Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

DEFINISI

 Asesmen pasien adalah proses yang sistematis untuk mengidentifikasi masalah pada
pasien yang informasinya digunakan untuk merencanakan pemeriksaan selanjutnya dan
merencanakan pengobatan.
 Asesmen awal adalah asesmen yang dilakukan saat pasien datang pertama kali ke rumah
sakit.
 Asesmen awal medis adalah asesmen awal yang dilakukan oleh dokter baik dokter
penanggung jawab pasien (DPJP) maupun dokter jaga.
 Asesmen awal keperawatan adalah asesmen awal yang dilakukan oleh perawat.
 Asesmen awal kebidanan dan kandungan adalah asesmen awal yang dilakukan oleh
bidan.
 Asesmen lanjut adalah asesmen yang dilakukan setelah menemukan masalah atau potensi
masalah pada asesmen awal.
 Asesmen tambahan adalah asesmen yang dilakukan ke bidang spesialisasi lain sesuai
kebutuhan pasien yang ditentukan melalui asesmen awal.
 Asesmen ulang adalah asesmen yang diulang dalam periode waktu tertentu sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan pasien.
 Isi minimal asesmen adalah data yang harus ada pada tiap asesmen awal.
 Kerangka waktu asesmen awal adalah periode waktu untuk melengkapi asesmen awal.
 Asesmen gizi adalah asesmen yang dilakukan untuk mengetahui masalah atau potensi
masalah gizi pasien.
 Asesmen fungsional adalah asesmen yang dilakukan untuk mengetahui masalah atau
potensi masalah pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1. Asesmen Awal


Asesmen awal dilakukan untuk tiap pasien baru di IGD, rawat jalan dan rawat inap.
Karakteristik asesmen awal adalah :
 memiliki isi minimal asesmen
 diselesaikan dalam waktu 1 x 24 jam untuk pasien rawat inap dan lebih cepat untuk
asesmen yang dilakukan untuk pasien IGD dan rawat jalan
 dibuat oleh DPJP untuk asesmen awal medis, perawat untuk asesmen awal keperawatan,
dan bidan untuk asesmen awal kebidanan dan kandungan
Isi minimal asesmen memiliki beberapa variasi antara lain :
 Variasi subyek : dewasa, anak, bayi, neonatus
 Variasi pembuat asesmen :
 medis dibuat oleh dokter
 keperawatan dibuat oleh perawat
 kebidanan dan kandungan dibuat oleh bidan
 Variasi lokasi :
 IGD : asesmen triase terintegrasi
 rawat inap : asesmen populasi khusus, asesmen risiko dekubitus
Isi minimal asesmen awal medis umumnya memiliki data yang sama yaitu :
 Identitas
 Anamnesis : keluhan utama, riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, kondisi sosial, ekonomi dan pendidikan, kondisi psikologi
 Penilaian skala nyeri
 Pemeriksaan fisik : tanda vital, antropometri, status generalis, status lokalis
 Pemeriksaan penunjang : laboratorium, radiologi
 Diagnosis / masalah
 Rencana diagnosis, rencana terapi, edukasi
 Perencanaan pulang
 Tanggal dan jam, tanda tangan DPJP atau dokter yang menangani (untuk di IGD)
Untuk asesmen awal keperawatan serta kebidanan dan kandungan meliputi aspek
pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan beberapa asesmen lain yang termasuk dalam
asesmen awal yaitu :
 asesmen nyeri
 asesmen fungsional

2
 asesmen risiko jatuh
 asesmen risiko dekubitus
 asesmen populasi khusus
 asesmen kematangan neuromuskular
Asesmen awal gizi dilakukan oleh dokter, perawat dan bidan saat melakukan asesmen awal
medis, keperawatan serta kebidanan dan kandungan. Khusus di ruang rawat inap, dilakukan
asesmen awal gizi secara khusus oleh dietisien.
Perencanaan pulang merupakan bagian dari asesmen awal yang harus dilengkapi dalam 24
jam pertama pasien dirawat.

2.2. Asesmen Lanjut


Bila ditemukan potensi masalah pada asesmen awal, dilakukan asesmen lanjut untuk
mengidentifikasi lebih lengkap dan merencanakan penatalaksanaannya. Yang termasuk
asesmen lanjut adalah asesmen gizi, fungsional dan nyeri.
Asesmen awal gizi dilakukan oleh dietisien (ahli gizi). Pasien yang diskrining berpotensi atau
memiliki masalah gizi harus menjalani asesmen lanjut gizi. Dalam hal ini dietisien membuat
rekomendasi untuk DPJP agar melakukan konsultasi kepada spesialis gizi klinik yang akan
melakukan asesmen lanjut dan tatalaksana gizi.
Asesmen awal fungsional dilakukan oleh perawat. Pasien yang diskrining berpotensi atau
memiliki masalah fungional harus menjalani asesmen lanjut fungsional. Dalam hal ini
perawat melaporkan kepada DPJP mengenai potensi atau masalah tersebut, lalu DPJP
melakukan perencanaan dan bila perlu melakukan konsultasi kepada spesialis rehabilitasi
medik yang akan melakukan asesmen lanjut dan tatalaksana fungsional.
Asesmen awal nyeri umumnya dimasukkan dalam asesmen awal medis, keperawatan, dan
kebidanan dan kandungan. Bila didapatkan rasa nyeri dilakukan asesmen lanjut mengenai
rasa nyeri tersebut yang meliputi lokasi, karakter, frekuensi dan durasi nyeri. Penyebab nyeri
juga harus diidentifikasi pada asesmen lanjut tersebut, umumnya dibedakan antara nyeri akut
dan nyeri kronik. Nyeri akut umumnya disebabkan oleh infeksi, inflamasi dan trauma,
sedangkan nyeri kronik didapatkan pada pasien keganasan dan degenerasi.

2.3. Asesmen Khusus


Asesmen awal yang baik dapat mengidentifikasi masalah pada pasien yang memerlukan
asesmen khusus dalam bentuk konsultasi kepada spesialis lain. Asesmen khusus tersebut
dapat berupa :
 konsultasi internal : konsultasi kepada spesialis lain di rumah sakit tersebut
 konsultasi eksternal : konsultasi kepada spesialis lain di luar rumah sakit tersebut

3
Asesmen khusus berupa permintaan konsultasi tersebut dicatat dalam formulir khusus dan
dimasukkan dalam rekam medik.

2.4. Asesmen Ulang


Asesmen ulang bertujuan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan sehingga dapat
melakukan perencanaan selanjutnya, baik perencanaan diagnostik dan pengobatan
selanjutnya maupun perencanaan pulang. Asesmen ulang dilakukan baik oleh dokter, perawat
dan bidan dan dicatat di dalam rekam medik baik secara terintegrasi maupun tersendiri dalam
formulir khusus yang keseluruhannya tetap dilaporkan kepada DPJP. Periode asesmen ulang
disesuaikan dengan kondisi pasien yang bervariasi antara beberapa jam hingga hari. Selain itu
dietisien dan staf rehabilitasi medik juga melakukan asesmen ulang dengan periode tertentu
dan diverifikasi oleh spesialis gizi klinik dan spesialis rehabilitasi medik.

2.5. Asesmen Praoperasi


Asesmen praoperasi harus dibuat sebelum tindakan operasi dan anestesi. Asesmen praoperasi
dilakukan oleh DPJP operator dan spesialis anestesi yang akan melakukan pembiusan dan
dicatat dalam formulir khusus dalam rekam medik.

2.6. Asesmen Saat Transfer


Tujuan transfer pasien dalam rumah sakit bervariasi antara lain :
 transfer ke dan dari unit perawatan intensif
 transfer ke dan dari ruang operasi
 transfer ke dan dari ruang hemodialisis
 transfer ke dan dari ruang kemoterapi
 transfer ke dan dari ruang radiologi
Pada saat melakukan transfer ke dan dari ruang rawat lain atau ruang intensif dan ruang
operasi, perawat wajib melakukan pertukaran pasien dan melakukan asesmen mengenai
keadaan pasien saat itu. Asesmen tersebut dicatat dalam formulir khusus dalam rekam medik.
Untuk transfer pasien ke dan dari ruang hemodialisis, ruang kemoterapi, dan hemodialisis,
asesmen dilakukan pada CPPT.

2.7. Staf yang Melakukan Asesmen


Asesmen pasien dilakukan oleh dokter, perawat, dan bidan. Adapun jenis asesmen yang
dibuat adalah :
 dokter melakukan asesmen awal medis, asesmen ulang, asesmen khusus, asesmen
praoperasi

4
 perawat melakukan asesmen awal keperawatan (termasuk di dalamnya asesmen
fungsional, asesmen risiko jatuh, asesmen risiko dekubitus), asesmen ulang, asesmen saat
transfer
 bidan melakukan asesmen awal kebidanan dan kandungan (sama dengan perawat dan
ditambahkan hal khusus seperti asesmen kematangan neuromuskuler), kemajuan
persalinan (partograf), bayi baru lahir, asesmen ulang
Tenaga medis lain yang dapat melakukan asesmen ulang adalah :
 dietisien
 staf medis rehabilitasi medik
 farmasi klinik
Seluruh tenaga medis memiliki surat tanda registrasi dan bukti kompetensi, surat ijin praktek
dan surat keputusan Direktur.

2.8. Asesmen Terintegrasi


Seluruh asesmen awal dicatat dalam formulir khusus dan hasilnya dilaporkan kepada DPJP.
Asesmen ulang dicatat dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dan dalam
formulir observasi bagi perawat.
CPPT dapat diisi oleh dokter, perawat, bidan, dietisien, staf medis rehabilitasi medik dan
farmasi klinik. Mahasiswa kedokteran S1, mahasiswa keperawatan, dan siswa perawat atau
bidan tidak diperkenankan melakukan pengisian CPPT. Temuan oleh tenaga kesehatan lain
tersebut dikomunikasikan dengan perawat dan bidan yang akan dituliskan oleh perawat dan
bidan di dalam CPPT.
Dokter yang melakukan pengisian di CPPT adalah :
 DPJP
 dokter spesialis lain yang dikonsultasikan untuk rawat bersama dan harus melakukan
asesmen ulang dalam periode yang telah ditetapkan
 dokter case manager saat mewakili DPJP
 dokter jaga

2.9. Pemberian Informasi Hasil Asesmen


Informasi hasil asesmen diberikan pada pasien atau keluarga oleh DPJP atau dengan
persetujuan DPJP melalui case manager, dokter jaga maupun perawat dan bidan. Pemberian
informasi tersebut dicatat dalam formulir informasi dan edukasi, sedangkan bila menyangkut
persetujuan tindakan dan pengobatan tertentu, seperti pemberian transfusi dilakukan
pencatatan dalam formulir khusus. Pencatatan dilakukan dengan rinci dan menggunakan
bahasa yang dapat dimengerti pasien atau keluarga.

5
BAB III
TATALAKSANA

3.1. Asesmen Awal Medis


Asesmen awal medis dilakukan pada tiap pasien baru baik yang datang ke poliklinik
(Instalasi Rawat Jalan) maupun Instalasi Gawat Darurat dan dibuat oleh seorang dokter. Bila
pasien tersebut akhirnya dirawat, pembuatan asesmen awal di rawat inap adalah sebagai
berikut :
 Asesmen awal pasien rawat inap yang berasal dari poliklinik tidak perlu diulang, karena
asesmen awal tersebut telah dibuat oleh DPJP di poliklinik.
 Asesmen awal pasien rawat inap yang berasal dari IGD harus dibuat lagi oleh DPJP,
karena asesmen awal di IGD dibuat oleh dokter jaga. Pasien yang sebelumnya rawat jalan
teratur lalu masuk ke IGD dan dirawat tetap dibuat asesmen awal medisnya oleh DPJP di
ruang rawat meskipun pasien tersebut telah dibuat asesmen awal medisnya di poliklinik.
Asesmen awal baik di IGD maupun poliklinik akan menghasilkan informasi apakah pasien
dapat berobat jalan atau dirawat inap. Asesmen awal di poliklinik hanya dibuat saat pasien
pertama kali datang berobat.
Di IGD terdapat sistem triage yaitu pemilahan pasien berdasarkan ringan atau beratnya
keadaan pasien. Selain itu asesmen awal juga dapat mendeteksi pasien poliklinik yang harus
ditransfer segera ke IGD.
Isi minimal asesmen awal mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
269/MENKES/III/2008 dan pedoman dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yaitu :
 Identitas pasien : nomor rekam medik, nama, tanggal lahir, jenis kelamin
 Tanggal dan jam
 Unit
 Skor nyeri (menggunakan Visual Analogue Scale numerik dan gambar)
 Risiko jatuh
 Berat badan, tinggi badan, status gizi
 Anamnesis :
 Sumber : pasien sendiri / orang lain dengan hubungan dituliskan
 Riwayat penyakit sekarang (termasuk keluhan tambahan, data pemeriksaan dan
pengobatan sebelumnya)
 Alergi
 Riwayat penyakit dahulu / pengobatan / tindakan (tahun)
 Riwayat penyakit dalam keluarga (penyakit keturunan, penyakit menular, penyakit
kejiwaan)

6
 Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan (termasuk riwayat
perkawinan, obstetri, imunisasi, tumbuh kembang)
 Pemeriksaan umum :
 KU / kesadaran / mental, GCS
 Tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan
 Pemeriksaan fisik dan khusus
 Masalah (dapat berupa diagnosis, gejala, kelainan dan keadaan lain berdasarkan konsep
biopsikososial)
 Rencana penatalaksanaan
 Rencana diagnosis
 Rencana terapi
 Edukasi pasien dan keluarga
 Tanggal dan jam
 Nama dan tanda tangan dokter yang menangani
 Nama dan tanda tangan DPJP

Pada prinsipnya pemeriksaan fisik untuk pasien gawat darurat, terutama pada kasus trauma,
terdiri dari survei primer ABCD (airway, breathing, circulation, disabilitation) dan survei
sekunder. Survei primer meliputi :
 Airway :
 Nilai patensi saluran napas : adakah napas cuping hidung, kontraksi otot bantu napas
(m.sternocleidomastoid), stridor.
 Identifikasi potensi sumbatan saluran napas
Potensi sumbatan saluran napas terutama ditemukan pada pasien dengan kesadaran
menurun akibat jatuhnya lidah ke belakang. Hal yang menambah risiko adalah adanya
muntah, perdarahan intraoral akibat laserasi mukosa dan gigi yang hilang pada kasus
fraktur tulang muka, dan perdarahan hidung.
 Identifikasi kecurigaan adanya fraktur servikal agar tidak melakukan prosedur head-
tilt pada sumbatan saluran napas.
Kecurigaan fraktur servikal ditemukan pada pasien dengan cedera atau fraktur yang
terdapat di atas tulang klavikula. Pada keadaan demikian segera dilakukan
pemasangan collar splint sambil menunggu dilakukan rontgen servikal.
 Breathing
Inspeksi : adakah jejas pada dada atau punggung, tipe pernapasan
Palpasi : menghitung frekuensi napas
Perkusi : sonor, hipersonor atau pekak
Auskultasi : adakah vesikuler yang melemah, ronki, wheezing

7
 Circulation
 Penilaian frekuensi nadi, irama (teratur atau tidak) dan isi pulsasi (lemah/kuat).
Penilaian dilakukan pada a. radialis, namun bila sulit dilakukan pada a. karotis.

 Penilaian akral : hangat / dingin, warna (pucat/kebiruan), capilarry refill test (CRT)
(normal < 2 detik)
 Mencari adanya perdarahan
 Disability
Penilaian kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu dengan melakukan
penilaian terhadap mata (eye), pergerakan (movement) dan bicara (verbal) (Tabel 3.1 dan
Tabel 3.2.).

Tabel 3.1. Penilaian kesadaran pasien dewasa menggunakan GCS

Mata Terbuka spontan 4


Terbuka saat dipanggil/diperintah 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons 1
Pergerakan Mengikuti perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik diri (withdraw) terhadap rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 3
Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons 1
Verbal Orientasi baik 5
Disorientasi, bingung 4
Jawaban tidak sesuai 3
Suara yang tidak dimengerti (erangan, teriakan) 2
Tidak merespons 1

Keterangan :
Normal : E4 + M6 + V5 = 15
Penurunan kesadaran : ringan : 13 – 14
sedang : 9 – 12
berat :3–8

Survei sekunder meliputi pemeriksaan yang berurutan dan sistematis dari seluruh regio.
Survei sekunder dapat dilakukan secara simultan dengan survei primer untuk mendukung
diagnosis dan tatalaksana survei primer. Yang termasuk survei sekunder adalah :
 Kepala, wajah dan leher :

8
 Adakah jejas/luka (terutama yang melintasi daerah danger zone n.fasialis dan duktus
Stensoni, deformitas, perdarahan
 Mata : refleks cahaya, pupil isokor atau tidak
 Hidung : perdarahan, sekret, jejas/luka, deformitas
 Mulut : perdarahan, jejas/luka, gigi (patah, goyang, hilang), trismus, maloklusi
 Telinga : perdarahan, sekret, hematoma retroaurikula (Battle’s sign)
 Leher : jejas/luka, kaku kuduk

Tabel 3.2. Penilaian kesadaran pasien anak menggunakan GCS

usia < 2 tahun usia > 2 tahun


Mata Terbuka spontan Terbuka spontan 4
Terbuka saat dipanggil Terbuka terhadap suara 3
Terbuka terhadap rangsang Terbuka terhadap rangsang 2
nyeri nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1
Pergerakan Pergerakan normal Mengikuti perintah 6
Menarik diri (withdraw) Melokalisasi nyeri 5
terhadap sentuhan
Menarik diri (withdraw) Menarik diri (withdraw) 4
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Fleksi abnormal anggota Fleksi abnormal anggota 3
gerak terhadap rangsang nyeri gerak terhadap rangsang nyeri
Ekstensi abnormal anggota Ekstensi abnormal anggota 2
gerak terhadap rangsang nyeri gerak terhadap rangsang nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1
Verbal Berceloteh Orientasi baik 5
Menangis, gelisah Disorientasi, bingung 4
Menangis terhadap rangsang Jawaban tidak sesuai 3
nyeri
Merintih, mengerang Suara yang tidak dimengerti 2
(erangan, teriakan)
Tidak merespons Tidak merespons 1

Keterangan :
Normal : E4 + M6 + V5 = 15
Penurunan kesadaran : ringan : 13 – 14
sedang : 9 – 12
berat :3–8

 Dada
 Inspeksi : jejas/luka, pergerakan dinding dada
 Palpasi : fremitus, posisi trakea (miring atau tidak)

9
 Perkusi : sonor / hipersonor / pekak
 Auskultasi : vesikuler (melemah atau tidak), adakah ronki, wheezing; bunyi jantung
I/II, adakah murmur, gallop
 Abdomen
 Inspeksi : jejas/luka, distensi
 Palpasi : defans muscular, nyeri tekan, nyeri lepas
 Perkusi : timpani / pekak, nyeri ketok; mendeteksi asites
 Auskultasi : bising usus (normal / meningkat / melemah)
 Ekstremitas :
 Adakah jejas/luka, deformitas, perdarahan

3.1.1. Asesmen Awal Medis Gawat Darurat


Asesmen awal medis di IGD harus dilakukan dengan cepat dan tepat, untuk mendapatkan
informasi dari pasien sesegera mungkin dan mengidentifikasi kondisi yang mengancam
nyawa. Asesmen awal yang baik dapat menentukan apakah pasien memerlukan pelayanan
segera-gawat darurat (zona merah), sedang-gawat tidak darurat (zona kuning) atau ringan-
darurat tidak gawat atau tidak gawat tidak darurat (zona hijau) (Tabel 3.3.). Ada juga pasien
yang datang dalam keadaan sudah meninggal yang dimasukkan dalam zona hitam.

Tabel 3.3. Pemisahan pasien di IGD berdasarkan kegawatdaruratannya


PEMERIKSAAN MERAH KUNING HIJAU HITAM
KESADARAN GCS<9 GCS 9 – GCS >12 GCS 15 GCS 15 Tanda
Kejang 12 Apatis kehidupan (-)
No respon Delirium Somnolen Refleks
Nyeri dada cahaya (-)
JALAN NAPAS Sumbatan Bebas Bebas Bebas Bebas
Ancaman
PERNAPASAN Henti napas Takipnea Takipnea RR normal RR Napas (-)
Bradipnea Mengi Mengi normal
Sianosis
SIRKULASI Henti jantung Nadi Nadi kuat Nadi kuat Nadi kuat Denyut nadi
Nadi tidak lemah Takikardi HR normal HR (-)
teraba Bradikardi TDS>160 TDS 120 normal EKG flat
Akral dingin Takikardi TDD 80 TDS 120
TOD
COD
Resusitasi Emergency Urgency Non False DOA
Urgent Emergency

Asesmen awal pasien di IGD dimulai di triase yang terdiri dari tim dokter dan perawat,
menggunakan Formulir Triase Terintegrasi yang berisi :
 Identitas : nomor rekam medik, nama, tanggal lahir, jenis kelamin

10
 Waktu kedatangan (tanggal dan jam datang) dan cara datang (sendiri, ambulans, diantar
polisi, rujukan)
 Anamnesis : keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit
 Risiko jatuh dan penilaian nyeri
 Pemeriksaan fisik tanda vital dan status psikologi
Setelah menjalani pemeriksaan triase, pasien dibedakan berdasarkan kegawatdaruratannya
dan jenis kasusnya (trauma, nontrauma, obstetri), lalu diserahkan selanjutnya pada tim jaga
IGD yang terdiri dari dokter dan perawat juga. Respons pasien terhadap penanganan medis
menentukan tindak lanjutnya apakah pasien masih harus menjalani resusitasi maupun
observasi di IGD atau dapat pulang dan berobat jalan di poliklinik.
Setelah melalui triase, pasien IGD menjalani asesmen awal di IGD yang terdiri dari asesmen
medis dan keperawatan. Isi asesmen awal medis di IGD sama dengan di rawat jalan, hanya
disertai dengan data mengenai :
 hasil konsultasi dengan DPJP mengenai rencana diagnostik dan terapi yang diberikan
pada pasien
 hasil pemeriksaan penunjang
 evaluasi perkembangan dan respons pasien terhadap pengobatan yang diberikan
 penentuan apakah pasien dirawat di ruang intensif, ruang rawat, dibawa ke kamar operasi,
pulang dan berobat jalan, pasien pulang paksa (atas permintaan sendiri / APS) atau
meninggal dunia
 kondisi saat keluar dari IGD : kesadaran dan tanda vital
Seluruh asesmen awal dan pelayanan medis di IGD harus diverifikasi oleh DPJP.

3.1.2. Asesmen Awal Medis Neonatus dan Anak


Asesmen Awal Medis pada neonatus dan anak umumnya sama dengan dewasa. Beberapa
perbedaan yang perlu diperhatikan adalah berat badan dan tinggi badan, lingkar kepala,
frekuensi nadi, tanda dehidrasi.

3.1.3. Asesmen Awal Medis Kebidanan


Asesmen awal medis kebidanan di rawat jalan menggunakan formulir Klinik Obstetri. Isi
asesmen tersebut meliputi :
 Identitas : nomor rekam medik, nama, tanggal lahir, jenis kelamin
 Tanggal pemeriksaan pertama
 Anamnesis, termasuk riwayat perkawinan, riwayat haid, riwayat persalinan, riwayat
penyakit / operasi
 Riwayat obstetri : riwayat kehamilan dan persalinan dahulu, riwayat kehamilan sekarang
 Pemeriksaan umum : termasuk tekanan darah dan berat badan

11
 Pemeriksaan obstetri : tinggi fundus uteri, letak janin, bunyi jantung janin
 Laboratorium : pemeriksaan darah tepi, golongan darah, rhesus, WR/VDRI, urinalisis

3.2. Asesmen Awal Keperawatan


Asesmen awal keperawatan dibedakan sesuai dengan usia pasien yaitu neonatus/bayi, anak
dan dewasa. Pada keseluruhan asesmen awal tersebut diawali dengan waktu kedatangan,
asalnya (dari IGD atau rawat jalan), dan cara masuk (jalan, kursi roda, brankar). Anamnesis
dilakukan untuk mengetahui keluhan, riwayat kesehatan sekarang dan dahulu, riwayat
operasi, riwayat alergi, riwayat kesehatan keluarga, riwayat ketergantungan. Bila terdapat
riwayat alergi, perawat langsung memasangkan gelang merah dan melaporkan kepada dokter.
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan secara umum dan rinci tiap sistem organ.
Pemeriksaan umum meliputi keadaan umum dan tanda vital, kesadaran, dan skrining nyeri.
Pemeriksaan tiap organ dimulai dari rambut dan kepala, mata, telinga, hidung, rongga mulut,
leher, jantung dan pernapasan (kardiorespiratori), mammae, abdomen dan pinggang,
genitalia, kulit, keringat, kuku, neurosensori.
Pada asesmen awal keperawatan juga diidentifikasi kondisi komunikasi, psikologi dan sosial
yang dapat mempengaruhi proses pelayanan pasien dan respons terhadap pengobatan yaitu :
 bahasa yang digunakan sehari-hari; bila terdapat kesulitan karena pasien berbahasa
daerah atau asing, harus segera dilaporkan agar mendapat penterjemah
 kondisi psikologi : ekspresi dan emosi yang terlihat pada pasien, hubungan dengan
keluarga, ada tidaknya gangguan jiwa di masa lalu
 status pernikahan pasien dan jumlah anak
 pengetahuan tentang kesehatan : penyakit yang diderita, tindakan pengobatan, diet,
tindakan pemeriksaan lanjutan / khusus, penatalaksanaan perawatan penyakit /
pascaoperasi di rumah
 persepsi pasien dan keluarga tentang keadaan sakitnya, dampak sakit dan dirawat di RS
 spiritual : menjalankan ibadah, keyakinan terhadap penyembuhan
Pada asesmen awal keperawatan terdapat pula asesmen awal gizi, nyeri dan fungsional yang
akan dijelaskan terpisah selanjutnya.
Di tiap akhir asesmen terdapat tindak lanjut seperti edukasi, pemasangan gelang risiko, dan
lain-lain.
Asesmen awal rawat jalan memiliki pola yang sama namun lebih singkat. Perbedaannya
adalah untuk pengantar pasien ditanyakan identitas yang lebih detil (nama, nomer telepon,
hubungan keluarga, pola hubungan), status sosial ekonomi dan pembiayaan untuk berobat ke
rumah sakit, identifikasi kebutuhan komunikasi edukasi (apakah memerlukan penerjemah,
tingkat pendidikan rendah, gangguan bicara, bahasa isyarat). Pemeriksaan keperawatan juga
lebih ringkas dan dibedakan menjadi beberapa masalah yaitu risiko infeksi, risiko jatuh,

12
risiko pendarahan, risiko kekurangan cairan, risiko nyeri akut, konstipasi, risiko
ketidakefektifan pola napas, risiko hipertermi, gangguan eliminasi urin, ketidakseimbangan
nutrisi dan kebutuhan, risiko penurunan curah jantung, kurang pengetahuan. Hasil asesmen
awal keperawatan ditandatangani oleh perawat yang bertugas dan dilaporkan ke dokter.

III.2.1. Anak
Terdapat beberapa tambahan data pada asesmen awal keperawatan anak yaitu :
 riwayat tumbuh kembang dan perinatal care
 riwayat kehamilan
 riwayat persalinan
 riwayat imunisasi dasar
 riwayat imunisasi : BCG, DPT, hepatitis B, polio, campak

III.2.2. Neonatus
Untuk bayi yang dilahirkan di ruang operasi dilakukan pencatatan di formulir khusus
mengenai :
 identitas ibu : usia, riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat penyakit, pengobatan
 identitas anak : waktu lahir (tanggal, jam), jenis kelamin, berat badan, panjang badan,
lingkar kepala, lingkar dada, lingkar perut, lingkar lengan
 golongan darah, Rh dan Coombs ayah dan ibu
 skor APGAR
 cap kaki bayi
Untuk asesmen awal keperawatan neonatus juga terdapat beberapa perbedaan yaitu :
 data orangtua ditulis lebih lengkap
 riwayat bayi (skor APGAR, usia gestasi, berat lahir, panjang lahir)
 riwayat kehamilan
 riwayat persalinan
 pemeriksaan fisik : skor Down untuk pemeriksaan dada dan paru-paru (Tabel 3.4.),
umbilikus, refleks, mekonium
 penilaian masa gestasi menggunakan skor kematangan neuromuskular (Tabel 3.5.), New
Ballard Score (Tabel 3.6.) dan grafik usia gestasi
 pemantauan risiko trauma kulit (Tabel 3.7.)

13
Tabel 3.4. Skor Down untuk penilaian dada dan paru-paru neonatus

Nilai 0 1 2
Frekuensi napas < 60 x/menit 60 – 80 x/menit > 80 x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada Hilang dengan O2 Menetap dengan O2
Air entry (udara masuk) Ada Menurun Tidak terdengar
Merintih Tidak ada Terdengar dengan stetoskop Terdengar tanpa alat bantu

Keterangan :
Skor < 4 : gangguan pernapasan ringan
Skor 4 – 5 : gangguan pernapasan sedang
Skor > 6 : gangguan pernapasan berat (pemeriksaan analisis gas darah harus dilakukan)

Tabel 3.5. Penilaian kematangan neuromuskuler

-1 0 1 2 3 4 5
Sikap NA Kedua Kedua Kedua Kedua Kedua NA
pergelangan pergelangan bahu, bahu, bahu dan
tangan, tangan panggul panggul kedua
lengan bengkok dan dan kaki
panggul dan kedua kedua kedua bengkok
dan kedua kaki agak kaki kaki dan
kaki lurus bengkok bengkok bengkok menutup
tapi tidak sampai ke arah
sampai 90o badan
90o
Sudut >90o 90o 60o 45o 30o 0o NA
siku
Kekuatan NA 180o 140-180o 110-140o 90-110o 90o >90o
lengan
Sudut 180o 160o 140o 120o 110o 90o >90o
poplitea
Tanda Siku Siku Siku Siku Siku Siku NA
selempang melebihi sampai sampai berada di sampai tidak
garis aksila garis aksila garis garis garis sampai
yang yang klavikula tengah aksila pada
berlawanan berlawanan yang tubuh garis
berlawanan aksila
Tumit Kaki lurus Kaki lurus, Lutut agak Lutut Lutut Lutut NA
telinga tumit jari-jari bengkok bengkok, bengkok bengkok,
sampai ke kaki sampai 140o dari tumit 90o, tumit tumit
telinga dagu bidang 120o dari sampai sampai
datar bidang 90o dari 45o dari
datar bidang bidang
datar datar

14
Keterangan : Peringkat maturitas
Skor total Maturitas (minggu)
-10 20
-5 22
0 24
5 26
10 28
15 30
20 32
25 34
30 36
35 38
40 40
45 42
50 44

Tabel 3.6. Penilaian masa gestasi dengan New Ballard Score

-1 0 1 2 3 4 5
Kulit Lengket, Merah, Merah Permukaan Daerah Retak lebih Seperti
transpa- transparan muda, mengelupas, pucat, dalam seperti kertas,
ran licin, ruam, vena retak-retak, kertas, tidak retak-
halus, kurang vena jarang terlihat retak
vena pembuluh meng-
terlihat darah kerut
Lanugo Tidak ada Jarang Banyak Menipis Menghilang Kebanyakan
tidak ada
Garis Jarak Tumit jari Tanda Hanya garis Beberapa Garis-garis di
telapak tumit kaki > 50 merah anterior garis di 2/3 seluruh
kaki Jarak kaki mm, tidak sangat transversal anterior telapak kaki
40- ada garis sedikit melintang
50mm:-1
<40mm:-2
Payudara Tidak Samar- Areola Areola Areola Areola penuh, Areola
kelihatan samar datar, muncul lebih jelas, tonjolan 5-10 penuh,
tidak ada sedikit, tonjolan 3- mm tonjolan
tonjolan tonjolan 1-2 4 cm 5-10mm
mm
Mata / Kelopak Kelopak Daun Bentuk Bentuk Tulang rawan
telinga mata mata telinga lebih baik, sempurna, telinga tebal
tertutup terbuka, sedikit mudah membalik dan kaku
Longgar: - daun telinga meleng- membalik seketika
1 datar, masih kung
Kuat:-2 terlipat lunak,
ekoil/
memba-
lik
terlambat
Genital Skrotum Skrotum Testis ada Testis turun, Testis Testis
pria datar, kosong, di atas rugae cukup turun, rugae menggantung,
lembut rugae/lipatan kanal, bagus rugae dalam
samar rugae
jarang
Genital Klitoris Klitoris Klitoris Tonjolah Labia Labia mayor Labia
wanita menonjol, menonjol, menonjol, labia mayor mayor besar, labia mayor
labia datar labia minora labia dan minor besar, labia minor kecil menutupi
kecil minor sama minor kecil klitoris
membesar dan labia
minor

15
Tabel 3.7. Pemantauan risiko trauma kulit pada neonatus

Parameter Kriteria Skor Skoring 1 Skoring 2 Skoring 3 Skoring 4


saat masuk Tgl: Tgl: Tgl:
Usia gestasi <28 minggu 4
28-<33 minggu 3
33-38 minggu 2
>38 minggu 1
Status mental Tidak respons thd stimulasi 4
nyeri/koma
Hanya respons thd nyeri / 3
sopor
Letargi, apatis 2
Sadar, aktif, compos mentis 1
Mobilisasi Tidak mampu gerak 4
Bergerak sedikit dengan 3
bantuan
Bergerak sedikit tanpa 2
bantuan
Bergerak aktif 1
Aktivitas Dlm radiant warmer dg 4
plastik transparan
Dlm radiant warmer tanpa 3
plastik transparaan
Dlm a double walled 2
isolette/inkubator dg 2
jendela
Dalam boks terbuka 1
Nutrisi Nutrisi hanya dapat 4
diberikan intravena
Mendapat nutrisi melalui 3
gastric tube (susu
formula/ASI) dan cairan
intravena
Mendapatkan nutrisi 2
melalui gastric tube
Menyusu langsung atau 1
menggunakan bolo tiap kali
minum
Kelembaban Kulit bayi selalu lembab, 4
linen sering ganti
Kulit bayi selalu lembab, 3
linen sering diganti minimal
tiap shift
Kulit bayi selalu lembab, 2
membutuhkan pergantian
ekstra linen minimal sekali
sehari
Kulit bayi biasanya kering
membutuhkan pergantian
linen hanya sekali sehari

Untuk menentukan usia neonatus dapat diperkirakan dari kematangan neuromukuler


(neuromuclar maturity) yaitu penilaian sikap, sudut siku (jendela pergelangan), kekuatan
lengan (rekoil), sudut poplitea, tanda selempang (scarf), tumit telinga.

16
3.2.3. Kebidanan dan Kandungan
Terdapat beberapa tambahan data pada asesmen kebidanan dan kandungan yaitu :
 Haid pertama hari terakhir (HPHT), usia kehamilan dan taksiran partus
 G..P..A..
 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas :
 Tanggal partus
 Abortus / prematur / aterm
 Persalinan : jenis, tempat bersalin, penolong persalinan
 Jumlah anak senelumnya, jenis kelamin, berat lahir, keadaan anak sekarang yang
hidup (normal atau cacat)
 Pemberian ASI dan penggunaan KB
 Pemeriksaan abdomen :
 Luka bekas operasi
 Tinggi fundus uteri dan taksiran berat janin
 Letak (puka/puki), presentasi janin (kepala / bokong / kosong), bagian terendah janin
 Born test
 Kontraksi uterus, his (berapa kali dalam 10 menit dan lamanya)
 Denyut jantung janin
 Pemeriksaan anogenital :
 Pengeluaran pervaginam : darah, lendir, air ketuban, tali pusat, bagian kecil janin,
nanah
 Lokia : rubra / sanguilenta / alba, volume, bau
 Perineum
 Jahitan
 Pemeriksaan inspekulo vagina :
 Vagina : fistel, kondiloma, septum
 Himen : utuh / robek; bila robek : jam berapa, keadaan sekitar ronekan
 Portio : jatuh / rapuh
 Riwayat sebelum partus :
 Sejak kapan his timbul, ketuban pecah
 Adakah gangguan kesadaran, kejang
 Adakah rasa mengejan, sejak kapan dan adakah nyeri
 Laporan partus :
 Jenis partus dan indikasi
 Luka jalan lahir : episiotomi, ruptur perineal
 Jahitan

17
 Plasenta : lahir spontan / manual, lengkap / tidak lengkap, ada kelainan atau tidak
 Tali pusat : panjang, insertio, ada robekan atau tidak
 Perdarahan
 Catatan bayi yang lahir di kamar bersalin :
 Waktu : tanggal, jam
 Usia kehamilan
 Jenis partus
 Penolong partus
 Komplikasi
 Bayi : lahir hidup / mati
 Jenis kelamin
 Ruang rawat

3.3. Asesmen Awal Gizi


Asesmen awal gizi pasien rawat inap dilakukan oleh dietisien (ahli gizi). Asesmen tersebut
diawali dengan anamnesis meliputi :
 Gangguan gastrointestinal :
 Waktu
 Mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi
 Perubahan asupan makan : dalam waktu < 5 hari atau > 5 hari asupan makan berkurang>
60%
 Faktor risiko penyakit : diabetes, hipertensi, dislipidemia, gangguan hati, gangguan
ginjal, gangguan jantung, gastritis, tifoid, kanker, luka bakar
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan antropometri yang meliputi berat
badan, tinggi atau panjang badan, dan lingkar lengan atas. Untuk pasien berusia < 13 tahun
berat badan ideal ditentukan dari grafik tumbuh kembang, sedangkan untuk pasien berusia >
13 tahun berat badan ideal dihitung dengan rumus. Dari perhitungan berat badan ideal
dilakukan penilaian status gizi. Untuk anak berusia 1 – 5 tahun menggunakan skor Z
(BB/TB) (Tabel 3.8.) dan untuk anak berusia > 5 tahun menggunakan tabel CDC ((BB/TB)
(Tabel 3.9.). Untuk dewasa dan ibu hamil, penilaian status gizi dilakukan berdasarkan besar
indeks massa tubuh (IMT) (Tabel 3.10 dan Tabel 3.11).

BB ideal (kg) = [tinggi badan (cm) – 100] + 10% ; IMT = BB (kg)


TB2 (m)

18
Tabel 3.8. Penilaian status gizi anak berusia < 5 tahun (skor Z)
Kriteria Skor Z
Buruk < -3 SD
Kurang > - 3 SD s/d - 2 SD
Baik > - 2 SD s/d + 2 SD
Lebih > + 2 SD s/d < + 3 SD
Obesitas > + 3 SD

Tabel 3.9. Penilaian status gizi anak berusia > 5 tahun (tabel CDC)
Kriteria Skor Z
Sangat kurus < p 0,5
Kurus p.5 – p.25
Normal p.25 – p.75
Gemuk p.75 – p.95
Sangat gemuk > p.95

Tabel 3.10. Penilaian status gizi dewasa berdasarkan IMT


Kriteria IMT
Buruk < 17 kg/m2
Kurang 17 – 18,5 kg/m2
Baik 18,5 – 25 kg/m2
Lebih 25 – 27 kg/m2
Obesitas > 27 kg/m2

Tabel 3.11. Penilaian status gizi ibu hamil berdasarkan IMT


Kriteria IMT
Kurang < 19,8 kg/m2
Baik 19,8 – 26 kg/m2
Lebih 26 – 29 kg/m2
Obesitas > 29 kg/m2

Setelah mendapat data anamnesis, perhitungan antropometri dan penilaian status gizi, serta
melakukan penilaian hasil laboratorium yang mendukung, ditegakkan diagnosis gizi dan
kesimpulan. Bila dietisien mengidentifikasi adanya masalah atau potensi terjadi masalah gizi,
dietisien membuat rekomendasi pada DPJP agar melakukan konsultasi pada spesialis gizi
klinik. Rekomendasi tersebut dituliskan pada formulir asesmen awal tersebut.
Asesmen awal gizi pasien rawat jalan menggunakan metode yang lebih sederhana yaitu
dengan Malnutrition Screening Tool. Asesmen tersebut tidak memerlukan perhitungan data
antropometri dan dilakukan oleh perawat. MST ini juga dilakukan oleh perawat dalam
asesmen keperawatan rawat inap maupun oleh bidan dalam asesmen kebidanan dan
kandungan. Bila menemukan masalah atau potensi masalah gizi, perawat dan bidan
melaporkan kepada DPJP.

19
Tabel 3.12. Asesmen gizi menggunakan Malnutritrion Screening Tool (MST)

No Parameter Skor
1 Apakah pasien pernah mengalami penurunan berat badan yang tidak
diinginkan dalam 6 bulan terakhir
a. Tidak ada penurunan berat badan 0
b. Tidak yakin/tidak tahu/terasa baju lebih longgar 2
c. Jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut :
i. 1 – 5 kg 1
ii. 6 – 10 kg 2
iii. 11 – 15 kg 3
iv. > 15 kg 4
2 Apakah asupan makan berkurang karena tidak nafsu makan
a. Tidak 0
b. Ya 1
Skor total
3 Pasien dengan diagnosis khusus
Ya
Tidak
(Diabetes melitus, kemoterapi, hemodialisis, geriatri, imunitas
menurun, dll), sebutkan :

Keterangan :
Bila skor > 2 atau pasien dengan diagnosis khusus, dilakukan pengkajian lanjut oleh dokter
ahli gizi

Jika tinggi dan berat badan tidak diketahui, pengukuran lingkar lengan atas dapat dilakukan
untuk memperkirakan IMT. Cara pengukuran :
 Lengan bawah sisi kiri pasien ditekuk 90o terhadap siku, dengan lengan atas paralel di sisi
tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu (akromion) dengan siku (olekranon).
Tandai titik tengahnya.
 Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya ukur lingkar lengan atas di titik
tengah. Pastikan pita pengukur tidak menempel terlalu ketat.

3.4. Asesmen Awal Gangguan Fungsional


Asesmen awal fungsional dilakukan pada semua pasien dan dapat dimasukkan dalam
formulir yang sama dengan asesmen awal keperawatan. Yang berisiko mengalami gangguan
fungsional adalah pasien geriatri, tirah baring lama, dengan gangguan neurologi, gangguan
fungsi luhur dan cedera muskuloskeletal.

20
Asesmen fungsi yang dilakukan pada asesmen awal fungsional adalah :
 kognitif
 motorik : aktivitas sehari-hari (mandiri, bantuan minimal, bantuan sebagian,
ketergantungan total), berjalan (tidak ada kesulitan, perlu bantuan, sering jatuh,
kelumpuhan)
 eliminasi : bak (frekuensi, jumlah), bab (frekuensi, jumlah, konsistensi, warna)
 aktivitas dan latihan
 rentang pergerakan sendi ROM, hemiparese/paralisis/hemiplegi/paraplegi/tetra, duduk >
30 menit, berdiri > 30 menit, ketidakmampuan (mandi, berpakaian, sikat gigi, toileting)
 istirahat dan tidur : kebiasaan, masalah
Asesmen fungsi yang juga digunakan adalah ketergantungan saat melaksanakan aktivitas
sehari-hari (activity daily life / ADL) yaitu higiene personal, toileting, berpakaian,
makan/minum, alat bantu yang digunakan.
Pengkajian juga dapat bersifat lebih sederhana untuk pasien rawat jalan dengan cara
membedakan antara pasien mandiri dan yang memerlukan bantuan. Bila teridentifikasi
adanya masalah atau potensi masalah yang terjadi, perawat melaporkan kepada DPJP dan
melakukan tatalaksana sesuai gangguan fungsional tersebut.

3.5. Asesmen Awal Nyeri


Asesmen awal nyeri dilakukan pada setiap pasien. Di IGD, rawat jalan dan rawat inap dokter
menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) yang berbentuk numerik (Numerical Rating
Scale / NRS) untuk dewasa dan yang menggunakan gambar untuk anak berusia > 3 tahun.
Untuk skala numerik, pasien ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10. Untuk skala gambar, dokter menentukan skala
VAS dengan mencocokkan ekspresi wajah pasien dengan gambar yang tersedia. Skala
gambar tersebut juga digunakan untuk pasien yang sulit untuk menentukan intensitas nyeri
dengan skala numerik, misalnya pada lanjut usia, pasien yang lemah, gangguan kognitif dan
lain-lain.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
nyeri

Gambar 3.1. VAS numerik untuk menentukan intensitas nyeri

21
Gambar 3.1. VAS gambar untuk menentukan intensitas nyeri

Asesmen awal nyeri di rawat inap oleh perawat menggunakan berbagai metode. Untuk pasien
dewasa dan anak berusia > 3 tahun tetap digunakan VAS. Untuk anak berusia 6 bulan – 3
tahun menggunakan metode FLACC (Face, Legs, Activity, Cry, Consolability) (Tabel 3.13).
Dengan metode ini perawat menilai intensitas nyeri dengan melihat mimik wajah, gerakan
kaki, aktivitas, menangis dan berbicara atau bersuara. Untuk pasien neonatus perawat
menggunakan metode menggunakan Nursing Comfort Measure (NCM) (Tabel 3.14.).

Tabel 3.13. Asesmen nyeri dengan metode FLACC

Kategori Skor
0 1 2
Wajah Ekspresi wajah Ekspresi wajah Sering meringis,
normal kadang meringis menggertakkan gigi
menahan sakit menahan sakit
Anggota gerak Normal, rileks Kaku, gelisah Menendang-nendang
bawah (ekstremitas
inferior)
Aktivitas Berbaring tenang, Gelisah, berguling- Kaku, gerakan
gerakan normal, guling abnormal (posisi
posisi normal tubuh melengkung
atau gerakan
menyentak)
Menangis Tidak menangis, Mengerang atau Menangis terus-
tenang merengek, kadang- menerus, menjerit,
kadang mengeluh sering mengeluh
Berbicara atau Normal, sesuai usia Tenang setelah Sulit ditenangkan
bersuara dipegang, dipeluk, dengan kata-kata
digendong, diajak atau pelukan
bicara

Keterangan :
Skor : 0 : rileks, nyaman
1 – 3 : nyeri ringan, kurang nyaman
4 – 6 : nyeri sedang
7 – 10 : nyeri berat, tidak nyaman atau keduanya

22
Bila ditemukan nyeri baik ringan, sedang maupun berat, perawat maupun bidan melakukan
asesmen lanjut dan melaporkan kepada DPJP sehingga DPJP dapat memberikan terapi nyeri
maupun membuat konsultasi kepada spesialis lain untuk manajemen nyerinya.

Tabel 3.14. Asesmen nyeri menggunakan metode NCM

FISIK
Postur/tonus Fleksi dan atau tegang 2
Ekstensi 1
Pola tidur Gelisah, tidak responsif 2
Tenang 0
Ekspresi Meringis 2
Mengerutkan dahi 1
Menangis Ya 2
Tidak 0
Warna kulit Pucat, kebiruan, kemerahan 2
Merah muda 0
FISIOLOGIS
Respirasi Apnea 2
Takipnea 1
Denyut jantung Fluktuatif 2
Takikardi 1
Saturasi Desaturasi 2
Normal 0
Tekanan darah Hipo/hipertensi 2
Normal 0
Persepsi perawat Nyeri 2
Tidak nyeri 0
Skor total

Keterangan :
Dibutuhkan intervensi bila : < 5 : NCM
5 – 10 : NCM dan paracetamol
>10 : NCM, paracetamol / narkotik

3.6 Asesmen Risiko Jatuh


Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan Skala Jatuh Morse (Morse Fall
Scale), sedangkan untuk anak menggunakan Humpty Dumpty Scale.

23
Tabel 3.15. Skala Jatuh Morse

FAKTOR RISIKO SKALA SKOR


Riwayat jatuh Tidak 0
Ya 25
Diagnosis medis sekunder >1 Tidak 0
Ya 15
Menggunakan alat bantu Tidak ada / bedrest / dibantu perawat 0
Kruk / tongkat 15
Berpegangan pada kursi / perabot 30
Menggunakan kateter intravena Tidak 0
Ya 20
Kemampuan berjalan Normal / bedrest / kursi roda 0
Lemat / tidak bertenaga 10
Terganggu / tidak normal 20
Status mental Menyadari kemampuannya 0
Mengalami keterbatasan daya ingat 15
Skor total

Keterangan : Risiko rendah : < 25


Risiko sedang : 25 – 45
Risiko tinggi : > 45

Tabel 3.16. Skala Humpty Dumpty

PARAMETER KRITERIA SKOR


Umur < 3 tahun 4
3 – 7 tahun 3
7 – 13 tahun 2
> 13 tahun 1
Jenis kelamin Laki-laki 2
Perempuan 1
Diagnosis Kelainan neurologi 4
Perubahan dalam oksigenisasi (masalah saluran napas, 3
dehidrasi, anemia, anoreksia, sinkope, sakit kepala, dll)
Kelainan psikis / perilaku 2
Diagnosis lain 1
Gangguan kognitif Tidak sadar terhadap keterbatasan (gangguan kesadaran, 3
retardasi mental)
Lupa keterbatasan (hiperaktif) 2
Mengetahui kemampuan diri 1
Faktor lingkungan Riwayat jatuh dari tempat tidur saat bayi, anak 4
Menggunakan alat bantu/box/mebel 3
Berada di tempat tidur 2
Di luar ruang rawat (dapat mobilisasi sendiri) 1
Respons terhadap operasi / Dalam waktu 24 jam 3
obat penenang/ efek anestesi Dalam waktu 48 jam 2
> 48 jam 1
Penggunaan obat Bermacam-macam obat yang digunakan : sedatif (kecuali 3
PIU yang menggunakan sedasi dan paralisis), hipnotik,
barbiturat, fenotiazin, antidepresan, laksans, diuretik,
narkotik
Salah satu dari pengobatan di atas 2
Pengobatan lain 1
Skor total

24
Keterangan : Risiko rendah : 7 – 11
Risiko tinggi : > 12

Risiko jatuh umumnya didapatkan pada pasien bayi dan anak, geriatri, lemah, kesadaran
menurun dan gangguan motorik. Bila ditemukan risiko jatuh, perawat maupun bidan
memakaikan gelang risiko, melakukan prosedur penanganan pasien risiko jatuh dan
melaporkan kepada DPJP.

3.7. Asesmen Risiko Dekubitus


Dekubitus berasal dari bahasa Latin “decumben” yang berarti berbaring, merupakan sebuah
luka yang terjadi akibat pasien berbaring dalam posisi lama. Sebenarnya dekubitus kurang
tepat karena luka akibat penekanan juga dapat terjadi bukan hanya dalam posisi berbaring
lama, namun juga pada pasien duduk maupun posisi miring yang lama. Saat ini luka akibat
penekanan tersebut disebut lesi tekanan atau pressure sore.
Dekubitus umumnya didapatkan pada pasien dengan penurunan kesadaran, gangguan
sensitivitas dan motorik. Bila didapatkan risiko pasien terjadi dekubitus, perawat dan bidan
melakukan prosedur pencegahan dekubitus dan melaporkan kepada DPJP. Bila sudah
terdapat dekubitus dari rumah atau penanganan sebelumnya, perawat dan bidan melaporkan
kepada DPJP agar dapat dikonsultasikan kepada spesialis terkait untuk melakukan
penanganan lukanya. Selain itu umumnya perlu dilakukan konsultasi kepada spesialis
rehabilitasi medik bagi pasien yang belum mengalami luka dekubitus maupun memiliki
risiko.
Asesmen risiko luka dekubitus hanya dilakukan pada pasien di ruang rawat inap oleh perawat
dan bidan menggunakan skala Norton (Tabel 3.17.).

Tabel 3.17. Skala Norton

Penilaian 4 3 2 1
Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk
Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Di tempat tidur
bantuan
Mobilitas Bebas bergerak Agak terbatas Sangat terbatas Tidak mampu
bergerak
Inkontinensia Kontinen Kadang- Selalu Inkontinensia
kadang inkontinensia urin dan alvi
inkontinensia urin
urin
Skor
Skor total

25
Keterangan :
Skor 16 – 20 : risiko rendah
Skor 12 – 15 : risiko sedang
Skor < 12 : risiko tinggi

3.8. Asesmen Populasi Khusus


Beberapa pasien rawat inap memerlukan asesmen keperawatan lain yang ditujukan untuk
populasi khusus. Yang termasuk dalam asesmen tersebut adalah :
 Asesmen lansia : menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (Tabel
3.18.).
 Asesmen cacat : fisik, neurologis, mental, bisu, tuli, buta
 Asesmen anak terlantar
 Asesmen kekerasan dalam rumah tangga
 Asesmen akibat terjadinya kekerasan seksual
 Asesmen gangguan jiwa
 Asesmen NAPZA, alkoholisme dan gangguan perilaku
Hasil asesmen dilaporkan kepada DPJP untuk menjalankan prosedur berikutnya. Untuk kasus
sosial DPJP melakukan konsultasi kepada spesialis psikiatri dan selanjutnya case manager
melaporkan kepada dinas sosial atau badan penanggulangan terkait untuk mendapatkan
penanganan yang simultan dengan pelayanan medisnya.

Tabel 3.18. Short Portable Mental Status Questionnaire

No Pertanyaan Benar Salah


1 Tanggal berapa sekarang, tahun
2 Hari apa sekarang
3 Apa nama tempat ini
4 a. Berapa nomor telepon anda
b. Dimana alamat anda (bila tidak memiliki
telepon)
5 Berapa umur anda
6 Kapan anda lahir
7 Siapa presiden sekarang
8 Siapa presiden sebelumnya
9 Siapa nama kecil ibu anda
10 Kurangi 3 dari angka 20, kemudian kurangi 3
lagi untuk hasil angka pertama

26
Keterangan :
Kesalahan 0 – 2 : fungsi intelektual utuh
3 – 4 : kerusakan intelektual ringan
5 – 7 : kerusakan intelektual sedang
8 – 10 : kerusakan intelektual berat
Bisa dimaklumi bila subyek hanya berpendidikan sekolah dasar

3.9. Rencana pemulangan


Perencanaan pasien bila pulang dari perawatan merupakan bagian dari asesmen awal dan
harus dilengkapi dalam 24 jam setelah pasien masuk dirawat. Asesmen perencanaan pulang
dilakukan oleh perawat dan bidan. Hasil asesmen tersebut dilaporkan kepada DPJP dan case
manager.
Hal yang diperhatikan pada perencanaan pulang meliputi :
 Pengaruh rawat inap terhadap pasien dan keluarga, pekerjaan, keuangan
 Antisipasi terhadap masalah saat pualng
 Bantuan yang diperlukan saat sudah di rumah
 Adanya bantuan dari keluarga saat sudah tiba di rumah
 Adanya peralatan medis yang terpasang
 Keperluan alat bantu berjalan
 Keperluan bantuan / perawatan khusus di rumah setelah keluar dari rumah sakit
(homecare)
 Kemampuan memenuhi kebutuhan pribadinya
 Adanya nyeri kronik dan kelelahan
 Perlunya edukasi kesehatan
Perencanaan pulang ini dapat berubah saat masa perawatan dan dicatat pada formulir khusus.

3.10. Asesmen Lanjut


3.10.1. Asesmen Lanjut Gizi
Asesmen lanjut gizi dilakukan bila terdeteksi masalah atau potensi masalah pada asesmen
awal gizi yang dilakukan oleh dietisien di rawat inap maupun perawat di rawat jalan. DPJP
membuat konsultasi kepada spesialis gizi klinik yang akan melakukan asesmen lanjut gizi. Di
dalam asesmen lanjut tersebut ditentukan riwayat gizi, adanya alergi makanan, pola makan
selama ini, riwayat personal mengenai makanan. Setelah menilai melalui anamnesis,
perhitungan antropometri dan pemeriksaan biokimia, ditegakkan total asupan yang
diperlukan, diagnosis dan intervensi yang akan dilakukan. Total asupan terdiri dari jumlah
energi, protein, lemak, karbohidrat, dan cairan yang dibutuhkan pasien. Rencana monitoring

27
dan evaluasi pun dilakukan periodenya untuk menilai keberhasilan intervensi gizi yang
dilakukan oleh spesialis gizi klinik dibantu oleh dietisien.

3.10.2. Asesmen Lanjut Nyeri


Setelah menentukan intensitas nyeri, dapat dilanjutkan dengan deskripsi nyeri yaitu :
 P (provokatif) : apa yang menyebabkan atau memprovokasi nyeri
 Q (quality) : seperti apa rasa nyeri tersebut, apakah seperti tertusuk benda tajam, benda
tumpul, berdenyut, dan lain-lain
 R (regio, radiasi) : lokasi nyeri dan penyebaran nyeri
 S (severity) : efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari, apakah sedikit mengganggu,
gangguan nyata, atau tidak dapat beraktivitas sama sekali
 T (timing) : kapan nyeri timbul, berapa lama, hilang timbul atau terus menerus

3.11. Asesmen Khusus


Asesmen khusus merupakan asesmen yang diminta oleh DPJP utama kepada spesialisasi lain
sesuai dengan kebutuhan pasien. Permintaan asesmen khusus dituliskan di formulir
konsultasi internal. Jenis asesmen khusus yang diminta dapat bervariasi sesuai kebutuhan
pasien yaitu :
 Penilaian kasus untuk suatu saat saja dan saran tindakan
 Mengatasi masalah medik dan tindak lanjut yang diperlukan
 Rawat bersama dalam koordinasi dengan DPJP utama
 Alih rawat
 Toleransi operasi
 Selain hal di atas
Asesmen khusus lain adalah mengenai asesmen ke dokter spesialis yang sama dengan DPJP
utama dalam bentuk permintaan pendapat lain (second opinion). Jenis asesmen ini dapat
berasal dari pasien maupun DPJP. Selain itu asesmen tambahan juga dapat berupa konsultasi
eksternal dalam bentuk rujukan parsial atau penuh.
Pada saat diminta melakukan asesmen khusus pasien rawat inap, dokter spesialis yang
dikonsul wajib mengunjungi pasien di ruang rawat inap dan dijawab dalam waktu 1x24 jam
untuk kasus tidak darurat dan segera atau kurang dari 6 jam untuk kasus dengan penyakit
kritis atau berat.

3.12. Asesmen Ulang


3.12.1. Asesmen Ulang Medis dan Keperawatan
Asesmen ulang merupakan asesmen yang diulang dalam interval waktu tertentu untuk
mengetahui apakah pelayanan pasien sudah berlangsung dengan benar dan baik. Yang

28
dievaluasi adalah ketepatan diagnosis serta perkembangan pasien dengan pengobatan yang
ditetapkan.
Untuk pasien dengan penyakit akut, asesmen ulang dilakukan oleh dokter setiap hari. Perawat
dan bidan juga melakukan asesmen ulang secara periodik sesuai dengan instruksi dokter
berdasarkan kondisi pasien. Keseluruhan hasil asesmen ulang dokter, perawat dan bidan
tersebut dicatat dalam rekam medik secara terintegrasi dalam CPPT.
Untuk pasien dengan penyakit non-akut, asesmen ulang dilakukan oleh dokter sesuai dengan
keadaan pasien. Bila pasien non-akut tersebut dirawat oleh lebih dari seorang DPJP, asesmen
ulang oleh DPJP utama tetap wajib dilakukan setiap hari.
Bila DPJP berhalangan dalam melakukan asesmen ulang, DPJP wajib memberitahu perawat
ruangan agar case manager dan dokter jaga melakukan asesmen ulang. Hasil asesmen ulang
tesebut dikomunikasikan dengan DPJP dan diverifikasi oleh DPJP.
Metode penulisan asesmen ulang di DPJP adalah mengikuti format SOAP (subjective,
objective, assessment, plan). Untuk pengisian CPPT pasien rawat inap mengikuti cara
penulisan sebagai berikut :
 Kolom 1 : waktu : tanggal dan jam
 Kolom 2 : profesi / bagian :
 Dokter : bidang spesialisasi DPJP, case manager, dokter jaga
 Perawat : dinas pagi (DP), dinas sore (DS), dinas malam (DM)
 Kolom 3 : hasil pemeriksaan, analisis, rencana penatalaksanaan pasien
 S : keluhan pasien (autoanamnesis atau alloanamnesis)
 O : hasil pemeriksaan fisik (status generalis, status lokalis), produksi urin, nasogastric
tube (NGT), drain, pemeriksaan penunjang
 A : masalah atau diagnosis, diagnosis banding bila ada
 P : target terukur, misalnya target hemoglobin > 10g/dl, target demam < 38oC
 Kolom 4 : instruksi tenaga kesehatan termasuk pascabedah/prosedur
 P : instruksi untuk mencapai target terukur
Misalnya :
untuk mencapai hemoglobin > 10g/dl : transfusi PRC 200 ml
untuk mencapai demam < 38oC : paracetamol drip 3 x 500 mg/hari
 Kolom 5 : verifikasi DPJP
 Tanda tangan dan nama jelas DPJP, dapat disertai stempel DPJP.
 Tanda tangan dan nama jelas case manager atau dokter jaga, perawat, bidan
 Stempel TBAK yang diverifikasi DPJP

Untuk kolom 3 dan 4 sering terdapat kesulitan untuk memisahkan, dalam hal tulisan DPJP
yang besar atau hasil pemeriksaan yang panjang, maupun instruksi di kolom 4 yang panjang,

29
sehingga diputuskan untuk kolom 3 dan 4 dapat digabung. DPJP utama juga wajib
melakukan verifikasi seluruh hasil asesmen ulang DPJP lain dan perawat di tiap sudut bawah
halaman CPPT. Perawat wajib melengkapi kotak identitas pasien yang tersedia di tiap lembar
CPPT.
Untuk pengisian CPPT pasien rawat jalan mengikuti cara penulisan sebagai berikut :
 Kolom 1 : tanggal dan jam
 Kolom 2 : anamnesis dan pemeriksaan (tulis nama jelas dan paraf dokter yang
memeriksa)
 Kolom 3 : diagnosis
 Kolom 4 : pengobatan / anjuran
Perawat wajib melengkapi kotak identitas pasien di tiap lembar CPPT.
Selain di CPPT, untuk pasien di rawat inap perawat melakukan pencatatan asesmen ulang
pada beberapa formulir berikut :
 Grafik monitoring suhu – tensi – nadi
 Pengawasan dengan skor NEWS untuk dewasa dan PED-EWS untuk anak-anak
 Pemantauan intake (oral, IFVD, NGT) dan output (urin, muntah, drain, BAB, IWL)
cairan (dibagi dalam 4 shift : 06.00 – 12.00, 12.00 – 18.00, 18.00 – 24.00, 24.00 – 06.00)
 Khusus untuk bayi, monitor tanda vital beserta intake dan output digabung dalam 1
formulir, ditambah dengan parameter suhu inkubator, CRT dan gula darah sewaktu
 Khusus bagi ibu yang sedang dalam proses persalinan, asesmen dicatat dalam bentuk
partograf, yang berisi data his, ketuban pecah, denyut jantung janin pembukaan serviks
(cm), nadi, suhu dan urin

Ketentuan asesmen oleh perawat dan bidan adalah :


 Asesmen yang berhubungan dengan kondisi medis pasien dituliskan dalam CPPT secara
rutin tiap pergantian shift (pukul 08.00 wib oleh dinas malam, pukul 14.00 wib oleh dinas
pagi dan pukul 20.00 wib oleh dinas sore). Bila terjadi perubahan kondisi pasien, perawat
melakukan asesmen ulang dan menuliskan dalam CPPT diluar jadwal rutin tersebut.
 Asesmen keadaan tanda vital pasien secara rutin (di awal shift) dan dalam periode yang
ditentukan oleh DPJP sesuai kondisi pasien yang dicatat dalam grafik monitoring suhu-
tensi-nadi.
 Bila terjadi perburukan kondisi pasien, asesmen dilakukan secara khusus menggunakan
National Early Warning Score (NEWS) untuk dewasa dan PED-EWS untuk anak.
Periode asesmen ulang ditentukan berdasarkan skor tersebut dan digunakan untuk
menentukan apakah pasien perlu mendapat perawatan di ruang intensif.

30
Tabel 3.19. Pengawasan NEWS

Parameter Skor
3 2 1 0 1 2 3
Kesadaran A V/P/U
TD sistolik (mmHg) <85 86-95 96-99 100-179 180-200 201-219 >220
Denyut jantung <40 41-50 51-90 91-110 111-130 >131
(x/mnt)
Frekuensi napas <8 9-11 12-20 21-24 >25
(x/mnt)
Pemberian O2 Ya Tidak
Saturasi O2 (%) <91 92-93 94-95 >96
Suhu (oC) <35 35,1- 36-38 38,1-39 >39,1
35,9

Keterangan :
Skor 0 :0 : observasi minimal 3x/hari
Skor rendah :1–4 : observasi tiap 4 jam
Skor medium : 5 – 6 atau : observasi tiap 1 – 2 jam
nilai 3 di
sembarang
parameter
Skor tinggi : >7 : observasi tiap 30 menit – 1 jam

Keterangan :
AVPU :
 A : alert (sadar)
 V : voice (memberikan reaksi pada suara)
 P : pain (memberikan reaksi pada rasa sakit)
 U : unconcious (tidak sadar)
Observasi :
 Pemberian oksigen berapa liter permenit
 CVP (cmH2O)
 CRT (detik)
 Akral

31
Tabel 3.20. Anak : PED-EWS

PARAMETER SKOR
0 1 2 3
Aktivitas / Aktif bergerak Tidur Mudah menangis Letargi bingung
perilaku / terganggu Respons lambat
terhadap nyeri
Sistem Warna kulit Warna kulit pucat Warna kulit abu- Warna kulit abu-
kardiovaskular merah muda CRT 3 detik abu abu (mottled)
CRT 1 – 2 detik CRT 4 detik CRT 5 detik
Denyut nadi 20 di Denyut nadi 30 di
atas normal atas normal /
bradikardi
Sistem respirasi Parameter dalam Parameter 10 di Parameter 20 di Parameter di
batas normal atas nilai normal atas nilai normal bawah nilai
Tidak ada retraksi Pengunaan otot Retraksi normal
sela iga pernapasan suprasternal / Merintih
tambahan epigastrial NCH
Fizo2>40% Chin movement
O2 > 6l/menit Retraksi sela iga
Tregantung FiO2>50%
ventilator O2 > 8l/menit

Keterangan :
Skor 0 :0 : observasi minimal 3x/hari
Skor rendah :1–4 : observasi tiap 4 jam
Skor medium : 5 – 6 atau : observasi tiap 1 – 2 jam
nilai 3 di
sembarang
parameter
Skor tinggi : >7 : observasi tiap 30 menit – 1 jam

Penggunaan NEWS dan PED-EWS juga digunakan untuk menentukan prioritas masuk dan
keluar dari ruang intensif. Hal ini dilakukan mengingat kapasitas perawatan di unit intensif
terbatas, sedangkan jumlah pasien yang memerlukan sangat banyak (Tabel 3.21. dan Tabel
3.22.).

32
Tabel 3.21. Kriteria Pasien Masuk C3

Level (*) Kategori


Prioritas 1 Pasien kritis dan tidak stabil yang memerlukan perawatan intensif dan
monitoring secara ketat dan atau invasif serta memerlukan
dukungan/bantuan obat dan alat bantu organ (infus obat
vasoaktif/inotropik, ventilator, ECMO/Extra Corporal Membrane
Oxygenation, dialisis akut)
Prioritas 2 Pasien penyakit kritis yang memerlukan pemantauan intensif dan bila
tidak mendapatkan perawatan/pengobatan intensif akan terancam
untuk menjadi tidak stabil
Prioritas 3 Pasien yang karena diagnosis penyakitnya memerlukan perawatan
total dan observasi ketat
Prioritas 4 Pasien sangat kritis dan sangat tidak stabil dan kemungkinan sembuh
atau manfaat perawatan di ICU/CVCU/NICU/PICU sangat kecil
Pengecualian Pasien yang tidak sesuai dengan prioritas 1,2,3 tetapi dengan
pertimbangan luar biasa kepala C3 dapat dirawat di ruangan C3,
misalnya pasien kanker terminal, DNR, MBO yang dalam persiapan
donor organ

Tabel 3.22. Kriteria Pasien Keluar C3

Level (*) Kategori


Prioritas 1 Pasienyang penyakit dasarnya menunjukkan perbaikan dan sudah
tidak memerlukan lagi bantuan alat bantu organ dan pengawasan
intensif
Prioritas 2 Pasien yang penyakit dasarnya menunjukkan perbaikan dan hanya
memerlukan topangan satu jenis obat vasoaktif/inotropik dengan dosis
minimal
Prioritas 3 Pasien prioritas masuk lebih tinggi yang memerlukan perawatan
ruang C3

III.12.2. Asesmen Ulang Nyeri


Asesmen ulang nyeri dilakukan pada keadaan berikut :
 Pasien baru yang datang dengan keluhan nyeri
 Pasien yang mendapat tatalaksana nyeri
 Pasien yang menjalani prosedur yang memberikan rasa nyeri
 Sebelum transfer pasien
 Sebelum pasien pulang dari rumah sakit
Interval asesmen ulang nyeri adalah :
 pada pasien dengan nyeri kardiak (jantung) : asesmen ulang setiap 5 menit setelah
pemberian nitrat atau obat intravena
 pada nyeri berat (skor nyeri 8 – 10) : asesmen ulang tiap jam setelah tatalaksana nyeri
sampai dengan nyeri sedang

33
 pada nyeri sedang (skor nyeri 4 – 6) : asesmen ulang tiap 2 jam setelah tatalaksana nyeri
sampai nyeri ringan
 pada nyeri ringan (skor nyeri 7 – 10) : asesmen ulang tiap 8 jam

3.13. Asesmen Praoperasi dan Pembiusan


Asesmen praoperasi dibuat untuk pasien yang akan menjalani tindakan operasi baik dengan
atau tanpa pembiusan. Asesmen ini bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien terkini
sebelum operasi, sehingga dibuat oleh DPJP operator minimal 24 jam sebelum operasi untuk
kasus elektif atau minimal 6 jam untuk kasus cito. Pada kasus yang mengancam nyawa
asesmen tersebut dapat dibuat dengan periode yang sangat berdekatan dengan asesmen awal.
Pada asesmen praoperasi dituliskan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang berkaitan dengan keputusan dilakukannya operasi, diagnosis, rencana
tindakan, waktu operasi (hari dan tanggal), alat khusus yang diperlukan, dan hal lain yang
perlu diperhatikan.
Bila menggunakan pembiusan dilakukan asesmen praoperasi anestesi yang meliputi keadaan
sebelum pembiusan (meliputi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang), diagnosis, rencana
pembiusan dan keadaan khusus pada pasien yang berpengaruh pada perencanaan pembiusan.
Asesmen praoperasi anestesi dilakukan oleh penata anestesi dan diverifikasi oleh dokter
spesialis anestesi.

3.14. Asesmen Awal Medis yang Diulang


Pada beberapa keadaan asesmen awal medis perlu diulang yaitu :
 Pasien rawat jalan yang dirawat inap dan asesmen awal medis di poliklinik lebih dari 7
hari.
 Pasien rawat inap yang masa perawatannya lebih dari 30 hari. Pada kasus ini juga
dilakukan asesmen terintegrasi antara DPJP yang merawat dan didokumentasikan pada
CPPT. Hasil integrase tersebut dicatat dalam asesmen awal medis yang diulang tersebut.
Asesmen awal medis yang diulang dicatat dalam formulir Asesmen Awal Medis yang
bentuknya sama, diletakkan di belakang asesmen awal medis sebelumnya.
Selain formulir Asesmen Awal Medis, asesmen yang diulang juga berlaku pada pasien rawat
jalan yang dirawat inap yaitu :
 Hasil laboratorium lebih dari 30 hari atau kurang pada keadaan pasien yang berubah
signifikan
 Hasil foto rontgen toraks untuk pemeriksaan toleransi operasi lebih dari 1 tahun atau
kurang pada keadaan pasien tertentu

34
3.15. Asesmen Akhir Hidup
Asesmen akhir hidup dilakukan pada pasien dengan keadaan berikut :
 Perburukan klinis
 Penggunaan obat-obat penopang seperti noradrenalin, adrenalin, dobutamin
 Pasien keganasan stadium akhir dengan resistensi terhadap kemoterapi dan radiasi
Asesmen dilakukan oleh perawat dengan persetujuan DPJP. Hal yang diperhatikan meliputi :
 Keluhan pasien (misalnya mual, muntah, kesulitan bernapas, nyeri), hal-hal yang
menstimulasi atau meningkatkan keluhan tersebut, manajemen keluhan tersebut dan
respons pasien terhadap pengobatan yang diberikan
 Risiko jatuh
 Orientasi spiritual pasien dan keluarga dengan menyediakan pelayanan rohani sesuai
dengan agama yang dianut pasien
 Masalah spiritual pasien dan keluarga, seperti adakah rasa putus asa, rasa bersalah,
penderitaan
 Status psikososial pasien dan keluarga, seperti bagaimana hubungan antar anggota
keluarga, apakah lingkungan rumah memadai bila dilakukan perawatan di rumah,
bagaimana cara mengatasi reaksi pasien dan keluarga atas penyakit pasien
 Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services) bagi pasien dan
keluarga
 Kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain
 Faktor risiko bagi yang ditinggalkan, yaitu bagaimana keluarga mengatasi kesedihan atau
potensi reaksi patologis yang akan timbul dari keluarga yang ditinggalkan

35
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Asesmen awal :
 Formulir Triase Terintegrasi
 Pengkajian Medis Awal – Gawat Darurat
 Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat
 Pengkajian Keperawatan Rawat Jalan
 Pengkajian Keperawatan Rawat Inap
 Pengkajian Awal Keperawatan Rawat Inap Neonatus
 Informasi Bayi Baru Lahir (untuk Kebutuhan di Ruang Operasi)
 Bayi Baru Lahir
 Formulir Grafik Usia Gestasi
 Kematangan Neuromuskuler
 Pemantauan Risiko Trauma Kulit pada Pasien Neonatus
 Pengkajian Keperawatan Rawat Inap Anak
 Pengkajian Kebidanan dan Kandungan
 Pengkajian Gizi Rawat Inap
 Pemantauan Nyeri Pasien Neonatus
 Pemantauan Nyeri Klien Anak (Berdasarkan Penilaian FLACC Scale)
 Pengkajian Risiko Luka Dekubitus (Berdasarkan Skala Norton)
 Pengkajian Gangguan Jiwa
 Pengkajian NAPZA, Alkoholisme dan Gangguan Perilaku
 Formulir Pengkajian Akibat Terjadinya Kekerasan Seksual
 Formulir Pengkajian Anak Terlantar
 Formulir Pengkajian Cacat Fisik, Cacat Neurologis, Cacat Mental, Bisu, Tuli dan
Buta
 Formulir Pengkajian Kekerasan dalam Rumah Tangga
 Formulir Pengkajian Lansia
 Klinik Obstetri
 Rencana Pemulangan Pasien
2. Asesmen lanjut :
 Formulir Pengkajian Gizi Lanjut (Asuhan Gizi Dewasa)
 Formulir Pengkajian Gizi Lanjut (Asuhan Gizi Anak)
 Catatan Observasi dan Pengkajian Nyeri
3. Asesmen khusus :

36
 Formulir Konsultasi Internal
 Formulir Konsultasi Eksternal
 Persetujuan Permintaan Pendapat Lain (Second Opinion)
4. Asesmen ulang :
 Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
 Lembar Poliklinik (Lanjutan)
 Catatan Tindakan Keperawatan / Kebidanan
 Pengawasan Khusus Pasien Dewasa dengan Skoring NEWS
 Pengawasan Khusus Pasien Anak dengan Skoring PED-EWS
 Formulir Kriteria Pasien Masuk C3
 Formulir Kriteria Pasien Keluar C3
 Grafik Monitoring Suhu-Tensi-Nadi
 Pemantauan Intake dan Output Cairan
 Pengawasan Khusus Bayi
 Partograf
 Pengkajian Ulang Risiko Jatuh Pasien Dewasa
 Pemantauan Risiko Jatuh Pasien Anak
 Catatan Pelaksanaan Transfusi
 Asesmen Pre Operatif
 Asesmen Pra Anestesi / Sedasi
 Formulir Transfer Pasien Antar Ruangan
5. Pengkajian Akhir Hidup

37

Anda mungkin juga menyukai