Anda di halaman 1dari 26

REFLEKSI KASUS

KEJANG DEMAM

Oleh:
Ayu Agung Sri Kumara Tunggadewi
1871121013

Pembimbing:
Pembimbing : dr. IGK Oka Nurjaya, Sp.A

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD SANJIWANI GIANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
2019

REFLEKSI KASUS
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD SANJIWANI GIANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
Oleh : Ayu Agung Sri Kumara Tunggadewi (1871121013)
Pembimbing : dr. IGK Oka Nurjaya, Sp.A

I. Identitas Pasien

1
Nama : NKRSD
Usia : 1 tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tegal Saat Pejeng Kangin
Agama : Hindu
Suku/bangsa : Bali/Indonesia
No. RM. : 651323
Tanggal MRS. : 9 Mei 2019
Ruang : Abimanyu

II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang (Aloanamnesis)
c. Pasien datang ke IGD RSUD Sanjiwani pada tanggal 9 Mei 2019 pukul 09.00
WITA. Pasien dikatakan kejang 15 menit SMRS. Pasien mengalami kejang di
tangan kanan dan kiri. Kejang dikatakan berlangsung selama 2 menit. Pada
saat kejang pasien dikatakan tidak sadar, kedua tangan pasien dikatakan
menghentak – hentak dan mata mendelik ke atas. Setelah kejang pasien sadar
dan langsung menangis. Awalnya pasien mengalami demam sejak 8 jam
SMRS (9 Mei 2019) dan pada pukul 01.00. Pasien sempat diberikan obat
penurun demam, dan demam menurun, namun 4 jam kemudian pasien
kembali demam. Kemudian sekitar pukul 08.00 wita pasien dibawa ke bidan
dan disana pasien mengalami kejang. Kejang dikatakan hanya 1 kali. Saat
kejang pasien tidak diberikan obat dan langsung dibawa ke rumah sakit.
Pasien mengeluhkan demam pada seluruh tubuh sebelum timbul kejang.
Demam muncul setelah sebelumnya pasien mengeluhkan batuk (+), pilek (+)
mengeluarkan cairan berwarna bening. Saat kejang demam dikatakan sampai
38,5oC. Sesak tidak ada, BAB/BAK dalam batas normal. Kebiasaan makan
dan minum pasien berkurang sejak pasien demam. Keluhan lain seperti
riwayat terjatuh dengan terbentur kepala, pingsan, nyeri kepala dan muntah
disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah memiliki riwayat kejang atau kejang demam
sebelumnya. Riwayat penyakit kronis lainnya seperti epilepsi, asma,
infeksi yang lama disangkal. Pasien dikatakan selama ini belum pernah
memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga

2
Orang tua pasien tidak ada yang memiliki riwayat kejang demam
ataupun epilepsi. Untuk riwayat penyakit kronis pada orang tua pasien
seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung disangkal.Dari
keluarga pasien, baik ayah maupun ibu juga dikatakan tidak ada yang
memiliki alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan.
f. Riwayat Lingkungan, Sosial dan Pribadi
Pasien merupakan anak kedua dan tinggal bersama orang tua dan
kakaknya. Tidak ada di lingkungan tempat tinggal pasien yang
memiliki keluhan kejang seperti yang dialami pasien. Lingkungan
tempat tinggal pasien cukup bersih.
g. Riwayat Tumbuh Kembang
Menegakkan kepala : 3 bulan
Membalik badan : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 13 bulan
h. Riwayat Imunisasi
Pasien mengatakan sudah mendapatkan imunisasi dasar sesuai jadwal
yang ditentukan oleh puskesmas.
i. Riwayat Nutrisi
ASI : 0- 24 bulan
Susu formula : 6 bulan – 36 bulan
Bubur susu : 6 bulan – 12 bulan
Nasi tim : 12 bulan- sekarang
Makanan dewasa : -
j. Status Antopometri:
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 75 cm
Berat Badan Ideal WHO : 9,2 kg
Status Gizi berdasarkan WHO :
o BB/U : - 2 SD s/d 0 SD (gizi baik)
o TB/U : 0 SD s/d 2 SD (gizi baik)
o BB/TB : 0 SD s/d 1 SD (gizi baik)

3
III. Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Nadi : 100 kali/menit
Respirasi Rate : 20 kali/menit
Suhu Aksila : 39,0 0C
Berat badan : 70 kilogram
Tinggi Badan: 159 cm
b. Status General
Kulit : ikterus (-), sianosis (-)
Kepala : normocephali
Mata : pucat (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor (+/+) simetris 3
mm , refleks pupil (+/+)
THT
Telinga: sekret (-)
Hidung : sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Tenggorokan : hiperemis (+)
Lidah : tampak bersih, pembesaran (-)
Mulut : celah palatum (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
Thorax : pergerakan dada simetris
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi :
Batas kanan atas: ICS II Linea Sternalis Dextra
Batas kanan bawah: ICS IV Linea Parasternalis Dextra
Batas kiri atas : ICS II Linea Parasternalis Sinistra
Batas kiri bawah:ICS IV Linea Medio Clavivula Sinistra
Auskultasi : S1-S2 tunggal, regular, Murmur: (-)
Paru :
Inspeksi : Simetris (+) Retraksi (-)
Palpasi : Vocal Fremitus Normal
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Vesikular(+/+), Rhonki(-/-), Wheezing(-/-)

4
+ + - - - -

+ + - - - -

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, pelebaran vena


+ + - - - -
(-), hepar teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan
simpisis (+)

Ekstremitas :
Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Darah Lengkap (07/07/2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan


WBC 20,0 4,0-12,0 H
Gran% 69,0 50,0-70,0 N
Lymp% 26,6 20,0-40,0 N
HGB 16,0 11,0-16,0 N
MCV 80,9 80,0-100,0 N
MCH 27,5 27,0-54,0 N
MCHC 34,0 32,0-36,0 N
HCT 47,1 37-49 N
PLT 274 150-450 N

Pemeriksaan Elektrolit (07/07/2018)


Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Hasil
Natrium (133-155) mmol/L 136
Kalium (3,5-5,5) mmol/L 3,6
Chlorida (95-108) mmol/L 103
Gula darah acak <150 mg/dl 106

5
V. Diagnosis
Hiperpirexia + KD Plus ec Rhinotonsilofaringitis akut + Obesitas +DD
VI. Penatalaksanaan
- MRS
- IVFD tridex 27 B 20 tpm
- Taxegram 3x1gr (IV)
- Paracetamol 4x70cc (IV)
- Stezolid 3x5 mg (PO) jika suhu >38 0C

TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM PLUS

I. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu >38 0C)
dengan metode pengukuran suhu apapun yang disebabkan oleh proses
ekstrakranial. Kejang demam plus merupakan kejang demam yang terjadi
setelah usia 5 tahun atau kejang dengan tidak adanya peningkatan suhu
yang sangat tinggi, atau kejang umum tonik-klonik non-febris umum.1,2

II. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. WHO
memperkirakan pada tahun 2005 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita
kejang demam dan angka kejadian kejang demam bervariasi diberbagai
negara. Di Asia angka kejadian kejang demam cenderung tinggi, seperti di
Guam 14%, India 5-10%, Jepang 8,8% dan Indonesia 4%. Di Bali
berdasarkan data RSUP Sanglah pada tahun 2010 terdapat 342 kasus anak
dengan kejang demam dan meningkat menjadi 386 kasus pada tahun 2011.
Kejadian kejang demam pada anak yang disebabkan oleh riwayat keluarga
memperoleh hasil sebesar 42,1%. Menurut penelitian Bethune
mengemukakan bahwa 17% kejadian kejang demam dipengaruhi oleh
faktor keturunan. Berdasarkan penelitian Faudi menunjukkan bahwa anak
yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang berisiko 4,5 kali untuk
mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki
keluarga dengan riwayat kejang. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa

6
kejang demam lebih dominan terjadi pada laki-laki (71,4%) dibandingkan
dengan perempuan (28,6%). Penelitian melaporkan adanya pengaruh
perbedaan ras pada kulit putih berisiko lebih kecil (3,5%) dibandingkan
dengan dengan ras kulit hitam (4,2%).1,3

III. Etiologi
Etiologi kejang demam sampai saat ini belum dapat diketahui dengan
pasti, akan tetapi umur anak, tinggi, dan cepatnya suhu meningkat dapat
berpengaruh terhadap timbulnya kejang. Pasien dengan kejang demam 25
– 40% memiliki riwayat keluarga positif kejang demam. Frekuensi
kekambuhan kejang demam dengan adanya riwayat pada saudara kandung
berkisar 9% sampai 22%. Rasio kejadian kejang demam pada anak laki-
laki dibandingkan perempuan berkisar dari 1,1:1 sampai 2:1. Hal ini
disebabkan karena tingkat testosteron pada laki-laki yang tinggi. Semua
jenis infeksi yang bersumber dari luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang
sering dapat menyebabkan kejang demam adalah infeksi saluran
pernapasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut,
gastroenteritis akut, exantema subitum, dan infeksi saluran kemih.3

IV. Klasifikasi
Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung singkat
(kurang dari 15 menit), tonik-klonik, terjadi kurang dari 24 jam tanpa
gambaran fokal dan pulih dengan spontan. Kejang demam sederhana
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam
kompleks biasanya menunjukkan gambaran kejang fokal atau parsial satu
sisi atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Durasinya lebih dari
15 menit dan berulang atau lebih dari 1 kali kejang selama 24 jam. 1,4
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali, dan di antara bangkitan kejang kondisi
anak tidak sadarkan diri. Kejang lama terjadi pada sekitar 8% kejang
demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau

7
lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16% kejang demam.2
V. Faktor Risiko
1. Riwayat Keluarga
Berdasarkan penelitian studi kasus kontrol yang dilakukan oleh Faudi,
A., dkk (2010) di RSUP Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak
yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang berisiko 4,5 kali untuk
mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak yang tidak
memiliki keluarga dengan riwayat kejang.
2. Faktor Prenatal
Usia Ibu pada saat hamil sangat menentukan status kesehatan nayi
yang akan dilahirkan. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan
persalinan. Komplikasi kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan
prematuritas, berat badan lahir rendah dan partus lama. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia. Pada keadaan
asfiksia akan terjadi hipoksia dan iskemia. Sehingga keadaan tersebut
dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi atau meningkatnya
fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada
rangsangan yang memadai.
3. Faktor Perinatal
Berdasarkan penelitian studi kasus kontrol yang dilakukan oleh Faudi,
A., dkk (2010) di RSUP Kariadi Semarang menunjukkan bayi yang
lahir dengan berat badan <2500 gram 1,5 kali berisiko untuk menderita
kejang demam. 5
VI. Patofisiologi
Proses terjadinya kejang demam diawali oleh peningkatan suhu tubuh.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel
neuron akibatnya terjadi lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke

8
membran sel yang berdekatan dengan bantuan neurotransmiter sehingga
terjadi kejang.
Jadi dapat disimpulkan demam dapat menimbulkan kejang melalui
mekanisme sebagai berikut4:
1. Demam dapat menurunkan ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/imatur.
2. Dehidrasi akan menyebabkan gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membrane sel.
3. Peningkatan metabolisme basal akan menyebabkan terjadinya timbunan
asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron.
4. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan ion-
ion keluar dan masuk.

VII. Pemeriksaan dan Diagnosis


Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

a) Anamnesis
Anamnesis dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung
diagnosis ke arah kejang demam, seperti1,5
· Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
· Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang
adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang
demam dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu
sudah relatif normal, riwayat demam yang sering, kejang demam
pertama berupa kejang demam komlpeks.
· Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti
genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi,
serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.

9
Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:
- Suhu tubuh mencapai 39°C.
- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan
lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala
kejang tergantung pada jenis kejang.
- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar.
a) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan kesadaran,
suhu tubuh, tanda meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial,
dan tanda infeksi di luar SSP. Pemeriksaan fisik neurologis penting
dilakukan, walaupun umumnya tidak ditemukan kelainan.1,4
b) Pemeriksaan penunjang
· Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula
darah dan urinalisa.1
· Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang
atau memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam.
· Pencitraan
Computed Tomography scan (CT-scan), dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologis
karena umumnya menunjukkan hasil yang normal. CT-scan dan MRI
dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang bersifat
sementara maupun kejang fokal sekunder. CT-scan biasanya tidak perlu
dalam evaluasi pada anak dengan kejang demam sederhana pertama kali.

10
CT scan dilakukan pada anak dengan kejang demam kompleks. CT-scan
atau MRI tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti5:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VII
3. Papiledema

VIII. Penatalaksanaan
a) Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Biasanya kejang demam
berlangsung singkat dan saat pasien datang, kejang sudah berhenti.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau jika kejang
terjadi di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg
dan diazepam rektal 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. 1 Jika
anak di bawah usia 3 tahun dapat diberi diazepam rektal 5 mg dan
untuk anak di atas usia 3 tahun diberi diazepam rektal 7,5 mg. Jika
kejang belum berhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval 5 menit. Jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih tetap kejang, dianjurkan untuk di bawa ke rumah sakit. Pada
waktu pasien sedang kejang semua pakaian yang ketat dibuka, dan
pasien dimiringkan kepalanya apabila muntah untuk mencegah aspirasi.
Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin.1,7
b) Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun para
ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
paracetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak boleh lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4
kali sehari. Meskipun jarang, acetylsalicylic acid dapat menyebabkan
sindrom Reye, terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga tidak
dianjurkan.1,7

c) Pengobatan Profilaksis
· Antikonvulsan Intermiten

11
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya saat demam untuk mencegah
serangan kejang berulang. Kejang demam yang berlangsung lama
dapat meningkatkan resiko terjadinya kerusakan otak yang menetap.
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu
faktor resiko1:
- Kelainan neurologis berat seperti palsi serebral
- Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun atau 3 kali/6 bulan
- Usia <6 bulan
- Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 C
- Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0.3mg/kg/kali per oral
atau 0.5 mg/kg/kali per rektal (5mg untuk BB <12kg dan 10 mg untuk
BB lebih atau sama dengan 12kg) sebanyak 3x, diberikan selama 48
jam pertama demam. Diazepam oral tiap 8 jam saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus. Dosis
tersebut dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat
pada 25-39% kasus.
· Antikonvulsan Rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan, maka Pengobatan rumatan atau kontinyu hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek, yaitu apabila pada
pasien terdapat1:
- Kejang fokal
- Kejang lama dengan durasi >15 menit
- Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang misalkan palsi serebral, hidrosefalus, dan hemiparesis.
Obat yang dapat diberikan pada dosis rumatan adalah fenobarbital
atau asam valproate setiap hari selama 1 tahun. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Oleh karena fenobarbital dapat menimbulkan

12
gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40–50% kasus. Dosis
asam valproat 15-40 mg/ kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan
phenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.

IX. Komplikasi
Komplikasi gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak
antara lain: 1,2

· Kejang Demam Berulang.


Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih
dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko
berulangnya kejang demam yaitu:

a. Usia anak ≤12 bulan pada saat kejang demam pertama

b. Riwayat kejang demam dalam keluarga

c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam

d. Riwayat demam yang sering

e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Bila seluruh faktor diatas, ada kemungkinan berulangnya kejang


demam adalah 80%. Sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut,
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10% - 15%.

· Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan


tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.
· Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung
lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang demam
menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu:
a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama.
c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam
kompleks.

13
X. KIE
Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua dan tak
jarang orang tua menganggap anaknya akan meninggal. Pertama, orang tua
perlu diyakinkan dan diberi penjelasan tentang risiko rekurensi serta
petunjuk dalam keadaan akut. Lembaran tertulis dapat membantu
komunikasi antara orang tua dan keluarga penjelasan terutama pada1
• Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik.
• Memberitahukan cara penanganan kejang.
• Memberi informasi mengenai risiko berulang.
• Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus diingat
risiko efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan saat kejang:
• Tetap tenang dan tidak panik.
• Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
• Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun lidah
mungkin tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
• Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang.
• Tetap bersama pasien selama kejang.
• Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
• Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih.

XI. Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah1,7:

14
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.
2. Usia kurang dari 12 bulan.
3. Suhu tubuh kurang dari 39 C saat kejang.
4. Interval waktu yang singkat antara mulainya demam dan terjadinya
kejang (<1 jam).
5. Apabila kejang pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya
kejang demam paling besar pada tahun pertama.

PEMBAHASAN
KEJANG DEMAM PLUS

Teori Kasus
Definisi, Etiologi dan Epidemiologi Pasien berusia 10 tahun datang ke
Kejang demam plus merupakan IGD dengan keluhan panas.
kejang demam yang terjadi setelah Pemeriksaan vital sign didapatkan

15
usia 5 tahun atau kejang dengan tidak suhu tuubuh yaitu 40,4C, saat
adanya peningkatan suhu yang sangat observasi pasien kejang. Kejang
tinggi, atau kejang umum tonik- bersifat tonik klonik terjadi dengan
klonik non-febris umum. frekuensi 1 kali dan durasi kejang ±
10 menit kemudian kejang berhenti
dengan spontan. Sebelum kejang,
kesadaran pasien baik namun saat
kejang pasien tidak sadar dan setelah
kejang pasien kembali sadar.
Kelengkapan kasus kurang
· Keluhan utama seharusnya
berdasarkan keluhan yang dapat
membawa pasien untuk masuk
RS. Pada kasus disebutkan
keluhan utama demam,
seharusnya keluhan utamanya
yaitu kejang, sehingga
mempermudah kita dalam
menentukan diagnosis nantinya.

16
Kelengkapan Data Rekam Medis
Nama, umur, tempat dan tanggal - Nama : GNAYR
- Usia : 10 tahun
lahir, jenis kelamin, alamat, agama,
- Jenis kelamin : Laki-laki
no telp yang bisa dihubungi, tanggal - Alamat :Tegal Saat
MRS, nomor rekam medis. Pejeng Kangin
- Agama : Hindu
- Suku/bangsa : Bali
- No. RM. : 627243
Kelengkapan data kurang
· Alamat seharusnya lebih
diperjelas
· Nomer telfon yang bisa
dihubungi

Anamnesis:
a. Secred seven  keluhan utama Pasien berusia 10 tahu datang ke
(onset, lokasi, kualitas, kuantitas, RSUD Sanjiwani pada tanggal 7 Juli
faktor memperberat, faktor 2018 pukul 20.00 wita dengan
memperingan, keluhan penyerta). keluhan demam yang dirasakan sejak
6 jam sebelum masuk rumah sakit,
- Pada anamnesis akan didapatkan, demam didahului oleh batuk dan
pasien datang dengan keluhan pilek dua hari sebelumnya (5/7/2018).
kejang yang didahului demam. Sebelumnya pasien sudah datang ke
Beberapa hari sebelum timbulnya praktek dokter spesialis anak 3 jam
kejang, pasien biasanya mengalami sebelum masuk rumah sakit dan
batuk, pilek, ataupun keadaan lain sudah diberikan obat paracetamol,
yang memicu demam. Selain itu cefadroxil, chlorperamine dan
perlu ditanyakan juga mengenai dexametason namun keluhan tidak
kejangnya, baik jenis, kesadaran, kunjung membaik, lalu pasien dibawa
lama kejang, suhu sebelum dan saat ke RSUD Sanjiwani Gianyar. Pada
kejang, frekuensi pukul 20.00 suhu tubuh pasien 39,5oC
lalu diberikan pamol 500mg supp.

17
Kemudian pukul 21.00 wita, suhu
tubuh pasien 40,4oC lalu mengalami
kejang. Kejang bersifat tonik klonik
terjadi dengan frekuensi 1 kali dan
durasi kejang ± 10 menit kemudian
kejang berhenti dengan spontan.
Sebelum kejang, kesadaran pasien
baik namun saat kejang pasien tidak
sadar dan setelah kejang pasien
kembali sadar. Makan dan minum
dalam batas normal. BAB & BAK
dalam batas normal.
* Penegakan diagnosis sudah dapat
ditegakan 80% dari anamnesis,
sebaiknya setelah anamnesis sudah
bisa diarahkan kasus ini pada
diagnosis tertentu.

b. Fundamental Four (riwayat - Riwayat penyakit sekarang : sudah


penyakit sekarang, penyakit dahulu, dijelaskan pada anamnesis secred
penyakit keluarga dan riwayat seven.
sosial/lingkungan). Tambahan - Riwayat penyakit dahulu:
informasi lainnya: riwayat Pasien sebelumnya pernah
pengobatan, riwayat persalinan, mengalami panas badan disertai
riwayat imunisasi, riwayat nutrisi kejang sebanyak dua kali. Kejang
dan tumbuh kembang. demam pertama pada usia 10 bulan,
dibawa ke rumah sakit dan
diberikan obat namun ibu pasien
lupa obat apa yang diberikan pada
saat itu. Kejang demam kedua pada
usia 5 tahun dan pada saat itu pasien
masuk rumah sakit selama 6 hari,

18
dilakukan pemeriksaan EEG dan
menunjukan gelombang yang
lambat. Dua hari yang lalu pasien
sudah mengalami batuk dan pilek.

- Riwayat keluarga: Tidak ada


anggota keluarga pasien yang
memiliki keluhan yang sama seperti
pasien. Riwayat penyakit kronis
pada seperti hipertensi, jantung,
tuberculosis, diabetes mellitus
disangkal oleh keluarga.

- Riwayat Sosial: Pasien merupakan


anak kedua dan tinggal bersama
orang tua dan kakaknya. Pasien
merupakan seorang pelajar kelas 3
SD di SLB. Dikatakan lingkungan
rumah cuckup bersih.

- Riwayat persalinan: Pasien lahir


secara SC dan ditolong oleh dokter
dengan berat badan lahir 3400 gram,
panjang badan 51 cm, lingkar kepala
dan lingkar dada dikatakan lupa.
Segera menangis, anus (+),
polidaktili pada tangan dan kaki (+)

- Riwayat imunisasi: pasien sudah


mendapatkan imunisasi dasar sesuai
jadwal.
- Riwayat nutrisi: hanya
mengkonsumsi ASI sejak 0 bulan –
24 bulan, susu formula 6 bulan – 36

19
tahun, bubur susu 6-12 bulan.

- Riwayat tumbuh kembang:


Menegakan kepala pada usia 4
bulan, membalik badan pada usia 5
bulan, duduk pada usia 7 bulan,
merangkak pada usia 10 bulan,
berdiri pada usia 12 bulan, berjalan
pada usia 13 bulan dan berbicara
pada usia 13 bulan.
Kelengkapan anamnesis kurang
· Keluhan utama seharusnya
berdasarkan keluhan yang dapat
membawa pasien untuk masuk
RS. Pada kasus disebutkan
keluhan utama demam,
seharusnya keluhan utamanya
yaitu kejang, sehingga sesuai
dengan diagnosis nantinya.
· Demam harus lebih diperinci
perihal jenis, kapan datangnya,
kronologis serta faktor yang
memperberat dan memperingan.
Pemeriksaan Fisik:
Berdasarkan pemeriksaan fisik dari
Pada pemeriksaan fisik yang dinilai
status present didapatkan kesadaran
adalah status present (kesadaran,
compos mentis, suhu aksila 39,0°C,
nadi, frekuensi nafas dan temperatur),
nadi 100 x/menit, frekuensi napas 20
status gizi (berat badan, tinggi badan,
x/menit. Dari pemeriksaan status gizi
berat badan ideal, dan status gizi),
didapatkan berat badan pasien yaitu
status general (kepala, mata, THT,
70 kg, tinggi badan 83 cm, berat
toraks, abdomen dan ekstermitas),
badan ideal CDC 32 kg. Pada
tanda meningeal, tanda peningkatan
pemeriksaan status general, inspeksi
tekanan intrakranial, dan tanda

20
infeksi di luar SSP. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya hiperemis pada
neurologis penting dilakukan, tenggorokan. Pemeriksaan status
walaupun umumnya tidak ditemukan general lainnya dalam batas normal.
Pemeriksaan neurologis tidak
kelainan
dilakukan

Kasus kurang sesuai dengan teori

· Pemeriksaan neuorologi tidak


dilakukan

Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin
Pada kasus sudah dilakukan
pada kejang demam, dapat untuk
pemeriksaan darah lengkap dan
mengevaluasi sumber infeksi
elektrolit. Terdapat WBC 20,0 (H)
penyebab demam, atau keadaan lain
dan dalam pemeriksaan elektrolit
misalnya gastroenteritis dehidrasi
dalam batas normal.
disertai demam. Pemeriksaan
elektroensefalografi (EEG) tidak Kasus sudah sesuai dengan teori
direkomendasikan karena tidak dapat
· Pemeriksaan EEG dan MRI
memprediksi berulangnya kejang
tidak dilakukan karena tidak
atau memperkirakan kemungkinan
sesuai memenuhi syarat.
epilepsi pada pasien kejang demam.
Computed Tomography scan (CT-
scan), dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) tidak dianjurkan pada
anak tanpa kelainan neurologis
karena umumnya menunjukkan hasil
yang normal. CT-scan dan MRI dapat
mendeteksi perubahan fokal yang
terjadi baik yang bersifat sementara
maupun kejang fokal sekunder.
Diagnosis
Hiperpirexia + Kejang Demam Plus Diagnosis sudah sesuai namun harus
ec Rhinotonsilofaringitis akut +

21
Obesitas lebih didahulukan dengan keadaan
yang lebih memicu pasien untuk
dirawat

Kejang demam plus sebagai penyakit


utama harus lebih didahulukan saat
penulisan diagnosis

Kejang Demam Plus ec


Hiperpirexia +
Rhinotonsilofaringitis akut +
Obesitas

Diagnosis banding harus


ditambahkan

Penatalaksanaan:
Pengobatan Fase Akut
Pada saat di IGD sudah diberikan
Obat yang praktis dan dapat
sanmol supp dan saat kejang pasien
diberikan oleh orang tua atau jika
diberikan O2 nasal kanul
kejang terjadi di rumah adalah
diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, Kasus tidak sesuai dengan teori
atau diazepam rektal 5 mg untuk
· Penanganan fase akut meliputi
anak dengan berat badan kurang dari
pemeberian O2 dan dizepam
12 kg dan diazepam rektal 10 mg
rectal 0,5-0,75 mg/kgBB/kali
untuk berat badan lebih dari 12 kg.
atau 5mg pada anak dengan BB
Jika setelah 2 kali pemberian
<12kg atau 10 mg bagi anak
diazepam rektal masih tetap kejang,
dengan BB >12 kg. Pada kasus
dianjurkan untuk di bawa ke rumah
seharusnya diberikan diazepam
sakit. Pada waktu pasien sedang
reckal 10 mg, namun tidak
kejang semua pakaian yang ketat
dilakukan di IGD.
dibuka, dan pasien dimiringkan
kepalanya apabila muntah untuk Penatalaksanaan yang diberikan pada
mencegah aspirasi. Jalan napas harus kasus yaitu:
bebas agar oksigenasi terjamin.

22
Pemberian obat pada saat demam - MRS
- IVFD tridex 27 B 20 tpm
Dosis paracetamol adalah 10-15
- Taxegram 3x1gr (IV)
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari. - Paracetamol 4x70cc (IV)
- Stezolid 3x5 mg (PO) jika
Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali,
suhu >38 0C
3-4 kali sehari.

Penatalaksanaan lanjutan sudah


Pengobatan Profilaksis
sesuai dengan teori
· Antikonvulsan Intermiten
Yang dimaksud dengan obat
antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya
saat demam untuk mencegah
serangan kejang berulang. Profilaksis
intermiten diberikan pada kejang
demam dengan salah satu faktor
resiko:
- Kelainan neurologis berat seperti
palsi serebral
- Berulang 4 kali atau lebih dalam
setahun atau 3 kali/6 bulan
- Usia <6 bulan
- Bila kejang terjadi pada suhu
tubuh kurang dari 39 C
- Apabila pada episode kejang
demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat
Obat yang digunakan adalah
diazepam oral 0.3mg/kg/kali per
oral atau 0.5 mg/kg/kali per rektal
(5mg untuk BB <12kg dan 10 mg
untuk BB lebih atau sama dengan
12kg) sebanyak 3x, diberikan

23
selama 48 jam pertama demam.
· Antikonvulsan Rumat
Pengobatan rumatan atau kontinyu
hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek,
yaitu apabila pada pasien terdapat:
- Kejang fokal
- Kejang lama dengan durasi >15
menit
- Terdapat kelainan neurologis
yang nyata sebelum atau sesudah
kejang misalkan palsi serebral,
hidrosefalus, dan hemiparesis.
Obat yang dapat diberikan pada dosis
rumatan adalah fenobarbital atau
asam valproate setiap hari selama 1
tahun. Dosis asam valproat 15-40 mg/
kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan
phenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari
dalam 1-2 dosis.

Berdasarkan pembahasan teori dan kasus di atas telah terdapat kesesuaian antara
diagnosis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) serta penatalaksanaan kejang demam
plus, namun dari pemeriksaan fisik belum dilakukan pemeriksaan neurologis pada
kasus yang mencakup pemeriksaan yang dianjurkan pada teori.

BAB V

SIMPULAN

24
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu >38 0C) dengan
metode pengukuran suhu apapun yang disebabkan oleh proses ekstrakranial.
Kejang demam plus merupakan kejang demam yang terjadi setelah usia 5 tahun
atau kejang dengan tidak adanya peningkatan suhu yang sangat tinggi, atau kejang
umum tonik-klonik non-febris umum. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam. Kejang demam
dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kompleks. Kejang demam sederhana
yaitu kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang demam sederhana tidak berulang dalam
24 jam, kejang jenis ini merupakan 80% dari seluruh kejang demam. Kejang
demam kompleks yaitu kejang dengan salah satu ciri kejang lama lebih dari 15
menit, berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam. Diagnosis dari kejang
demam ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Penatalaksanaan dari kejang demam yaitu pemberian anti piretik, anti
kejang dan obat rumatan untuk mencegah eksaserbasi dari kejang.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien kasus sudah sesuai dengan teori.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI, 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Pp: 1-14

2. Tanto C, 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Pp: 102-104

3. Kimia et al, 2015. Febrile Seizure: Emergency Medicine Perspective. Pp: 292-294

4. Chung S, 2014. Febrile Seizure.Korean J Pediatrc. Pp: 384-387

5. Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. 2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada
Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Diponegoro. Semarang. Pp:
144-146

5. Stevens C, 2017. Neurogenic. Clinicalkey.555-563

6. Wintermark M, 2017. R-Scan: Imaging For Pediatric Simple Febrile Seizure. P: 1064

7. SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah. Pedoman Pelayanan Medis.


Denpasar: RSUP Sanglah. P. 311

26

Anda mungkin juga menyukai