Anda di halaman 1dari 4

Naskah drama yang menceritakan tentang lingkungan merupakan bagian dari sekian banyak contoh

skenario drama yang banyak dibutuhkan. Naskah drama tema lingkungan ini biasanya mengisahkan
sebuah pola hidup suatu masyarakat dengan memberikan penekanan pada poin-poin moral dan
sosial, mencakup kebersihan, kepedulian sosial, dsb.

Naskah Drama Tentang Lingkungan5 Orang Pemeran


“Negeri Tanpa Air”

Sebesar 75 persen bumi ini terdiri dari air. Manusia sendiri sangat bergantung dengan air. Lalu apa
jadinya jika mendadak di bumi ini tidak ada air? Tentu kelangsungan hidup manusia terganggu.
Bahkan mungkin tidak akan ada kehidupan. Pasalnya tidak hanya manusia yang mengandalkan air,
tapi seluruh makhluk hidup di dunia ini. Contoh naskah drama di bawah ini semoga dapat
menginspirasi kita untuk makin mencintai lingkungan.

Tema: Lingkungan

Judul: Negeri Tanpa Air

Pemeran:

1. Bu Nesti
2. Ajeng
3. Sasa
4. Ferdi
5. Nino

SINOPSIS DRAMA

Di sebuah kelas 2 tingkat SMA, Bu Nesti sebagai guru Geografi memberikan tugas pada para
siswanya untuk membuat kliping tentang lingkungan. Tugas ini nantinya harus dipresentasikan tiap-
tiap kelompok minggu depan. Ada beragam judul yang diajukan. Termasuk kelompok Lebah, yang
terdiri dari Ajeng, Sasa, Ferdi, dan Nino.

NASKAH DRAMA

Terlihat ruang kelas yang sedang berlangsung kegiatan belajar mengajar.


Bu Nesti : “Saya akan memberi tugas pada kalian, yaitu membuat kliping yang berkaitan dengan
lingkungan.”
Para siswa : “Iya bu...”

Bu Nesti kemudian membagi siswa-siswi kelas itu menjadi 10 kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 4
siswa-siswi. Ajeng sendiri mendapat teman satu kelompok Sasa, Ferdi dan Nino, yang mereka namai
sebagai kelompok Lebah.

Bu Nesti : “Ingat, tidak boleh ada judul atau pembahasan yang sama. Silahkan mengeksplorasi
apapun yang ada di alam. Bahan kliping boleh dari apa saja, tidak harus dari media cetak. Kliping ini
nantinya akan dipresentasikan satu minggu lagi, jadi persiapkan semuanya dengan baik.”
Para : “Iya bu...”

Saat istirahat, kelompok lebah mendiskusikan tugas membuat kliping tadi di kantin sekolah sambil
makan.

Nino : “Haduh berat banget tugas dari Bu Nesti. Aku yang biasanya nggak mikir tugas, hari ini jadi
kepikiran terus.”
Ajeng : “Hahaha... iya ya... padahal aku suka banget sama mata pelajaran Geografi. Tapi kayaknya
tugas ini memang berat.”
Sasa : “Eh eh eh, keren kali kalo kita dapat tugas kayak gini. Nggak biasa dan aku lebih tertantang.”
Ferdi : “Haduh Sa, ya iyalah kamu mah beda sama kita. Kamu pinter.”
Sasa : “Makasih Ferdi...”
Ajeng : “Yaelah malah pacaran. Udeh-udeh sekarang kaliann punya ide apa buat tugas kita?”
Nino : “Jangan tanya aku, aku nggak punya ide.”
Ferdi : “Eh kambing, kamu mikir aja belon, udah bilang nggak punya ide.”
Sasa : “Jeng, ayah kamu bukannya pengelola bank sampah di desa?”

Ajeng mengangguk.

Sasa : “Kita minta bantuan ayah Ajeng buat bikin klipingnya. Kita bisa kan kalo misalnya minta-minta
sampah dari beliau buat bahan klipingnya.”
Ajeng : “Kalo masalah itu gampang, ntar biar aku yang bilang sama ayahku. Memangnya kita mau
buat apa?”
Sasa : “Begini, kalo membahas soal lingkungan, sudah pasti banyak banget kelompok yang
menyinggung soal sampah. Kita jangan bahas sampah, kita bahas air aja.”
Nino : “Eh tapi bukannya air itu juga berkaitan dengan sampah? Misalnya sungai yang penuh
sampah, selokan juga.”
Sasa : “Gini. Kita pura-pura bicara masa depan yang tanpa air. Semua air keruh karena perbuatan
orang masa dulu. Jadi kita hanya bicara soal dampaknya, dan bukan sebabnya.”
Ferdi : “Aku mengerti. Kita bikin aja replika negeri yang tanpa air itu dari sampah-sampah milik ayah
Ajeng.”
Sasa : “Klop!!! Kliping jangan dipandang hanya berupa gambar ditempel di kertas doang. Kita bahkan
bisa bikin 3D nya.”
Nino : “Udah kayak bioskop aja, 3D. Hahaha.”
Ajeng : “Ok kalo gitu tugas pertama kita bagi.”
Sasa : “Ajeng, bilang sama ayahmu dulu. Aku cari bahan ilmu di internet. Ferdi sama Nino membuat
sketsa negeri tanpa air. Rancangan aja, kira-kira gimana gitu.”

Ketiga teman Sasa menjawab serentak, “Siap!!!”

Hari-hari yang sibuk itu dimulai. Keesokan harinya mereka bertemu lagi di kantin untuk berdiskusi.
Sasa : “Setelah baca-baca di internet, aku punya ide begini, kita bikin replika perkotaan, lahan sangat
sempit, air hujan bahkan tidak bisa ditampung dengan baik. Sudah tidak ada lagi pohon dan rumput.
Kita bikin seolah-olah keadaan sangat panas dan tidak sejuk sama sekali.”
Ajeng : “Lalu bahan apa saja yang kira-kira bisa digunakan? Kemarin ayah udah bilang boleh. Kita
bisa ambil sesuka kita.”

Sasa berpikir sebentar.

Sasa : “Aku lihat sketsa Ferdi sama Nino dulu.”

Ferdi kemudian megeluarkan kertas dari dalam tasnya.

Sasa : “Nah Fer, ini cocok, ada sungainya. Terus tambahin gedung-gedung kota. Jadi Jeng, dari
melihat sketsa Ferdi sama Nino, dan ideku tadi, kita butuh aneka kardus minuman instan buat
dibikin gedung. Terus kardus besar bekas minuman mineral kemasan buat bikin jalan.”

Nino : “Terus sungainya dari?”


Sasa : “Aku juga lagi mikir ini.”
Ajeng : “Dari pipa bekas aja, kita belah jadi dua, nanti sungainya kita isi air keruh.”
Sasa : “Ide bagus!”
Ferdi : “Kita tambahin beberapa sampah menumpuk di beberapa titik.”
Sasa : “Ya, terus juga ada toko yang menjual oksigen.”

Ketiga teman Sasa saling memandang kemudian menatap Sasa bersamaan.

Ferdi : “Apa hubungannya?”


Sasa : “Karena nggak ada air, di sini juga nggak ada pohon. Jadi oksigen juga tidak diproduksi
tumbuhan lagi.”

Ketiganya kemudian mengangguk mengerti.

Sore berikutnya, Sasa, Ferdi dan Nino sudah berkumpul di rumah Ajeng. Ajeng mempersiapkan
bahan bekas yang dijadikan kliping. Keempatnya membuat dengan semangat.

Ajeng : “Sa, ntar pokoknya kamu yang mempresentasikan.”


Sasa : “Eh nggak bisa. Sedikit-sedikit kalian juga harus terlibat.”

Ferdi dan Nino langsung melotot ke arah Sasa.

Sasa : “Tenang... tenang... kalian ntar aku bantu belajarnya.”

Hari-hari makin bergulir. Tiba waktunya untuk presentasi kliping tentang lingkungan. Kelompok
Lebah membawa klipingnya hati-hati. Mereka membuatnya di atas kardus bekas yang sudah
dipotong bagian atasnya.

Ajeng melihat, kelompok lain bahkan tidak ada yang membuat sejenis 3D seperti kelompoknya, tak
ayal ketika ia masuk membawa klipingnya, semua kelompok menujukan pandangan ke arahnya.
Mereka terkagum-kagum dengan hasil karya kelompok lebah.

Bu Nesti : “Baik, silakan kelompok Lebah untuk mempresentasikan hasil karyanya.”


Ajeng : “Terimakasih Bu Nesti, selamat pagi teman-teman, kami dari kelompok Lebah akan
mempresentasikan kliping kami tentang lingkungan dengan judul Negeri Tanpa Air. Untuk yang
pertama akan disampaikan oleh Ferdi.”
Ferdi : “Selama ini kita hanya tahu air selalu muncul dari dalam tanah ataupun dari air hujan. Kita
tidak pernah terpikir bagaimana jika tiba-tiba di negeri kita tidak ada air sama sekali. Sekalipun ada
air itu tak layak minum. Kita tentu tahu syarat air yang bersih. Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak
berwarna.”

Nino menunjukkan klipingnya.

Nino : “Ini adalah replika negeri tanpa air. Negeri masa depan yang kami bayangkan jika tanpa air.
Banyak penyebab yang menjadikan negeri ini tanpa air. Tapi kami sepakat untuk tidak menyebutkan
sebabnya, karena kami rasa kalian juga sudah mengerti. Ini adalah dampak dari ketiadaan air.”
Sasa : “Kita bisa melihat, di sini tidak ada gedung yang bersih, semuanya kumuh. Bahkan air sungai
juga keruh, tidak cokelat lagi, tapi kehitam-hitaman karena bercampur dengan limbah pabrik.
Jalanan panas tanpa pohon. Gedung dan area umum berlomba-lomba untuk menutup seluruh akses
tanah untuk menerima air hujan. Akibatnya air hujan sma sekali tidak meresap. Dan di sebelah ini,
ada sebuah toko canggih yang menjual oksigen. Untuk apa? Tentu saja untuk bernapas. Karena tidak
ada air, pohon tidak bisa tumbuh, rumput pun tak nampak, sehingga oksigen sama sekali tak dapat
diproduksi.”
Ajeng : “Jika oksigen tidak dapat lagi diproduksi, artinya nafas kita pun amat dihargai. Setiap satu
sedotan bisa dibeli dengan uang.”

Para siswa terlihat melongo memperhatikan presentasi kelompok Lebah.

Ajeng : “Apakah kita akan menunggu negeri kita seperti ini? Tentunya tidak. Lalu apa yang bisa kita
lakukan? Kalian sudah tahu, tapu setidaknya mulai bergerak adalah cara paling ampuh. Mulai
sekarang, manfaatkan sampah yang masih digunakan. Usahakan menimbun sampah plastik. Jangan
membuang sampah sembarang tempat. Kurangi penggunaan minyak wangi, dan mulailah menanam
pohon.”

Kelas kemudian bergemuruh karena suara tepukan para siswa.

Ajeng : “Demikian presentasi kami, atas kurang lebihnya kami minta maaf, dan terimakasih.”

Kelas masih riuh dengan tepukan tangan. Bu Nesti sendiri bertepuk tangan untuk mengapresiasi
karya kelompok Lebah. Para anggota kelompok Lebah pun terlihat amat gembira dan puas.

Anda mungkin juga menyukai