Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP

PENGGUNAAN ANALGETIKA PADA PENYAKIT GOUT

DI DESA CABI KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN BANJAR

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Usul Penelitian

Untuk Memenuhi Persyaratan

Dalam Melakukan Penelitian Dalam Rangka Penyusunan Skirpsi

Oleh

Fitrian Noor

NIM SF14029

PROGRAM STUDI S1-FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI

BANJARBARU

DESEMBER 2018
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam urat adalah penyakit yang berhubungan dengan tingginya kadar asam

urat dalam darah. Seseorang akan di katakan menderita asam urat jika kadar asam

urat dalam darahnya di atas 7 mg/dl pada laki- laki dan di atas 6 mg/dl pada wanita.

Penyakit gout terjadi jika timbunan kristal asam urat yang mengendap dalam

persendian meningkat. Peningkatan tersebut, dapat di sebabkan ginjal yang

mengalami gangguan membuang asam urat dalam jumlah yang banyak. Penyakit

gout ini pada umumnya dapat mengganggu aktivitas harian penderitanya. Penderita

penyakit gout tingkat lanjut akan mengalami radang sendi yang timbul sangat cepat

dalam waktu singkat. Penderita tidur tanpa ada gejala apapun, namun ketika

bangun pagi harinya terasa sakit yang sangat hebat hingga tidak bisa berjalan.

Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan

tangan atau kaki, lutut, dan siku (Sukarmin, 2015.)

Prevalensi kejadian gout di dunia meningkat seiring dengan peningkatan

jumlah penduduk. Di Amerika Serikat sebanyak 5%,di Inggris sekitar 6,6%, di

Scotlandia sebesar 8%. Di New Zealand Gout lebih banyak di jumpai pada laki-

laki dari suku Maori (27,1%) dibandingkan dengan laki-laki Eropa (9,4%). Peneliti

an di Atayal usia diatas 18 tahun menunjukkan bahwa kejadian gout sekitar

41,4%. Di Indonesia menduduki urutan kedua setelah osteoartritis. Di Indonesia,

pertama kali di teliti oleh seorang dokter Belanda, Horst (1935) yaitu

menemukan 15 kasus Gout Arthritis berat pada masyarakat kurang mampu.

Dari beberapa data hasil penelitian seperti di Sinjai (Sulawesi Selatan) di


2

dapatkan angka kejadian hiperurisemia 10% pada pria dan 4% pada wanita.

Di Minahasa (Sulawesi Utara) diperoleh angka kejadian gout 34,30% pada

pria dan 23,31% pada wanita usia dewasa awal, sedangkan penelitian yang

dilakukan di Bandungan (Jawa Tengah) kerja sama dengan WHO-COPCORD

terhadap 4.683 sampel berusia antara 1545 tahun didapatkan angka kejadian

gout pada pria 24,3% dan wanita 11,7%. Selain itu hasil penelitian di

Kalimantan Barat diketahui bahwa usia 15-45 tahun yang diteliti sebanyak 85

orang, dimana pria mengalami penyakit asam urat sebanyak 1,7% dan perempuan

0,05 % (Krisnatuti, 2006). Penyakit peningkatan kadar asam ini tidak hanya

menyerang orang lanjut usia tetapi seseorang dengan usia produktif juga bisa

terserang penyakit ini. (Mutoharoh, 2013).

Data yang diperoleh dari Puskesmas Lokasi penelitian di Desa Cabi

Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan selama

3 bulan terakhir pada bulan Agustus - Oktober di tahun 2018 terdapat 82 orang

yang menderita penyakit gout. Penyuluhan kesehatan sangatlah penting bagi

masyarakat penderita Gout Arthritis dalam hal ini agar lebih memahami tentang

penyakit tersebut dan dapat merubah pola hidupnya demi tercapainya hidup

sehat. Menurut Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sikap diartikan sebagai

suatu reaksi atau respon yang muncul dari seseorang individu terhadap objek yang

kemudian memunculkan perilaku individu terhadap objek tersebut dengan cara-

cara tertentu (Saifudin, 2010). Sikap dan perilaku memainkan peran penting karena
3

mempengaruhi respon seseorang sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit,

pengetahuan tentang gejala dan penyebab penyakit dan sebagainya (Notoatmodjo,

2010). Tanpa adanya sikap dan perilaku, modifikasi pola hidup akan sulit tercapai.

Berdasarkan uraian diatas, inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan

penelitian mengenai Pengaruh Penyuluhan terhadap Pengetahuan dan Sikap

Penggunaan Analgetika Pada Penyakit Gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang

Empat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

suatu permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap penggunaan analgetika pada

penyakit gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar

sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan ?

2. Bagaimana pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan penggunaan

analgetika pada penyakit gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat

Kabupaten Banjar ?

3. Bagaimana pengaruh penyuluhan terhadap sikap penggunaan analgetika pada

penyakit gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap penggunaan analgetika

pada penyakit gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Banjar sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan.


4

2. Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan penggunaan

analgetika pada penyakit gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat

Kabupaten Banjar.

3. Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap sikap b penggunaan

analgetika pada penyakit gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat

Kabupaten Banjar.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,

wawasan serta pengalaman dalam menerapkan ilmu penggunaan analgetik

pada penyakit gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Banjar.

2. Untuk kalangan akademis, diharapkan penelitian ini menjadi dasar untuk

melakukan penelitian lanjutan terkait penggunaan analgetik di masyarakat.

3. Untuk tenaga kesehatan, diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai

bahan pertimbangan agar tenaga kesehatan melakukan penyuluhan yang dapat

meningkatkan pengetahuan masyarakat.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyuluhan

Penyuluhan merupakan proses belajar psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif manusia dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Melalui penyuluhan

kesehatan seseorang akan belajar dari tidak tahu menjadi tahu. Pengetahuan

(knowledge) merupakan domain penting dalam terbentuknya tindakan seseorang.

Peningkatan pengetahuan dapat meningkatkan sikap dan tindakan pengobatan

sendiri yang sesuai aturan. Penyuluhan dapat dilakukan dengan berbagai metode,

diantaranya metode ceramah, metode diskusi, metode demonstrasi serta gabungan

dari ketiga metode tersebut. Pendidikan merupakan faktor lain yang dapat

berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Pendidikan dapat

berpengaruh terhadap pola pikir dan tingkat pemahaman terhadap informasi.

Pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mendapatkan informasi yang lebih

banyak, dapat lebih memahami dan mengolah informasi dengan lebih baik (Wilbur

K et al, 2010).

Menurut Lucie (2005), metode yang dipilih oleh seorang agen penyuluhan

sangat tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan pendekatan sasaran

yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada 3 (tiga) yaitu:

1) Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Pada metode ini, penyuluh berhubungan langsung maupun tidak langsung

dengan sasaran secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena sasaran

dapat langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari


6

penyuluh. Kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai

kurang efektif, karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan

membimbing sasaran secara individu, selain itu juga membutuhkan banyak

tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama.

2) Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Metode ini cukup

efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan kegiatan yang

lebih produktif atas dasar kerja sama. Salah satu cara efektif dalam metode

pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah. Dalam pendekatan

kelompok banyak manfaat yang dapat diambil seperti transfer informasi, tukar

pendapat, umpan balik, dan interaksi kelompok yang memberi kesempatan

bertukar pengalaman. Namun pada metode ini terdapat kesulitan dalam

mengkoordinir sasaran karena faktor geografis dan aktifitas.

3) Metode berdasarkan pendekatan massa

Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang banyak. Ditinjau

dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, tapi terbatas hanya

dapat menimbulkan kesadaran dan keingintahuan saja. Metode pendekatan

massa dapat mempercepat proses perubahan tapi, jarang bisa mewujudkan

perubahan perilaku.

2.2 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengetahui setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan

tentang hal yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Proses penginderaan yang
7

paling dominan adalah indera penglihatan dan pendengaran. Indera mempunyai

peran paling penting dalam mengkaji dan mempelajari suatu hal. (Notoatmodjo,

2012).

2.2.1 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dapat

dijabarkan menjadi beberapa kelompok. Menurut Notoatmodjo (2012) ada

beberapa faktor mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :

1. Pendidikan

Kemampuan untuk mengembangkan kepribadian di dalam dan diluar sekolah

dan berlangsung seumur hidup.

2. Pengalaman

Sebagai pengetahuan dan keterampilan profesional dan pengalaman dapat

mengembangkan pemikiran seseorang dalam mengambil keputusan sehingga

mempengaruhi terhadap pengetahuan.

3. Umur

Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak memperoleh informasi yang

diperoleh, sehingga menambah pengetahuan.

4. Pekerjaan

Dapat mempengaruhi terhadap pengetahuan, karena pekerjaan menjadikan

pengalaman baik secara langsung maupun tidak secara langsung.

5. Minat

Sebagai keinginan tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang

menekuni suatu hal dan akhirnya pengetahuan yang di peroleh lebih

mendalam.
8

6. Kebudayaan

Lingkungan sekitar dapat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku

seseorang. Apabila wilayah mempunyai budaya dalam menjaga kesehatan

lingkungan maka sangat memungkinkan masyarakat mempunyai perilaku

untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.

7. Informasi

Kemudahan mendapatkan suatu informasi dapat mempercepat seseorang untuk

memperoleh pengetahuan yang baru.

2.3 Sikap

Sikap (Attitude) adalah evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang

terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan

tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut (Berkowitz dalam

Azwar, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya Sikap

a. Faktor intern yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang

bersangkutan sendiri. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar

melalui persepsi, oleh karena itu kita harus memilih rangsangan-ragsangan

mana yang akan kita teliti dan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan

oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita.

b. Faktor ekstern adalah yang merupakan faktor diluar manusia, yaitu:

1. Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap

2. Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap tersebut

3. Sifat orang/kelompok yang mendukung sikap tersebut


9

4. Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap

5. Situasi pada saat sikap dibentuk (Purwanto, 1998)

2.4 Terapi Gout

Tujuan terapi serangan artritis gout akut adalah menghilangkan gejala, sendi

yang sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan secepat mungkin untuk

menjamin respon yang cepat dan sempurna. Ada tiga pilihan obat untuk artritis

gout akut, yaitu NSAID, kolkisin, kortikosteroid, dan memiliki keuntungan dan

kerugian. Pemilihan untuk penderita tertentu tergantung pada beberapa faktor,

termasuk waktu onset dari serangan yang berhubungan dengan terapi awal,

kontraindikasi terhadap obat karena adanya penyakit lain, efikasi serta resiko

potensial.NSAID biasanya lebih dapat ditolerir dibanding kolkhisin dan lebih

mempunyai efek yang dapat diprediksi (Depkes, 2006).

Untuk penderita artritis gout yang mengalami peptic ulcers , perdarahan

atau perforasi sebaiknya mengikuti standar atau guideline penggunaan NSAID.

Kolkisin dapat menjadi alternatif namun memiliki efek kerja yang lebih lambat

dibandingkan dengan NSAID. Kortikosteroid baik secara oral, intraartikular,

intramuskular, ataupun intravena lebih efektif diberikan pada gout monoartritis,

penderita yang tidak toleran terhadap NSAID dan penderita yang mengalami

kontraksi terhadap pengobatan lainnya (Jordan et al., 2007).

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya pengobatan serangan

artritis gout diobati dalam 24 jam pertama serangan, salah satu pertimbangan

pemilihan obat adalah berdasarkan tingkatan nyeri dan sendi yang terkena. Terapi

kombinasi dapat dilakukan pada kondisi akut yang berat dan serangan artritis gout
10

terjadi pada banyak sendi besar. Terapi kombinasi yang dilakukan adalah kolkisin

dengan NSAID, kolkisin dan kortikosteroid oral, steroid intraartikular dan obat

lainnya. Untuk kombinasi NSAID dengan kortikosteroid sistemik tidak disarankan

karena dikawatirkan menimbulkan toksik pada saluran cerna (Khanna et al., 2012).

Obat golongan NSAID yang di rekomendasikan sebagai pilihan pertama pada

kondisi artritis gout akut adalah indometasin, naproxen, dan sulindak. Ketiga obat

tersebut dapat menimbulkan efek samping serius pada saluran cerna, ginjal, dan

perdarahan saluran cerna. Obat golongan cyclooxigenase 2 inhibitor (COX 2

inhibitor) seperti celecoxib merupakan pilihan pada penderita artritis gout dengan

masalah pada saluran cerna (Cronstein dan Terkeltaub, 2006).

Tabel 1. Contoh Obat NSAID (Fandi, 2014)


Nama Obat Rute Pemberian Dosis
Aspirin Oral 4-6 gram/hari
Indometasin Oral 2-4 kali 25 mg/hari
Piroksikam Oral 10-20 mg/hari
Ibuprofen Oral 1200-2400 mg/hari
Asam mefenamat Oral 750-1500 mg/hari
Meloksikam Oral 7,5-15 mg/hari
Natrium diklofenak Oral 100-150 mg/hari

2.4.1 Analgetik

Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau

menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay dan Kirana, 2007).

Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar

yaitu kelompok non narkotik yang bekerja pada saraf perifer dan kelompok

narkotik yang bekerja pada susunan saraf pusat.

Analgetika perifer (non narkotik)


11

Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.

Analgetika antiradang termasuk dalam kelompok ini. Beberapa contoh obat

analgetik non narkotik yang banyak dijumpai di Apotek, yaitu:

a) Parasetamol

Parasetamol merupakan derivat para-aminofenol yang paling utama digunakan.

Parasetamol memiliki sifat analgetik dan antipiretik serta aktivitas anti-

inflamasi yang lemah. Parasetamol digunakan untuk menghilangkan nyeri

ringan sampai sedang dan kondisi demam ringan (Sweetman, 2009). Sediaan

lazim parasetamol adalah tablet 100 mg, 500 mg dan sirup 120 mg/5 ml.

b) Asam mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgetik dan anti-inflamasi, asam

mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat

terikat sangat kuat pada protein plasma sehingga interaksi obat ini dengan

antikoagulan harus diperhatikan. Dosis lazim asam mefenamat tablet dan

kapsul dengan dosis 250-500 mg (Depkes, 2009).

c) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propioat. Obat ini bersifat analgetik dengan

efek anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgetiknya sama dengan

aspirin. Ibuprofen terikat dengan protein plasma. Efek samping terhadap

saluran cerna lebih ringan dari aspirin, indometasin, atau naproksen. Obat ini

tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui (Depkes, 2009). Sediaan

lazim ibuprofen tablet 200 mg dan 400 mg.


12

d) Diklofenak

Diklofenak merupakan derivat dari asam fenilasetat. Diklofenak lebih sering

digunakan dalam bentuk garam natrium untuk menghilangkan nyeri dan

inflamasi pada bebagai kondisi. Diklofenak juga diberikan secara oral dalam

bentuk garam kalium. Dosis pada garam kalium sama dengan dosis pada

natrium diklofenak (Sweetman, 2009). Dosis lazim diklofenak tablet 25 mg, 50

mg.

e) Asam asetilsalisilat

Asam asetilsalisilat atau Aspirin adalah NSAID (Non Steroidal Anti

Inflamatory Drugs) salisilat dan memiliki banyak sifat sama dengan NSAID

(Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) non-aspirin. Aspirin dan salisilat

lainnya memiliki sifat analgetik, anti-inflamasi, dan antipiretik mereka

bertindak sebagai inhibitor enzim siklooksigenase, yang menghasilkan

penghambatan biosintesis prostaglandin langsung dan tromboksan dari asam

arakidonat. Aspirin juga menghambat agregasi platelet. Aspirin digunakan

untuk menghilangkan rasa sakit ringan sampai sedang (Sweetman, 2009).

Sediaan lazim asam asetilsalisilat tablet 100 mg dan 500 mg.

f) Fenilbutazon

Fenilbutazon adalah NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) turunan

pirazolon. Namun, karena toksisitas dan khususnya hematologi yang

merugikan, tidak digunakan sebagai analgetik umum atau antipiretik. Meskipun

fenilbutazon efektif di hampir semua muskuloskeletal dan gangguan sendi,

tetapi hanya dapat digunakan dalam kondisi akut (Sweetman, 2009). Sediaan

lazim fenilbutazon tablet 200 mg.


13

g) Piroksikam

Piroksikam adalah NSAID turunan oksikam. Piroksikam mungkin memiliki

onset lebih cepat dari efek terapi karena yang ditingkatkan kelarutannya.

Piroksikam telah digunakan dalam muskuloskeletal dan gangguan sendi dengan

kondisi yang menyakitkan dan peradangan kronis (Sweetman, 2009). Dosis

lazim piroksikam tablet 10 mg dan 20 mg.

h) Meloxicam

Meloxicam merupakan derivat oxicam yang selektif menghambat COX-2 lebih

kuat dari COX-1, sehingga kurang merangsang mukosa lambung (Tjay dan

Rahardja, 2007). Meloxicam termasuk dalam Non Steroidal Anti Inflamatory

Drugs (NSAID) digunakan dalam pengelolaan rheumatoid arthritis, untuk

pengobatan simtomatik jangka pendek eksaserbasi akut osteoarthritis, dan

untuk pengobatan gejala ankylosing spondylitis (Sweetman, 2009).

2.5 Hipotesis

Ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap penggunaan

analgetik pada penyakit gout di masyarakat Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat

Kabupaten Banjar.
14

BAB III

METODE PENELITIAN

2.6 Konsep Penelitian

Kerangka konsep merupakan formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori

atau teori -teori yang mendukung penelitian tersebut. Dengan adanya kerangka

konsep akan mengarahkan peneliti untuk menganalisa hasil penelitian

(Notoatmodjo, 2010).

Masyarakat

Penyakit Gout
(Penggunaan Analgesik
non narkotik)

Pretest Pengetahuan
dan Sikap penguunaan
Analgetik

Penyuluhan

Posttest Pengetahuan
dan Sikap penguunaan
Analgetik

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian. Gambaran Alur Penelitian


Penyuluhuan di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat
15

2.7 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan

Pre Eksperimental Design dengan rancangan One Group Pre and Post Test, karena

pada penelitian ini akan mengidentifikasikan pengaruh diberikannya sebelum dan

sesudah penyuluhan di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar

Provinsi Kalimantan Selatan.

2.8 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Cabi kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Banjar Provinsi Kalimantan Selatan pada bulan Desember 2018- Maret 2019.

2.9 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Notoatmodjo,

2010). Populasi target penelitian adalah warga yang tinggal di Desa Cabi

Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan yang

menderita penyakit gout dengan jumlah penduduk 82 orang menurut data yang

diperoleh dari Puskesmas Lokasi penelitian di Desa Cabi Kecamatan Simpang

Empat Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan selama 3 bulan terakhir pada

bulan Agustus - Oktober di tahun 2018.

2.10 Sampel

Menurut Arikunto (2006) sampel adalah sebagian atau wakil dari

populasi yang akan diteliti. Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode total
16

sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total sampling

karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh

populasi dijadikan sampel penelitian semuanya. Sampel yang diambil dari

penelitian ini adalah 82 orang.

Sampel yang dimaksud adalah seluruh masyarakat yang dijumpai pada saat

peneliti melakukan penelitian di wilayah Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat

Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan kriteria

inklusi dan eksklusi yaitu:

a. Kriteria Inklusi adalah karakteristik sampel yang layak untuk diteliti meliputi

masyarakat yang menderita Gout Arthritis yang baru maupun lama, bersedia

menjadi responden penelitian dan kooperatif, berusia 17 tahun keatas.

b. Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak layak untuk diteliti

meliputi masyarakat yang berhalangan hadir atau tidak bersedia menjadi

responden, mengalami gangguan dalam berkomunikasi (tunarungu dan

tunawicara), masyarakat sedang sakit menderita komplikasi sehingga akan

menyulitkan peneliti untuk berkomunikasi, dan masyarakat yang berprofesi

sebagai tenaga kesehatan.

2.11 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Instrumen atau alat pengumpul

data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuisioner tingkat pengetahuan

berisi 10 pertanyaan dan untuk sikap 10 pertanyaan yang diisi oleh responden,
17

diukur dengan menggunakan skala Guttman. Skala pengukuran Guttman digunakan

untuk mendapatkan jawaban “ya - tidak”. Mengukur tingkat pengetahuan

respondenakan memperoleh nilai yaitu menggunakan skor 1 untuk jawaban yang

benar dan untuk jawaban yang salah/ganda/tidak diisi diberi skor 0. Selanjutnya

seluruh skor yang di dapat dari tiap pertanyaan dijumlahkan ( Hikmawati, 2017 ).

Rumus :
𝑥
𝑝 = 𝑛 𝑥 100%

Keterangan :

P = Jumlah dalam persentase

F = Jumlah skor jawaban yang benar

N = Jumlah skor maksimal jika pertanyaan dijawab benar

Selanjutnya hasil perhitungan persentase tersebut dimasukkan ke dalam standar

kriteria objektif, yaitu :

Skor Kategori
>80% Baik
<80% Kurang

Sebelum kuisioner diberikan kepada responden, yang ingin diteliti terlebih dahulu

harus dilakukan uji validitas dan reabilitas agar mendapatkan informasi yang sesuai

dengan tujuan penelitian.

2.12 Definisi Operasional

Menurut Notoatmodjo (2010), Definisi Operasional digunakan untuk

membatasi ruang lingkup dari variabel yang diamati, dan dilakukan agar

pengumpulan data konsisten antara sumber data yang satu dengan responden yang

lain. Berikut definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
18

Tabel 1. Definisi operasional


Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala Keterangan
Penyuluhan Proses belajar dan - Nominal - Sebelum
menghasilkan penyuluhan
perubahan - Sesudah
pengetahuan bagi penyuluhan
pasien.
1. Penyakitnya
2. Mengenai obat
3. Indikasi obat
4. Cara kerja obat
5. Efek samping

Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner Ordinal Jika menjawab


Penggunaan merupakan dominan benar mendapat
analgetik penting dalam skor 1, jika
Pada terbentuknya tindakan menjawab salah
penyakit seseorang mendapat skor 0.
gout (Cahyaningsih, 2013) Dengan kriteria:
- Baik (bila nilai
> 80%)
Sikap Pandangan responden Kuesioner Ordinal - Kurang
mengenai penyakit (<80%)
gout
19

2.13 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahapan. Adapun tahapan yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

Persiapan Instrumen

Pembuatan Kuesioner

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Analisis Hasil

Kesimpulan

2.13.1 Persiapan Instrumen

Kuisioner diberikan kepada responden yang berisi pertanyaan yang harus

dijawab oleh responden mengenai pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan dan

sikap pengunaan analgetika pada penyakit gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang

Empat.

2.13.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas

Uji validitas isi menunjukkan sejauh mana pertanyaan, tugas atau butir dalam

suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan (Matondang,

2009). Kuisioner diujikan kepada 30 responden yang merupakan masyarakat


20

yang menggunakan analgetika pada penyakit gout. Kemudian kusioner yang

telah diisi oleh responden dilihat hasilnya melalui program SPSS. Jika nilai R

hasil lebih besar dari R table maka data tesebut dikatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menyatakan bahwa kuisioner dikatakan reliabel untuk dapat

memberikan hasil yang sama saat diteskan pada kelompok yang sama (Arifin,

1991) dalam Matondang (2009).

Kuisioner yang berisi beberapa pertanyaan kegiatan pengaruh penyuluhan

terhadap pengetahuan dan sikap penggunaan analgetika pada penyakit gout di Desa

Cabi Kecamatan Simpang Empat di uji validitas dan reliabilitas dengan cara

memberikan pertanyaan tersebut kepada sekelompok responden sebagai sarana uji

coba. Kemudian kuisioner tersebut diberi skor atau nilai jawaban dengan sistem

penilaian yang ditetapkan (Endah, 2011). Dalam penentuan layak tidaknya

kuisioner, dipilih taraf signifikasi 0,05% artinya suatu kuisioner dianggap valid jika

berkorelasi signifikan terhadap skor total, sedangkan kuisioner dianggap reliabel

jika jawaban terhadap pertanyaan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

2.14 Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian melalui beberapa proses, yakni :

1. Peneliti memperoleh surat izin penelitian, pemilihan materi dan sampel.

Pengumpulan data dilakukan di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat,

dengan memberikan informasi terlebih dahulu kepada ketua RT dan pembakal

di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat bahwa akan dilaksanakannya

penyuluhan terhadap warga yang menderita penyakit gout untuk mengetahui


21

pengetahuan serta pemahaman masyarakat dalam melakukan swamedikasi

penggunaan analgetika.

2. Peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian penyuluhan dan materi yang

akan disampaikan mengenai analgetika, kegunaan, indikasi, efek samping, dan

keamanan pengunaannya dengan meminta ketersediaan responde berpartisipasi

mengikuti penyuluhan.

3. Responden diberikan kuesioner dan diminta mengisi kuesioner pada saat

sesudah dilakukan penyuluhan tentang penggunaan analgetika pada penyakit

gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat.

3.10 Pengolahan Data

Pengolahan data penelitian dilakukan melalui beberapa proses yakni :

1. Editing adalah pemeriksaan data dari hasil kuesioner yang terkumpul dengan

cara memeriksa kelengkapan data dan kesalahan pengisian kuesioner untuk

memastikan data yang diperoleh telah lengkap dan dapat dibaca dengan baik.

2. Entry data adalah memasukkan data dari hasil kuesioner ke dalam komputer

untuk kemudian diolah dengan bantuan perangkat lunak komputer.

3. Cleaning adalah proses pengecekan kembali dari pemeriksaan kesalahan pada

data yang sudah di-entry untuk di perbaiki dan disesuaikan dengan data yang

telah dikumpulkan.

3.11 Analisis Data

Data yang telah melalui proses pengolahan data dianalisis dengan program

SPSS. Pertama dilakukan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas telebih dahulu. Jika

memenuhi asumsi normalitas maka menggunakan uji parametris Uji Paired T.test

dan apabila tidak memenuhi maka menggunakan Uji Wilcoxon.


22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini sebanyak 82 orang dan dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

a. Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur, dapat dilihat dengan tabel dibawah

ini:

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan umur


No. Umur Jumlah Persentase
1. 15-25 tahun 2 2,4%
2. 26-35 tahun 32 39,1%
3. 36-45 tahun 36 43,9%
4. 46-60 tahun 10 12,2%
5. 61-70 tahun 2 2,4%
Total 82 100%

Pada Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang berhadir saat

penyuluhan paling banyak adalah berumur 36-45 tahun dengan jumlah 36

orang (43,9%) dan paling sedikit adalah berumur 15-25 tahun dan 61-70 tahun

dengan jumlah masing-masing 2 orang (2,4%).

b. Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat dengan tabel

dibawah ini:
23

Tabel 4. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1. Laki-laki 35 42,7%
2. Perempuan 47 57,3%
Total 82 100%

Pada Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang berhadir

saat penyuluhan paling banyak adalah perempuan 57,3% dan paling sedikit

adalah laki-laki 42,7%.

c. Pendidikan Terakhir

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir, dapat dilihat dengan

tabel dibawah ini:

Tabel 5. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan


No. Pendidikan Jumlah Persentase
1. Tidak Sekolah 17 20,7%
2. SD 45 54,9%
3. SMP 12 14,6%
4. SMA 5 6,1%
5. Perguruan Tinggi 3 3,7%
Total 82 100,0

Pada Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa jumlah masyarakat berdasarkan

pendidikan terakhir paling banyak adalah SD dengan jumlah 45 orang (54,9%)

dan paling sedikit adalah perguruan tinggi dengan jumlah 3 orang (3,7%).

d. Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, dapat dilihat dengan tabel

dibawah ini:
24

Tabel 6. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah Persentase


1. Pegawai Negeri 3 3,7%
2. Pegawai Swasta 10 12,1%
3. Pedagang 20 24,4%
4. Ibu Rumah Tangga 29 35,4%
5. Petani 20 24,4%
Total 82 100%

Pada tabel 6 diatas menunjukkan bahwa jumlah masyarakat berdasarkan

pekerjaan paling banyak adalah petani dengan jumlah 29 orang (35,4%) dan

paling sedikit adalah pegawai negeri dengan jumlah 3 orang (3,7%).

e. Pengetahuan Sebelum Penyuluhan

Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan sebelum peenyuluhan, dapat

dilihat dengan tabel dibawah ini:

Tabel 7. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan sebelum penyuluhan

Pengetahuan Sebelum
No. Jumlah Persentase
Penyuluhan
1. Kurang 69 84,1%
2. Baik 13 15,9%
Total 82 100%

Pada Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa jumlah masyarakat berdasarkan

pengetahuan sebelum peyuluhan adalah sebanyak 69 orang (84,1%) masih

kurang memahami pengetahuan penyuluhan dan hanya sebanyak 13 orang

(15,9%) yang cukup baik dalam memahami penyuluhan tersebut.

f. Pengetahuan Sesudah Penyuluhan

Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan sesudah peenyuluhan, dapat

dilihat dengan tabel dibawah ini:


25

Tabel 8. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan sesudah penyuluhan

Pengetahuan Sesudah
No. Jumlah Persentase
Penyuluhan
1. Kurang 39 47,6%
2. Baik 43 52,4%
Total 82 100%

Pada Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa jumlah masyarakat berdasarkan

pengetahuan sesudah peyuluhan adalah sebanyak 43 orang (52,4%) sudah

memahami pengetahuan penyuluhan dan hanya sebanyak 39 orang (47,6%)

yang masih kurang dalam memahami penyuluhan tersebut.

g. Sikap Sebelum Penyuluhan

Karakteristik responden berdasarkan sikap sebelum penyuluhan, dapat dilihat

dengan tabel dibawah ini:

Tabel 9. Karakteristik responden berdasarkan sikap sebelum penyuluhan

No. Sikap Sebelum Penyuluhan Jumlah Persentase


1. Kurang 69 84,1%
2. Baik 13 15,9%
Total 82 100%

Pada Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa jumlah masyarakat berdasarkan sikap

sebelum penyuluhan adalah sebanyak 69 orang (84,1%) masih kurang dan

hanya sebanyak 13 orang (15,9%) yang memiliki sikap baik sebelum

penyuluhan tersebut.

h. Sikap Sesudah Penyuluhan

Karakteristik responden berdasarkan sikap sesudah penyuluhan, dapat dilihat

dengan tabel dibawah ini:


26

Tabel 10. Karakteristik responden berdasarkan sikap sesudah penyuluhan

No. Sikap Sebelum Penyuluhan Jumlah Persentase


1. Kurang 54 65,9%
2. Baik 28 34,1%
Total 82 100%

Pada Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa jumlah masyarakat

berdasarkan sikap sesudah penyuluhan adalah sebanyak 69 orang (84,1%)

masih kurang dan hanya sebanyak 13 orang (15,9%) yang memiliki sikap baik

sesudah penyuluhan tersebut.

4.1.2 Hasil Analisis Data

Data yang didapatkan pada uji pertama yaitu Uji Normalitas dan Uji

Homogenitas. Jika memenuhi asumsi normalitas maka menggunakan uji parametris

Uji Paired T.test dan apabila tidak memenuhi maka menggunakan Uji Wilcoxon.

A. Uji Normalitas Pengetahuan

Tests of Normality (Normal bila Nilai Sig. > 0,05)

Kolmogorov-Smirnov (N > 50) Shapiro-Wilk


Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Pengetahuan Sebelum
.159 82 .000 .925 82 .000
Penyuluhan
Pengetahuan Sesudah
.153 82 .000 .935 82 .000
Penyuluhan

Berdasarkan tabel hasil analisis data diatas dengan menggunakan uji

Normalitas didapatkan hasil p-value 0,000 (< α = 0,05) yang artinya data tersebut

tidak normal.
27

B. Uji Homogenitas Pengetahuan

Test of Homogeneity of Variance (Homogen bila Nilai Sig. > 0,05)

Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Pengetahuan Based on Mean .007 1 162 .934
Based on Median .007 1 162 .933
Based on Median and .007 1 161.289 .933
with adjusted df
Based on trimmed mean .001 1 162 .970

Berdasarkan tabel hasil analisis data diatas dengan menggunakan uji

Homogenitas didapatkan hasil p-value 0,934 (> α = 0,05) yang artinya data tersebut

homogen.

C. Uji Wilcoxon Pengetahuan

Test Statistics

Pengetahuan
Sesudah
Penyuluhan -
Pengetahuan
Sebelum
Penyuluhan
Z -6.850
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Berdasarkan tabel hasil analisis data diatas dengan menggunakan uji

Wilcoxon didapatkan hasil p-value 0,000 (< α = 0,05) yang artinya terdapat

pengaruh yang signifikan pada kelompok pengetahuan sebelum penyuluhan dan

pengetahuan sesudah penyuluhan.


28

D. Uji Chi Square Pengetahuan

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 24.405a 1 .000
Continuity 22.805 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 25.389 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 24.256 1 .000
Association
N of Valid Cases 164
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.00.
b. Computed only for a 2x2 table

Berdasarkan tabel hasil analisis data diatas menggunakan uji Chi square

didapatkan hasil p-value 0,000 (< α = 0,05) yang artinya pemberian penyuluhan

terhadap pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap penggunaan analgetika pada

penyakit gout di desa cabi kecamatan simpang empat kabupaten banjar provinsi

kalimantan selatan.

E. Uji Normalitas Sikap

Tests of Normality (Normal bila Nilai Sig. > 0,05)

Kolmogorov-Smirnov(N > 50) Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.


Sikap Sebelum .168 82 .000 .916 82 .000
Penyuluhan
Sikap Sesudah .184 82 .000 .886 82 .000
Penyuluhan

Berdasarkan tabel hasil analisis data diatas dengan menggunakan uji

Normalitas didapatkan hasil p-value 0,000 (< α = 0,05) yang artinya data tersebut

tidak normal.
29

F. Uji Homogenitas Sikap

Test of Homogeneity of Variance (Homogen bila Nilai Sig. > 0,05)

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Sikap Based on Mean 1.600 1 162 .208


Based on Median 1.136 1 162 .288
Based on Median and with 1.136 1 161.845 .288
adjusted df
Based on trimmed mean 1.671 1 162 .198

Berdasarkan tabel hasil analisis data diatas dengan menggunakan uji

Homogenitas didapatkan hasil p-value 0,208 (> α = 0,05) yang artinya data tersebut

homogen.

G. Uji Wilcoxon Sikap

Test Statistics

Sikap Sesudah
Penyuluhan -
Sikap Sebelum
Penyuluhan
Z -7.613
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Berdasarkan tabel hasil analisis data diatas dengan menggunakan uji

Wilcoxon didapatkan hasil p-value 0,000 (< α = 0,05) yang artinya terdapat

pengaruh yang signifikan pada kelompok sikap sebelum penyuluhan dan sikap

sesudah penyuluhan
30

H. Uji Chi square Sikap

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 32.559a 1 .000
Continuity 30.775 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 33.903 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 32.360 1 .000
Association
N of Valid Cases 164
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 34.00.
b. Computed only for a 2x2 table

Berdasarkan tabel hasil analisis data diatas menggunakan uji Chi square

didapatkan hasil p-value 0,000 (< α = 0,05) yang artinya pemberian penyuluhan

terhadap sikap berpengaruh signifikan terhadap penggunaan analgetika pada

penyakit gout di desa cabi kecamatan simpang empat kabupaten banjar provinsi

kalimantan selatan.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap

pengetahuan dan sikap penggunaan analgetika pada penyakit gout. Penyuluhan

penelitian ini dilaksanakan di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Banjar.
31

A. Karakteristik Responden

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa karakteristik

responden berdasarkan umur yang paling banyak yaitu responden yang berusia

36-45 tahun dengan jumlah 36 orang (43,9%). Hal ini sesuai dengan teori yang

mengatakan rentang umur yang biasanya beresiko terkena Gout Arthritis adalah

usia 30-50 tahun pada laki-laki, dan pada perempuan kebanyakan terjadi saat

memasuki usia menopause. Perbedaan angka kesakita Gout Arthtritis ini dapat

disebabkan oleh faktor intrinsik, diantaranya adalah faktor keturunan yang

terkait dengan jenis kelamin atau perbedaan hormonal, dimana kadar asam urat

laki-laki cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan usia (Tjokroprawito,

2007).

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin. Didapatkan

perempuan lebih banyak dari pada jenis kelamin laki-laki yaitu 57,3% dan

42,7%. Tjokroprawito (2007) mengatakan bahwa salah satu penyebab Gout

Arthritis adalah faktor intrinsik diantaranya jenis kelamin dan hormonal dimana

kadar asam urat laki-laki cenderung meningkat karena tidak mempunyai

hormon estrogen. Tapi pada hasil penelitian di Desa Cabi kecamatan Simpang

Empat Kabupaten Banjar dari 47 responden wanita terdapat 30 responden yang

berusi >40 tahun. Artinya pada usia ini wanita sudah menopause sehingga

hormone estrogen sudah berkurang. Pada hasil wawancara pola makan juga

sangat erat kaitannya dengan tingginya kejadian Gout Arthritis pada wanita.

Pada penelitian terkait yang didukung oleh beberapa studi redaksi

epidemiologis diantaranya studi yang dilakukan oleh Choi, et al (2005) yang

mengatakan bahwa konsumsi makanan kaya zat purin yang terkandung dalam
32

binatang laut memberikan pengaruh yang sangat besar bagi peningkatan asam

urat dalam darah. Terkait dengan jenis pekerjaan ibu rumah tangga (memasak

makanan yang tinggi kadar purin), dan pada saat juga pengisian instrument

ternyata dari 47 responden wanita yang memiliki riwayat Gour Arthritis di

keluarganya adalah 35 responden yang mendukung item riwayat Gout Arthritis

(Tjokoprawito, 2007).

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan yang paling banyak

yaitu responden SD (54,9%). Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi

pengetahuan pendidikan merupakan suatu kegiatan sadar tujuan, yaitu

tercapainya tujuan yang diinginkan. Pendidikan adalah proses perubahan sikap

dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pelatihan dan pengajaran, proses pembuatan dan cara

mendidik (Ngatimin, 2003). Hasil penelitian di Desa Cabi kecamatan Simpang

Empat Kabupaten Banjar menunjukkan bahwa masih sedikit responden

penelitian yang berpendidikan SMP (14,6%), SMA (6,1%) dan perguruan

tinggi (3,7%). Rendahnya tingkat pendidikan maka akan diikuti oleh

penurunan derajat kesehatan seseorang dikarenakan pengetahuan yang cukup

untuk seseorang melakukan pencegahan terhadap penyakit Gout Arthritis.

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan banyak responden yang

hanya sebagai ibu rumah tangga yaitu 35,4%. Ibu rumah tangga yang

kesehariannya dihabiskan di rumah dengan kurangnya aktifitas fisik cenderung

memberikan dampak resiko untuk terkena penyakit Gout Arthritis. Semakin

ringan pekerjaan yang dihadapi maka aktifitasnya pun berkurang. Perempuan

yang sering di rumah yang aktifitasnya banyak di dapur dalam mengelola


33

makanan cenderung akan lebih tergoda dengan berbagai makanan yang tidak

terkontrol untuk bisa meningkatkan kambuhnya Gout Arthritis.

Pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan

tentang Gout Arthritis terdapat perbedaan yang signifikan dimana untuk

pengetahuan sebelum diberikan penyuluhan kesehatan tentang Gout Arthritis,

di peroleh responden memiliki pengetahuan baik 13 orang dan setelah diberikan

penyuluhan kesehatan meningkat menjadi 43 responden memiliki pengetahuan

yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan, pengalaman informasi

dan fasilitas merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Pengetahuan sangat erat dengan pendidikan, maka

seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi maka semakin luas

pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan sikap yang dimiliki responden Gout Arthritis sebelum dan

sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang Gout Arthritis terdapat

peningkatan yang signifikan. Dimana diperoleh responden sebelum diberikan

penyuluhan kesehatan memiliki sikap Baik yaitu 13 orang dan setelah diberikan

penyuluhan kesehatan meningkat menjadi 28 responden. Hal ini berarti

pendidikan kesehatan identik dengan penyuluhan, karena keduanya

berorientasi kepada perubahan sikap seseorang. Dengan adanya pengetahuan

yang tinggi dan bertambahnya wawasan dari individu tersebut menjadikan

seseorang bersikap lebih hati-hati dalam mensikapi kesehatan dan berusaha

mencegahnya.
34

B. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Penggunaan Analgetika

pada penyakit Gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Banjar

Berdasarkan hasil analisis statistik pengaruh penyuluhan kesehatan

terhadap klien Gout Arthritis di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat

Kabupaten Banjar dengan menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test pada

tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05) diperoleh bahwa terdapat pengaruh

pemberian penyuluhan kesehatan tehadap pengetahuan klien penyakit Gout

Arthritis. Secara statistik diperoleh nilai sig 0,000 (α <0,05).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebelum dan sesudah penyuluhan

kesehatan tentang Gout Arthritis terjadi peningkatan signifikan yaitu sebelum

penyuluhan kesehatan 13 orang dan setelah diberikan penyuluhan kesehatan

meningkat 43 orang. Hal ini menandakan bahwa dengan adanya pemberian

penyuluhan kesehatan tentang Gout Arthritis kepada 82 responden,

penyuluhan kesehatan dapat diterima dengan baik, bisa memahami serta

meningkatkan pengetahuan seseorang dalam mengintervensi penyakitnya

dengan mengontrolnya dan mencegah terjadinya kambuhnya Gout Arthritis.

Pengetahuan merupakan pengertian dan pemahaman klien mengenai

penyakit Gout Arthritis. Pengetahuan ini meliputi pengetahuan mengenai

defenisi, penyebab, faktor resiko, tanda dan gejala, pemeriksaan kadar,

pengobatan dan pencegahan. Adanya pengetahuan yang bertambah akan

menjadikan seseorang bersikap lebih hati-hati dalam mensikapi kesehatan serta

akan berusaha mencegahnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pengetahuan responden yang telah mengikuti penyuluhan kesehatan akan


35

lebih baik pengetahuannya dari pada responden yang tidak mendapat

penyuluhan kesehatan.

Hasil penelitian ini didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Petri (2011) di Kedungtangkil di dapatkan adanya pengaruh pendidikan

kesehatan Gout Arthritis terhadap pengetahuan dan sikap pencegahan Gout

Arthritis pada lansia di posyandu Dusun Kedungtangkil.

Hasil penelitian diatas mendukung peneliti yang di lakukan di Cabi

Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar bahwa penderita Gout Arthritis

yang diberikan pendidikan dan pedoman dalam perawatan diri akan

meningkatkan pola hidupnya yang dapat mengontrol kadar asam urat dengan

baik sekaligus mengingatkan bahwa pendidikan kesehatan akan lebih efektif

bila petugas kesehatan mengenal tingkat pengetahuan, sikap kebiasaan sehari –

hari klien tersebut.

C. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Sikap Penggunaan Analgetika Pada

Penyakit Gout di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Banjar

Hasil analisis pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap sikap klien

Gout Arthritis di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar

dengan menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test pada tingkat kemaknaan

95% (α 0,05) diperoleh bahwa terdapat pengaruh pemberian penyuluhan

kesehatan tentang Gout Arthritis terhadap sikap klien penyakit Gout Arthritis.

Secara statistik diperoleh nilai sig = 0,000 (α <0,05).

Hasil penelitian diperoleh bahwa Sebelum diberikan penyuluhan

kesehatan tentang Gout Arthritis kepada 82 responden GoutArthritis, terjadi


36

peningkatan signifikan yakni sebelum diberikan penyuluhan kesehatan

diperoleh Responden memiliki sikap baik adalah 13 orang dan setelah

diberikan penyuluhan kesehatan menjadi meningkat yaitu 28 orang yang

memiliki sikap yang baik. Hasil ini membuktikan bahwa penyuluhan

kesehatan tentang Gout Arthritis merupakan gambaran suatu kegiatan yang

dapat mempengaruhi perubahan perilaku responden meliputi pengetahuan dan

sikap. Dengan diberikan penyuluhan maka responden mendapat pembelajaran

yang menghasilkan suartu perubahan diri yang semula belum diketahui menjadi

diketahui, serta memberikan dampak yang positif kepada responden, serta

proses komunikasi dan proses perubahan perilaku, sikap masyarakat dalam

peningkatan sikap yang mendukung terjadinya perubahan perilaku tersebut.

Hasil penelitian ini didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Ranti (2012), dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya

pengaruh pemberian buku saku Gout Arthritis terhadap pengetahuan, sikap dan

perilaku pasien Gout Arthritis Rawat jalan di RSUP. Prof. Dr. R. D Kandou

Manado.

Hasil peneliti yang dilakukan di Desa Cabi Kecamatan Simpang Empat

Kabupaten Banjar menunjukkan bahwa adanya peningkatan responden

terhadap sikap setelah di berikan penyuluhan kesehatan tentang Gout

Arthritis. Sikap dan perilaku sehat terdiri dari monotoring kadar asam urat

tersebut secara mandiri, perencanaan makan (diet) latihan jasmani dan istirahat.

Peran perawat adalah mendorong kemandirian dan meningkatkan pendidikan

kesehatan melalui keluarga sehingga keluhan dan gejala penyakit Gout Arthritis

berkurang serta dapat mencegah komplikasi akut.


37

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan

dan sikap penggunaan analgetika pada penyakit gout di desa cabi kecamatan

simpang empat kabupaten banjar diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh penyuluhan analgetika terhadap pengetahuan klien tentang

Gout Arthtritis sebelum diberikan penyuluhan hanya 13 orang yang memiliki

pengetahuan yang baik, setelah diberikan penyuluhan analgetika meningkat

menjadi 43 orang dari 82 responden.

2. Terdapat pengaruh penyuluhan analgetika terhadap sikap klien tentang Gout

Arthritis sebelum diberikan penyuluhan hanya 13 orang yang memiliki sikap

baik, setelah diberikan penyuluhan meningkat menjadi 23 orang yang memiliki

sikap baik dari 82 responden

Anda mungkin juga menyukai