Anda di halaman 1dari 13

Formulasi Tablet Paracetamol 500 mg

(Metode Granulasi Basah)


 kamelia

 March 18, 2018

 0

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Tablet adalah sediaan padat mengandung
bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (Depkes RI, 1995). Menurut Farmakope
Indonesia Edisi III, tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak,
dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengndung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI,
1979).

Parasetamol merupakan zat aktif pada obat yang banyak digunakan dan dimanfaatkan
sebagai analgesik dan antipiretik. Parasetamol memiliki Rumus Molekul C8H9NO2 dan
bobot molekul 151,16 ini dimetabolisir oleh hati dan dikeluarkan melalui ginjal.
Parasetamol tidak merangsang selaput lendir lambung atau menimbulkan pendarahan
pada saluran cerna. Diduga mekanisme kerjanya adalah menghambat pembentukan
prostaglandin. Obat ini digunakan untuk melenyapkan atau meredakan rasa nyeri dan
menurunkan panas tubuh. (Ansel, 1989).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, jenis-jenis tablet yaitu (Depkes RI, 1995) :

1. Tablet cetak

Dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah kedalam
tabung cetakan.

2. Tablet triturat

Merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silindris digunakan
untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat.

3. Tablet hipodermik
Adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah melarut atau melarut sempurna
dalam air, dulu umumnya digunakan untuk membuat sediaan injeksi hipodermik.

4. Tablet bukal

Digunakan dengan cara meletakkan tablet di antara pipih dan gusi, sehingga zat aktif
diserap secara langsung melalui mukosa mulut.

5. Tablet sublingual

Digunakan dengan cara meletakkan tablet di bawah lidah, sehingga zat aktif diserap
secara langsung melalui mukosa mulut.

6. Tablet effervescent

Yang larut dibuat dengan cara dikempa, selain zat aktif juga mengandung campuran
asam (asam nitrat, asam tartrat) dan natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air
akan menghasilkan karbondioksida.

Komposisi dari tablet yaitu terdiri dari (Lachman, 1994) :

1. Pengisi

2. Pengikat atau perekat

3. Bahan penghancur

4. Pelincir, anti lekat dan pelicin

5. Zat warna, pemberi rasa dan pemanis

Metode pembuatan tablet (Ansel, 1989) :

1. Granulasi basah

Menggunakan cairan untuk penggumpalan granul dan dikeringkan digunakan untuk


tablet yang tahan kelembapan dan pemanasan.

2. Granulasi kering

Menggunakan penyaringan digunakan untuk tablet yang tahan panas.

3. Kompresi langsung.
Zat obatnya memiliki sifat mudah mengalir sebagaimana juga sifat-sifat kohesinya yang
memungkinkan untuk langsung di kompresi.

Usulan Formula Formula Utama

Fase dalam :

R/ Parasetamol 500 mg Zat aktif

Amilum 10% Disintegran

PVP 2% Pengikat / Binder

Avicel qs Pengisi

Aquades qs Pengikat

Fase Luar :

Mg Stearat 1% Lubrikan

Amilum 5% Disintegran

Talk 2% Glidan

Formula Alternatif

Fase dalam :

R/ Parasetamol 500 mg Zat aktif

Amilum Oryzae 10% Disintegran

PVP 2% Pengikat / Binder

Laktosa qs Pengisi

Aquades qs Pengikat

Fase Luar :

Mg Stearat 1% Lubrikan

Amilum Oryzae 5% Disintegran

Talk 2% Glidan
Rasionalisasi Formula

Dalam formulasi pembuatan tablet paracetamol secara granulasi basah ini digunakan
bahan aktif yaitu paracetamol 500 mg. Paracetamol merupakan serbuk hablur berwarna
putih tidak berbau dan sedikit pahit (Depkes RI, 2014). Parasetamol atau asetaminofen
diindikasikan untuk mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang, seperti sakit kepala,
sakit gigi, nyeri otot, dan nyeri setelah pencabutan gigi serta menurunkan demam.
Selain itu, parasetamol juga mempunyai efek anti-radang yang lemah. Paracetamol
diketahui memiliki sifat alir serta kemampuan kompressibilitas yang kurang baik, dosis
yang digunakan pada formulasi ini juga cukup besar, sehingga metode granulasi basah
lebih cocok digunakan untuk pembuatan tablet paracetamol (Ansel,1989).

Metode granulasi basah mampu meningkatkan kohesifitas sehingga dapat


menghasilkan tablet yang memiliki keseragaman bobot, kandungan dan kompaktibilitas
yang baik (Ansel,1989).

Bahan lain yang digunakan dalam formulasi ini adalah Laktosa qs. Laktosa berfungsi
sebagai pengisi, sehingga dapat membentuk tablet dengan massa yang kompak sesuai
dengan massa yang diinginkan (Rowe, 2009). Laktosa dipilih karena memiliki harga
yang cukup terjangkau dari pengisi lainnya, sehingga dapat menekan biaya produksi
apabila diproduksi skala besar, Laktosa juga umum digunakan dan mudah ditemukan.
Umumnya formulasi yang menggunakan laktosa menunjukkan laju pelepasan obat
yang baik, dan granulnya cepat kering. Kelemahan dari laktosa adalah sifat alirnya yang
buruk, menyerap kelembaban sehingga dapat mempengaruhi kondisi fisik tablet.
Laktosa memiliki kelebihan dari segi kompressibilitas yang baik (Lachman, 1994).

Selanjutnya digunakan bahan eksipien Amilum oryzae qs. Amilum oryzae berfungsi
sebagai disintegran, sehingga tablet akan mudah terdisintegrasi dan hancur dalam
cairan (Rowe, 2009). Kelebihan dari Amilum oryzae adalah stabilitasnya yang cukup
baik. Pada formulasi ini digunakan Amilum oryzae dengan konsentrasi sebesar 10 %.

Digunakan PVP sebesar 2% yang berfungsi sebagai pengikat dalam formulasi ini.
Pengikat atau perekat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk meningkatkan sifat
kohesi serbuk melalui pengikatan (yang diperlukan) dalam pembentukan granul yang
pada pengempaan membentuk masa kohesif atau pemampatan sebagai suatu tablet.
Lokasi pengikat di dalam granul dapat mempengaruhi sifat granul yang dihasilkan.
Pengikat digunakan untuk mengikat zat aktif dan eksipien sehingga mudah dicetak
(Rowe, 2009 ; Ansel,1989).

Pada formulasi ini juga digunakan magnesium stearat yang berfungsi sebagai lubrikan.
Digunakan magnesium stearat dengan konsentrasi 1% dalam formulasi ini (Rentang
0,25% – 5%) (Rowe, 2009). Magnesium stearat berfungsi untuk menggurangi gaya
gesek antara bahan campuran dengan alat pengempa sehingga tidak ada massa yang
tertinggal (Lachman, 1994).
Eksipien lain yang digunakan adalah Talk yang berfungsi sebagai glidan (Rowe, 2009).
Talk digunakan untuk memperbaiki sifat alir dari paracetamol dan laktosa yang buruk.
Dalam formulasi ini digunakan talk dengan konsentrasi sebesar 2% (pada literatur 1 %
– 10 %) (Rowe, 2009). Talk 2% dipilih dengan alasan apabila digunakan dengan
konsentrasi terlalu besar maka akan mengakibatkan tablet menjadi keras dan susah
terdisintegrasi.

Dalam formulasi ini juga digunakan aquadest qs yang berfungsi sebagai cairan pengikat
sehingga dapat terbentuk massa basah yang diinginkan sehingga dapat dilakukan
proses granulasi.

Alat dan Bahan

Alat Bahan

Beaker glass Parasetamol

Ayakan no. mesh 10 dan 18 Amilum Kering

Mortir dan stamper Laktosa

Sendaok tanduk PVP

Spatel Mg Stearat

Loyang dan nampan Talk

Shaker Aquades

Hardness tester

Alat uji disintegran

Friabilator

Jangka sorong

Alat pengempa tablet

Toples
Perhitungan

Paracetamol 500 mg dibuat tablet sebesar 700 mg sebanyak 100 tablet, yang terdiri
dari fase dalam 92% dan fase luar 8%.

Fase Dalam (92%)

Fase Luar (8%)


Penimbangan

Nama Bahan Untuk 1 Tablet Untuk 100 Tablet

Paracetamol 500 mg 50 gram

PVP 14 mg 1,4 gram

Amilum Kering (fase dalam) 70 mg 7 gram

Lactose 600 mg 6 gram

Mg Stearat 0,00069 mg 0,69 gram

Talk 0,00138 mg 1,38 gram

Amilum Kering (fase luar) 0,003451 mg 3,451 gram

Aquadest qs qs

Prosedur

IPC
1. Bobot jenis

Bobot jenis nyata

Bahan : granul kering

Alat : gelas ukur 100 ml

Prosedur : 10 gram granul ditimbang dan dimasukkan kedalam gelas ukur 100 ml,
Kemudian dicatat volume granul yang ditunjukkan dan dihitung bobot jenis nyata.

Bobot jenis mampat

Bahan : granul kering

Alat : gelas ukur 100 ml

Prosedur : 10 gram granul ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml.
Kemudian gelas ukur diketuk sebanyak 100 kali secara manual dengan tangan, lalu
dicatat volume granul setelah dimampatkan dan dihitung bobot jenis mampat.

2. Porositas

Bahan : granul kering

Alat : gelas ukur 100 ml

Prosedur : 10 gram granul ditimbang dan dimasukkan ke gelas ukur 100 ml,
Kemudian dicatat volume awal. Lalu, gelas ukur diketuk sebanyak 100 kali secara
manual, kemudian dicatat volume setelah dimampatkan. Setelah itu, dihitung ineks
porositas (e).

Persyaratan : inteks porositas (e) tidak lebih dari 90%.

3. Moisture content (MC)

Bahan : granul basah

Alat : oven

Prosedur : bobot granul basah ditimbang, kemudian ditempatkan pada Loyang


dan dikeringkan pada oven dengan suhu 60ºC selama 1 jam atau hingga granul kering.
Setelah itu, bobot granul setelah dikeringkan ditimbang dan dihitung MC.
4. Distribusi ukuran granul

Alat : ayakan no. mesh 80

Prosedur : dimasukkan 20 gram granul dan dilakukan diatas ayakan no. 80 yang
terangkai dengan sheveshaker.

Persyaratan : % fines tidak melebihi 20%

5. Kecepatan alir

Alat : corong uji sifat alir

Prosedur : massa cetak diletakkn dalam corong yang bawahnya tertutup,


kemudian tutup corong dibuka dan dihitung waktu serbuk jatuh dari corong hingga tidak
ada sisa. Kecepatan alir dinyatakan dalam massa sampel/waktu.

Interpretasi :

Laju alir Sifat alir

>10 Sangat baik

4-10 Baik

1,6-4 Sukar

<1,6 Sangat sukar

5. Sudut istirahat

Alat : corong uji

Prosedur : granul ditampung pada kertas grafik millimeter, tinggi dan diameter dari
serbuk dihitung kedalam rumus tan α = t/r sehingga diketahui sudut istirahat.

Interpretasi :

Sudut istirahat Sifat alir

<25º Excellent
25º-30º Good

30º-40º Portable

>40º Very poor

6. Kompresibilitas

Alat : tapped density tester

Prosedur : ditimbang 100 gram, dimasukkan dalam gelas ukur dan dicatat
volumenya, granul dimampatkan hingga 500 kali ketukan. Dicatat volume setelah
dimampatkan.

Evaluasi

1. Keseragaman bobot tablet

Alat : neraca analitik

Prosedur : 20 tablet yang diambil secara acak ditimbang dan dihitung rata-rata
bobot tablet, kemudian dibandingkan bobot tablet dengan bobot tablet rata-rata.

Persyaratan : untuk berat rata-rata tablet lebih dari 250 mg, minium 18 tablet
mempunyai deviasi 5% dan maksimum 2 tablet mempunyai deviasi ±10%.

Bobot yang direncanakan : 0.7 gram

Interpretasi hasil : ketika ditimbang satu persatu, deviasinya tidak melebihi


5% (minimum 18 tablet) dan 10% (maksimum 2 tablet).

2. Keseragaman ukuran tablet

Alat : jangka sorong

Prosedur : ketebalan tablet dan diameternya diukur dengan jangka sorong.

Persyaratan : diameter tablet tidak lebih dari 3x total tablet rata-rata dan tidak kurang
dari 4/3 tebal tablet rata-rata. Sehingga diameternya harus dalam rentang 6,7-15.

Interpretasi hasil : diameter tablet berada dalam rentang 6,7-15.


3.Waktu hancur tablet

Alat : Erweka Cakram DIsintegrasi Type 21501

Prosedur : air bersuhu 37ºC ± 2ºC digunakan sebagai media dengan volume 900
ml. Tablet dimasukkan pada masing-masing tabung dari keranjang dan dipasang pada
cakram, kemudian alat dijalankan.

Persyaratan : semua tablet harus hancur sempurna dalam waktu 30 menit. Bila ½
tablet tidak hancur, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya dan tidak kurang dari 18
tablet harus hancur semua.

Interpretasi hasil : sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang
tertinggal pada kasa alat uji merupakan massa lunak yang tidak mempunyai inti yang
jelas, kecuali bagian dari penyalut yang tidak terlarut.

4. Kekerasan tablet

Alat : Erweka TBH 20 Hardness tester

Prosedur : tablet diletakkan tepat ditengah besi penahan dan alat dijalankan
sehingga besi penahan menekan tablet. Sampel yang diuji sebanyak 20 tablet.

Persyaratan : tablet memiliki kekerasan 4-8 kg/cm2

Interpretasi hasil : tablet memenuhi standar kekerasan tablet.

5. Kerapuhan tablet

Alat : friabilitator

Prosedur : tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang. Kemudian dimasukkan ke


Friabilitator dan diputar sebangan 100 putaran selama 4 menit. Lalu tablet dikeluarkan
dari alat, dibersihkan dari debu, dan ditimbang. Tablet yang diuji sebanyak 20.

Persyaratan : friksibilitas dan friabilitas 4%

Interpretasi hasil : tablet yang friabilitasnya baik jika kerapuhan tablet 4%.

6. Uji disolusi
Alat : pengaduk bentuk dayung

Media : dapar fosfat pH 5,8

Volume media : 900 ml

Laji kecepatan apparatus : 50 rpm

Persyaratan : persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan
yang Diuji sesuai dengan tabel penerimaan.

Prosedur : masukkan sejumlah volume (±1%) media disolusi kedalam wadah


pada alat yang sesuai. Jalankan pemanas alat hingga media disolusi mencapai suhu
37ºC ± 5ºC. hentikan alat,angkat thermometer, dimasukkan unit sediaan kedalam
masing-masing wadah, goyang agar gelembung udara tidak menempel pada
permukaan sediaan dan dijalankan alat dengan kecepatan sesuai monografi.

Interpretasi hasil : dikatakan baik jika dalam waktu 30 menit tidak kurang dari 80% (Q)
yang terlarut.

7. Keseragaman kandungan

Prosedur : kadar dari 30 tablet uji ditetapkan menggunakan metode analisis yang
sesuai. Kemudian dihitung nilai penerimaan.

Persyaratan : jumlah zat aktif yang dibutuhkan pada penetapan kadar tidak boleh
kurang. Jika terjadi maka harus diatur derajat pengenceran dari larutan atau volume.

8. Uji sifat alir

Alat : corong alat uji waktu alir

Prosedur : granul ditimbang 25 gram dan ditempatkan pada alat yang dalam
keadaan tertutup. Dicatat waktu mengalir granul setelah corong dibuka. Diulang
sebanyak 3 kali.

Persyaratan : 100 gram granul waktu alirnya tidak lebih dari 10 detik.

9. Organoleptis

Prosedur : diamati warna dan bentuk dari sediaan akhir.

Persyaratan : sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.


10. Uji kompresibilitas

Prosedur : 100 gram granul ditimbang dan dimasukkan kedalam gelas ukur
kemudian dicatat volume awalnya. Lalu granul dimampatkan sebanyak 500 kali ketukan
dengan alat uji, catat volume uji setelah dimampatkan. Setelah itu dihitung indeks
kompresibilitasnya.

Persyaratan : tidak lebih dari 20%

11. Uji penetapan kadar

Penetapan kadar dilakukan dengan cara kromatografi cair tekanan tinggi (HPLC)

Prosedur : sejumlah volume larutan uji disuntikkan secara terpisah kedalam


HPLC. Respon puncak utama kromatografi diukur dan jumlah dalam mg dihitung.

Referensi

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indoneia,. edisi III.


Jakarta: Departemen Kesehatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV,


Jakarta: Departemen Kesehatan.

Ansel,Howard C. 2005. Pengantar bentuk sediaan farmasi edisi IV, Jakarta: Universitas
Indonesia.

Rowe, Raymond C, Paul J, Sheskey., & Marian E, Quinn. 2009. Handbook


of Pharmaceutical Excipients. 6th ed., London : Pharmaceutical Press.

Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga.
Vol II. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press; 1994. hal. 1355

Anda mungkin juga menyukai