lasmadiwati, dkk, 2005).

Intervensi gizi secara khusus bertujuan untuk mencapai berat badan


normal :
mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual, dan muntah; menghambat
progresivitas HIV menjadi AIDS; serta mencapai kualitas hidup yang
optimal pada orang dengan HIV/AIDS untuk tetap produktif (Kemenkes,
2010). Berikut contoh manisfestasi klinis dan gangguan gizi yang sering
terjadi pada orang dengan HIV/AIDS dan rekomendasinya.

Tabel 2.1 Manisfestasi klinis pada Orang Dengan HIV/AIDS

Manifestasi Klinis Gangguan gizi Rekomendasi gizi


penurunan nafsu
Diet : makanan lunak,
Anoreksia dan makan, kesulitan
disajikan menarik,
Disfagia menelan karena
porsi kecil dan sering.
infeksi jamur mulut
Diet : rendah laktosa,
rendah serat, rendah
Kehilangan zat gizi
Diare lemak, dan banyak
dalam tubuh
mengkonsumsi cairan
seperti oralit.
Anjuran : makanan
tinggi lemak MCT dan
Asupan kalori tidak
rendah karbohidrat.
Sesak nafas mencukupi, pasien
Makanan diberikan
lemah
dalam porsi setengah
tidur.
Peningkatan Anjurkan minum lebih
Demam pemakaian kalori dan 2 liter/hari, makanan
kehilangan cairan lunak.
Tinggi kalori protein,
Penurunan berat Gangguan makan
padat kalori, rendah
badan secara oral
serat
Sumber: Kemenkes (2010)

2.2 Diet HIV/AIDS


Asuhan gizi rumah sakit pada penderita HIV/AIDS rawat inap dapat
dilakukan dengan menjalankan diet yang teratur. Diet merupakan makanan
yang ditentukan dan dikendalikan untuk tujuan tertentu. Dalam diet jenis dan
banyaknya suatu makanan ditentukan. Disamping itu dalam diet jumlah
asupan dan frekuensi makan juga dikendalikan sehingga tercapai tujuan diet
tersebut (Budianto, 2009).
Di rumah sakit terdapat pula pedoman diet tersendiri yang akan
memberikan rekomendasi yang lebih spesifik mengenai cara makan yang
bertujuan bukan hanya untuk meningkatkan atau memperhatikan status gizi
pasien, tetapi juga untuk mencegah permasalahan lainnya yang timbul.
Dengan memperhatikan tujuan diet tersebut, rumah sakit umumnya
menyediakan makanan dengan kriteria seperti : makanan dengan komposisi
gizi yang baik dan seimbang menurut keadaan penyakit dan status gizi
masing-masing pasien, makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai
menurut kondisi gastrointestinal dan penyakit masing-masing pasien,
makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang (Hartono, 2000).
Kebutuhan nutrisi pada orang dengan HIV/AIDS lebih tinggi
dibandingkan orang sehat. Kebutuhan energi dihitung berdasarkan ada atau
tidaknya gejala seperti demam, penurunan berat badan dan wasting (Jafar,
2004). Penelitian menunjukkan, 40-44% dewasa dan 59% anak-anak
menderita gizi kurang dan wasting. Seseorang dikatakan wasting bila terjadi
penurunan berat badan lebih dari 10% berat badan normal disertai demam
lebih dari 30 hari, diare, dan gangguan penyakit lainnya (WHO, 2012).
Untuk mengatasi masalah gizi pada pasien HIV/AIDS, maka
diberikan makanan tinggi kalori-protein, kaya vitamin dan mineral serta
cukup air. Tujuan diet penyakit HIV/AIDS secara umum adalah:
1. Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua
tahap dini penyakit infeksi HIV.
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan serta komposisi tubuh
yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
3. Memenuhi kebutuhan energi dan semua zat gizi. Mendorong
perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga, dan relaksasi

Tujuan diet penyakit HIV/AIDS secara khusus adalah:


1. Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual, dan muntah.
2. Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang
terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia,
perasaan kenyang, perubahan indera pengecap, dan kesulitan
menelan. Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
3. Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama
jaringan otot).
4. Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang
adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang
diberikan.

Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu
secara oral, enteral (sonde), dan parenteral (infus). Ada tiga macam diet AIDS
yaitu Diet AIDS I, AIDS II, dan AIDS III :
1. Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengan gejala
panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut,
kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.
Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari
sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada
kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau kombinasi
makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri
atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi.
Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin, dan vitamin C.

2. Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan diet AIDS I setelah tahap
akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap
3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk
memenuhi kebutuhan energi dan zat gizinya, diberikan makanan enteral
atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.

3. Diet AIDS III


Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau
kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak
atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energi,
protein, vitamin, dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut
terbatas dan masih terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan
pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau makanan
utama.

Makanan yang dianjurkan dikonsumsi Odha


Berbagai bahan makanan yang banyak didpatakan di Indonesia seperti tempe,
kelapa, wortel, kembang kol, sayuran dan kacang-kacangan, dapat diberikan
dalam penatalaksanaan gizi pada Odha.
a. Tempe atau produknya mengandung protein dan Vitamin B12 untuk
mencukupi kebutuhan Odha dan mengandung bakterisida yang dapat
mengobati dan mencegah diare.
b. Kelapa dan produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak sekaligus
sebagai sumber energi karena mengandung MCT (medium chain
trigliseride) yang mudah diserap dan tidak menyebabkan diare. MCT
merupakan enersi yang dapat digunakan untuk pembentukan sel.
c. Wortel mengadung beta-karoten yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
daya tahan tubuh juga sebagai bahan pembentuk CD4. Vitamin E bersama
dengan vitamin C dan beta-karoten berfungsi sebagai antiradikal bebas.
Seperti diketahui akibat perusakan oleh HIV pada sel-sel maka tubuh
menghasilkan radikal bebas
d. Kembang kol, tinggi kandungan Zn, Fe, Mn, Se untuk mengatasi dan
mencegah defisiensi zat gizi mikro dan untuk pembentukan CD4
e. Sayuran hijau dan kacang-kacangan, mengandung vitamin neurotropik B1,
B6, B12 dan zat gizi mikro yang berguna untuk pembentukan CD4 dan
pencegahan anemia

Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) adalah diet yang mengandung
energi dan protein diatas normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa
ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan
daging, atau bentuk minuman enteral Tinggi Kalori Tinggi Protein. Diet ini
diberikan bila pasien telah mempunyai nafsu makan dan dapat menerima
makanan lengkap. Pada prinsipnya diet TKTP diberikan secara bertahap
secara oral (melalui mulut), mengandung energi yang memadai, protein yang
sesuai dan berkualitas tinggi, bahan makanan yang mempunyai efek
antioksidan yang tinggi serta mengandung vitamin dan mineral yang cukup
(Almatsier, 2006).

Asuhan Gizi pada ODHA ( orang dengan HIV / AIDS )

Keb. Kalori : 2000 – 3000 kkal /hr


Protein : 1,5 – 2 gr/kg BB/hr
( Makan Pokok 3 x /hr + selingan 3x/hr )
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Diagram Alur Kegiatan

Perizinan Persiapan Pelaksanaan Evaluasi


kegiatan

3.2 Metode Pelaksanaan


Pada kegiatan pengabdian masyarakat ini, metode yang dilaukan dalam
penyuluhan tentang prinsip diit pada pasien ODHA tersebut adalah metode
ceramah dan diskusi/Tanya jawab.

3.3 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan adalah :
a. Filb Card
b. Leaflet

3.4 Prosedur Plaksanaan Kegiatan


Program penyuluhan kontrasepsi ini melalui 4 tahap yaitu tahap perizinan,
persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.
a. Perizinan
Perizinan penyuluhan kontrasepsi dilakukan setelah menentukan
tempat sasaran penyuluhan yaitu di Ruang Bougenvile. Perizinan
dilakukan oleh tim penyusul kepada beberapa pihak dari ketua Rumah
Sakit penanggung penaggung jawab ketua ruangan bougenvile
sebagai mitra kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan, dan pihak
program studi ilmu keperawatan.

b. Persaipan perizinan
Persiapan penyuluhan kontrasepsi dimulai dengan memastikan
sasaran khususnya dalam hal jumlah peserta. Tempat dan media
dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan serta antisipasi kemungkinan
masalah yang terjadi. Tempat dipersiapkan bersama pengelola dan
penanggungjawab ketua ruangan bougebvile. Media penyuluhan
dipersiapkan untuk mempermudah proses pemahaman sasaran
sehingga tujuan kegiatan dapat tercapai secara optimal. Media yang
digunakan berupa filp card dan leaflet.

c. Pelaksanaan kegiatan
Kegiatan penyuluhan ini dilakukan pada hari Rabu, 27 September
2016 pukul 16.00-17.30 WIB bertempat di Ruang Bougenvile. Tahap
pelaksanaan kegiatan meliputi :
1. Pengisian daftar hadir
2. Pembukaan
3. Penyampaian materi
4. Diskusi/Tanya jawab
5. Penutup

d. Evaluasi kegiatan
Evaluasi dilakuka untuk mengetahui efektifitas kegiatan penyuluhan.
Evaluasi ini dilakukan dengan metode Tanya balik dan diskusi kepada
dosen pembimbing. Dari hasil evaluasi bahwa pasien baru tahu
tentang diit pada penderita penyakit ODHA

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengetahuan pasien tentang prinsip diit


Sebelum dilakukan penyuluhan tentang prinsip diit, pasien hanya tahu
beberapa makanan yang harus di hindari seperti makanan yang berlemak dan
minuman yang beralkohol. Setelah dilakukan penyuluhan tentang prinsip diit
pada penderita penyakit HIV/AIDS, pasien lebih tahu dan dapat memahami
pola nutrisi yang baik tersebut dengan baik tanpa merasa kesulitan dan bosan.
Di penyuluhan yang kami selenggarakan yang datang hanya pasien penyakit
HIV/AIDS ( ODHA) saja dan kami memberi saran untuk memberitahukan
keluarganya agar dapat menerapkan pola nutrisi yang baik dan benar
khususnya keluarga yang terkena penyakit ODHA.

4.2 Perubahan pola terkait prinsip diit pada pasien ODHA


Setelah diberikan informasi tentang prinsip diit pada pasien ODHA,
pandangan pasien tentang prinsip diit terbuka, mereka menjadi tahu jika
diit/diet HIV/AIDS tidak hanya dilakukan oleh pasien yang mempunyai
riwayat penyakit HIV/AIDS saja namun juga bisa dilakukan oleh orang yang
sehat lainnya dan juga dapat dilakukan dengan menjaga nutrisi dengan baik
dan benar. Pengetahuan pasien tentang pentingnya menjaga nutrisi yang baik
dan benar akan berdapmak baik untuk kedepannya, sehingga pemahaman
pasien terkait diit nutrisi pada pasien ODHA ini meningkat.
BAB V
PENUTUP

Peningkatan angka kasus pada penderita ODHA (HIV/AIDS)


merupakan masalah yang cukup serius untuk dapat ditemukan solusinya.
Perawat dalam rangka hal tersebut merencanakan prinsip diit pada pasien
yang menderita penyakit ODHA dalam meminimalkan angka kasus tersebut
serta meningkatkan taraf kesehatan pada pasien di Indonesia khususnya di
Ruang Bougenvile dengan mengenalkan prinsip diit nutrisi HIV/AIDS.
Namun masih banyak pasien yang masih belum mengetahui dengan baik
pentingnya menjaga pola nutrisi yang baik dan benar khususnya pada pasien
dengan HIV/AIDS. Kegiatan penyuluhan ini diharapkan dapat menjadi
sarana dalam meningkatkan pengetahuan pasien terkait dengan prinsip diit
penderita ODHA (HIV/AIDS).

Demikian laporan ini kami buat sebagai laporan pertanggungjawaban


dari kegiatan penuluhan tentang Prinsip Diit Bagi Pasien Dengan Penderita
HIV/AIDS Di Ruang Bougenvilen yang telah kami laksanakan. Kegiatan ini
tidak akan berhasil tanpa adanya partisipasi dan dukungan dari semua pihak,
karenanya dalam pencapaian kegiatan ini diharapkan dapat memberi manfaat
bagi setiap pihak yang terlibat. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi Odha: Bukuk


pedoman untuk petugas kesehatan dan petugas lainnya, diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pemberantasa Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan, Departemen
Kesehatan RI, 2003, halaman 108-117.
Spritia Yayasan, http://spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1019
Hatake Hipeteki, http://macrofag.blogspot.co.id/2013/03/sap-diet-tinggi-kalori-dan-
protein.html
Persahabatan R http://rsuppersahabatan.co.id/index.php/read/7/259/penatalaksanaan-
diet-pada-pasien-hiv---aids
Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4..
Jakarta: EGC. 1994
Doenges E. Marlynn. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.2000.
Lauren, dkk. Nutrition outcomes of HIV-infected malnourished adults treated
with ready-to-use therapeutic food in sub-Saharan Africa: a longitudinal study.
Journal of the International AIDS Society. Vol 14, No.2. 2011.
Nishigaki, Masakazu. Influences of Allocating HIV/AIDS Specialized Nurses
on Clinical Outcomes in Japan. Asian Nursing Research. Vol 5, No 1. 2011.
SAP
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PRINSIP DIIT PADA PASIEN ODHA

Pokok bahasan : Prinsip Diit Pada Pasien ODHA


Tempat : Ruang Bougenvile
Waktu : 30 menit
Hari/Tanggal : Rabu, 27 September 2016
Sasaran : Pasien HIV AIDS
Penyampaian materi : Mahasiswa Program S1 Ilmu Keperawatan

1. Tujuan
1.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit, Klien dapat mengerti dan
memahami pemenuhan nutrisi pada kondisi HIV AIDS.
1.2 Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit Klien dapat :
- Menyebutkan kembali arti dari pola menu seimbang
- Menjelaskan kembali tujuan diit TKTP dengan baik dan benar
- Menyebutkan pembagian makanan tambahan sesuai diit TKTP
- Menyebutkan makanan yang harus diberikan dan dihindarkan

2. Metode
Ceramah, diskusi

3. Media
Leaflet
4. Kegiatan Penyuluhan
Tahap K e g i a t an
Waktu
kegiatan Penyuluh Sasaran
1. Membuka acara dengan
1. Menjawab salam
mengucapkan salam kepada
sasaran
2.
Menyampaikan topik dan Mendengarkan penyuluh
5
Pembukaan tujuan penkes kepada sasaran menyampaikan topik dan
menit
tujuan.

Kontrak waktu untuk


3. Menyetujui kesepakatan
kesepakatan pelaksanaan waktu pelaksanaan
penkes dengan sasaran penkes
1. Menjelaskan materi 1. Menyampaikan
penyuluhan kepada sasaran pengetahuannya
dengan menggunakan leaflet tentang materi
3. penyuluhan
10 Kegiatan
2.
menit inti
2. Mendengarkan penyuluh
menyampaikan materi

3.
1. Memberikan pertanyaan
1. Menjawab pertanyaan
5 Evaluasi/
kepada sasaran tentang materi
menit penutup
yang sudah disampaikan
2. Mendengarkan
penyuluh
2. Menyimpulkan materi
penyuluhan yang telah
3.
disampaikan kepada sasaran Mendengarkan penyuluh
3. Menutup acara dan menutup acara dan
mengucapkan salam serta menjawab salam
terima kasih kepada sasaran.

4. Evaluasi
a. Sebutkan pengertian pengertian menu seimbang dengan baik dan benar
b. Sebutkan arti dari pola menu seimbang
c. Jelaskan tujuan diit TKTP dengan baik dan benar
d. Sebutkan pembagian makanan tambahan sesuai diit TKTP
e. Sebutkan makanan yang harus diberikan dan dihindarkan
MATERI PENYULUHAN
DIIT TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) PADA KLIEN HIV
AIDS

1. Pengertian HIV
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia yang disebut HIV atau Human Immunodeficiency Virus. AIDS merupakan
penyakit menahun yang ditandai dengan serangan-serangan infeksi oportunistik.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih termasuk limfosit yang
disebut T-Limfosit atau “Sel CD4” (Zein, 2006).

2. Diit untuk pasien HIV


Diit yang baik untuk pasien HIV adalah diit TKTP. Diet Tinggi Kalori
Tinggi Protein (TKTP) bertujuan memberikan makanan secukupnya untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang bertambah guna mencegah dan
mengurangi kerusakan jaringan tubuh atau guna menambah berat badan hingga
mencapai normal. Syarat diet ini adalah tinggi kalori, tinggi protein, cukup vitamin
dan mineral, serta mudah dicerna.

Asuhan Gizi pada ODHA ( orang dengan HIV / AIDS )

Keb. Kalori : 2000 – 3000 kkal /hr


Protein : 1,5 – 2 gr/kg BB/hr
( Makan Pokok 3 x /hr + selingan 3x/hr )

Tujuan diet :

1. Meningkatkan status gizi & daya tahan tubuh.


2. Memberi asupan zat gizi makro & mikro sesuai dengan kebutuhan.
3. Mencapai & mempertahankan berat badan normal
4. Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan
5. Mengatasi gejala diare, mual & muntah
6. Menjaga Interaksi obat & makanan agar penyerapan obat lebih optimal

3. Keamanan makanan & minuman

Untuk mengurangi kontaminasi bhn makanan & minuman, maka perlu diperhatikan
hal-hal berikut :
a. Untuk makanan & minuman kaleng sebelum dibuka periksa kemasan
kaleng & tanggal kedaluarsa.
b. Hindari konsumsi daging, ikan, telur, ayam & unggas lainnya dalam
keadaan mentah / setengah matang.
c. Hindari mengkonsumsi sayuran mentah / lalapan
d. Mencuci sayur & buah dengan air bersih & mengalir
e. Hindari susu & produk susu yang tidak dipasteurisasi
f. Sebaiknya memanaskan makanan sebelum dimakan
g. Hindari makanan yang sudah berjamur / basi
h. Sebaiknya pisahkan makanan yang belum dimasak dengan makanan yang
sudah dimasak.
i. Selalu cuci tangan sebelum & sesudah menyentuh makanan.
j. Selalu minum air masak
k. Memakai air panas & sabun untuk membersihkan semua alat dapur
l. Hindari makan makanan jajanan

4. Syarat diet
Syarat diet pada orang dengan HIV:
1. Kebutuhan zat gizi dihitung sesuai dengan kebutuhan individu
2. Mengkonsumsi protein yang berkualitas dari sumber hewani dan nabati
seperti daging, telur, ayam, ikan, kacang-kacangan dan produk olahannya
3. Banyak makanan sayuran dan buah-buahan secara teratur, terutama sayuran
dan buah-buahan berwarna yang kaya vitamin A (beta-karoten), zat besi
4. Minum susu setiap hari
5. Menghindari makanan yang diawetkan dan makanan yang beragi (tape,
brem)
6. Makanan bersih bebas dari pestisida dan zat-zat kimia
7. Bila Odha mendapatkan obat antiretroviral, pemberian makanan
disesuaikan dengan jadwal minum obat di mana ada obat yang diberikan
saat lambung kosong, pada saat lambung harus penuh, atau diberikan
bersama-sama dengan makanan
8. Menghindari makanan yang merangsang alat penciuman (untuk mencegah
mual)
9. Menghindari rokok, kafein dan alkohol.
Syarat diet pada pasien AIDS:

1. Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum dianjurkan


2. Diberikan dalam porsi kecil tetapi sering
3. Disesuaikan dengan syarat diet dengan penyakit infeksi yang menyertainya
4. Mengkonsumsi protein yang berkualitas tinggi dan mudah dicerna
5. Sayuran dan buah-buahan dalam bentuk jus
6. Minum susu setiap hari, susu yang rendah lemak dan sudah dipasteurisasi;
jika tidak dapat menerima susu sapi, dapat diganti dengan susu kedelai
7. Menghindari makanan yang diawetkan dan makanan yang beragi (tape,
brem)
8. Makanan bersih bebas dari pestisida dan zat-zat kimia
9. Bila Odha mendapatkan obat antiretroviral, pemberian makanan
disesuaikan dengan jadwal minum obat di mana ada obat yang diberikan
saat lambung kosong, pada saat lambung harus penuh, atau diberikan
bersama-sama dengan makanan
10. Menghindari makanan yang merangsang alat penciuman (untuk mencegah
mual)
11. Rendah serat, makanan lunak/cair, jika ada gangguan saluran pencernaan
12. Rendah laktosa dan rendah lemak jika ada diare
13. Menghindari rokok, kafein dan alkohol
14. Sesuaikan syarat diet dengan infeksi penyakit yang menyertai (TB, diare,
sarkoma, oral kandidiasis)
15. Jika oral tidak bisa, berikan dalam bentuk enteral dan parenteral secara
aman (Naso Gastric Tube = NGT) atau intravena (IV)

5. Bahan makanan Indonesia yang dianjurkan dikonsumsi Odha


Berbagai bahan makanan yang banyak didpatakan di Indonesia seperti
tempe, kelapa, wortel, kembang kol, sayuran dan kacang-kacangan, dapat
diberikan dalam penatalaksanaan gizi pada Odha.
f. Tempe atau produknya mengandung protein dan Vitamin B12 untuk
mencukupi kebutuhan Odha dan mengandung bakterisida yang dapat
mengobati dan mencegah diare.
g. Kelapa dan produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak sekaligus sebagai
sumber energi karena mengandung MCT (medium chain trigliseride) yang
mudah diserap dan tidak menyebabkan diare. MCT merupakan enersi yang
dapat digunakan untuk pembentukan sel.
h. Wortel mengadung beta-karoten yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
daya tahan tubuh juga sebagai bahan pembentuk CD4. Vitamin E bersama
dengan vitamin C dan beta-karoten berfungsi sebagai antiradikal bebas.
Seperti diketahui akibat perusakan oleh HIV pada sel-sel maka tubuh
menghasilkan radikal bebas
i. Kembang kol, tinggi kandungan Zn, Fe, Mn, Se untuk mengatasi dan
mencegah defisiensi zat gizi mikro dan untuk pembentukan CD4
j. Sayuran hijau dan kacang-kacangan, mengandung vitamin neurotropik B1,
B6, B12 dan zat gizi mikro yang berguna untuk pembentukan CD4 dan
pencegahan anemia
k. Buah alpukat mengandung lemak yang tinggi, dapat dikonsumsi sebagai
makanan tambahan. Lemak tersebut dalam bentuk MUFA (mono
unsaturated fatty acid) 63% berfungsi sebagai antioksidan dan dapat
menurunkan LDL. Di samping itu juga mengandung glutathion tinggi untuk
menghambat replikasi HIV.

Anda mungkin juga menyukai