Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

ESBL (EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE)


R. Hemodialisa RSSA-Malang

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)


RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : ESBL


Sub Bahasan : Konsep ESBL
Sasaran : Keluarga Pasien Ruang HD RSU Dr.Saiful Anwar Malang
Tempat : Ruang Tunggu HD RSU Dr.Saiful Anwar Malang
Hari / Tanggal : Rabu, 03 Juli 2019
Waktu : 30 Menit
Pukul : 08.30 WIB

I. Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir infeksi yang diakibatkan oleh bakteri
penghasil Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) meningkat. Di
Indonesia sendiri, terutama di RSUP Dr. Kariadi Semarang, selama kurun
waktu 2004-2005 didapatkan proporsi bakteri penghasil ESBL sebesar 50,6%.
Berdasarkan tes skrining awal. Infeksi oleh bakteri memberikan akibat yang
signifikan bagi pasien rawat inap dikarenakan pilihan terapi infeksi untuk
bakteri penghasil ESBL sangat terbatas dan infeksi oleh bakteri ini
menyebabkan angka mortalitas yang lebih tinggi pada pasien rawat inap.
Padatahun 2001, World Health Organization (WHO) menyampaikan
keprihatinan yang tinggi terhadap perkembangan bakteri resisten. WHO pun
menyatakan global alert atau perang melawan bakteri resisten. Fachmi juga
mengungkapkan, penelitian di dua rumah sakit besar di JawaTimur dan Jawa
Tengah pada tahun 2001 menunjukkan bahwa penggunaan antibiotic secara
tidak bijak mencapai 80 %. Kasus di RSU dr Soetomo, lanjut Kuntaman,
angka resisten terhadap antibiotic lini pertama (penyakit infeksi ringan) bias
mencapai 90 persen dan lini kedua (infeksi sedang) mendekati 50 %. Dalam
disertasinya yang dirilis beberapa waktu lalu, Kuntaman juga menyebutkan,
angka bakteri penghasil extended spectrum beta lactamase (ESBL, jenis
bakteri yang sulit diobati) mencapai 29-36 %. “Bandingkan dengan Belanda
yang angkanya kurang dari 1 %”, sebut pria yang bekerja di laboratorium
mikrobiologi RSU dr Soetomoitu.
ESBL merupakan enzim yang dapat menghidrolisis penicillin,
cephalosporin generasi I, II, III dan aztreonam (kecuali cephamycin dan
carbapenem). ESBL berasal dari β-laktamase yang termutasi. Mutasi ini
menyebabkan peningkatan aktivitas enzimatik β-lactamase sehingga enzim ini
dapat menghidrolisis chepalosporin generasi III dan aztreonam.
Penggunaan antibiotika golongan cephalosporin generasi III secara luas
untuk pengobatan infeksi di rumah sakit disebutkan menjadi salah satu faktor
risiko infeksi oleh bakteri penghasil ESBL. Selain resisten terhadap antibiotika
golongan cephalosporin, bakteri penghasil ESBL juga sering menunjukkan
resistensi pada penggunaan fluoroquinolone. Selain panggunaan antibiotika
secara berlebihan, pasien dengan penyakit berat, LOS (Length of Stay) yang
lama dan dirawat dengan alat-alat medis yang sifatnya invasif (kateter urin,
kateter vena dan endotracheal tube) untuk waktu yang lama juga merupakan
risiko tinggi untuk terinfeksi oleh bakteri penghasil ESBL.

II. Tujuan Umum


Setelah mengikuti penyuluhan mengenai ESBLselama 30 menit, keluarga
pasien di ruang HD RS dr.Saiful Anwar Malang dapat memahami tentang
konsep ESBL.

III. Tujuan Khusus


Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan warga mampu :
1. Menjelaskan pengertian ESBL
2. Mengetahui faktor resiko ESBL
3. Mengetahui cara penularan ESBL
4. Mengetahui cara penanganan ESBL
5. Mengetahui Bahaya Resistensi Antibiotik

IV. Materi
Pokok Bahasan : ESBL
Materi penyuluhan yang akan diberikan meliputi :
1. Pengertian ESBL
2. Faktor Resiko ESBL
3. Cara penularan ESBL
4. Cara pencegahan ESBL
5. Cara penanganan ESBL
6. Bahaya Resistensi Antibiotik
V. Metode
1. Ceramah.
2. Diskusi.

VI. Setting Tempat

LCD
LCD

MEJA

Keterangan :
: LCD
: Meja
: Moderator
: Pemateri
: Fasilitator
: Peserta

VII. Media / Alat


1. Laptop (Power Point).
2. LCD.
3. leaflet

VIII. Kegiatan Pembelajaran


No Tahap Waktu Kegiatan PJ
1. Pembukaan 3 menit 1. Salam pembuka Moderator
2. Memperkenalkan diri, dan menjelaskan
topic penyuluhan dan tujuan penyuluhan.
3. Menggali pengetahuan tentang ESBL.
4. Mendengarkan dan memperhatikan
5. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
penyaji
2. Isi 15 Menjelaskan materi tentang : Penyaji
menit 1. Pengertian ESBL
2. Faktor Resiko ESBL
3. Cara penularan ESBL
4. Cara pencegahan ESBL
5. Cara penanganan ESBL
6. Bahaya Resistensi Antibiotik
5 menit Memberikan kesempatan pada keluarga Fasilitator
pasien untuk bertanya.
5 menit Menyimpulkan materi bersama peserta. Moderator
3. Penutup 2 menit Evaluasi Moderator

VIII. Pengorganisasian
1. Penanggung Jawab : Nizar Jamil Jayadi
2. Moderator : Ellin Puji A
3. Penyaji : Rendi Adi Saputra
4. Notulen : Yustina Reko Lere
5. Operator : Bayu Indra S
6. Fasilitator : Anang Kurniawan
Ipa Nurjanah
Eriantini Tri Azisa
Dian Safitri
Delsiana Dede Kaka
Sri Umiatul
IX. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur :
a. Penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa bekerja sama dengan ruangan
HD RS Saiful Anwar Malang.
b. Pengorganisasian dilakukan 2 hari sebelum penyuluhan dilakukan.
2. Evaluasi Proses :
a. Peserta memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji.
b. Peserta mengikuti kegiatan penyuluhan dari awal hingga selesai
penyuluhan.
c. Peserta aktif dalam melakukan kegiatan penyuluhan.
3. Evaluasi Hasil :
a. Peserta memahami materi yang telah disampaikan.
b. Peserta mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh penyaji.
MATERI PENYULUHAN

A. PENGERTIAN ESBL
ESBL adalah enzim yang dapat menyebabkan resistensi terhadap
hampir seluruh antibiotik β laktam termasuk penisilin, sefalosporin dan
monobaktam.
Enzim β laktamase yang pertama ditemukan dinamakan TEM-1. TEM
ditandai dengan adanya asam amino serine pada bagian aktifnya. Adanya
mutasi satu asam amino pada TEM-1 mengakibatkan terbentuk enzim baru
disebut TEM-2 namun tidak mengubah kemampuan hidrolisisnya terhadap
antibiotik β laktam. Setiap adanya mutasi akan menghasilkan suatu enzim
baru dengan kemampuan hidrolisis cincin betalaktam yang berbeda.
TEM-1 dan TEM-2 menghidrolisis penicillin dan sefalosporin spektrum
sempit, seperti sefalotin atau sefazolin. Namun, tidak efektif terhadap
sefalosporin generasi yang lebih tinggi dengan rantai samping oxyimino,
seperti sefotaksim, ceftazidim, seftriakson, atau sefepim. Akibatnya,
sefalosporin generasi ketiga mendapat tempat yang luas dalam penggunaan
klinis pada awal 1980an. TEM-3 dilaporkan pertama kali tahun 1989. TEM-3
inilah bakteri penghasil enzim β laktamase pertaa yang masuk kedalam
golongan bakteri ESBL dari variant TEM. Sejak saat itu telah terdapat lebih
dari 200 mutasi pada TEM. TEM paling banyak dihasilkan oleh E.coli.
Adanya mutasi serine menjadi glisine pada posisi 238 enzim β
laktamase mengakibatkan terbentuknya enzim yang disebut SHV-1. ESBL
ditemukan pertama kali tahun 1983 dan merupakan turunan dari SHV ini.
SHV umumnya dijumpai pada Klebsiella spp. Sama halnya dengan TEM,
perubahan satu asam amino mengakibatkan terbentuknya enzim baru.
Sampai saat ini dikenal 140 turunan SHV.
Selain kedua enzim diatas dijumpai juga CTM-X yang lebih dominan
resisten terhadap cefotaxime. Banyak kejadian outbreak ESBL diakibatkan
turunan CTM-X. Sampai saat ini terdapat 130 turunan CTM-X. CTM-X
merupakan ESBL yang paling sering dijumpai saat ini. Antibiotik β
laktamase inhibitor asam clavulanat kurang efektif terhadap ESBL CTM-X
ini. Adapun enzim β laktamase yang lain dikenal dengan OXA β
laktamae. OXA beta laktamase dapat menghidrolisis oksasilin dan kurang
efektif terhadap asam clavulanat. ESBL OXA banyak dijumpai pada
Pseudomonas aeroginosa. Enzim beta laktamase yang lain, seperti PER,
VEB, dan GES telah dilaporkan tetapi sangat jarang dan terutama ditemukan
pada P.aeruginosadan hanya didapati pada daerah geografis tertentu. Enzim
ESBL lainnya, yang juga cukup jarang, dan ditemukan di Enterobacteriaceae
antara lain BES, SFO, dan TLA.
Bakteri yang dapat menghasilkan enzim ESBL umumnya bakteri
gram negatif, seperti Klebsiella pneumonia, Klebsiella oxytoca, Eschericia
coli, Acinetobacter, Burkhlorderia, Citobacter, Enterobacter, Morganella,
Proteus, Pseudomonas, Salmonella, danSeratia spp.

B. FAKTOR RESIKO ESBL


Banyak penelitian yang meneliti tentang faktor resiko ESBL, dan mereka
sepakat bahwa faktor resiko ESBL disebabkan keadaan sebagai berikut :
1. Memiliki sistem imun yang lebih lemah
2. Keparahan penyakit,
3. Lama rawat inap di rumah sakit,
4. Peralatan medis yang invasif (kateter urine,endotracheal tubes, central
venous lines),
5. Antibiotik.
6. Memiliki luka terbuka

C. CARA PENULARAN ESBL


Kebanyakan infeksi ESBL disebarkan melalui kontak langsung dengan
cairan tubuh orang yang terinfeksi (darah, cairan dari luka, air seni, atau
dahak. Infeksi ini juga dapat disebarkan melalui benda atau permukaan yang
terkontaminasi oleh kuman. Terlebih lagi, seseorang dapat terinfeksi ESBL
dengan menyentuh air atau tanah yang terkontaminasi yang mengandung
bakteri.

D. CARA PENCEGAHAN ESBL


Terdapat beberapa cara mencegah penyebaran infeksi bakteri ESBL :
1. Mencuci tangan, terutama jika sedang berada di rumah sakit atau fasilitas
kesehatan lain
2. Menggunakan sarung tangan jika berada di sekitar individu yang terinfeksi
atau memegang benda yang ada dirumah sakit
3. Mencuci baju, selimut dan benda lain yang disentuh atau dipakai selama
menderita infeksi ESBL
4. Menghindari kontak dekat dengan orang atau hewan yang terinfeksi
bakteri
5. Menggunakan lengan panjang ketika berada disekitar orang yang
terinfeksi
6. Mengkonsumsi antibiotik yang diinstruksikan oleh dokter
7. Jika terbuksi menderita ESBL, individu dapat diisolasi dalam suatu tempat
di rumah sakit agar infeksi dapat dibatasi dan tidak menyebar ke orang
lain di rumah sakit tersebut.

E. CARA PENANGANAN ESBL


Pasien dengan bakteri penghasil ESBL harus diberikan antibiotic lini III
yang umumnya masih mampu membunuh bakteri-bakteri tersebut seperti
golongan carbapenem dan cephamycin.Terapi dengan antibiotic ini harus
benar-benar diputuskan dan diberikan secara hati-hati untuk menjaga agar
tidak terjadi resistensi terhadap antibiotika yang bias dibilang merupakan
salah satu harapan / lini terakhir yang dimiliki oleh dunia kedokteran.Terapi
antibiotic pasien ini sebaiknya dikelola oleh seorang ahli penyakit dalam.
Pastikan Anda mematuhi saran dan anjuran dari dokter Anda. Komplikasi
terberat dari kondisi ini adalah terjadinya sepsis(disfungsi organ yang
mengancam jiwa akibat disregulasi respon tubuh terhadap infeksi ) suatu
keadaan yang amat mengancam jiwa.

F. BAHAYA RESISTENSI ANTIBIOTIK


Anak-anak & orang dewasa yang terinfeksi virus, dimana tidak bisa diobati
dengan antibiotik, biasanya akan pulih dengan sendirinya apabila penyakitnya
tersebut telah selesai. Demam, yang merupakan tipe infeksi oleh virus dapat
berlangsung sampai 2 minggu. Apabila penyakit yang diderita terlihat makin
memburuk atau berlangsung lebih lama dari perkiraan, maka sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter kembali. Obat-obatan yang dijual bebas dapat
digunakan untuk membantu mengobati beberapa gejala yang dirasakan.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu meredakan
gejala sakit yang dirasakan, apabila ternyata penyebabnya adalah infeksi
virus & tidak bisa diobati dengan antibiotika :
 Banyak istirahat
 Banyak minum
 Gunakan pelembap ruangan
 Hindari asap rokok atau bahan polutan lainnya
 Gunakan obat penurun panas seperti parasetamol atau ibuprofen untuk
meredakan demam
 Bila perlu gunakan obat-obat yang dijual bebas untuk meredakan gejala
yang dirasakan seperti misalnya pelega pernafasan dll.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI 2009 ,’ Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah


Saki tDan Fasilitas Kesehatan Lainnya’. Jakarta

Pajaria, A. 2010. Infeksi Oleh Bakteri Penghasil Extended-Spectrum Beta-


Lactamase (Esbl) Di Rsup Dr. Kariadi Semarang : Faktor Risiko Terkait
Penggunaan Antibiotik. Skripsi .Online.

Anda mungkin juga menyukai