Makalah Filsafat Manusia Dini
Makalah Filsafat Manusia Dini
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Sejak dahulu,
manusia selalu menjadi pembahasan yang menarik bagi para pemikir, para filsuf
dan ilmuan karena melihat manusia sebagai sesuatu yang unik. Seperti Plato, Ia
memandang manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Dua elemen manusia ini
memiliki esensi dan karakteristik yang berbeda. Jiwa adalah zat sejati yang
berasal dari dunia sejati, dunia idea. Jiwa tertanam dalam tubuh manusia.
sementara tubuh manusia adalah zat semu yang akan hilang lenyap bersamaan
dengan kematian manusia. sedangkan ide tetap abadi. Sesuatu yang abadi
terperangkap di dalam sesuatu yang fana, itulah nasib jiwa. Tubuh adalah penjara
bagi jiwa.. Sifat utama manusia adalah rasionalitas, keutamaan moral dan
kabajikan selama hidup di dunia ini.
Sedangkan Aristoteles mengemukakan pendapat yang berbeda dengan Plato,
ia memandang manusia sebagai satu kesatuan. Tubuh dan jiwa adalah satu
substansi. Perbedaan keduanya bukan perbedaan esensial. Bagi Aristoteles jiwa
manusia tidak terpenjara dalam tubuh. Ketidakbebasan manusia bukan dalam
kondisi terpenjaranya jiwa oleh badan melainkan ketidakmampuan mereka
menggunakan keseluruhan sistem psiko-fisik dalam memahami alam semesta dan
ketidakmampuan mengembangkan dirinya dalam kehidupan sehari-hari,termasuk
kehidupan sosial. Tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan, tetapi
bukan kebahagiaan yang hedonistik, bukan yang semata mementingkan
kenikmatan fisik. Kebahagiaan manusia adalah kebahagiaan yang dicapai dengan
tindakan-tindakan rasional.
Seiring dengan perkembangan masa, muncullah beberapa pandangan tentang
manusia dari sudut lain, dalam psikoanalisa misalnya, Sigmund Freud adalah
salah satu tokoh psikologi yang memandang manusia sebagai makhluk
deterministik, dengan kata lain ia melihat manusia tidak bebas. Kepribadian
manusia terdiri dari dua bagian yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Bagian
ketidaksadaran jauh lebih luas dari bagian kesadaran. Dan bagian ketidaksadaran
tersebut memiliki pengaruh besar pada diri manusia. banyak perilaku
manusia yang dipengaruhi oleh ketidaksadarannya. Menurut Freud pada bagian
ketidaksadaran ini diisi oleh dorongan-dorongan instingtif bersifat primitif yang
menggerakkan manusia untuk mendapatkan kenikmatan. Selain insting primitif,
dalam wilayah ketidaksadaran tersimpan pula berbagai kenangan peristiwa
traumatik dan hal-hal yang dilupakan oleh seseorang, yang tidak dapat
ditampilkan di kesadarannya karena dianggap tidak dapat diterima oleh
masyarakat. Jadi dalam pandangan Freud, manusia terutama digerakkan oleh
instingnya.
Tokoh lain dalam ranah psikologi memandang berbeda lagi. Eric Fromm
melihat kondisi eksistensial manusia sebagai makhluk dilematik. Manusia sebagai
pribadi sekaligus bagian dari alam, sebagai binatang dan sekaligus manusia.
dalam The Sane Society, Fromm menyatakan bahwa secara biologis manusia tidak
berbeda dengan binatang. Sebagai binatang, ia memerlukan pemenuhan
kebutuhan fisiologis seperti makan dan minum. Sedangkan sebagai manusia ia
memiliki kesadaran diri, pikiran dan daya khayal (imajinasi). Ia juga mengalami
pengalaman-pengalaman khas manusia seperti perasaan lemah lembut, cinta,
perhatian, rasa kasihan, tanggung jawab, identitas diri, integritas, dan
transendensi. Ia juga memiliki pengalaman keterikatan dengan nilai dan norma.
Manusia dan lingkungannya saling berinteraksi, saling mempengaruhi. Manusia
mampu melakukan perubahan lingkungan, sebaliknya juga lingkungan dapat
mengubah manusia. Manusia berkembang dengan mengaktualisasi potensi-
potensinya, tetapi seberapa jauh aktualisasi potensi dan perkembangan manusia
dapat dicapai, juga dipengaruhi seberapa fasilitatifnya lingkungan tempat ia
hidup.
Namun dalam pandangan lain, yaitu Islam memiliki pandangan yang
optimistik tentang manusia. Dalam ajaran Islam, manusia yang lahir dalam
keadaan fitri, suci dan bersih adalah merupakan makhluk terpuji dan dimuliakan
meskipun pada kondisi-kondisi tertentu manusia dipandang sebagai makhluk yang
rendah. Dalam bukunya Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama,
Murtadha Muthahhari telah menunjukkan bagaimana Islam dan Al-Quran
memandang manusia. Berikut ini adalah sebagian ayat-ayat Al-Quran yang
dikutip dan dianalisis oleh Muthahhari berkenaan dengan masalah tersebut :
1. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi.
Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah…………” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.2:30)
Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi………., untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. (QS.6:165)
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana hakikat
manusia dalam pandangan holistik?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaiman
hakikat manusia dalam pendangan holistik.
D. Manfaat Penulisan
Kehadiran manusia pertama tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam
semesta. Asal usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari
teori tentang spesies lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi.
4. Manusia adalah makhluk yg sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-
satuna makhluk hidup yg mempunyai pengetahuan atas kehadirannya
sendiri ; ia mampu mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai
dirinya.
Musa Asyari (1992) menyebutkan arti alqaib dengan dua pengertian, yang
pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk
bulatpanjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung.
Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan
dan rohaniah, yaitu hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian,
berpengetahuan, dan arif.
A. Kesimpulan
Manusia adalah mahluk yang terdiri dari satu kesatuan jasmani atau tubuh
dan jiwa, secara esensi dan substansi manusia itu ialah jiwanya. Untuk mencapai
kebahagian dunia dan akhirat sebagai tujuan utama manusia hidup di muka
bumi, maka kita perlu untuk memahami kompleksitas yang dimiliki manusia.
Sebagai khalifah, sudah sepantasnya kita bisa lebih memahami diri kita sendiri
dengan segala potensi dan kelemahan yang kita miliki. Berusaha untuk selalu
menyeimbangkan segala aspek yang saling berpengaruh dalam kehidupan,
dengan menjunjung tinggi pendidikan berkarakter yang bermartabat, sehingga
tercipta al-insan al-kamil.
B. Saran
Penyususnan makalah tentnag materi memahami hakikat manusia melalui
pandangan holistik sangat baik, namun akan lebih bermanfaat lagi jika materi
dari penyusunan makalah ini dapat didiskusikan dalam sebuah forum.
1. Hadi, hardono. (1996). Jati Diri Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
2. Rahmat, Jalaluddin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
3. M oh. Soleh dan Imam Musbikin, Agama sebagai Terapi: Telaah Menuju
Ilmu Kedokteran Holistik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).
4. William F. O’Neill,Ideologi-Ideologi Pendidikan, terj. Omi Intan Naomi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).
5. Arthur S. Reber dan Emily S. Reber, Kamus Psikologi, terj. Yudi Santoso,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
6. A. Supratiknya (ed.), Psikologi Kepribadian 2: Teori-Teori Holistik
(Organismik-Fenomenologis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993).
7. M. Hadi Masruri, Pendidikan menurut Ibnu Thufail (Perspektif Teori
Taxonomy Bloom), dalam M. Zainuddin, dkk. (eds.), Pendidikan Islam
dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, (Malang: UIN Malang Press,
2009).
8. Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, terj. Sori Siregar, (Jakarta:
Pustaka Fi rdaus, 1989).
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.