I. Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir infeksi yang diakibatkan oleh bakteri
penghasil Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) meningkat. Di
Indonesia sendiri, terutama di RSUP Dr. Kariadi Semarang, selama kurun
waktu 2004-2005 didapatkan proporsi bakteri penghasil ESBL sebesar 50,6%.
Berdasarkan tes skrining awal. Infeksi oleh bakteri memberikan akibat yang
signifikan bagi pasien rawat inap dikarenakan pilihan terapi infeksi untuk
bakteri penghasil ESBL sangat terbatas dan infeksi oleh bakteri ini
menyebabkan angka mortalitas yang lebih tinggi pada pasien rawat inap.
Padatahun 2001, World Health Organization (WHO) menyampaikan
keprihatinan yang tinggi terhadap perkembangan bakteri resisten. WHO pun
menyatakan global alert atau perang melawan bakteri resisten. Fachmi juga
mengungkapkan, penelitian di dua rumah sakit besar di JawaTimur dan Jawa
Tengah pada tahun 2001 menunjukkan bahwa penggunaan antibiotic secara
tidak bijak mencapai 80 %. Kasus di RSU dr Soetomo, lanjut Kuntaman,
angka resisten terhadap antibiotic lini pertama (penyakit infeksi ringan) bias
mencapai 90 persen dan lini kedua (infeksi sedang) mendekati 50 %. Dalam
disertasinya yang dirilis beberapa waktu lalu, Kuntaman juga menyebutkan,
angka bakteri penghasil extended spectrum beta lactamase (ESBL, jenis
bakteri yang sulit diobati) mencapai 29-36 %. “Bandingkan dengan Belanda
yang angkanya kurang dari 1 %”, sebut pria yang bekerja di laboratorium
mikrobiologi RSU dr Soetomoitu.
ESBL merupakan enzim yang dapat menghidrolisis penicillin,
cephalosporin generasi I, II, III dan aztreonam (kecuali cephamycin dan
carbapenem). ESBL berasal dari β-laktamase yang termutasi. Mutasi ini
menyebabkan peningkatan aktivitas enzimatik β-lactamase sehingga enzim ini
dapat menghidrolisis chepalosporin generasi III dan aztreonam.
Penggunaan antibiotika golongan cephalosporin generasi III secara luas
untuk pengobatan infeksi di rumah sakit disebutkan menjadi salah satu faktor
risiko infeksi oleh bakteri penghasil ESBL. Selain resisten terhadap antibiotika
golongan cephalosporin, bakteri penghasil ESBL juga sering menunjukkan
resistensi pada penggunaan fluoroquinolone. Selain panggunaan antibiotika
secara berlebihan, pasien dengan penyakit berat, LOS (Length of Stay) yang
lama dan dirawat dengan alat-alat medis yang sifatnya invasif (kateter urin,
kateter vena dan endotracheal tube) untuk waktu yang lama juga merupakan
risiko tinggi untuk terinfeksi oleh bakteri penghasil ESBL.
IV. Materi
Pokok Bahasan : ESBL
Materi penyuluhan yang akan diberikan meliputi :
1. Pengertian ESBL
2. Faktor Resiko ESBL
3. Cara penularan ESBL
4. Cara pencegahan ESBL
5. Cara penanganan ESBL
6. Bahaya Resistensi Antibiotik
V. Metode
1. Ceramah.
2. Diskusi.
LCD
LCD
MEJA
Keterangan :
: LCD
: Meja
: Moderator
: Pemateri
: Fasilitator
: Peserta
VIII. Pengorganisasian
1. Penanggung Jawab : Nizar Jamil Jayadi
2. Moderator : Ellin Puji A
3. Penyaji : Rendi Adi Saputra
4. Notulen : Yustina Reko Lere
5. Operator : Bayu Indra S
6. Fasilitator : Anang Kurniawan
Ipa Nurjanah
Eriantini Tri Azisa
Dian Safitri
Delsiana Dede Kaka
Sri Umiatul
IX. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur :
a. Penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa bekerja sama dengan ruangan
HD RS Saiful Anwar Malang.
b. Pengorganisasian dilakukan 2 hari sebelum penyuluhan dilakukan.
2. Evaluasi Proses :
a. Peserta memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji.
b. Peserta mengikuti kegiatan penyuluhan dari awal hingga selesai
penyuluhan.
c. Peserta aktif dalam melakukan kegiatan penyuluhan.
3. Evaluasi Hasil :
a. Peserta memahami materi yang telah disampaikan.
b. Peserta mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh penyaji.
MATERI PENYULUHAN
A. PENGERTIAN ESBL
ESBL adalah enzim yang dapat menyebabkan resistensi terhadap
hampir seluruh antibiotik β laktam termasuk penisilin, sefalosporin dan
monobaktam.
Enzim β laktamase yang pertama ditemukan dinamakan TEM-1. TEM
ditandai dengan adanya asam amino serine pada bagian aktifnya. Adanya
mutasi satu asam amino pada TEM-1 mengakibatkan terbentuk enzim baru
disebut TEM-2 namun tidak mengubah kemampuan hidrolisisnya terhadap
antibiotik β laktam. Setiap adanya mutasi akan menghasilkan suatu enzim
baru dengan kemampuan hidrolisis cincin betalaktam yang berbeda.
TEM-1 dan TEM-2 menghidrolisis penicillin dan sefalosporin spektrum
sempit, seperti sefalotin atau sefazolin. Namun, tidak efektif terhadap
sefalosporin generasi yang lebih tinggi dengan rantai samping oxyimino,
seperti sefotaksim, ceftazidim, seftriakson, atau sefepim. Akibatnya,
sefalosporin generasi ketiga mendapat tempat yang luas dalam penggunaan
klinis pada awal 1980an. TEM-3 dilaporkan pertama kali tahun 1989. TEM-3
inilah bakteri penghasil enzim β laktamase pertaa yang masuk kedalam
golongan bakteri ESBL dari variant TEM. Sejak saat itu telah terdapat lebih
dari 200 mutasi pada TEM. TEM paling banyak dihasilkan oleh E.coli.
Adanya mutasi serine menjadi glisine pada posisi 238 enzim β
laktamase mengakibatkan terbentuknya enzim yang disebut SHV-1. ESBL
ditemukan pertama kali tahun 1983 dan merupakan turunan dari SHV ini.
SHV umumnya dijumpai pada Klebsiella spp. Sama halnya dengan TEM,
perubahan satu asam amino mengakibatkan terbentuknya enzim baru.
Sampai saat ini dikenal 140 turunan SHV.
Selain kedua enzim diatas dijumpai juga CTM-X yang lebih dominan
resisten terhadap cefotaxime. Banyak kejadian outbreak ESBL diakibatkan
turunan CTM-X. Sampai saat ini terdapat 130 turunan CTM-X. CTM-X
merupakan ESBL yang paling sering dijumpai saat ini. Antibiotik β
laktamase inhibitor asam clavulanat kurang efektif terhadap ESBL CTM-X
ini. Adapun enzim β laktamase yang lain dikenal dengan OXA β
laktamae. OXA beta laktamase dapat menghidrolisis oksasilin dan kurang
efektif terhadap asam clavulanat. ESBL OXA banyak dijumpai pada
Pseudomonas aeroginosa. Enzim beta laktamase yang lain, seperti PER,
VEB, dan GES telah dilaporkan tetapi sangat jarang dan terutama ditemukan
pada P.aeruginosadan hanya didapati pada daerah geografis tertentu. Enzim
ESBL lainnya, yang juga cukup jarang, dan ditemukan di Enterobacteriaceae
antara lain BES, SFO, dan TLA.
Bakteri yang dapat menghasilkan enzim ESBL umumnya bakteri
gram negatif, seperti Klebsiella pneumonia, Klebsiella oxytoca, Eschericia
coli, Acinetobacter, Burkhlorderia, Citobacter, Enterobacter, Morganella,
Proteus, Pseudomonas, Salmonella, danSeratia spp.