PUSKESMAS MEPANGA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World malaria report tahun 2011
menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia
tinggal di daerah beresiko tertular malaria. Jumlah kasus malaria didunia sebanyak 216
juta kasus, dimana 28 juta kasus terjadi di ASEAN. Setiap tahunnya sebanyak 660 ribu
orang meninggal duniakarena malaria terutama anak balita (86%), 320 ribu diantaranya
berada di asia tenggara termasuk Indonesia.
Selama tahun 2005-2013,kejadian malaria di seluruh Indonesia cenderung
menurun, yaitu 4,10 % (tahun 2005) menjadi 1,38 % (tahun 2013). Jumlah pemeriksaan
sediaan darah (SD) untuk uji diagnosis malaria meningkat dari 47% (982.828
pemeriksaan SD dari 2.113.265 kasus klinis) pada tahun 2005, menjadi 63% (1.164.405
pemeriksaan SD dari 1.849.062 kasus klinis) pada tahun 2011. Walaupun demikian
selama tahun 2011 masih sering terjadi KLB malaria di 9 kabupaten/kota dari 7 provinsi
dengan kasus mencapai 1.139 kasus dengan 14 kasus diantaranya meninggal
(CFR=1,22%).
Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah
merah). Parasit ini di tularkan dari orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina. Penyebab malaria adalah parasit dari genus plasmodium dan terdiri dari 4 spesies:
plasmodium falciparum,plasmodium vivax,plasmodium malariae,dan plasmodium ovale.
Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan sejak tahun 1952-1958,pada akhir
periode ini yaitu pada tanggal 12 november 1959 di Yogyakarta, presiden pertama RI
yaitu presiden Soekarno telah mencanangkan dimulainya program pembasmian malaria
yang di kenal dengan sebutan “komando operasi pembasmian malaria” (KOPEM) dan
hari tersebut ditetapkan sebagai hari Kesehatan Nasional.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Sebagai pedoman dalam upaya pengendalian malaria menuju eliminasi malaria di
wilayah kerjanya.
2. Tujuan khusus
a. Menemukan kasus secara dini agar segera di lakukan pengobatan yang cepat dan
tepat sesuai standar,sehingga dapat menyembuhkan kasus dari penyakitnya,dan
mencegah terjadinya penularan.
2
b. Memantau fluktuasi malaria,MOPI (Monthly Parasite Incidence), kasus pada
bayi,kasus indigenous dan persentase P.falciparum pada daerah dan waktu
tertentu.
c. Alat bantu untuk menentukan musim penularan.
d. Menilai hasil kegiatan pengendalian di suatu wilayah.
e. Peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB (SKD-KLB).
C. SASARAN
1. Pengelola program malaria di puskesmas.
2. Pengelola program kesehatan yang lain dan lintas sektor terkait, dalam hal ini
Laboran, Surveilans, Kesling, Promkes dan sebagainya.
3. Pengambil kebijakan di provinsi, kabupaten/kota.
D. RUANG LINGKUP
Pedoman ini mencakup kebijakan manajemen dan teknis program dalam upaya
pengendalian malaria menuju eliminasi , bagi manajer program di semua tingkatan (
Puskesmas, Kabupaten, Provinsi ). Pedoman ini di harapkan menjadi acuan kepada :
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/kota
2. Kasubdin Provinsi dan kabupaten/kota
3. Kepala Bidang P2 Dinkes Provinsi dan Kabupaten/kota
4. Pengelola program
5. Kepala Puskesmas
6. Sector Swasta,LSM dan pihak lain yang terkait
E. BATASAN OPERASIONAL
1. Standar ketenagaan adalah menyangkut kebutuhan minimal dalam hal jumlah dan
jenis tenaga yang terlatih untuk terselenggaranya kegiatan program malaria oleh
suatu unit pelaksana kegiatan (UPK), Dinas kesehatan maupun instansi terkait agar
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
2. Penemuan kasus malaria adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam penemuan
kasus malaria dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil, berkeringat, sakit
kepala, mual atau muntah dan gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan
sediaan darah (SD) dan pemeriksaan lainnya.
3. Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/ kader menemukan kasus
dengan mencari kasus secara aktif dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin
dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat insiden kasusmalaria di
daerah tersebut.
3
1. Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang dating
berobat di unit pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan SD tebal terhadap
semua kasus malaria suspek dan kasus gagal pengobatan.
2. Malariometric Survey (MS) adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas dan
prevalensi malaria di suatu wilayah.
3. Mass fever survey (MFS) merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah
(mikroskopis atau RDT) pada semua orang yang menunjukkan gejala demam disuatu
wilayah yang diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap kasus yang positif
(Mass Fever Treatment/MFT), sesuai dengan jenis plasmodium yang ditemukan.
4. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini di tularkan dari
orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
5. Surveilans migrasi adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang
menunjukkan suspek malaria yang datang dari daerah endemis malaria
6. Survey kontak (kontak survey) adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang
yang tinggal serummah dengan kasus positif malaria dan atau orang-orang yang
berdiam di dekat tempat tinggal kasus malaria (berjarak kurang lebih 5 rumah
disekitar rumah kasus malaria).
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5
Penanggung jawab upaya diare di Puskesmas Mepanga memiliki kompetensi sebagai
berikut :
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pendayagunaan tenaga malaria meliputi penyebaran yang merata dan berkeadilan,
Pemanfaatan, dan pengembangan termasuk peningkatan karirnya. Pendayagunaan tenaga
malaria di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah
bermasalah kesehatan (DBK), perlu memperoleh perhatian khusus. Pengembagan tenaga
malaria dilakukan melalui peningkatan motivasi tenaga malaria untuk mengembangkan
diri, dan mempermudah memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan.
Peningkatan pelatihan tenaga malaria dilakukan melalui pengembangan standar
pelatihan tenaga malaria guna memenuhi standar kompetensi yang diharapkan pelayanan
kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia.
Prinsip pendayagunaan tenaga malaria adalah :
1. Merata, serasi, seimbang (pemerintah, swasta, masyarakat) local maupun pusat.
2. Pemerataan : keseimbangan hak dan kewajiban
3. Pendelegasian wewenang yang proporsional.
C. JADWAL KEGIATAN
Jadwal pelaksanaan kegiatan program malaria di Puskesmas di susun bersama
dengan pengelola program kesehatan lainnya dan sektor yang terkait dalam kegiatan
program malaria sedangkan untuk pelayanan kesehatan malaria di dalam gedung
dilakukan setiap hari
6
PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS MEPANGA
Jl. Nusantara Sumber Agung 94376 puskesmas.mepanga@gmail.com
BULAN
NO KEGIATAN PETUGAS KETERANGAN
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
SCRINNING PENGELOLA
1 MALARIA PROGRAM
2 x 23
BUMIL DI MALARIA
POSYANDU
POSYANDU
Mengetahui
Kepala Puskesmas Mepanga Pengelola Program Malaria
7
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENA RUANG
Koordinasi pelaksanaan kegiatan program malaria di lakukan oleh
Penanggung Jawab program dan dibantu oleh tenaga pelaksana lainnya (dokter,
laboran, perawat atau bidan) yang menempati ruang pelayanan dari gedung
Puskesmas. Pelaksanaan rapat koordinasi dilakukan di ruang rapat Puskesmas
Mepanga yang terletak di belakang polik Umum.
B. STANDAR FASILITAS
1. Buku pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia ada 1 buah.
2. Mikroskop binokuler.
3. Buku pedoman manajemen malaria ada 1 buah.
4. Uji Diagnosis Cepat (RDT), dalam jumlah sesuai pemakaian.
5. suku cadang mikroskop
6. kit pewarnaan
7. slide box
8. Giemsa
9. minyak imersi
10. object glass
11. vaccinostyle
12. obat anti malaria sesuai dengan pemakaian.
13. Buku register malaria
Ketersediaan sarana dan prasarana mengacu pada standar, tetapi dapat
disiapkan bertahap sesuai dengan kondisi tempat.
8
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
B. BENTUK KEGIATAN
1. Active case detection (ACD)
Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas/ kader menemukan kasus
dengan mencari kasus secara aktif dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin
dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat insiden kasus malaria di
daerah tersebut.
Metode dan sasaran : pengambilan sediaan darah (SD) pada semua kasus suspek
malaria yang ditemukan.
2. Passive case detection (PCD)
Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang dating
berobat di unit pelayanan kesehatan (UPK) dnegan pengambilan SD tebal
terhadap semua kasus malaria suspek dan kasus gagal pengobatan.
Rincian Kegiatan :
a) Semua kasus suspek malaria dan gagal pengobatan yang dating ke puskesmas
diambil sediaan darahnya. Bila hasilnya positif diberikan pengobatan sesuai jenis
plasmodiumnya. Kasus gagal pengobatan apabila SDnya masih positif diberi
pengobatan lini berikutnya.
b) Di daerah endemis malaria, dilakukan pemeriksaan limpa untuk semua kasus
umur 2-9 tahun yang dating ke puskesmas untuk mengumpulkan data jumlah
kasus dengan pembesaran limpa per desa dalam rangka skrining lokasi desa
indeks malariometric survey (MS) dasar.
c) Setiap puskesmas di daerah endemis malaria harus mempunyai fasilitas
laboratorium mikroskopdan petugas mikroskop malaria.
d) Apabila di wilayah tersebut tidak ada JMD maka jumlah SD yang dikumpulkan
melalui kagiatan PCD tidak boleh < 5% dari penduduk cakupan pukesmas per
tahun.
10
3. Mass fever survey (MFS)
Merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau RDT) pada
semua orang yang menunjukkan gejala demam disuatu wilayah yang diikuti dengan
pemberian obat malaria terhadap kasus yang positif (Mass Fever Treatment/MFT),
sesuai dengan jenis plasmodium yang ditemukan.
Tujuan :
a) Memastikan bahwa desa yang kasusnya nol atau rendah, memang benar-benar
telah mempunyai tingkat transmisi yang rendah
b) Mengintensifkan pencarian dan pengobatan kasus agar reservoir parasit di
lapangan dapat dikurangi. Hal ini dilakukan bila ACD, PCD dan penyelidikan
epidemiologi tidak berhasil menurnkan kasus.
Kriteria pelaksanaan :
a) MFS konfirmasi
b) Dilakukan pada saat puncak fluktuasi kasus malaria dan bila hasil pemantauan
SKD menunjukkan tidak ada kecenderungan kenaikan kasus di daerah.
c) MFS khusus
d) Dilakukan sebelum puncak fluktuasi untuk mencegah KLB (SKD KLB) dan bila
pemantauan SKD bulanan ada kecenderungan kenaikan kasus di desa focus.
4. Malariometric Survey (MS)
Adalah kegiatan untuk mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di suatu
wilayah.
Tujuan :
a) Menentukan prevalensi malaria di suatu daerah.
b) Mendapatkan data dasar dan stratifikasi masalah malaria di suatu wilayah, yaitu
dengan membandingkan endemisitas dan prevalensi malaria di beberapa daerah
yang masing-masing mewakili suatu daerah kesatuan epidemiologi yang berbeda
sehingga dapat dibuat peta endemisitas bagi wilayah tersebut.
c) Menilai hasil kegiatan dari program pemberantasan malaria di suatu wilayah.
Cara pemeriksaan malariometric survey :
a) Survey limpa
b) Survey darah
5. Mass Blood Survey (MBS) atau survey darah missal (SDM)
Adalah upaya pencarian dan penemuan kasus malaria secara missal melalui
survey di daerah :
a) Endemis dan daerah yang diduga endemis malaria.
b) Endemis tinggi dimana kasus tidak lagi menunjukkan gejala klinis yang spesifik.
c) Yang belum terjangkau unit pelayanan kesehatan.
d) Yang sedang terjadi peningkatan kasus.
11
Tujuan :
a) Menemukan dan mengobati semua kasus positif malaria pada waktu dan tempat
tertentu.
b) Meningkatkan cakupan pengobatan kasus malaria dengan konfirmasi
laboratorium secara rapid diagnostic (RDT) dan mikroskopik
c) Membantu memutuskan rantai penularan malaria.
Metode penentuan lokasi :
a) Dipilih desa dengan kasus malaria tertinggi berdasarkan hasil analisis data kasus
puskesmas per-desa 3-5 tahun terakhir.
b) Banyak ditemukan kasus demam yang dicurigai malaria berdasarkan laporan
masyarakat.
c) Di daerah yang sedang terjadi KLB.
Waktu Pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan pada beberapa kondisi :
a) Idealnya dilaksanakan pada saat puncak kasus.
b) Pada keadaan tertentu (survey khusus)
6. Surveilans migrasi
Adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang menunjukkan suspek
malaria yang dating dari daerah endemis malaria. Merupakan bagian dari program
surveilans malaria, yaitu suatu strategi program peningkatan kewaspadaan terhadap
timbulnya malaria.
7. Survey kontak (kontak survey)
Adalah kegiatan pengambilan SD pada orang-orang yang tinggal serummah
dengan kasus positif malaria dan atau orang-orang yang berdiam di dekat tempat
tinggal kasus malaria (berjarak kurang lebih 5 rumah disekitar rumah kasus malaria).
C. DIAGNOSIS MALARIA
Manifestasi klinis malaria dapat berupa malaria tanpa komplikasi dan malaria berat.
Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang laboratorium
1. Anamnesis
a) Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b) Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria
c) Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria
d) Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.
Setiap kasus dengan keluhan demam atau riwayat demam harus selalu
ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.
12
2. Pemeriksaan fisik
a) Suhu tubuh aksiler > 37,50 C
b) Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c) Sclera mata ikterik
d) Pembesaran limpa (splenomegali)
e) Pembesaran hati (hepatomegali)
3. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk menentukan :
1) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negative)
2) Spesies dan stadium plasmodium
3) Kepadatan parasit.
b) Pemeriksaan dengan uji diagnostic cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)
Pemeriksan dengan RDT tidak untuk evaluasi pengobatan.
D. PENGOBATAN MALARIA
Pengobatan malaria yang dianjurkan oleh program saat ini adalah dengan ACT
(Artemisinin Based Combination Therapy). Pemberian kombinasi ini untuk
meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati
dengan ACT oral. Malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat atau Artemeter
kemudian dilanjutkan dengan ACT oral. Disamping itu diberikan primakuin sebagai
gametosidal dan hipnozoidal.
1) Malaria falciparum dan malaria vivax
Pengobatan malaria falciparum dan malaria vivax saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falciparum sama dengan malaria
vivax, untuk malaria falciparum primakuin hanya diberikan pada hari pertama saja
dengan dosis 0,75 mg/kg BB, dan untuk malaria vivax selama 14 hari dengan dosis
0,25 mg/kg BB.
2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks yang relaps (kambuh) di berikan dengan
regimen ACT yang sama tapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,,5
mg/kgbb/hari
a) Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP atau
kombinasi artesunat + amodiakun.dosis pemberian obatnya sama dengan untuk
malaria vivaks
b) Pengobatan malaria malariae
13
Pengobatan P.malariae cukup di berikan ACT 1 kali perhari selama 3
hari,dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak di berikan
primakuin
c) Pengobatan infeksi campur P.FALCIPARUM + P.VIVAKS/P.OVALE
Pada kasus dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakindengan dosis 0,25 mg/kg/BB/hari selama 14 hari
d) Pengobatan malaria pada ibu hamil
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan
pengobatan pada orangdewasa umumnya, perbedaannya adalah pada pemberian
obat malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan
primakuin. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut
kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu kasus harus makan dahulu
setiap akan minum obat anti malaria.
14
Catatan :
a) Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena , karena toksik bagi jantung
dan dapat menimbulkan kematian.
b) Dosis kina maksimun untuk dewasa : 2.000 mg/hari.
3) Pengobatan malaria berat pada ibu hamil.
Pengobatan malaria berat pada ibu hamil dilakukan dengan memberikan kina
HCL drip intravena pada trimester pertama dan artesunat/artemeter injeksi untuk
trimester 2 dan 3.
F. PEMANTAUAN PENGOBATAN
1. Rawat jalan
Pada kasus rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari 4, 7, 14, 21 dan
28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis. Apabila
terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan evaluasi, kasus segera
dianjurkan dating kembali tanpa menunggu jadwal tersebut diatas.
2. Rawat inap
Pada kasus rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari hingga tidak
ditemukan parasit dalam sediaan darah selama 3 hari berturut-turut, dan setelahnya
dievaluasi seperti pada kasus rawat jalan.
G. PENGENDALIAN VECTOR
Malaria merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang dipengaruhi oleh
lingkungan fisik, biologi dan social budaya. Jenis intervensi pengendalian vector malaria
yang dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis situasi :
1. Melakukan penyemprotan rumah dengan insektisida.
Penyemprotan rumah dengan insektisida adalah suatu cara pengendalian vector
dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secar merata pada
permukaan dinding yang disemprot.
Tujuan : memutuskan rantai penularan dengan memperpendek umur populasi,
sehingga nyamuk yang muncul adalah populasi nyamuk muda atau belum infektif
(belum menghasilkan sporozoid di dalam kelenjar ludahnya)
2. Memakai kelambu.
Memakai kelambu berguna untuk mencegah terjadinya penularan (kontak
langsung manusia dengan nyamuk) dan membunuh nyamuk yang hinggap pada
kelambu. Saat ini upaya pengendalian malaria menggunakan kelambu berinsektisida
(long lasting insectisidal nets/LLINs) yang umur residu infektifnya relative lama
yaitu lebih dari 3 tahun.
3. Malakukan larviciding
15
Kegiatan ini dilakukan antara lain dengan menggunakan jasad renik yang bersifat
pathogen terhadap larva nyamuk sebagai biosida seperti : Bacillus thuringiensis
subsp. Israelensis (Bti) dan larvisida Insect growth regulator (IGR)
4. Melakukan penebaran ikan pemakan larva
Penebaran ikan merupakan upaya pengendalian larva secara biologi yang
menggunakan predator/pemangsa larva nyamuk. Pengendalian vector jenis ini
merupakan kegiatan yang ramah lingkungan.
5. Mengelola lingkungan (pengendalian secara fisik)
Mengelola lingkungan dapat dilakukan dengan cara modifikasi dan manipulasi
lingkungan untuk pengendalian larva nyamuk :
a) Modifikasi lingkungan yaitu mengubah fisik lingkungan secara permanen
bertujuan mencegah, menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan
nyamuk dengan cara penimbunan, pengeringan, pembuatan tanggul, dll
b) Manipulasi lingkungan yaitu mengubah lingkungan bersifat sementara sehingga
tidak menguntungkan bagi vector untuk berkembang biak seperti pembersihan
tanaman air yang mengapung (ganggang atau lumut) di lagun, pengubahan kadar
garam, pengaturan pengairan sawah secar berkala, dll
16
2) Pemecahan masalah yang dihadapi
3) Keterlibatan dan kontribusi aktif lintas program, lintas sector, swasta dan masyarakat
terkait dalam pemecahan masalah.
4) Hasil yang sudah dicapai.
17
BAB V
LOGISTIK
18
a. Kabupaten/kota
1) Mengumpulkan data dari LPLPO yang diterima Dinkes tiap bulannya dari
puskesmas dan data dari kartu stok yang ada di gudang farmasi dan gudang
P2M.
2) Mengorganisasikan data tersebut kedalam laporan LOGMAL-2 untuk dikirim
ke pusat atau propinsi, tanggal 10 tiap bulannya.
b. Provinsi
1) Mengumpulkan data dari kartu stok yang ada di gudang farmasi dan P2M
serta laporan LOGMAL-2
2) Mengorganisasikan data tersebut kedalam laporan LOGMAL-3, untuk
dikirim ke pusat, tanggal 15 setiap bulannya.
Jenis-jenis logistic malaria :
a. Obat anti malaria (OAM)
Primakuin 15 mg base, sulfadoxine pirimethamine, kina tablet, kina injeksi,
Artesunate dan Amidiaquine, dihydroartemisinin (DHA) dan piperaquine (PPQ),
Artemether injeksi, Artesunate injeksi.
b. Alat dan bahan diagnostic
1) Peralatan : mikroskop binokuler, suku cadang mikroskop, kit pewarnaan,
slide box
2) Bahan : Giemsa, minyak imersi, object glass, vaccinostyle, Rapid Diagnostics
Test
c. Alat dan bahan pengendalian vector.
1) Peralatan : spraycan, suku cadang spraycan, mistblower.
2) Bahan : insektisida untuk penyemprotan rumah, larvasida, long lasting
insectisidal nets (LLINs)
19
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN
20
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
21
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
22
BAB IX
PENUTUP
Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi tenaga kesehatan program malaria di
Puskesmas dan lintas sektor terkait dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan di
Puskesmas Mepanga. Untuk menigkatkan efektifitas pemanfaatan Pedoman Pelayanan
program Puskesmas ini, hendaknya tenaga kesehatan puskesmas dapat menjabarkannya
dalam Protab (prosedur tetap) yang berisi langkah-langkah dari setiap kegiatan sesuai
kondisi Puskesmas.
Selain itu, dengan pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar advokasi
bagi pemegang kebijakan untuk peningkatan mutu pelayanan di Puskesmas.
23