DISUSUN OLEH:
MOCH. IQBAL ABDUL ROZAK
NIM : 4002180147
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan
dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang
potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999),
medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e.,
error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya
kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan
untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang
salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam
proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien,
bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima
suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan),
dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan
cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi
pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan
diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah
tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti
kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak
memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis
yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan
fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan
secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru
luput dari perhatian kita semua.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan
kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN PATIENT SAFETY
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah
sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
3. Menurunnya KTD di RS
1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May
2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002),yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan
benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
Standarnya adalah
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner
dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi
kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS
”.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, & meningkatkan
kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
Standarnya adalah
Kriterianya adalah
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang
terbuka dan adil”
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien,
keluarga
Bagi Tim:
Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP di RS
anda”
Bagi Tim:
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko,
serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial brmasalah”
Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap
pasien
Bagi Tim:
Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kpd mjmn terkait
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb
4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan
ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg
bahan pelajaran yg penting
Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel. (dlm
seluruh proses asuhan pasien
Bagi Tim:
Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda utk melakukan
analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Tim:
Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yg ada ttg
kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem pelayanan”
Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan
instrumen yg menjamin KP
Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:
a. Di Rumah Sakit
1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi
sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
tentang insiden
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari
analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
c. Di Pusat
1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi
supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan
dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives di Inggris mengatakan
bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang
peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah
yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang
lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga.
Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.
Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang
terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti
perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data
mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi
jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient
safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang
terjadi hanya akan bersifat sementara.
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir,
dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang
peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus
kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang
positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya
perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi
aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga
pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes
yang diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa
manusia.”
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak
atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan
medis yang kompresehensif. “
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional”
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi”
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana”
Pasal 43 UU No.44/2009
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
a. Assessment risiko
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta Monitoring
san Evaluasi
a. Di Rumah Sakit
1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien
(Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah
disediakan oleh rumah sakit.
2. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien
(Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan
Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian
yang dilaporkan oleh unit kerja
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada
Pimpinan rumah sakit.
5. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah
yang bersifat rahasia.
b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite Keselamatan
Rumah Sakit
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk
menjaga kerahasiaannya
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah dilakukan oleh
rumah sakit
3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan
insiden bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai
laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit
4. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi
masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
a. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di rumah sakit,
terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit
PENUTUP
Kesimpulan
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan
cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi
pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan
diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah
tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti
kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak
memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis
yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan
fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan
secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru
luput dari perhatian kita semua
DAFTAR PUSTAKA
1. Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.
2. Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk
Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
3. Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia
6. Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of National
Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.
7. Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting “Kecurangan
(Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.