Anda di halaman 1dari 30

B.

Pengertian Limfoma maligna


Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular
seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas).
Dalam kondisi normal, sel limfosit merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh. Sementara sel limfosit yang tidak
normal (limfoma) bisa berkumpul di kelenjar getah bening dan menyebabkan pembengkakan. Sel limfosit ternyata tak
cuma beredar di dalam pembuluh limfe, sel ini juga beredar ke seluruh tubuh di dalam pembuluh darah karena itulah
limfoma bisa juga timbul di luar kelenjar getah bening. Dalam hal ini, yang tersering adalah di limpa dan sumsum
tulang. Selain itu, bisa juga timbul di organ lain seperti perut, hati, dan otak.
C.Klasifikasi
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin
(LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi
dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif

Perbedaan Gejala Klinis antara LNH dan PH

LNH
PH
Pola kelenjar getah bening yang terlibat
Sentrifugal; KGB yang terlibat lebih luas
Sentripetal; KGB yang terlibat setempat-setempat (terlokalisasi); KGB aksila adalah yang paling sering terkena

Sifat kelenjar getah bening


Keras dan berbatas tegas
Kenyal
Cincin Waldeyer, KGB epitroklear, traktus gastrointestinal dan testis
+
KGB Abdomen
+
- ; kecuali pada penderita PH jenis sel B dan usia lanjut
KGB mediastinum
< 20% pasien
> 50% pasien
Sumsum tulang
+
Hati
+ ; terutama pada tipe limfoma folikuler

D.Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan, kelainan sistem
kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV),
Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
E.Patofisiologi Dan Gambaran Klinis
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang.
Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau
pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat
malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik
merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin
tuberkulosis limfa.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang
diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya
timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma. Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar lain:
1.Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC
2.Sering keringat malam
3.Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan
F.Klasifikasi Patologi
Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi
Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe
berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi
Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis
dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982
yang dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid Neoplasms (REAL classification).
Meskipun demikian, klasifikasi Working Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis,
pengobatan, dan prognosis

G.Stadium limfoma maligna


Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama
sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
1.Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening.
2.Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada
satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
3.Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan
perut.
4.Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain juga seperti
sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak
H.Pemeriksaan Diagnosis
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena, untuk menemukan
adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET
scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan
contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi
limfoma maligna:
1.Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang membesar
2.Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang
dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan.
3.Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah
melibatkan sumsum tulang.
I.Penatalaksanaan
Pengobatan pada Limfoma Non Hodgkin dapat dilakukan melalui beberapa cara, sesuai dengan diagnosis dari
beberapa faktor seperti apakah pernah kambuh, stadium berapa, umur, kondisi badan, kebutuhan dan keinginan
pasien. Secara garis besar penyembuhan terjadi sekitar 93%, membuat penyakit ini sebagai salah satu kanker yang
paling dapat disembuhkan.

PATHWAYS

Kelenjar getah bening (nodal)

Diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal)

Mendesak jaringan sekitar


Mendesak Sel syaraf
Mendesak Pembuluh darah

ASUHAN KEPERAWATAN LOMFOMA MALIGNA

A.PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada
leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan,
demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi
di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis
virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien Limfoma antara lain :
1.Data subyektif
a.Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC
b.Sering keringat malam
c.Cepat merasa lelah
d.Badan lemah
e.Mengeluh nyeri pada benjolan
f.Nafsu makan berkurang
g.Intake makan dan minum menurun, mual, muntah
2.Data Obyektif
a.Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal paha
b.Wajah pucat
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi
2.Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
3.Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
4.Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen terhadap perdaharan
5.Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke jaringan luar
6.Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
7.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan
metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
8.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang
9.Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah
10.Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan
11.Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal
sumber-sumber

C.RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


1.Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
a.Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
b.Intervensi :
Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut umur)
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.
Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara konduksi.
Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadi
seimbang.
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.
2.Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
a.Tujuan : nyeri berkurang
b.Intervensi :
Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat
Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.
Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri.
3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan
metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
a.Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
b.Intervensi :
Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total
Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi keadequatan rencana nutrisi
Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga kebutuhan kalori terpenuhi
Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan keinginan untuk makan
Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi
Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk tubuh dan dapat membantu proses penyembuhan dan
meningkatkan daya tahan tubuh
4.Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
a.Tujuan : aktivitas dapat ditingkatkan
b.Intervensi :
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital
selama dan setelah aktivitas
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen
Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien
Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen).
5.Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan
a.Tujuan : pasien tidak cemas/berkurang
b.Intervensi
Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
Rasional ketakutan dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang prosedur yang akan dilakukan, tidak tahu
tentang penyakit dan keadaannya
Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman pasien.
Rasional : memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur tindakan akan meningkatkan pemahaman pasien
tentang tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalahnya
Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
D.Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan limfoma maligna dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat
E.Evaluasi
Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan adalah :
1.Suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºc)
2.Nyeri berkurang
3.kebutuhan nutrisi terpenuhi
4.Aktivitas dapat ditingkatkan/ADL pasien terpenuhi
5.Pasien tidak cemas/berkurang

Limfoma Maligna
PENGERTIAN
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu
sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna =
ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem
kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-
Hodgkin (LNH).
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non
Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan
pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih
agresif
1. Pengkajian

Perawat melakukan pengkajian atau pengumpulan data. Hal ini merupakan dasar utama yang dilakukan
oleh perawat meliputi :

1. Anamnesis:

2. Keluhan utama
 Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38Oc

 Sering keringat malam.

 Cepat merasa lelah

 Badan Lemah

 Mengeluh nyeri pada benjolan

 Nafsu makan berkurang

 Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha).

1. Riwayat Penyakit
 Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa
retroperitoneal)

 Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler pwencetus untuk infeksi virus


herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial)
Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus Epstein-
Barr).
Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel
Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil.

 Faktor resiko keluarga (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin dari pada populasi
umum) Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/kimia)

2. Pemeriksaan FIsik

o Timbul benjolan yang kenyal,mudah digerakkan pada leher,ketiak atau pangkal paha.
o Wajahpucat

o Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan
kelelahan

o Palpitasi, angina/nyeri dada

o Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah
kejadian yang jarang)

o Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus
empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin tanda lanjut)

o Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali)

o Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali)

o Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal).

o Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut)

o Disfagia (tekanan pada easofagus)

o Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap
kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa)

o edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari
pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin)

o Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraabdominal)

o Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa
pada brakial

o lumbar, dan pada pleksus sakral


o Kelemahan otot, parestesia.

o Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar mediastinum,
nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebra), nyeri tulang umum (keterlibatan tulang
limfomatus).

o Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.

o Batuk kering non-produktif


Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman
penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.

o Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).

o Kemerahan/pruritus umum

o Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC tanpa gejala infeksi.

o Nodus limfe simetris, tak nyeri,membengkak/membesar (nodus servikal paling umum


terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan mediastinal)

o Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan.

o Pembesaran tosil

o Pruritus umum.

o Penurunan libido.

1. Pemeriksaan penunjang lain:

o Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah


bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.

o Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT


scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah.

Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu
dokter

 mendiagnosis Limfoma.

 Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :


1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum
suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk
melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
1. Analisa Data
Perawat menganalisa data yang ada dan merumuskan kemungkinan diagnosa yang mungkin timbul
yaitu :
1. Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
2. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi

3. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf

4. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
terhadap perdaharan

5. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke jaringan
luar

6. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang

9. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan
perawatan

10. Perencanaan

11. Perawat membuat perencanaan diagnosa keperawatan sesuai dengan yang telah dirumuskan:

1. Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh

1. Tujuan:

Setelah dilakukan perawatan Infeksi tidak terjadi.

2. Kriteria Keberhasilan:

o Tanda-tanda infeksi tidak ada

o Suhu tubuh dalam batas normal 36 O C – 37 O C

o Leukosit dalam batas normal 5000 – 10.000 /mm3

o Tidak mengeluh sakit tenggorokan.

Rencana Tindakan:

No INTERVENSI RASIONALISASI
1. Monitor suhu tubuh tiap 4 Peningkatan suhu tubuh dan nyeri
jam. Anjurkan klien untuk tenggorokan menandakan klien
melaporkan bila mengalami terkena infeksi
sakit tenggorokan.
2. Cegah pengunjung yang Klien NHML dapat terjadi
mempunyai penyakit penurunan daya tahan tubuh
infeksi akut sehingga mudah terkena infeksi.
3. Lakukan teknik isolasi Isolasi dapat mencegah terjadinya
dengan cara memisahkan kontak dengan klien lain.
klien dengan penyakit
infeksi.
4. Cuci tangan dengan teknik Cuci tangan yang benar dapat
yang benar sebelum kontak mengurangi mikroorganisme yang
dengan klien. terbawa dari tangan.
5. Gunakan teknik aseptic Tindakan invasif dapat
ketika melakukan prosedur memungkinkan terjadi invasi
tindakan invasif. mikroorganisme.
6. Kolaborasi untuk Peningkatan jumlah leukosit
pemeriksaan kadar leukosit. menunjukan adanya infeksi
1. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi

a. Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan suhu badan dalam batas normal
b. Kriteria Keberhasilan:
 Suhu tubuh dalam batas normal 36 O C – 37 O C
 Leukosit dalam batas normal 5000 – 10.000 /mm3

1. Rencana Tindakan:

No INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi suhu tubuh pasien dengan memantau suhu diharapkan
diketahui keadaan sehingga dapat
mengambil tindakan yang tepat.
2. Anjurkan dan berikan banyak dengan banyak minum diharapkan
minum (sesuai kebutuhan dapat membantu menjaga
cairan anak menurut umur) keseimbangan cairan dalam tubuh.
3. Berikan kompres hangat pada kompres dapat membantu
dahi, aksila, perut dan lipatan menurunkan suhu tubuh pasien secara
paha. konduksi.
4. Anjurkan untuk memakaikan Dengan pakaian tersebut diharapkan
pasien pakaian tipis, longgar dapat mencegah evaporasi sehingga
dan mudah menyerap cairan tubuh menjadi seimbang.
keringat.
.
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik akan menghambat
antipiretik. pelepasan panas oleh hipotalamus.

1. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf


a. Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan gangguan nyeri dapat teratasi
b. Kriteria keberhasilan

o Rasa nyaman di daerah benjolan


o Klien tidak meringis kesakitan lagi.

Rencana tindakan

No INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan karakteristik dan menentukan tindak lanjut
lokasi nyeri, perhatikan intervensi.
isyarat verbal dan non
verbal setiap 6 jam
2. Pantau tekanan darah, nadi nyeri dapat menyebabkan gelisah
dan pernafasan tiap 6 jam serta tekanan darah meningkat,
nadi, pernafasan meningkat
3. Terapkan tehnik distraksi mengalihkan perhatian dari rasa
(berbincang-bincang) nyeri
4. Ajarkan tehnik relaksasi relaksasi mengurangi ketegangan
(nafas dalam) dan sarankan otot-otot sehingga mengurangi
untuk mengulangi bila penekanan dan nyeri.
merasa nyeri
.
5. Beri dan biarkan pasien mengurangi keteganagan area nyeri.
memilih posisi yang
nyaman
6. Kolaborasi dalam analgetika akan mencapai pusat rasa
pemberian analgetika. nyeri dan menimbulkan
penghilangan nyeri.
1. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
terhadap perdarahan

a. Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan Perfusi jaringan adekuat.
b. Kriteria keberhasilan
 Akral hangat.
 Kapiler refilling time kurang dari 2 detik.

1. Rencana tindakan

No INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi keadaan akral, kapiler Keadaan akral, CPT, respirasi,
refail time, respirasi, nadi, dan fekuensi nadi dan suhu tubuh dapat
suhu tubuh tiap 3 jam. dijadikan indikasi terpenuhinya
perfusi jaringan.
2. Kolaborasi pemberian transfusi Darah merupakan pembawa nutrisi
darah. dan pengikat oksigen ke jaringan-
jaringan tubuh.
3. Instruksikan program latihan Latihan dapat meningkatkan
atau ROM aktif / pasif pada sirkulasi yang adekuat dan
ekstremitas setiap 2 jam sesuai pembentukan pembuluh darah
dengan kemampuan. kolesterol.
4. Jaga ketinggian kaki setinggi Gaya gravitasi meningkatkan
atau sedikit lebih rendah dari sirkulasi arteri.
jantung.
5. Hindarkan tekanan pada Tekanan dapatr menghambat dari
ekstremitas dengan sirkulasi darah.
menggunakan pelindung tumit

1. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke


jaringan luar

1. Tujuan:

Setelah dilakukan perawatan, integritas kulit klien membaik.

2. Kriteria Keberhasilan:

o Jaringan nekrotik tidak ada

o Terdapat epitelisasi

o Pus tidak ada

1. Rencana Tindakan:

Rencana tindakan Rasionalisasi


o § Kaji integritas o § Mengetahui
dan kerusakan jaringan kerusakan kulit klien untuk
kulit klien. menentukan intervensi
selanjutnya.
o § Kaji adanya
drainase, pus, darah, o § Mengetahui
ulkus, dan jaringan karakteristik luka untuk
nekrotik pada area luka. menentukan intervensi
selanjutnya.
o § Berikan
perawatan luka dengan o § Teknik aseptik
teknik aseptik. mengurangi resiko
o § Bersihkan terinfeksinya luka
jaringan nekrotik yang
ada di sekitar luka. o § Perawatan pada
luka akan membantu
o § Balut luka mengangkat jaringan yang
dengan teknikwet to dry. nekrotik dan mempercepat
proses penyembuhan.
o § Kolaborasi
dengan dokter untuk o § Kondisi lembab
pemberian terapi topikal akan membantu proses
dan sistemik. penyembuhan luka.

o § Terapi topikal dan


sistemik membantu proses
penyembuhan luka.
1. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.

1. Tujuan

Setelah dilakukan perawatan, integritas kulit klien membaik.

2. Kriteria keberhasilan

o Klien dapat melakukan aktivitas tanpa rasa lelah

o Kebutuhan klien terpenuhi.

Rencana tindakan

No INTERVENSI RASIONAL
1. Bantu pasien dalam Pengkajian yang akurat terhadap
mengidentifikasikan faktor- faktor-faktor yang meningkatkan /
faktor yang meningkatkan / menurunkan toleransi aktivitas
menurunkan toleransi memberikan dasar untuk membuat
aktivitas rencana perawatan.
2. Ajarkan pasien untuk Melakukan monitoring
memonitor respon fisiologis mempermudah evaluasi tingkat
terhadap aktivitas (seperti aktivitas untuk kegiatan sehari-
nadi, bernafas dangkal). hari.
3. Berikan penjelasan tentang Aktivitas yang dilakukan tidak
aktivitas yang boleh boleh memperberat kondisi pasien.
dilakukan sesuai dengan
kemampuan dan kondisi
klien.
4. Bantu klien dalam Bantuan yang diberikan dapat
pemenuhan ADL memenuhi kebutuhan klien tanpa
membuat klien lelah.
5. Libatkan orang terrdekat Dukungan orang terdekat dapat
untuk membantu klien dalam meningkatkan dalam pelaksanaan
melakukan aktivitas pemenuhan aktivitas.
6. Monitor tanda-tanda vital Perubahan tanda-tanda vital
setelah klien melakukan menunjukan tingkat toleransi
aktivitas. terhadap aktivitas.
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi

a. Tujuan
Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Kriteria keberhasilan
 Tidak terjadi penurunan berat badan.
 Nafsu makan meningkat

 Klien dapat menghabiskan porsi makan.

1. Rencana tindakan.

No INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor berat badan setiap hari, Berat badan dapat memerlukan
tanyakan berat badan sebelum tingkat pemenuhan intake nutrisi.
sakit.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi Makanan yang mengandung zat besi
untuk memberikan diet rendah dapat menambah penumpukan zat
zat besi. besi dalam tubuh.
3. Berikan porsi makan dalam Porsi makanan kecil dan sering dapat
bentuk kecil tapi sering. mengurangi kelelahan.
4. Tanyakan makanan yang Makanan favorit dapat
menjadi favorit dari klien. meningkatkan nafsu makan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk Vitaman atau penambah nafsu
pemberian vitamin penambah makan dapat meningkatkan intake
nafsu makan. nutrisi.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang
a. Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan ada perbaikan status cairan dan elektrolit,
b. Kriteria keberhasilan:
 Pengeluaran urine lebih besar dari 30 ml/jam
 BD urine 1005 – 1025

 Natrium serum dalam batas normal.

 Mukosa membran lembab, turgor kulit baik.


 Tidak ada penurunan BB, tidak mengeluh kehausan.

1. Rencana Tindakan

Rencana tindakan Rasionalisasi


-Pantau :  Untuk mengidentifikasi
 Masukan data dan kemajuan- kemajuan atau
pengeluaran setiap 8 jam. penyimpangan-
 Timbang berat badan tiap penyimpangan dari sasaran
hari. yang diharapkan.

 Hasil pemeriksaan analisa


urine dan elektrolit serum.

- Berikan terapi intravena  Selama post akut pasien


sesuai dengan anjuran dan berikan sering lemah dan sesak, untuk
dosis pemeliharaan dan tindakan- minimum cairan peroral
tindakan pencegahan. secara adekuat dan untuk
mempertahankan hidrasi yang
- Berikan cairan peroral adekuat.
sekurang-kurangnya 2 jam
sekali.Motivasi pasien untuk
minum cairan yang bening dan  Cairan membantu distribusi
mengandung kalori. obat- obatan dalam tubuh,
serta membantu menurunkan
demam cairan bening,
mencairkan mucus, kalori
- Kolaborasi dengan dokter jika membantu menanggulangi
ada tanda-tanda kekurangan kehilangan berat badan.
cairan menetap atau bertambah
berat.
 Ini merupakan tanda-tanda
kebutuhan cairan yang
meningkat atau mulai
timbulnya komplikasi.

1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan
perawatan
1. Tujuan

Setelah dilakukan perawatan rasa aman terpenuhi,


1. Kriteria keberhasilan

 Anak dan orang tua dapat mengekspresikan kecemasannya.

 Kecemasannya berkurang atau hilang.

 Orang tua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak.

 Anak dapat bekerja sama dan tertarik dalam bermain.


1. Rencana tindakan

No INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor tingkat kecemasan Data yang diadakan dapat dijadikan
klien melalui observasi keadaan acuan untuk menentukan intervensi
kesadaran klien, kemampuan selanjutnya.
secara keseluruhan,
kemampuan pemecahan
masalah, kemampuan untuk
diarah kan, penyempitan
lapangan perceptual,
memusatkan perhatian, tingkat
fungsional intelektual,
kemampuan untuk mengatur
ADL, ketepatan berespon
terhadap situasi.
2. Ijinkan klien untuk menyatakan Memberikan dorongan dan dasar
pendapat. dari pemahaman tentang proses
penyakit.
3. Jelaskan seluruh prosedur pada Informasi akan memungkinkan anak
klien dan keluarga. Jelaskan apa dan orang tua memahami prosedur
yang akan terjadi, kenapa itu dan antisipasi terhadap peristiwa
akan terjadi, kapan itu akan tersebut. Ketakutan atau kecemasan
terjadi dan bagaimana rasanya. pada anak karena anak tidak
mengetahuinya, dengan memahami
dapat membantu mengurangi
kecemasan.
4. Libatkan klien atau keluarga Keterlibatan anak dan keluarga
untuk berpartisipasi dalam dalam hal perawatan dapat
perawatan. membuat anak atau orang merasa
dihargai sehingga kecemasan akan
berkurang.
5. Sediakan kegiatan bermain Bermain adalah hiburan dan
sesuai dengan kemampuan dan feurafeusik.
usianya.

LAPORAN PENDAHULUAN
LIMFOMA MALIGNA

A. Pengertian
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk
keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan
histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya,
pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem
kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD)
dan Limfoma non-Hodgkin (LNH).

B. Epidemiologi
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan limfoma maligna
terutama tipe LNH, dan dalam setahun sekitar 300 ribu orang meninggal karena
penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah penderita penyakit ini juga terus
meningkat. Sekadar gambaran, angka kejadian LNH telah meningkat 80 persen
dibandingkan angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan, penyakit ini lebih
banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia
antara 45 sampai 60 tahun. Sedangkan pada Limfoma Hodgkin (DH) relative
jarang dijumpai, hanya merupaka 1 % dari seluruh kanker. Di negara barat
insidennya dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada laki-laki dan 2,6/100.000/tahun
pada wanita. Di Indonesia, belum ada laporan angka kejadian Limfoma Hodgkin.
Penyakit limfoma Hodgkin banyak ditemukan pada orang dewasa muda antara
usia 18-35 tahun dan pada orang di atas 50 tahun.

C. Etiologi
Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum diketahui dengan
pasti..Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan, kelainan
sistem kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell
leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan
toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).

D. Faktor Predisposisi
1. Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda yaitu
antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
2. Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita
3. Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan
tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV
4. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena
limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian.

E. Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah
bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi
dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam.
Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan
yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut
hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis
limfa.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh
meninggi
selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal
selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan
lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.

F. Klasifikasi
1. Klasifikasi Penyakit
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi
dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif
2. Klasifikasi Patologi
Klasifikasi limfoma maligna telah mengalami perubahan selama bertahun-
tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport
membagi limfoma maligna menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe
berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut
hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi
limfoma maligna menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi berdasarkan
klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan genetika maka
muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal dengan Revised
European-American classification of Lymphoid Neoplasms (REAL classification).
3. Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I
dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit,
sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
o Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
kelenjar getah bening.
o Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada
atau perut.
o Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, serta pada dada dan perut.
o Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya
pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak

G. Gejala Klinis
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :
1. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran
kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada
leher, ketiak atau pangkal paha)
2. Demam
3. Sering keringat malam
4. Penurunan nafsu makan
5. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)
6. Kelemahan, keletihan
7. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus

H. Pemeriksaan Fisik
o Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha
Pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri,
mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha)
o Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pembesaran suprapubic bila
tumor sudah besar.
o Palpasi, teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan bimanual teraba tumor
pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau RT.

I. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah
bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.
Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan,
PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan
stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter
mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma
maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan
jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap
pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul
untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

J. Terapi
o Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan
tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak
membutuhkan pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan
ukuran lokasi limfadenopati yang bukan merupakan ancaman.
o Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi
dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang
tinggi pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local
untuk tempat utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang
menerima khemoterapi dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit
mengakibatkan sumbatan/ obstruksi anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,
penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding
dengan khemoterapi.
o Khemoterapi
1. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten
yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna
keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat
lanjut.
2. Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan
prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau
sedang berdasakan stadiumnya.

K. Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan
dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang
merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah,
supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah
komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok
sepsis.
Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik,
dan fibrosis pulmonal. Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area
yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka
akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah,
rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang
mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia
L. Prognosis
Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat rendah
bertahan hidup lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis. Banyak pasien
dengan penyakit limfoma maligna tingkat tinggi yang terlokalisasi disembuhkan
dengan radioterapi. Dengan khemoterapi intensif, pasien limfoma maligna
tingkat tinggi yang tersebar luas mempunyai perpanjangan hidup lebih lama
dan dapat disembuhkan.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak
terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha).
Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan,
demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma.
Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan
Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfe dengan
sejenis virus atau mungkin tuberculosis limfa.
1. Biodata klien dan penanggung jawab
2. Data
a. Data subyektif
 Demam berkepanjangan dengan suhu diatas 38 derajat celcius
 Sering keringat malam
 Cepat merasa lelah
 Badan lemah
 Nafsu makan menurun
 Intake makan dan minum menurun
b. Data obyektif
 Timbul benjolanyang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal
paha
 Wajah pucat
3. Kebutuhan dasar
o Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum, kehilangan produktifitas dan
penurunan toleransi latihan, kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan
o Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, angina/nyeri dada
Tanda : Takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena
pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterus sklera dan ikterik
umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu dan
pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut)
pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
o Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga, takut/ansietas
sehubungan dengandiagnosis dan kemungkinan takut mati, takut sehubungan
dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi
radiasi), masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut
kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja. Status
hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang tergantung
pada keluarga.
Tanda : Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif.
o Eliminasi
Gejala : Perubahan karakteristik urine dan atau feses. Riwayat Obstruksi usus, contoh
intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal)
Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi
(hepatomegali), nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi
(splenomegali), penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi
uretal/ gagal ginjal), disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal
terjadi lebih lanjut).
o Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia/kehilangan nafsu makan, disfagia (tekanan pada easofagus),
adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10%
atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya
diet.
Tanda : Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder
terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa).
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava
inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin), asites
(obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intra
abdominal)
o Neurosensori
Gejala : Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran
nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sacral. Kelemahan otot,
parestesia.
Tanda : Status mental : letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap
sekitar.Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan
diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng
spinal)
o Nyeri/Keamanan
Gejala : Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang
umum (keterlibatan tulang limfomatus). Nyeri segera pada area yang terkena
setelaah minum alkohol.
Tanda : Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
o Pernapasan
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
Tanda : Dispnea, takikardia, batuk kering non-produktif, tanda distres pernapasan,
contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman penggunaan otot
bantu, stridor, sianosis.
Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal)
o Keamanan
Gejala : Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler pencetus untuk
infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial). Riwayat
monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus
Epstein-Barr). Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster. Pola sabit adalah
peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel
Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil.
Kemerahan/pruritus umum
Tanda : Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38 oC tanpa gejala
infeksi. Nodus limfe simetris, tak nyeri,membengkak/membesar (nodus servikal
paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila
dan mediastinal). Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat
digerakkan. Pembesaran tosil
, pruritus umum. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo).
o Seksualitas
Gejala : Masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi)
Penurunan libido.
o Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluargaa (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin
dari pada populasi umum). Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja
kayu/kimia)
4. Pemeriksaan fisik
a. KU
b. TTV
Kaji adanya peningkatan temperature, takikardi, dan penurunan tekanan darah
(Donna D, 1995). Demam merupakan salah satu gejala dari Limfoma maligna.
c. Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak
terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha)

 ANALISA DATA
Data yang dikumpulkan dikelompokkan meliputi : data subyektif dan data
obyektif kemudian dari data yang teridentifikasi masalah dan kemungkinan
penyebab dapat ditentukan yang menjadi acuan untuk menentukan diagnosa
keperawatan.

B. Diagnosa
1. .Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi
2. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi
3. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
4. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem
transport oksigen terhadap perdaharan
5. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor
mendesak ke jaringan luar
6. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat
gizi.
8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang
kurang
9. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah
10. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit,
prognosis, pengobatan dan perawatan
11. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi

C. Intervensi
1. Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
a. Tujuan : Infeksi tidak terjadi
b. Intervensi :
 Monitor suhu tubuh tiap 4 jam. Anjurkan klien untuk melaporkan bila
mengalami sakit tenggorokan.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh dan nyeri tenggorokan menandakan klien
terkena infeksi
 Lakukan teknik isolasi dengan cara memisahkan klien dengan penyakit infeksi.
Rasional : Isolasi dapat mencegah terjadinya kontak dengan klien lain
 Cuci tangan dengan teknik yang benar sebelum kontak dengan klien
Rasional : Cuci tangan yang benar dapat mengurangi mikroorganisme yang
terbawa dari tangan.
 Gunakan teknik aseptic ketika melakukan prosedur tindakan invasif.
Rasional : Tindakan invasif dapat memungkinkan terjadi invasi mikroorganisme.
 Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar leukosit.
Rasional : Peningkatan jumlah leukosit menunjukan adanya infeksi
2. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi
a. Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
b. Intervensi :
 Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga
dapat mengambil tindakan yang tepat.
 Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut
umur)
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga
keseimbangan cairan dalam tubuh.
 Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara
konduksi.
 Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah
menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi
sehingga cairan tubuh menjadi seimbang.
 Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.
3. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
a. Tujuan : nyeri berkurang
b. Intervensi :
 Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal
setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
 Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat,
nadi, pernafasan meningkat
 Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
 Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila
merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga mengurangi
penekanan dan nyeri.
 Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
 Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan
penghilangan nyeri.
4. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen selular untuk pengiriman
oksigen/nutrisi ke sel
a. Tujuan : perfusi jaringan yang adekua
b. Intervensi
 Awasi tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dan dasar kuku
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat keadekuatan perfusi jaringan
dan untuk intervensi selanjutnya
 Tinggikan tempat tidur sesuai dengan toleransi
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler
 Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
 Kolaborasi dalam pemberian darah merah lengkap sesuai dengan indikasi dan
awasi secara ketat untuk komplikasi transfuse
Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen dan juga untuk
mengurangi resiko pendarahan
5. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor
mendesak ke jaringan luar
a. Tujuan : integritas kulit klien membaik
b. Intervensi :
 Kaji integritas dan kerusakan jaringan kulit klien.
Rasional : Mengetahui kerusakan kulit klien untuk menentukan intervensi
selanjutnya
 Kaji adanya drainase, pus, darah, ulkus, dan jaringan nekrotik pada area luka.
Rasional : Mengetahui karakteristik luka untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
 Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : Teknik aseptik mengurangi resiko terinfeksinya luka
 Bersihkan jaringan nekrotik yang ada di sekitar luka.
Rasional : Perawatan pada luka akan membantu mengangkat jaringan yang
nekrotik dan mempercepat proses penyembuhannya.
 Balut luka dengan teknik wet to dry.
Rasional : Kondisi lembab akan membantu proses penyembuhan luka
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi topikal dan sistemik.
Rasional : Terapi topikal dan sistemik membantu proses penyembuhan luka
6. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
a. Tujuan : aktivitas dapat ditingkatkan
b. Intervensi :
 Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan kelemahan/kelelahan
dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi
 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen
 Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien
 Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen).
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat
gizi.
a. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Intervensi :
 Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total
 Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi keadequatan
rencana nutrisi
 Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga kebutuhan
kalori terpenuhi
 Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan
keinginan untuk makan
 Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi
Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk tubuh dan dapat
membantu proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh
8. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit,
prognosis, pengobatan dan perawatan
a. Tujuan : pasien tidak cemas/berkurang
b. Intervensi
 Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
Rasional ketakutan dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang prosedur
yang akan dilakukan, tidak tahu tentang penyakit dan keadaannya
 Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman
pasien.
Rasional : memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur tindakan akan
meningkatkan pemahaman pasien tentang tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi masalahnya
 Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi
Tujuan : untuk mengetahui penyakit yang diderita
Intervensi :
 Berikan komunikasi terapiutuk kepada klien dan keluarga klien
Rasional : Memudahkan dalam melakukan prosedur terpiutuk kepada klien
 Berikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga klien
Rasional : Klien dan keluarga klien dapat mengetahui proses penyakit yang
diderita oleh klien.
D. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan
masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan keperawatan ada 4 yang dilakukan
yaitu :
1. Tindakan mandiri
2. Tindakan observasi
3. Tindakan health education
4. Tindakan kolaborasi

E. Evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana
tujuan dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan
keperawatan, perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan dimana kriteria ini
harus dapat diketahui. Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang
menentukan keperawatan selanjutnya yaitu :
1) Masalah klien dapat dipecahkan
2) Sebagian masalah klien dapat dipecahkan
3) Masalah klien tidak dapat dipecahkan
4) Dapat muncul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA

Amori. 2007. Jurnal Nasional : Pengobatan tepat untuk Limfoma.

www.jurnalnasional/limfoma/44356.com. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2009.

Anonymous. 2006. Limfoma Maligna. www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 15


Oktober 2009.

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta. : EGC

Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and

Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.

Hoffbrand, A.V, et all. 2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC


Vinjamaran. 2007. Lymphoma, Non-Hodgkin. www.emedicine.com. Diakses pada
tanggal 15 Oktober 2009.

Anda mungkin juga menyukai