Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Sejak dahulu,
manusia selalu menjadi pembahasan yang menarik bagi para pemikir, para filsuf
dan ilmuan karena melihat manusia sebagai sesuatu yang unik. Seperti Plato, Ia
memandang manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Dua elemen manusia ini
memiliki esensi dan karakteristik yang berbeda. Jiwa adalah zat sejati yang
berasal dari dunia sejati, dunia idea. Jiwa tertanam dalam tubuh manusia.
sementara tubuh manusia adalah zat semu yang akan hilang lenyap bersamaan
dengan kematian manusia. sedangkan ide tetap abadi. Sesuatu yang abadi
terperangkap di dalam sesuatu yang fana, itulah nasib jiwa. Tubuh adalah penjara
bagi jiwa.. Sifat utama manusia adalah rasionalitas, keutamaan moral dan
kabajikan selama hidup di dunia ini.
Sedangkan Aristoteles mengemukakan pendapat yang berbeda dengan Plato,
ia memandang manusia sebagai satu kesatuan. Tubuh dan jiwa adalah satu
substansi. Perbedaan keduanya bukan perbedaan esensial. Bagi Aristoteles jiwa
manusia tidak terpenjara dalam tubuh. Ketidakbebasan manusia bukan dalam
kondisi terpenjaranya jiwa oleh badan melainkan ketidakmampuan mereka
menggunakan keseluruhan sistem psiko-fisik dalam memahami alam semesta dan
ketidakmampuan mengembangkan dirinya dalam kehidupan sehari-hari,termasuk
kehidupan sosial. Tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan, tetapi
bukan kebahagiaan yang hedonistik, bukan yang semata mementingkan
kenikmatan fisik. Kebahagiaan manusia adalah kebahagiaan yang dicapai dengan
tindakan-tindakan rasional.
Seiring dengan perkembangan masa, muncullah beberapa pandangan tentang
manusia dari sudut lain, dalam psikoanalisa misalnya, Sigmund Freud adalah
salah satu tokoh psikologi yang memandang manusia sebagai makhluk
deterministik, dengan kata lain ia melihat manusia tidak bebas. Kepribadian
manusia terdiri dari dua bagian yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Bagian
ketidaksadaran jauh lebih luas dari bagian kesadaran. Dan bagian ketidaksadaran
tersebut memiliki pengaruh besar pada diri manusia. banyak perilaku
manusia yang dipengaruhi oleh ketidaksadarannya. Menurut Freud pada bagian
ketidaksadaran ini diisi oleh dorongan-dorongan instingtif bersifat primitif yang
menggerakkan manusia untuk mendapatkan kenikmatan. Selain insting primitif,
dalam wilayah ketidaksadaran tersimpan pula berbagai kenangan peristiwa
traumatik dan hal-hal yang dilupakan oleh seseorang, yang tidak dapat
ditampilkan di kesadarannya karena dianggap tidak dapat diterima oleh
masyarakat. Jadi dalam pandangan Freud, manusia terutama digerakkan oleh
instingnya.
Tokoh lain dalam ranah psikologi memandang berbeda lagi. Eric Fromm
melihat kondisi eksistensial manusia sebagai makhluk dilematik. Manusia sebagai
pribadi sekaligus bagian dari alam, sebagai binatang dan sekaligus manusia.
dalam The Sane Society, Fromm menyatakan bahwa secara biologis manusia tidak
berbeda dengan binatang. Sebagai binatang, ia memerlukan pemenuhan
kebutuhan fisiologis seperti makan dan minum. Sedangkan sebagai manusia ia
memiliki kesadaran diri, pikiran dan daya khayal (imajinasi). Ia juga mengalami
pengalaman-pengalaman khas manusia seperti perasaan lemah lembut, cinta,
perhatian, rasa kasihan, tanggung jawab, identitas diri, integritas, dan
transendensi. Ia juga memiliki pengalaman keterikatan dengan nilai dan norma.
Manusia dan lingkungannya saling berinteraksi, saling mempengaruhi. Manusia
mampu melakukan perubahan lingkungan, sebaliknya juga lingkungan dapat
mengubah manusia. Manusia berkembang dengan mengaktualisasi potensi-
potensinya, tetapi seberapa jauh aktualisasi potensi dan perkembangan manusia
dapat dicapai, juga dipengaruhi seberapa fasilitatifnya lingkungan tempat ia
hidup.
Namun dalam pandangan lain, yaitu Islam memiliki pandangan yang
optimistik tentang manusia. Dalam ajaran Islam, manusia yang lahir dalam
keadaan fitri, suci dan bersih adalah merupakan makhluk terpuji dan dimuliakan
meskipun pada kondisi-kondisi tertentu manusia dipandang sebagai makhluk yang
rendah. Dalam bukunya Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama,
Murtadha Muthahhari telah menunjukkan bagaimana Islam dan Al-Quran
memandang manusia. Berikut ini adalah sebagian ayat-ayat Al-Quran yang
dikutip dan dianalisis oleh Muthahhari berkenaan dengan masalah tersebut :
1. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi.
Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah…………” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.2:30)
Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi………., untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. (QS.6:165)

2. Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan. Dengan kata lain,


manusia sadar akan kehadiran Tuhan jauh di dasar sanubari mereka. Jadi segala
keraguan dan keingkaran kepada Tuhan muncul ketika manusia menyimpang dari
fitrah mereka sendiri.

Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak keturunan Adam dari sulbi


mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Benar (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS.30:43)
Dari sekian banyak pandangan tentang hakikat manusia, maka dianggap
perlu untuk melihat kompleksitas tersebut sebagai sesuatu yang unik dan penting
untuk dikaji lebih lanjut. Maka dari itu, pembahasan mengenai manusia tidaklah
sempurna dan total jika kita hanya menggunakan satu pendekatan atau dari satu
teori tertentu, dalam kata lain, kita membutuhkan suatu pembahasan yang secara
holistik mengkaji tentang hakikat manusia.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana hakikat
manusia dalam pandangan holistik?
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaiman
hakikat manusia dalam pendangan holistik.

D. Manfaat Penulisan

1. Dapat lebih memahami manusia melalui pandangan holistik


2. Menjadi sumber referensi agar dapat di aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Definisi Manusia

Kehadiran manusia pertama tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam
semesta. Asal usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari
teori tentang spesies lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi.

Evolusi menurut para ahli paleontology dapat dibagi menjadi empat


kelompok berdasarkan tingkat evolusinya, yaitu :

Pertama, tingkat pra manusia yang fosilnya ditemukan di Johanesburg


Afrika Selatan pada tahun 1942 yang dinamakan fosil Australopithecus. Kedua,
tingkat manusia kera yang fosilnya ditemukan di Solo pada tahun 1891 yang
disebut pithecanthropus erectus. Ketiga, manusia purba, yaitu tahap yang lebih
dekat kepada manusia modern yang sudah digolongkan genus yang sama, yaitu
Homo walaupun spesiesnya dibedakan. Fosil jenis ini di neander, karena itu
disebut Homo Neanderthalesis dan kerabatnya ditemukan di Solo (Homo
Soloensis). Keempat, manusia modern atau Homo sapiens yang telah pandai
berpikir, menggunakan otak dan nalarnya.

Beberapa Definisi Manusia :

1. Manusia adalah makhluk utama, yaitu diantara semua makhluk natural


dan supranatural, manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat hakikat yg
mulia.

2. Manusia adalah kemauan bebas. Inilah kekuatannya yg luar biasa dan


tidak dapat dijelaskan : kemauan dalam arti bahwa kemanusiaan telah
masuk ke dalam rantai kausalitas sebagai sumber utama yg bebas –
kepadanya dunia alam –world of nature–, sejarah dan masyarakat
sepenuhnya bergantung, serta terus menerus melakukan campur tangan
pada dan bertindak atas rangkaian deterministis ini. Dua determinasi
eksistensial, kebebasan dan pilihan, telah memberinya suatu kualitas
seperti Tuhan
3. Manusia adalah makhluk yg sadar. Ini adalah kualitasnya yg paling
menonjol; Kesadaran dalam arti bahwa melalui daya refleksi yg
menakjubkan, ia memahami aktualitas dunia eksternal, menyingkap
rahasia yg tersembunyi dari pengamatan, dan mampu menganalisa
masing-masing realita dan peristiwa. Ia tidak tetap tinggal pada permukaan
serba-indera dan akibat saja, tetapi mengamati apa yg ada di luar
penginderaan dan menyimpulkan penyebab dari akibat. Dengan demikian
ia melewati batas penginderaannya dan memperpanjang ikatan waktunya
sampai ke masa lampau dan masa mendatang, ke dalam waktu yg tidak
dihadirinya secara objektif. Ia mendapat pegangan yg benar, luas dan
dalam atas lingkungannya sendiri. Kesadaran adalah suatu zat yg lebih
mulia daripada eksistensi.

4. Manusia adalah makhluk yg sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-
satuna makhluk hidup yg mempunyai pengetahuan atas kehadirannya
sendiri ; ia mampu mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai
dirinya.

5. Manusia adalah makhluk kreatif. Aspek kreatif tingkah lakunya ini


memisahkan dirinya secara keseluruhan dari alam, dan menempatkannya
di samping Tuhan. Hal ini menyebabkan manusia memiliki kekuatan
ajaib-semu –quasi-miracolous– yg memberinya kemampuan untuk
melewati parameter alami dari eksistensi dirinya, memberinya perluasan
dan kedalaman eksistensial yg tak terbatas, dan menempatkannya pada
suatu posisi untuk menikmati apa yg belum diberikan alam.

6. Manusia adalah makhluk idealis, pemuja yg ideal. Dengan ini berarti ia


tidak pernah puas dengan apa yg ada, tetapi berjuang untuk mengubahnya
menjadi apa yg seharusnya. Idealisme adalah faktor utama dalam
pergerakan dan evolusi manusia. Idealisme tidak memberikan kesempatan
untuk puas di dalam pagar-pagar kokoh realita yg ada. Kekuatan inilah yg
selalu memaksa manusia untuk merenung, menemukan, menyelidiki,
mewujudkan, membuat dan mencipta dalam alam jasmaniah dan ruhaniah.
7. Manusia adalah makhluk moral. Di sinilah timbul pertanyaan penting
mengenai nilai. Nilai terdiri dari ikatan yg ada antara manusia dan setiap
gejala, perilaku, perbuatan atau dimana suatu motif yg lebih tinggi
daripada motif manfaat timbul. Ikatan ini mungkin dapat disebut ikatan
suci, karena ia dihormati dan dipuja begitu rupa sehingga orang merasa
rela untuk membaktikan atau mengorbankan kehidupan mereka demi
ikatan ini.

8. Manusia adalah makhluk utama dalam dunia alami, mempunyai esensi


uniknya sendiri, dan sebagai suatu penciptaan atau sebagai suatu gejala yg
bersifat istimewa dan mulia. Ia memiliki kemauan, ikut campur dalam
alam yg independen, memiliki kekuatan untuk memilih dan mempunyai
andil dalam menciptakan gaya hidup melawan kehidupan alami. Kekuatan
ini memberinya suatu keterlibatan dan tanggung jawab yg tidak akan
punya arti kalau tidak dinyatakan dengan mengacu pada sistem nilai.

Al Qur’an memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, dan


social. Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah, sama dengan makhluk
lain. Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian dengan hembusan roh Allah yang
memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau menentang takdir Allah.
Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan
pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia dapat
dikelompokkan pada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah. Potensi
fisik manisia adalah sifat psikologis spiritual manusia sebagai makhluk yang
berfikir diberi ilmu dan memikul amanah.sedangkan potensi ruhaniah adalah akal,
gaib, dan nafsu. Akal dalam penertian bahasa Indonesia berarti pikiran atau rasio.
Dalam Al Qur’an akal diartikan dengan kebijaksanaan, intelegensia, dan
pengertian. Dengan demikian di dalam Al Qur’an akal bukan hanya pada ranah
rasio, tetapi juga rasa, bahkan lebih jauh dari itu akal diartikan dengan hikmah
atau bijaksana.

Musa Asyari (1992) menyebutkan arti alqaib dengan dua pengertian, yang
pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk
bulatpanjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung.
Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan
dan rohaniah, yaitu hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian,
berpengetahuan, dan arif.

Akal digunakan manusia dalam rangka memikirkan alam, sedangkan


mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu. Adapun nafsu adalah
suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya.
Dorongan-dorongan ini sering disebut dorongan primitif, karena sifatnya yang
bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut
sebagai dorongan kehendak bebas.

B. Manusia Sebagai Holistik

Secara etimologi (bahasa) holistik berasal dari kosakata Inggris holistic.


Istilah ini berasal dari kata holy yang berarti suci dan bijak. Sedangkan akar kata
holy sendiri adalah whole yang bermakna menyeluruh. Sehingga, menurut Ratna
Megawangi, arti holy man adalah manusia yang berkembang secara utuh dan
seimbang seluruh dimensinya. Kamus Psikologi secara lengkap mendefinisikan
holistik sebagai berikut:
Sebuah istilah umum yang diterapkan kepada pendekatan filosofis apapun
yang berfokus pada keseluruhan organisme hidup. Aksioma dasar tentang
sebuah pandangan holistik bahwa sebuah fenomena yang kompleks tidak bisa
dimengerti lewat sebuah analisis terhadap bagian-bagian penyusunnya saja.
Lawan dari elementarisme dan atomisme. Teori Gestalt dan teori Freudian
adalah contoh klasik pendekatan-pendekatan bagi pendekatan-pendekatan
holistik di dalam psikologi.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa holistik mempunyai hubungan yang erat
dengan dunia psikologi, sebuah dunia yang mengkaji jiwa manusia.
Tidak berbeda jauh dengan definisi tersebut, William F. O’Neill
memberikan definisi holistik sebagai berikut:
Sebuah sudut pandang dalam filosofi yang menganggap bahwa segala hal
yang mengada (eksis) pada puncaknya tercakup dalam sebuah wilayah
kekuatan-kekuatan yang secara total bersatu (sebuah keseluruhan kosmis),
dan bahwa tidak ada apapun yang dapat benar-benar dipahami kecuali dalam
keterkaitan-keterkaitan totalnya dengan segala aspek lain dari being.
Kamus Besar Bahasa Indonesia membagi pengertian holistik menjadi dua
macam. Pertama, sebagai sebuah paham, holistik adalah cara pendekatan terhadap
suatu masalah atau gejala, dengan memandang masalah atau gejala itu sebagai
suatu kesatuan yang utuh. Kedua, sebagai sebuah sifat, maka holistik
berhubungan dengan sistem keseluruhan sebagai suatu kesatuan lebih daripada
sekadar kumpulan bagian.
Hall dan Lindzey, dalam Supratiknya, memberikan definisi holistik
sebagai semua teori yang menekankan pandangan bahwa manusia merupakan
suatu organisme yang utuh atau padu dan bahwa tingkah laku manusia tidak dapat
dijelaskan semata-mata berdasarkan akti vitas bagian-bagiannya.
Dalam dunia Islam, terminologi holistik dapat diwakili dengan istilah
kaffah. Istilah ini seperti termaktub dalam al-Quran:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan...
(Q.S. al-Baqarah/2: 208)
Bentuk yang sebaik-baiknya tersebut, menurut Ibnu Thufail, merupakan
ketiga aspek fundamental dalam pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif, maupun
psi komotorik. Ketiganya merupakan syarat utama bagi tercapainya tujuan
pendidikan yaitu mewujudkan manusia seutuhnya dengan memadukan
pengetahuan alam melalui penelitian diskursif, dan pengetahuan agama yang
berdasarkan wahyu melalui para Nabi dan Rasul, sehingga mewujudkan sosok
yang mampu menyeimbangkan kehidupan vertikal dan kehidupan horizontal
sekaligus.
Definisi pendidikan holistik lainnya dikemukakan oleh para sarjana
muslim pada Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam, yang
menyatakan bahwa:
Pendidikan harus bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia
yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia
yang rasional, perasaan, dan indera. Karena itu, pendidikan harus mencapai
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual,
imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara
kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai
kesempurnaan.
Tujuan terakhir pendidikan Muslim teietak dalam perwujudan ketundukan
yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh
umat manusia.Maksudnya kurang lebih, seperti dinyatakan oleh Akhmad Sudrajat
sebagai berikut:
Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari
pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas,
makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat,
lingkungan alam, dan nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang dan
perdamaian.
Istilah pendidikan holistik muncul dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam peraturan tersebut, holistik di
definisikan sebagai cara memandang segala sesuatu sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dengan bagian lain yang lebih luas.
Dengan diakomodirnya istilah holistik dalam Permendiknas, maka
semakin menunjukkan betapa pentingnya konsep pendidikan holistik untuk sudah
saatnya diterapkan dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Di Eropa, pendekatan holistik lahir dan diperkenalkan oleh psikolog Carl
Jung. Psikologi holistik sendiri lahir sebagai reaksi atas ketimpangan paham
behavioristik yang terlalu menitikberatkan penilaian terhadap tingkah laku (yang
tampak/indrawi) manusia. Behavioristik dalam perjalanan praktiknya sering
kurang mampu menilai manusia secara obyektif dan jatuh dalam subyektivisme.
Ini sebenarnya bertentangan dengan tujuan luhur psikologi yang bercita-cita
mencapai kesempurnaan pemahaman akan manusia, esensi dan eksistensinya dari
psikologi
Dunia pendidikan tidak dapat dilepaskan dari suatu konsep yang
dipopulerkan oleh Benjamin S. Bloom. Konsep ini dikenal dengan istilah
Taksonomi Bloom. Intisari dari konsep ini adalah bahwa tiap-tiap manusia, sejak
ia dilahirkan, inheren pada dirinya tiga aspek utama: kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Manusia juga sebagai makhluk holistik mengandung pengertian, manusia
makhluk yang terdiri dari unsur biologis, psikologis, sosial dan spritual, atau
sering disebut juga sebagai makhluk biopsikososialspritual. Dimana, keempat
unsur ini tidak dapat terpisahkan, gangguan terhadap salah satu aspek merupakan
ancaman terhadap aspek atau unsur yang lain.
Manusia sebagai makhluk biologis, disebabkan karena:
- manusia terdiri dari gabungan sistem-sistem organ tubuh
- manusia mempertahankan hidup
- manusia tidak terlepas dari hukum alam (khususnya hukum perkembangan)
Manusia sebagai makhluk psikologis, karena:
- setiap individu memiliki kepribadian yang unik (sanguin, melankholik,dll)
- setiap individu memiliki tingkahlaku yang merupakan manifestasi dari
kejiwaan
- setiap individu memiliki kecerdasan dan daya pikir
- setiap individu memiliki kebutuhan psikologis untuk mengembangkan
kepribadian
Manusia sebagai Makluk sosial, karena:
- setiap individu hidup bersama dengan orang lain
- setiap individu dipengaruhi oleh kebudayaan
- setiap individu terikat oleh norma yang berlakuk dimasyarakat
- setiap individu dipengaruhi dan beradaptasi dengan lingkungan sosial
- setiap individu tidak dapat hidup sendiri perlu bantuam orang lain
Manusia sebagai makhluk Spritual karena:
- setiap individu memiliki keyakinan sendiri tentang adanya Tuhan
- setiap individu memiliki pandangan hidup, dan dorongan sejalan dengan
keyakinan yang dipegangnya
Manusia sebagai makhluk cultural :
- Manusia mempunyai nilai dan kebudayaan yang membentuk jatidirinya
- Sebagai pembeda dan pembatas dalam hidup social
- Kultur dalam diri manusia bisa diubah dan berubah tergantung lingkungan
manusia hidup.
Kozier mengemukakan bahwa dalam holistik, memandang semua
kehidupan organisme sebagai interaksi. Gangguan pada satu bagian akan
mengganggu sistem secara keseluruhan. Dengan kata lain, adanya gangguan pada
salah satu bagian akan menimbulkan dampak pada keseluruhan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia adalah mahluk yang terdiri dari satu kesatuan jasmani atau tubuh
dan jiwa, secara esensi dan substansi manusia itu ialah jiwanya. Untuk mencapai
kebahagian dunia dan akhirat sebagai tujuan utama manusia hidup di muka
bumi, maka kita perlu untuk memahami kompleksitas yang dimiliki manusia.
Sebagai khalifah, sudah sepantasnya kita bisa lebih memahami diri kita sendiri
dengan segala potensi dan kelemahan yang kita miliki. Berusaha untuk selalu
menyeimbangkan segala aspek yang saling berpengaruh dalam kehidupan,
dengan menjunjung tinggi pendidikan berkarakter yang bermartabat, sehingga
tercipta al-insan al-kamil.

B. Saran
Penyususnan makalah tentnag materi memahami hakikat manusia melalui
pandangan holistik sangat baik, namun akan lebih bermanfaat lagi jika materi
dari penyusunan makalah ini dapat didiskusikan dalam sebuah forum.
1. Hadi, hardono. (1996). Jati Diri Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
2. Rahmat, Jalaluddin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
3. M oh. Soleh dan Imam Musbikin, Agama sebagai Terapi: Telaah Menuju
Ilmu Kedokteran Holistik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).
4. William F. O’Neill,Ideologi-Ideologi Pendidikan, terj. Omi Intan Naomi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).
5. Arthur S. Reber dan Emily S. Reber, Kamus Psikologi, terj. Yudi Santoso,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
6. A. Supratiknya (ed.), Psikologi Kepribadian 2: Teori-Teori Holistik
(Organismik-Fenomenologis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993).
7. M. Hadi Masruri, Pendidikan menurut Ibnu Thufail (Perspektif Teori
Taxonomy Bloom), dalam M. Zainuddin, dkk. (eds.), Pendidikan Islam
dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, (Malang: UIN Malang Press,
2009).
8. Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, terj. Sori Siregar, (Jakarta:
Pustaka Fi rdaus, 1989).
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Anda mungkin juga menyukai