OLEH :
ZAHROTUNNISA
(160210036)
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan kepada kami Dosen untuk melaksanakan pengabdian pada
masyarakat (sebagai salah satu dari Tridarma Perguruan Tinggi). Pengmas yang
dilaksanakan berjudul Penyuluhan Prinsip Diit Pada Pasien Di Ruang Bougenvile.
Kegiatan pengmas tersebut dapat terlaksana berkat dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Bapak dr. Resna A. Soerawidjaja, MScPh selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesahatan Banten.
2. Wakil ketua 1,2,3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten.
3. Ketua Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten.
4. Seluruh Bpaka/Ibu Rekan-rekan dosen S1 Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Banten yang telah memberikan Motivasi peneliti.
5. Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
membantu terlaksana kegiatan Pengmas ini.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini masih belum mencapai target ideal karena
keterbatasan waktu dan dana yang tersedia. Untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, menurut kami perlu kiranya dilakukan kegiatan pengabdian masyarakat
di lain waktu sebagai kelanjutan kegiatan tersebut. Namun demikian, besar harapan
kami semoga Pengmas ini dapat memberikan manfaat. Aamiin.
Bulan
No Kegiatan
September 2016 Januari 2017
1 Pengajuan
2 Pelaksanaan Pengabdian
Masyarakat
3 Revisi Laporan
Pengabdian Masyarakat
4 Penyerahan Laporan
Pengabdian Masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia yang disebut HIV atau Human Immunodeficiency
Virus. AIDS merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan serangan-
serangan infeksi oportunistik. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel
darah putih termasuk limfosit yang disebut T-Limfosit atau “Sel CD4”
(Zein, 2006).
CD4 adalah salah satu jenis daya tahan tubuh yang berfungsi
menghidupkan dan menghentikan kegiatan sistem kekebalan tubuh,
tergantung ada tidaknya kuman yang harus dilawan. Jumlah normal CD4
dalam sirkulasi darah sekitar 800 hingga 1200 per millimeter kubik darah.
HIV yang masuk ke tubuh menginfeki sel CD4 sehingga akan rusak dan mati
(Lasmadiwati, dkk, 2005). Orang yang tertular HIV pada mulanya tidak
merasakan dan tidak kelihatan sakit selama CD4-nya masih dalam jumlah
lumayan dan hingga sekitar 5 tahun jumlahnya menurun hingga setengah.
Sesudah jumlah CD4 kurang dari 200/mm3 dan tanpa diimbangi upaya
intervensi, maka daya pertahanan tubuh terhadap berbagai infeksi akan
menurun membuka peluang terjadinya infeksi oportunistik (Hutapea, 2003).
HIV ditemukan didalam darah, cairan sperma, cairan vagina, Air Susu Ibu.
HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual (baik homoseksual maupun
heteroseksual), melalui darah, serta dari ibu ke anak (selama kehamilan atau
kelahiran, atau melalui air susu ibu). Penularan lebih mungkin dan sering
terjadi dari pria ke wanita melalui hubungan seks, daripada sebaliknya. Salah
satu sebabnya adalah karena kuman HIV lebih banyak ditemui di dalam
cairan semen daripada cairan vagina, serta sel-sel rahim sangat rentan
terhadap infeksi HIV (Hutapea, 2003).
Adanya antibodi HIV tidak berarti atau memberi petunjuk waktu bahwa
seseorang yang tertular HIV akan memperoleh AIDS. Diagnosa AIDS
menuntut adanya penyakit-penyakit indikator tertentu, seperti sarkoma
Kaposi, Pneumonia Pneumosistis Karinii, atau kanker leher rahim inpasif
pada seorang yang seropositif terhadap HIV. Tindakan yang dapat dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kuantitas fungsi
imunologi pasien dengan infeksi HIV. Pada pemeriksaan dengan kadar sel
CD4-nya berada di bawah 200 per cc darah berarti sudah berada stadium
AIDS (Hutapea, 2003).
WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS menjadi klasifikasi laboratorium dan
Klinis :
a. Klasifikasi Laboratorium
WHO mengklasifikasikan laboratorium HIV/AIDS dengan melihat
jumlah supresi kekebalan tubuh yang ditunjukkan oleh limfosit dan
b. Klasifikasi Klinis
Dalam hal ini, pasien bisa didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu
berdasarkan tanda dan gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor di
tambah dua gejala minor didefinisikan sebagai infeksi HIV
simptomatik. Adapun gejala mayor yang dialami penderita HIV/AIDS
adalah penurunan berat badan ≥ 10%, demam memanjang atau lebih
dari 1 bulan, diare kronis, dan tuberculosis, sedangkan gejala minor
yaitu kandidiasis orofaringeal, batuk menetap lebih dari satu bulan,
kelemahan tubuh, berkeringat malam, hilang nafsu makan, infeksi kulit
generalisata, limfadenopati generalisata, herpes zoster, infeksi herpes
simplex kronis, pneumonia, dan sarkoma kaposi (Nursalam dan Ninuk,
2007).
2.2 Penatalaksanaan Gizi Pasien
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan paripurna rumah sakit dengan beberapa kegiatan pelayana gizi
yang diberikan kepada pasien rawat inap dan rawat jalan untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien melalui makanan yang sesuai penyakit yang diderita.
Proses pelayanan gizi pasien rawat inap terdiri atas empat tahap, yaitu (1)
assesmen atau pengkajian gizi meliputi data antropometri, data biokimia, data
klinis dan fisik, data kebiasaan makan, serta data riwayat personal, (2)
perencanaan pelayanan gizi meliputi penentuan diet (preskripsi diet), tujuan
diet, dan strategi mencapai tujuan, (3) implementasi pelayanan gizi, dan (4)
monitoring dan evaluasi pelayanan gizi (Almatsier, 2006).
Penatalaksanaan diet HIV/AIDS bertujuan untuk mencapai status gizi
yang baik bagi pasien infeksi HIV dalam mencapai daya tahan tubuh akan
lebih baik sehingga memperlambat memasuki tahap AIDS. Penelitian yang
dilakukan di rumah sakit Felege Hiwot Negara Ethiopia menemukan bahwa
faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi kurang pasien HIV/AIDS rawat
inap disebabkan oleh jenis kelamin responden, gejala HIV, status ART, durasi
ART, maupun kesulitan makan (Daniel, et al, 2013). Status gizi sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan dan asupan zat gizi. Asupan zat gizi yang tidak
memenuhi kebutuhan akibat infeksi HIV akan menyebabkan kekurangan gizi
yang bersifat kronis serta apabila pada stadium AIDS terjadi kurang gizi yang
kronis dan drastis akan mengakibatkan penurunan resistensi terhadap infeksi
lainnya. Hal itu disebabkan asupan gizi kurang mengakibatkan pemecahan
protein lebih cepat sehingga konsentrasi albumin menjadi rendah (Pettalolo,
2013).
1. Orang yang terinfeksi HIV akan kehilangan nafsu makan dan susah
makan sehingga asupan makanan kurang dan tidak sesuai dengan syarat
menu. Hilangnya nafsu makan dapat disebabkan karena adanya infeksi
pada mulut dan demam atau efek dari obat-obatan yang diberikan.
2. Daya serap tubuh kurang baik terhadap makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Orang dengan HIV positif biasanya mengalami diare.
Akibat HIV juga bisa timbul kerusakan sel-sel di dalam usus sehingga
daya serap terhadap karbohidrat dan lemak berkurang. Kelemahan daya
serap juga mengakibatkan vitamin A dan E yang sangat berguna bagi
sistem kekebalan tidak termanfaatkan.
3. Dengan daya serap nutrisi yang tidak baik sehingga tidak mampu
mencerna makanan dengan sempurna sehingga tubuh tidak dapat
mendayagunakan sari-sari makanan dengan baik seperti karbohidrat,
lemak, dan protein.
4. Demam dan peradangan yang menyertai infeksi HIV menyebabkan
hilangnya nafsu makan dan berat badan berkurang dengan cepat.
5. Jaringan otot menjadi lemah sehingga mengakibatkan kerusakan
sistem kekebalan tubuh (Lasmadiwati, dkk, 2005).
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu
secara oral, enteral (sonde), dan parenteral (infus). Ada tiga macam diet AIDS
yaitu Diet AIDS I, AIDS II, dan AIDS III :
1. Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengan gejala
panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut,
kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.
Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari
sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada
kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau kombinasi
makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri
atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi.
Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin, dan vitamin C.
2. Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan diet AIDS I setelah tahap
akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap
3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk
memenuhi kebutuhan energi dan zat gizinya, diberikan makanan enteral
atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) adalah diet yang mengandung
energi dan protein diatas normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa
ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan
daging, atau bentuk minuman enteral Tinggi Kalori Tinggi Protein. Diet ini
diberikan bila pasien telah mempunyai nafsu makan dan dapat menerima
makanan lengkap. Pada prinsipnya diet TKTP diberikan secara bertahap
secara oral (melalui mulut), mengandung energi yang memadai, protein yang
sesuai dan berkualitas tinggi, bahan makanan yang mempunyai efek
antioksidan yang tinggi serta mengandung vitamin dan mineral yang cukup
(Almatsier, 2006).
b. Persaipan perizinan
Persiapan penyuluhan kontrasepsi dimulai dengan memastikan
sasaran khususnya dalam hal jumlah peserta. Tempat dan media
dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan serta antisipasi kemungkinan
masalah yang terjadi. Tempat dipersiapkan bersama pengelola dan
penanggungjawab ketua ruangan bougebvile. Media penyuluhan
dipersiapkan untuk mempermudah proses pemahaman sasaran
sehingga tujuan kegiatan dapat tercapai secara optimal. Media yang
digunakan berupa filp card dan leaflet.
c. Pelaksanaan kegiatan
Kegiatan penyuluhan ini dilakukan pada hari Rabu, 27 September
2016 pukul 16.00-17.30 WIB bertempat di Ruang Bougenvile. Tahap
pelaksanaan kegiatan meliputi :
1. Pengisian daftar hadir
2. Pembukaan
3. Penyampaian materi
4. Diskusi/Tanya jawab
5. Penutup
d. Evaluasi kegiatan
Evaluasi dilakuka untuk mengetahui efektifitas kegiatan penyuluhan.
Evaluasi ini dilakukan dengan metode Tanya balik dan diskusi kepada
dosen pembimbing. Dari hasil evaluasi bahwa pasien baru tahu
tentang diit pada penderita penyakit ODHA
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Tujuan
1.1 Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit, Klien dapat mengerti dan
memahami pemenuhan nutrisi pada kondisi HIV AIDS.
1.2 Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit Klien dapat :
- Menyebutkan kembali arti dari pola menu seimbang
- Menjelaskan kembali tujuan diit TKTP dengan baik dan benar
- Menyebutkan pembagian makanan tambahan sesuai diit TKTP
- Menyebutkan makanan yang harus diberikan dan dihindarkan
2. Metode
Ceramah, diskusi
3. Media
Leaflet
4. Kegiatan Penyuluhan
Tahap K e g i a t an
Waktu
kegiatan Penyuluh Sasaran
1. Membuka acara dengan
1. Menjawab salam
mengucapkan salam kepada
sasaran
2.
Menyampaikan topik dan Mendengarkan penyuluh
5
Pembukaan tujuan penkes kepada sasaran menyampaikan topik dan
menit
tujuan.
3.
1. Memberikan pertanyaan
1. Menjawab pertanyaan
5 Evaluasi/
kepada sasaran tentang materi
menit penutup
yang sudah disampaikan
2. Mendengarkan
penyuluh
2. Menyimpulkan materi
penyuluhan yang telah
3.
disampaikan kepada sasaran Mendengarkan penyuluh
3. Menutup acara dan menutup acara dan
mengucapkan salam serta menjawab salam
terima kasih kepada sasaran.
4. Evaluasi
a. Sebutkan pengertian pengertian menu seimbang dengan baik dan benar
b. Sebutkan arti dari pola menu seimbang
c. Jelaskan tujuan diit TKTP dengan baik dan benar
d. Sebutkan pembagian makanan tambahan sesuai diit TKTP
e. Sebutkan makanan yang harus diberikan dan dihindarkan
MATERI PENYULUHAN
DIIT TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) PADA KLIEN HIV
AIDS
1. Pengertian HIV
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia yang disebut HIV atau Human Immunodeficiency Virus. AIDS merupakan
penyakit menahun yang ditandai dengan serangan-serangan infeksi oportunistik.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih termasuk limfosit yang
disebut T-Limfosit atau “Sel CD4” (Zein, 2006).
Tujuan diet :
Untuk mengurangi kontaminasi bhn makanan & minuman, maka perlu diperhatikan
hal-hal berikut :
a. Untuk makanan & minuman kaleng sebelum dibuka periksa kemasan
kaleng & tanggal kedaluarsa.
b. Hindari konsumsi daging, ikan, telur, ayam & unggas lainnya dalam
keadaan mentah / setengah matang.
c. Hindari mengkonsumsi sayuran mentah / lalapan
d. Mencuci sayur & buah dengan air bersih & mengalir
e. Hindari susu & produk susu yang tidak dipasteurisasi
f. Sebaiknya memanaskan makanan sebelum dimakan
g. Hindari makanan yang sudah berjamur / basi
h. Sebaiknya pisahkan makanan yang belum dimasak dengan makanan yang
sudah dimasak.
i. Selalu cuci tangan sebelum & sesudah menyentuh makanan.
j. Selalu minum air masak
k. Memakai air panas & sabun untuk membersihkan semua alat dapur
l. Hindari makan makanan jajanan
4. Syarat diet
Syarat diet pada orang dengan HIV:
1. Kebutuhan zat gizi dihitung sesuai dengan kebutuhan individu
2. Mengkonsumsi protein yang berkualitas dari sumber hewani dan nabati
seperti daging, telur, ayam, ikan, kacang-kacangan dan produk olahannya
3. Banyak makanan sayuran dan buah-buahan secara teratur, terutama sayuran
dan buah-buahan berwarna yang kaya vitamin A (beta-karoten), zat besi
4. Minum susu setiap hari
5. Menghindari makanan yang diawetkan dan makanan yang beragi (tape,
brem)
6. Makanan bersih bebas dari pestisida dan zat-zat kimia
7. Bila Odha mendapatkan obat antiretroviral, pemberian makanan
disesuaikan dengan jadwal minum obat di mana ada obat yang diberikan
saat lambung kosong, pada saat lambung harus penuh, atau diberikan
bersama-sama dengan makanan
8. Menghindari makanan yang merangsang alat penciuman (untuk mencegah
mual)
9. Menghindari rokok, kafein dan alkohol.
Syarat diet pada pasien AIDS: