Penyusun :
dr. Louisa M.
22180112320013
Pembimbing :
dr. Andreas Agung W., SpPK
JUDUL ................................................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
I.2. Tujuan................................................................................................................. 6
I.3. Manfaat............................................................................................................... 6
II.1. Definisi............................................................................................................... 7
II.2. Regulasi.............................................................................................................. 9
iii
III.2. Jasa Pelayanan / Cost Dasar Parameter Laboratorium
BAB V PENUTUP
V.2. Usulan................................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 61
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah salah satu hak mendasar bagi masyarakat. Hak ini
menjadi salah satu kewajiban Pemerintah kepada warganya terutama bagi
masyarakat miskin. Thabrany (2005) menjelaskan bahwa pada tahun 2000 dan
2002, untuk pertama kalinya kata-kata “kesehatan” masuk ke dalam UUD
1945 yang diamandemen seperti yang tercantum pada pasal 28H UUD 1945
Amandemen tahun 2000 “...setiap penduduk berhak atas pelayanan
kesehatan”. Selain itu, pasal 28 H tersebut semakin diperkuat dengan
amandemen UUD 1945 tanggal 11 Agustus 2002 dimana MPR
mengamanatkan agar “Negara mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh
rakyat” seperti tercantum dalam Pasal 34 ayat (2) UUD 1945. Dalam pasal (3)
ayat tersebut, MPR juga menggariskan bahwa “Negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan...”. 2,3
1
Amandemen 3 pasal dalam UUD 1945 menunjukkan bahwa tujuan
Negara sudah semakin jelas, yaitu secara eksplisit menempatkan kesehatan
sebagai bagian dari kesejahteraan rakyat yang harus tersedia merata. Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat (1) menyatakan bahwa “Fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Pada pasal tersebut juga
termasuk hak warga miskin memperoleh kesehatan. Karena itu setiap individu,
keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap
kesehatannya, dan Negara bertanggungjawab untuk menjamin hak hidup sehat
bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.2
4
Atas dasar pemikiran inilah, penulis mencoba melemparkan sebuah
wacana mengenai penentuan jasa pelayanan laboratorium dalam persiapan
pemberlakuan BPJS I di bidang kesehatan di tahun 2014 mendatang. Adapun
pembahasan dalam makalah ini akan menitikberatkan penentuan jasa
pelayanan laboratorium terutama yang bernaung di bawah Instansi Pemerintah
mengingat pemberlakuan SJSN dan kerjasama yang akan dibentuk oleh BPJS I
di Bidang Kesehatan akan dimulai dari Instansi Pemerintah (seperti Puskesmas
dan RS Pemerintah).
Bab I : Pendahuluan
Bab Pendahuluan memuat penjelasan akan latar belakang, tujuan, dan
manfaat dari penulisan makalah ini.
BAB V : Penutup
Bab terakhir akan mengulas kesimpulan serta saran sebagai penutup
dari makalah.
5
I.2. Tujuan
I.3. Manfaat
6
BAB II
II.1. Definisi
“Social security is the protection which society provides for its members
through a series of public measure :
1. To offset the absence or substantial reduction of income from work
resulting from various contigencies (notable sickness, maternity,
employment injury, unemployment, invalidity, old age and death of
breadwinner).
2. To provide people with healthcare.
3. To provide benefit for families with children.”
7
Guy Standing menyatakan “Social security is a system for providing
income security to deal with the contigency risk of life, sickness and maternity,
employment injury, unemployment, invalidity, old age and death, the provision
of medical care and the provision subsidies for family with children.”9
(1) Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak.
(2) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan
sosial.
8
“Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS
adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial.”
II.2. Regulasi
9
3. Pasal 28A mengenai Hak Asasi Manusia yang berbunyi :
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”
4. Pasal 20 mengenai Dewan Perwakilan Rakyat ayat (1), (2), dan (3)
yang berbunyi :
“ (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
“ (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.
“ (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.”
10
1. Pasal 3 yang berbunyi :
“ Everyone has the right to life, liberty and security of person.” (Setiap
orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai
individu).
11
d. Ketetapan MPR dalam TAP MPR RI No. X/MPR/2001 yang
menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk membentuk
Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sesuai amanat Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945, maka Sistem
Jaminan Sosial Nasional dibentuk sebagai sebuah program Negara untuk
memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
a. Kegotongroyongan.
Merupakan prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban
biaya jaminan sosial. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong
royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu
dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat dengan membayar
iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya. Mekanisme
ini secara tidak langsung menciptakan keadaan dimana peserta yang
beresiko rendah membantu yang beresiko tinggi; dan peserta yang sehat
membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotongroyongan ini, jaminan
sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Nirlaba.
Prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil
pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
seluruh peserta.
c. Keterbukaan.
Prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas
bagi setiap peserta.
d. Kehati-hatian.
Prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
13
e. Akuntabilitas.
Prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan.
f. Portabilitas.
Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
h. Dana amanat.
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-
badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
15
II.4. Cakupan Umum SJSN sebagai Target BPJS
16
program jaminan sosial yang ditentukan oleh Undang-Undang. Demikian pula
BPJS tidak dapat memilih siapa yang diterima atau tidak diterima menjadi
peserta yang akan ditanggungnya. Hal ini bertentangan dengan sistem asuransi
komersial dimana prinsip kepesertaan bersifat sukarela, berdasarkan
kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Seseorang bebas menentukan
pilihannya untuk menjadi peserta asuransi komersial. Demikian pula
penanggung bebas menentukan apakah ia akan menanggung seseorang yang
ingin menjadi peserta program asuransi yang ditawarkan. Dalam sistem
jaminan sosial yang diselenggarakan ini, perikatan antara tertanggung (peserta)
dengan penanggung (BPJS) timbul karena Undang-Undang.17
19
tidak lazim untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari hasil
pengembangan dana kecuali menerima fee tertentu sesuai persetujuan pemilik
dana. Dapat disimpulkan bahwa peranan BPJS lebih ke arah administrasi
karena fungsi utamanya menangani administrasi kepesertaan, melakukan
penindakan hukum, pengembangan program dan pengolahan data untuk
kepentingan peserta sebagai pemangku kepentingan yang terbesar. BPJS sesuai
dengan fungsi utama dan tugas rutin menyerupai instansi pajak, yang antara
lain melakukan pemotongan upah pekerja dan pendapatan pengusaha untuk
iuran jaminan sosial. Karena itu, BPJS dibentuk berdasarkan Undang-Undang.7
Dana yang terkumpul adalah berasal dari iuran yang dipotong dari upah
dan gaji para pekerja dan setelah terhimpun menjadi dana milik bersama
peserta. Pemilik dana tersebut kemudian menitipkannya kepada BPJS untuk
dikelola secara optimal. Atas penitipan dana tersebut, maka BPJS hanya
mendapat fee tertentu sebagai imbalan balas jasa sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Karena itu, semua hasil pengembangan atas dana tersebut setelah
dikurangi biaya operasional oleh BPJS harus dikembalikan kepada peserta.
BPJS harus transparan dalam penyampaian informasi kepada peserta sebagai
pemangku kepentingan yang terbesar.7
UU BPJS yang terdiri dari 16 bab dan 71 pasal ini dan sudah tercatat
dalam Lembaran Negara merupakan lanskap kelembagaan dan pedoman tata
kelola (governance) penyelenggaraan jaminan sosial yang memberi amanat
pembentukan 2 BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam makalah ini, penulis hanya akan membahas mengenai BPJS Kesehatan
yang merupakan transformasi dari PT Askes (Persero) dan akan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan untuk seluruh penduduk
(universal coverage) terhitung sejak 1 Januari 2014.18
20
universal coverage bahkan ada beberapa negara yang hingga saat ini masih
belum berhasil mencapainya. Tercapainya universal coverage untuk jaminan
kesehatan yang akan diselenggarakan BPJS Kesehatan, tidak hanya
menyangkut tersedianya kerangka legal, coordination of benefit, kapasitas
kelembagaan, tetapi juga menyangkut pembiayaan dari APBN karena masih
besarnya jumlah penduduk miskin dan tidak mampu, yang nanti akan
dirumuskan dalam bentuk PBI (Penerima Bantuan Iuran). Migrasi program
JPK Jamsostek ke BPJS Kesehatan juga akan menjadi tantangan tersediri,
karena selama ini program JPK Jamsostek sifatnya “gratis” kepada pekerja
karena iuran-nya ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha, sedangkan dalam
BPJS Kesehatan, pekerja akan dibebani iuran untuk jaminan kesehatan.
Jamkesda di berbagai daerah yang keberadaanna dipayungi oleh Keputusan
MK tahun 2005, membutuhkan proses integrasi yang tidak mudah ke dalam
BPJS Kesehatan karena akan bersinggungan dengan kewenangan dalam
kerangka otonomi daerah. 18
21
Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan penyelenggara.
Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak dikenal dalam
SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS. Organ BPJS terdiri dari
Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas berfungsi melakukan
pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS, sedangkan Direksi berfungsi
melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS. Anggota Direksi
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan Dewan Pengawas
BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS (selanjutnya disingkat DJSN)
ditetapkan oleh Presiden. Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh
Presiden dan DPR. Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur
Pemerintah, sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur
Pekerja, unsur Pemberi Kerja dan unsur Tokoh Masyarakat. 19
22
Adapun persiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup:19
1. Penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan.
2. Sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan.
3. Penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN.
4. Koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengalihkan
penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
5. Koordinasi dengan KemHan, TNI dan POLRI untuk mengalihkan
penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/POLRI
dan PNS di lingkungan KemHan TNI/POLRI.
6. Koordinasi dengan PT Jamsostek (Persero) untuk mengalihkan
penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek.
23
II.6. Perjalanan Program Jaminan Kesehatan
24
Substansi dari Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah:22
1. Penetapan kriteria dan pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu.
2. Penetapan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan.
3. Pendaftaran penerima bantuan iuran jaminan kesehatan.
4. Perubahan data penerima bantuan iuran jaminan kesehatan.
5. Peran serta masyarakat.
25
BAB III
Demi tercapainya cita-cita awal dari pembentukan SJSN dan BPJS ini,
diperlukan sebuah sistem penentuan tarif yang tepat untuk menjamin tidak ada
satu pun pihak yang dirugikan, baik pasien (peserta SJSN), Rumah Sakit atau
Instansi Kesehatan lain yang ditunjuk (penyedia layanan), maupun BPJS.
Untuk itu, sistem dan prosedur pelayanan yang tepat perlu direncanakan
dengan cermat. Meski belum ada penentuan tarif yang jelas, namun wacana
terbaru menyiratkan sebuah sistem yang mengacu pada INA-CBG’s.
27
2. Pembayaran Kapitasi
Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara pengendalian biaya
dengan menempatkan fasilitas kesehatan pada posisi menanggung
resiko, seluruhnya atau sebagian, dengan cara menerima
pembayaran atas dasar jumlah jiwa yang ditanggung.
28
III.1.2. Pengertian Casemix INA-CBG’s
29
INA-CBG’s merupakan kelanjutan dari aplikasi INA-DRG yang
lisensinya berakhir pada tanggal 30 September 2010. Perlu diketahui,
Pemerintah harus membayar lisensi sebesar 4 miliar untuk INA-DRG,
sedangkan INA-CBG’s merupakan aplikasi ciptaan anak bangsa dengan
tetap mengadopsi sistem DRG. INA-DRG adalah versi Departemen
Kesehatan RI untuk sistem pembiayaan berdasarkan pendekatan sistem
casemix. Aplikasi INA-CBG’s, lebih nyata dibandingkan dengan INA-
DRG karena pendekatan yang digunakan pada INA-CBG’s lebih
menekankan diagnosa dibandingkan prosedur. Tarif sistem INA-CBG’s
diharapkan akan lebih efisien.26,27
30
III.1.3. Penerapan Clinical Pathway
31
Dapat disimpulkan bahwa clinical pathway adalah suatu konsep
perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang
diberikan kepada pasien mulai masuk sampai keluar Rumah Sakit
berdasarkan standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan, dan
standar pelayanan tenaga kesehatan lainnya, yang berbasis bukti dengan
hasil yang dapat diukur dan dalam jangka tertentu selama di Rumah Sakit.
Beberapa istilah lain dari clinical pathway adalah critical care pathway,
integrated care pathway, coordinated care pathway, Caremaps®, atau
anticipated recovery pathway 25,28
32
Adapun keuntungan dari clinical pathway adalah:25
1. Mendukung pengenalan evidence-based medicine dan penggunaan
pedoman klinis.
2. Meningkatkan komunikasi antar disiplin, kerjasama tim dan
perencanaan perawatan.
3. Menyediakan standar yang jelas dan baik untuk pelayanan.
4. Membantu mengurangi variasi dalam perawatan pasien (melalui
standar).
5. Meningkatkan proses manajemen sumber daya.
6. Menyokong proses quality improvement secara berkelanjutan.
7. Membantu dalam proses audit klinis.
8. Meningkatkan kolaborasi antar dokter dan perawat.
9. Meningkatkan peran dokter dalam perawatan.
33
Interval waktu biasanya dalam hitungan hari mengikuti instruksi
klinik harian, namun hal ini dapat berbeda tergantung dari perjalanan dan
perkembangan penyakit atau tindakan yang ada (misalnya clinical
pathway untuk penyakit kronis mungkin memiliki interval waktu minggu
atau bulanan). Umumnya clinical pathway dikembangkan untuk diagnosa
atau tindakan yang sifatnya “high-volume”, “high-risk” dan “high-cost”.28
34
4. Studi literatur.
Studi literatur diperlukan untuk menggali pertanyaan klinis yang perlu
dijawab dalam pengambilan keputusan klinis dan untuk menilai tingkat
dan kekuatan bukti ilmiah. Studi ini sebaiknya menghasilkan laporan
dan rekomendasi tertulis.
35
9. Mendisain dokumentasi clinical pathway.
Penyusunan dokumentasi clinical pathway perlu memperhatikan format
clinical pathway, ukuran kertas, tepi dan perforasi untuk pengisian.
Perlu diperhatikan bahwa penyusunan dokumentasi ini perlu
mendapatkan ratifikasi oleh Instalasi Rekam Medik untuk melihat
kesesuaian dengan dokumentasi lain.
36
III.2. Jasa Pelayanan / Cost Dasar Parameter Laboratorium
38
4. Besarnya target keuntungan
Hal ini tergantung dari filosofi yang dianut pemilik laboratorium,
besarnya target keuntungan yang diharapkan tersebut sangat
bervariasi.
39
Gambar 2. Biaya Tetap.31
40
b. Biaya tidak tetap atau variabel cost (VC)
Merupakan biaya yang dipengaruhi oleh banyaknya output.
Disebut juga biaya rutin, karena besarnya volume produksi
direncanakan secara rutin.
41
- Discretionary Variabel Cost
Merupakan biaya yang masukan dan keluarannya memiliki
hubungan erat namun tidak nyata (bersifat artifisial). Jika
keluaran berubah maka masukan akan berubah sebanding
dengan perubahan keluaran tersebut. Namun jika masukan
berubah, keluaran belum tentu berubah sesuai dengan
perubahan masukan tersebut. Misal, biaya promosi yang
ditetapkan oleh manajemen puncak sebesar 2% dari hasil
penjualan akan berubah sebanding dengan perubahan volume
penjualan. Oleh karena biaya ini berperilaku variabel atas
kebijakan manajemen (tidak berperilaku variabel secara
nyata) maka jika biaya promosi dinaikkan belum tentu akan
mengakibatkan kenaikan volume penjualan.
Rumus : TC = FC + VC
42
b. Biaya operasional (operational cost)
Merupakan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
dalam suatu proses produksi dan memiliki sifat habis pakai dalam
kurun waktu kurang dari satu tahun dan dikeluarkan secara
berulang-ulang. Contoh: biaya air, listrik, telepon, gaji pegawai.
43
Yang termasuk dalam tidak langsung adalah :
Biaya gaji bagian direktorat
Biaya makan direksi
Biaya pengembangan sumber daya manusia direksi
Biaya air, listrik, telepon yang bukan di laboratorium
Biaya operasional lain yang bukan di laboratorium.
IIC ( I + i )t
Rumus perhitungan: AIC =
L
44
Keterangan:
AIC = Annualized Investment Cost
IIC = Innitialized Investment Cost (Harga Beli)
I = laju inflasi
t = masa pakai
L = Life Time (perkiraan masa pakai)
Perhitungan biaya satuan (unit cost) adalah salah satu tujuan akhir
dari analisis biaya. Dalam akuntansi, khususnya dalam bidang analisis
biaya ada berbagai metode yang saat ini berkembang; seperti metode satu
langkah, dua langkah, metode Reciprocal, metode Double Distribution,
metode Activity Based Costing, dan metode Real Cost. Perbedaan metode
analisis biaya tersebut pada intinya bertujuan pada bagaimana cara
menentukan alokasi terhadap biaya yang terjadi. Berikut adalah penjabaran
dari masing-masing metode analisa biaya:30
Aplikasi dari ketiga metode ini tidak didasari pada ide untuk
membangun sistem akuntansi biaya tetapi hanya bertujuan untuk
menghasilkan informasi biaya. Karena itu hasil analisisnya akan bias
dan tidak ada usaha untuk mengembangkan sistem akuntansi biaya
di masa datang.
45
Metode dua langkah memperbaiki kekurangan metode satu
langkah yaitu biaya pusat layanan dialirkan ke pusat layanan
pendukung lain dan ke pusat layanan utama yang menggunakan
basis pengalokasian tertentu. Biasanya tahap ini dimulai dengan
pusat pelayanan pendukung yang melayani beberapa pusat
pelayanan lain di dalam organisasi dan membagikan biaya ke pusat-
pusat biaya sisanya. Kemudian diteruskan dengan pusat-pusat
layanan lain dengan menggunakan model seperti metode satu
langkah.
46
3. Metode Activity-Based Costing (Analisis Berdasarkan Aktivitas/ABC)
47
Analisis biaya berguna untuk:29
- Mengetahui struktur biaya menurut jenis dan lokasi biaya itu
ditempatkan. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan
mengendalikan biaya yang dikeluarkan.
- Analisis biaya juga berguna untuk mengetahui biaya satuan. Hal ini
sangat berguna dalam memutuskan besarnya tarif pelayanan yang
diberikan sehingga dapat diperkirakan pada tarif berapa suatu
pelayanan memperoleh keuntungan, merugi atau impas (break even
point).
- Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun anggaran.
1. Identifikasi biaya.
Umumnya pusat biaya itu dapat dikelompokkan menjadi pusat
biaya produksi dan pusat biaya penunjang (bagian administrasi,
dapur, cuci, laundry).
48
untuk gaji/honor, obat, bahan habis pakai/non obat. Biaya asli setiap
unit dihitung untuk semua biaya yang telah digunakan waktu tertentu
biasanya selama satu tahun.
4. Pendistribusian biaya.
Biaya asli setiap unit penunjang dipindahkan ke setiap unit
produksi yang terkait. Pada dasarnya setiap unit penunjang akan
memindahkan biaya aslinya secara berbeda jumlahnya di unit
produksi terkait. Apabila seluruh biaya asli unit penunjang telah
dipindah ke unit produksi terakit maka tidak ada lagi biaya tersisa di
suatu unit penunjang pun. Dengan demikian, biaya akhir yang ada di
setiap akhir unit produksi adalah merupakan biaya asli unit produksi
itu sendiri ditambah dengan biaya pindahan dari unit penunjang.
Untuk mendapatkan biaya satuan pelayanan, maka biaya akhir / total
di suatu unit pelayanan tersebut akan dibagi dengan jumlah
pelayanan yang diberikan selama satu tahun yang sama.
49
III.2.4. Penghitungan Unit Cost
Harga Satuan (Unit Cost) = biaya bahan + jasa pelayanan + biaya sarana
50
Tarif merupakan harga satuan yang ditambahkan dengan jasa lain.
Jasa lain yang dimaksud adalah biaya operasional yang belum tertampung
dalam harga satuan yang dihitung maksimal 10% dari harga satuan.
51
Jumlah Pemeriksaan 1 tahun
1 Jumlah seluruh pemeriksaan 1 tahun 174.669
2 Jumlah pemeriksaan darah rutin dalam 1 tahun 31.422
Biaya Bahan
1 Harga reagen untuk 100 Rp 604.800,-
pemeriksaan kolesterol
Biaya reagen pemeriksaan Rp 604.800,-
Rp 7.560,-
(efisiensi 80%) 80
2 Biaya bahan habis pakai di ruang pemeriksaan Rp 106,-
3 Biaya bahan kontrol untuk 1 pemeriksaan Rp 600,-
4 Biaya bahan habis pakai di Rp 59.768.750,-
ruang sampling
Biaya bahan habis pakai di Rp 340,-
Rp 59.768.750,-
ruang sampling untuk setiap
174.669
pemeriksaan
7.560 + 106 + 600
Total Biaya Bahan Rp 8.606,-
+ 340
Biaya Sarana
1 Biaya pemakaian sarana Rp 66.075.000,-
2 Biaya pemeliharaan sarana Rp 58.345.000,-
3 Biaya diklat, honor, insentif Rp 90.396.000,-
4 Biaya investasi peralatan Rp 83.500.000,-
umum
Total biaya investasi di luar Rp 298.316.000,-
investasi peralatan laboratorium
Total Biaya Investasi di luar
Rp 298.316.000,- Rp 1.707,89
investasi peralatan lab untuk
174.669 ~ Rp 1.708,-
setiap pemeriksaan
5 Harga beli peralatan lab Rp 750.000.000,-
Masa pakai 1 tahun
Umur barang 10 tahun
750.000.000 (1+0,1)1
Biaya investasi peralatan Rp 82.500.000,-
10
Biaya tiap pemeriksaan Rp 82.500.000,- Rp 2.625,55
dengan alat pemeriksaan 31.422 ~ Rp 2.626,-
Harga satuan
8.606 + 1.708 + 2.626 Rp 12.940,-
pemeriksaan darah rutin
Jasa lain 10% x Rp 12.940,- Rp 1.294,-
Harga tarif pemeriksaan darah rutin
Rp 14.250,-
(pembulatan)
52
III.2.5. Jasa Pelayanan
53
Salah satu contoh penggunaan sistem ini adalah dengan
mengelompokkan hasil pembobotan jasa pelayanan (berkisar dari
rentang nilai 1-91) dalam 4 kelompok yaitu:
- Kelompok I : 1 - 25 jasa pelayanan Rp 500,-
- Kelompok II : 26 - 50 jasa pelayanan Rp 750,-
- Kelompok III : 51 - 75 jasa pelayanan Rp 1.000,-
- Kelompok IV : > 75 jasa pelayanan Rp 1.250,-
STUDI KASUS
Dalam Bab ini akan diajukan satu contoh kasus yaitu kasus Demam Berdarah
Dengue pada anak dari sebuah Rumah Sakit tipe B di Jakarta. Pembahasan akan
menitikberatkan dalam pemeriksaan laboratorium dari kasus Demam Berdarah
Dengue pada anak dalam prinsip penyusunan Clinical Pathway sebagai dasar
penanganan dari kasus.
Isolasi virus Dengue dari spesimen klinis dapat diperoleh dari sebagian
besar kasus. Spesimen harus diambil sebelum 4 hari setelah timbul gejala dan
diproses secepat mungkin. Spesimen yang mungkin sesuai untuk isolasi virus
meliputi serum fase akut, plasma atau lapisan leukosit setelah pemusingan
55
tabung darah (buffycoat) pasien yang telah dicuci (washed buffy coat), jaringan
otopsi yang diambil dari pasien yang meninggal, terutama hati dan limpa,
kelenjar getah bening, kelenjar timus dan nyamuk yang dikumpulkan di alam.
56
CLINICAL PATHWAYS DAN SISTEM DRGs CASEMIX
SMF KESEHATAN ANAK
DEMAM BERDARAH DENGUE
2006
Nama Pasien: Umur: Berat Badan: Tinggi Badan: Nomor Rekam Medis:
.................................... ................... ...................kg ....................cm
Kode ICD
Rencana rawat : 5 hari
Diagnosis Awal:.................................. 10:..............................
R. Rawat Tgl/Jam Masuk Tgl/Jam Keluar Lama Rwt Kelas Tarif/hr(Rp) Biaya (Rp)
Aktivitas ........... ....................... ......................... ...........hari ......... ................... ...................
Pelayanan Hari Rawat 1 Hari Rawat 2 Hari Rawat 3 Hari Rawat 4 Hari Rawat 5
Hari Sakit.... Hari Sakit...... Hari Sakit...... Hari Sakit...... Hari Sakit.......
Diagnosis :
Penyakit
Utama .................. .................. ..................... ..................... ....................
Penyakit
Penyerta .................. .................. ..................... ..................... ....................
Komplikasi .................. .................. ..................... ..................... ....................
Assessmen Klinis:
Pemeriksaan
Dokter .................. .................. ..................... ..................... .................... ..................
Konsultasi .................. .................. ..................... ..................... .................... ..................
Darah Rutin,
Pemeriksaan Urine / Feces, Darah Rutin,
Darah Rutin Darah Rutin Darah Rutin
Penunjang NS1*, tes IgG/IgM
koagulasi* ..................
*) Usulan penulis
57
Dengan pemeriksaan sesuai dengan Clinical Pathway di atas, dapat
dihitung biaya jasa pelayanan laboratorium sebesar :
- Rawat Hari I
Klaim = Rp 28.000,-
Unit Cost Darah Rutin = Rp 14.000,-
Unit Cost Urin Rutin = Rp 5.000,-
Unit Cost Faeces Rutin = Rp 3.000,-
Jasa Pelayanan Laboratorium = Rp 6.000,-
- Rawat Hari II
Klaim = Rp 28.000,-
Unit Cost Darah Rutin = Rp 14.000,-
Jasa Pelayanan Laboratorium = Rp 14.000,-
- Rawat Hari IV
Klaim = Rp 118.000,-
Unit Cost Darah Rutin = Rp 14.000,-
Unit Cost Dengue Blot = Rp 60.000,-
Jasa Pelayanan Laboratorium = Rp 44.000,-
- Rawat Hari V
Klaim = Rp 28.000,-
Unit Cost Darah Rutin = Rp 14.000,-
Jasa Pelayanan Laboratorium = Rp 14.000,-
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
59
Hingga saat ini, peraturan perundangan yang menunjang UU BPJS ini
masih belum selesai dibahas. Sehingga belum ada kejelasan mengenai alur
pembayaran dari peserta jaminan kesehatan maupun sistem pembayaran
kepada pihak penyelenggara jaminan kesehatan (Rumah Sakit dan pusat
pelayanan kesehatan lainnya). Wacana terbaru yang beredar di kalangan tenaga
medis adalah pemberlakuan sistem INA-CBG’s yang saat ini diterapkan untuk
program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dengan landasan Clinical
Pathway. Diperlukan tim multidisiplin yang terdiri dari klinisi yang umumnya
bertindak sebagai Dokter Penanggung Jawab Pasien dan spesialis di bidang
pemeriksaan penunjang. Kesepakatan untuk setiap penyakit dari tim inilah
yang kemudian akan dituangkan dalam bentuk Clinical Pathway.
V.2. Usulan
60
DAFTAR PUSTAKA
61
15. Sistem Jaminan Sosial Nasional. 2011. Diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_Jaminan_Sosial_Nasional pada tanggal 4
April 2013.
16. Rifky, Anindika. BPJS-SJSN (dari tim adhoc BPJS ISMKMI). 2011. Diakses
dari http://rifkyanindika-fkm10.web.unair.ac.id/artikel_detail-35251-
ISMKMI-
BPJS%20%20SJSN%20%28dari%20tim%20adhoc%20BPJS%20ISMKMI%
29.html pada tanggal 4 April 2013.
20. Martabat. SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) > BPJS. 2012. Diakses
dari http://www.jamsosindonesia.com/sjsn/bpjs pada tanggal 4 April 2013.
22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.
62
27. Anonim. Sistem INA-CBG’s. Diakses dari
http://www.klikharry.com/2012/11/21/sistem-ina-cbgs/ pada tanggal 4 Mei
2013.
28. Rahma, Puti Aulia. Implementasi Clinical Pathway Untuk Kendali Mutu dan
Kendali Biaya Pelayanan Kesehatan. Dalam: Majalah Dental & Dental.
Yogyakarta. 2013.
33. Puspito, Lukitaning. Penentuan Unit Cost pada Parameter Kimia Klinik.
Semarang. 2011.
35. ABC Lab. Demam Berdarah Dengue. Jakarta. 2010. Diakses dari
http://www.abclab.co.id/?p=89 pada tanggal 12 Mei 2013.
36. Firmanda, Dody. Clinical Pathways Kesehatan Anak. Diambil dari: Sari
Pediatri, Vol. 8, No. 3. Jakarta. 2006.
63