Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN AUTISME

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan
kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30
bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa,
fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305).
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan
kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak
terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305).
Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal
dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang
terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120).
Menurut Isaac, A (2005) autisme merupakan gangguan
perkembangan pervasive dengan masalah awal tiga area
perkembangan utama yaitu perilaku, interaksi sosial dan komunikasi.
Gangguan ini dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi
sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas.
Autisme adalah kelainan yang mempunyai dampak besar terhadap
kehidupan penderita, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kadang
keadaan ini membuat kebingungan dan sangat menyakitkan hati orang
tua penderita. Definisi Autisme adalah kelainan neuropsikiatrik yang
menyebabkan kurangnya kemampuan berinteraksi sosial dan
komunikasi, minat yang terbatas, perilaku tidak wajar dan adanya
gerakan stereotipik, dimana kelainan ini muncul sebelum anak berusia
3 tahun (Teramihardja, J, 2007).
Suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang
secara klinis ditandai oleh adanya 3 gejala utama berupa : kualitas

1
yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional,
kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan
minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan
berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya
respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum
usia 3 tahun.
2. Etiologi
Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak
diketahui dan hanya terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi
sekarang ini penelitian mengenai autisme semakin maju dan
menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab neurobiologist
yang sangat kompleks.
Gangguasn neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi
faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa
perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh
negatif selama masa perkembangan otak, antara lain; penyakit infeksi
yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat
dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun
setelah dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein
tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana, 2005).
Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive autisme
dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:
a. Genetis, abnormalitas genetik dapat menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak

b. Keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat


dalam vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikonsumsi ibu
yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat
yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak

2
penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar
yang relatif tinggi.

c. Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang


diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh,
ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi
tidak trpenuhi karena faktor ekonomi

d. Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan


perkembangan tubuhnya sendiri karena zat – zat yang bermanfaat
justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan
tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan
autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh
penderita sendiri yang justru kebal terhadap zat – zat penting
dalam tubuh dan menghancurkannya.
3. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima
impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang
berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin,
terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu
sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga
sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf
berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir,
terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal
sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak
sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian

3
otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson,
dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan
menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak
adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses –
proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru
lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh
berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived
neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,
calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang
bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain
growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik
terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak
tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian
otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua
peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat
keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada
autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan
akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin
sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya,
pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang
jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-
4 menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye
dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan
faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer
yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi

4
bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang
menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam
masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti
thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar
sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa.
Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar
bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan
Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus
(bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan
proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang
berperan dalam proses memori). Penelitian pada monyet dengan
merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet
berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak
memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia
enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial
monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan
hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka
memperlihatkan gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara
lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat
besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam
folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak
antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta

5
metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi,
serta ko kain.

Pathway

Pemakaian
Partus Genetik Keracunan Logam
antibiotik
Lama berlebihan

>>> neutropin dan Infeksi Jamur


Gangguan nutrisi
dan Oksigenasi neuropeptida

Kebocoran usus dan


tidak sempurna
Kerusakan pada pencernaan kasein dan
Gangguan pada sel purkinye dan glutein
otak hippocampus

Protein terpecah
Abnormalitas Gangguan sampai
keseimbangan polipeptida
pertumbuhan
serotonin dan
sel saraf dopamin

Kasein dan
Peningkatan gluten terserap
Gangguan otak
neurokimia kecil kedalam darah
secara abnormal

Reaksi atensi Menimbulkan efek


Growth without lebih lambat morfin pada otak
guidance

PERUBAHAN
PERSEPSI
AUTIS SENSORI

Gangguan Persepsi
PERUBAHAN Sensori

Gangguan Gangguan INTERAKSI SOSIAL Gangguan


Komunikasi Interaksi Sosial Perilaku
penglihatan
dan
pendengaran
Keterlambatan Mengabaikan Acuh tak acuh Hiperaktif
Bicara monoton
dalam berbahasa dan tidak dan terhadap
dimengerti menghindari lingkungan
oranglain oranglain dan oranglain Sangat agresif
terhadap
Sensitif
oranglain dan
dirinya
terhadap
GANGGUAN Perilaku
cahaya
KOMUNIKASI yang
VERBAL DAN Menutup
aneh
telinga bila
NON VERBAL
mendengar
suara
6
4. Manifestasi Klinis
Keterlambatan atau fungsi abnormal pada ketrampilan berikut,
muncul sebelum umur 3 tahun.
a. Interaksi sosial.
b. Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sosial.
c. Bermain simbolik atau imajinatif.
Diagnosis harus memenuhi kriteria DSM IV (Diagnostic And
Statistical Of Manual Disorders 1992 Fourth Edition). Diagnosis
autisme bisa ditegakkan apabila terdapat enam atau lebih gejala dari
(1), (2) dan (3) dengan paling sedikit 2 dari (1) dan 1 dari masing-
masing (2) dan (3).
a. Gangguan kualitatif interaksi sosial, muncul paling sedikit 2 dari
gejala berikut :
1) Gangguan yang jelas dalam perilaku non – verbal
(perilaku yang dilakukan tanpa bicara) misalnya kontak mata,
ekspresi wajah, posisi tubuh dan mimik untuk mengatur
interaksi sosial.
2) Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara
yang sesuai.
3) Tidak berbagi kesenangan, minat atau kemampuan
mencapai sesuatu hal dengan orang lain.
4) Kurangnya interaksi sosial timbal balik.
b. Gangguan kualitatif komunikasi, paling sedikit satu dari gejala
berikut :

7
1) Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-
kata berbicara, tanpa disertai usaha kompensasi dengan cara
lain.
2) Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan
memulai atau mempertahankan komunikasi dengan orang lain.
3) Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau
bahasa yang tidak dapat dimengerti.
4) Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan,
atau bermain menirukan secara sosial yang sesuai dengan
umur perkembangannya.
c. Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang dan
tidak berubah (stereotipik), yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari
gejala berikut :
1) Minat yang terbatas, stereotipik dan meneetap dan
abnormal dalam intensitas dan fokus.
2) Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak
fungsional secara kaku dan tidak fleksibel.
3) Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya
flapping tangan dan jari, gerakan tubuh yang kompleks.
4) Preokupasi terhadap bagian dari benda.
5. Penatalaksanaan
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah
serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau
penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang
autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar
norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam
keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian
pada penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah
riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif

8
mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri,
stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem
dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis.
Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal, merupakan
antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2
(D2). Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin
D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas,
dan tingkah laku menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena
mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa
mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi
afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan
penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas
emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,
penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang
melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari
Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk
meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk
mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi
wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian
informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT)
untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi
keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa
memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis.
Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang
menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin
dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang
berada di dinding usus.

9
Dengan barbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa
menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi
orang dewasa yang mandiri dan berprestasi

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian ditinjau dari keperawatan anak
Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan
perkembangan pervasive menurut Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C
(1998) antara lain:
a. Tidak suka dipegang
b. Rutinitas yang berulang
c. Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
d. Terpaku pada benda mati
e. Sulit berbahasa dan berbicara
f. 50% diantaranya mengalami retardasi mental
g. Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan
emosi diri sendiri dengan orang lain
h. Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan
dengan orang lain
i. Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri
sendiri dengan orang lain
j. Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang
lain atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain
k. Penolakan atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan
ketidakmatangan stuktur gramatis, ekolali, pembalikan
pengucapan, ketidakmampun untuk menamai benda-benda,

10
ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak,
tidak adanya ekspresi nonverbal seperti kontak mata, sifat
responsif pada wajah, gerak isyarat.
2. Diagnosa
Menurut Townsend, M.C (1998) diagnosa keperawatan yang dapat
dirumuskan pada pasien/anak dengan gangguan perkembangan
pervasive autisme antara lain:

a. Risiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan:


1) Tugas-tugas perkembangan yang tidak terselesaikan dari rasa
percaya terhadap rasa tidak percaya
2) Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan
3) Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai
respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella
pada ibu, fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberkulosa
sclerosis, anoksia selama kelahiran dan sindroma fragilis X
4) Deprivasi ibu
5) Stimulasi sensosrik yang tidak sesuai
6) Sejarah perilaku-perilaku mutilatif/melukai diri sebagai respons
terhadap ansietas yang meningkat
7) Ketidakacuhan yang nyata terhadap lingkungan atau reaksi-
reaksi yang histeris terhadap perubahan-perubahan pada
lingkungan
b. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan:
1) Gangguan konsep diri
2) Tidak adanya orang terdekat
3) Tugas perkembangan tidak terselsaikan dari percaya versus
tidak percaya
4) Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai
respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella

11
pada ibu fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous
sclerosis, anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X)
5) Deprivasi ibu
6) Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:
1) Ketidakmampuan untuk mempercayai
2) Penarikan diri dari diri
3) Perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap
kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu
fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous sclerosis,
anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X)
4) Deprivasi ibu
5) Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
d. Gangguan identitas diri/pribadi berhubungan dengan:
1) Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan
2) Tugas-tugas tidak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa
tidak percaya
3) Deprivasi ibu
4) Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
3. Perencanaan
Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi
untuk mengatasi masalah keperawatan pada anak dengan gangguan
perkembangan pervasife autisme antara lain:
a. Resiko terhadap mutilasi diri
1) Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku
alternative (misalnya memulai interaksi antara diri dengan
perawat) sebagai respons terhadap kecemasan dengan criteria
hasil:
a) Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak
memerlukan perilaku-perilaku mutilatif diri

12
b) Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila
merasa cemas
2) Intervensi
a) Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman,
lingkungan yang kondusif untuk mencegah perilaku merusak
diri.
Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin
keselamatan anak)
b) Kaji dan tentukan penyebab perilaku – perilaku mutilatif
sebagai respon terhadap kecemasan
Rasional : pengkajian kemungkinan penyebab dapat
memilih cara /alternative pemecahan yang tepat.
c) Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat
anak memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk
mencegah menarik – narik rambut, pemberian bantal yang
sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat
gerakan-gerakan histeris
Rasional : Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera
d) Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu
perawat
Rasional : Untuk dapat bisa lebih menjalin hubungan saling
percaya dengan pasien
e) Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu –
waktu mening-katnya kecemasan agar tidak terjadi mutilasi
Rasional : dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada
perilaku-perilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman
b. Kerusakan interaksi sosial
1) Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada
seorang pemberi perawatan yang ditandai dengan sikap

13
responsive pada wajah dan kontak mata dalam waktu yang
ditentukan dengan criteria hasil:
a) Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
b) Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada
wajah dan perilaku-perilaku nonverbal lainnya dalam
berinteraksi dengan orang lain
c) Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
2) Intervensi
a) Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk
meningkatkan keper-cayaan
Rasional : Interaksi staf dengan pasien yang konsisten
meningkatkan pembentukan kepercayaan
b) Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan
kesukaan, selimut) untuk memberikan rasa aman dalam
waktu-waktu tertentu agar anak tidak mengalami distress
Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam
waktu-waktu aman bila anak merasa distres
c) Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan
ketika anak berusaha untuk memenuhi kebutuhan –
kebutuhan dasarnya untuk meningkatkan pembentukan dan
mempertahankan hubungan saling percaya
Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan
pembentukan dan mempertahankan hubungan saling
percaya
d) Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan
interaksi-interaksi, mulai dengan penguatan yang positif
pada kontak mata, perkenalkan dengan berangsur-angsur
dengan sentuhan, senyuman , dan pelukan
Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu
rangsangan yang gencar pada pasien yang tidak terbiasa

14
e) Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang
berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang
lain dilingkungannya
Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk
hubungan saling percaya dapat memberikan rasa aman

c. Kerusakan komunikasi verbal


1) Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang
pemberi perawatan ditandai dengan sikap responsive dan
kontak mata dalam waktu yang telah ditentukan dengan kriteria
hasil:
a) Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti
oleh orang lain
b) Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan
pengungkapan verbal
c) Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan
orang lain
2) Intervensi
a) Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami
tindakan-tindakan dan komunikasi anak
Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan
kemampuan untuk memahami tindakan-tindakan dan
komunikasi pasien
b) Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai
kepuasan pola komunikasi terbentuk
Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat
mengurangi kecemasan anak sehingga anak akan dapat
mulai menjalin komunikasi dengan orang lain dengan asertif

15
c) Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk
menguraikan kode pola komunikasi ( misalnya :” Apakah
anda bermaksud untuk mengatakan bahwa…..?” )
Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan
akurasi dari pesan yang diterima, menjelaskan pengertian-
pengertian yang tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati
untuk tidak “berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya”
d) Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk
menyampaikan ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar
dengan menggunakan contoh
Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni
terhadap dan hormat kepada seseorang
d. Gangguan Indentitas Pribadi
1) Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri
sendiri dan bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam
waktu yang ditentukan untuk mengenali fisik dan emosi diri
terpisah dari orang lain saat pulang dengan kriteria hasil:
a) Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari
tubuhnya dengan bagian-bagian dari tubuh orang lain
b) Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri
dari lingkungannya dengan menghentikan ekolalia
(mengulangi kata-kata yang di dengar) dan ekopraksia
(meniru gerakan-gerakan yang dilihatnya)
2) Intervensi:
a) Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak
Rasional : Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan
data kepercayaan
b) Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah
selama kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian
dan makan

16
Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan
kewaspadaan anda terhadap diri sebagai sesuatu yang
terpisah dari orang lain
c) Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-
bagian tubuhnya
Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan
kewaspadaan anak terhadap diri sebagai sesuatu yang
terpisah dari orang lain
d) Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap,
menggunakan sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-
perbedaan antara pasien dengan perawat. Berhati-hati
dengans entuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk
Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan
sebagai suatu ancaman oleh pasien
e) Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian
dari batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan
lukisan serta gambar-gambar dari anak
Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk
tubuh dan gambaran diri pada anak secara tepat.
4. Evaluasi
a. Pasien mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative (misalnya
memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons
terhadap kecemasan.
b. Anak mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan
kontak mata dalam waktu yang ditentukan.
c. Anak membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata
dalam waktu yang telah ditentukan.

17
d. Pasien menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-
bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan
untuk mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat
pulang.

C. MODIFIED CHECKLIST FOR AUTISM IN TODDLERS (M-CHAT)


1. Definisi
Modified Checklist for Autism in Toddlers, Revised with Follow-Up (M-
CHAT-R/F; Robins, Fein, & Barton, 2009) adalah alat skrining tahap
kedua berdasarkan laporan orang tua untuk mengevaluasi risiko
Autism Spectrum Disorder (ASD).
2. Tujuan
Modified Checklist for Autism in Toddlers, Revised (M-CHAT-R) dapat
digunakan saat anak datang untuk kontrol sehari-hari, dan dapat
digunakan oleh dokter spesialis atau profesional lainnya untuk
mengevaluasi risiko ASD. Tujuan utama M-CHAT-R ini adalah untuk
memaksimalkan sensitifitas, yaitu mendeteksi sebanyak mungkin
kasus ASD. Angka positif palsu cukup tinggi, berarti tidak semua anak
yang terskor berisiko akan terdiagnosis ASD.
3. Algoritme Skoring
Untuk semua pertanyaan kecuali 2, 5, dan 12, respon “TIDAK”
mengindikasikan risiko ASD; untuk pertanyaan 2, 5, dan 12, “YA”
mengindikasikan risiko ASD. Algoritme berikut ini memaksimalkan
e. Skor total 0-2; jika anak lebih muda dari 24 bulan, lakukan skrining
lagi setelah ulang tahun kedua. Tidak ada tindakan lanjutan yang
diperlukan, kecuali surveilans untuk mengindikasikan risiko ASD
f. Skor total 3-7; lakukan Follow-up (M-CHAT-R/F tahap kedua) untuk
mendapat informasi tambahan tentang respon berisiko. Skrining
positif jika skor M-CHAT-R/F 2 atau lebih. Tindakan yang

18
diperlukan: adalah rujuk anak untuk evaluasi diagnostik dan
evaluasi eligibilitas untuk intervensi awal. Skrining negatif jika skor
M-CHAT-R/F 0-1. Tidak ada tindakan lanjutan yang diperlukan,
kecuali surveilans untuk mengindikasikan risiko ASD. Anak harus
diskrining ulang saat datang kembali.
g. Skor total 8-20; Follow-up dapat tidak dilakukan dan pasien dirujuk
segera untuk evaluasi diagnostik dan evaluasi eligibilitas untuk
intervensi awal.

19
M-CHAT-R

Mohon jawab pertanyaan berikut ini tentang anak anda. Pikirkan bagaimana
perilaku anak anda biasanya. Jika pernah melihat anak anda melakukan
tindakan itu beberapa kali, namun dia tidak selalu melakukannya, maka
jawab tidak. Tolong lingkari ya atau tidak pada setiap pertanyaan. Terima
Kasih.

1 Jika anda menunjuk sesuatu di ruangan, apakah anak anda Ya Tidak


melihatnya? (Misalnya,
jika anda menunjuk hewan atau mainan, apakah anak anda melihat ke
arah hewan atau
mainan yang anda tunjuk?)
2 Pernahkah anda berpikir bahwa anak anda tuli? Ya Tidak
3 Apakah anak anda pernah bermain pura-pura? (Misalnya, berpura- Ya Tidak
pura minum dari
gelas kosong, berpura-pura berbicara menggunakan telepon, atau
menyuapi boneka
atau boneka binatang?)
4 Apakah anak anda suka memanjat benda-benda? (Misalnya, Ya Tidak
furniture, alat-alat
bermain, atau tangga)
5 Apakah anak anda menggerakkan jari-jari tangannya dengan cara Ya Tidak
yang tidak biasa di dekat matanya? (Misalnya, apakah anak anda
menggoyangkan jari
dekat pada matanya?)
6 Apakah anak anda pernah menunjuk dengan satu jari untuk meminta Ya Tidak
sesuatu atau
untuk meminta tolong? (Misalnya, menunjuk makanan atau mainan
yang jauh dari
jangkauannya)
7 Apakah anak anda pernah menunjuk dengan satu jari untuk Ya Tidak
menunjukkan sesuatu yang
menarik pada anda? (Misalnya, menunjuk pada pesawat di langit atau
truk besar di
jalan)

20
8 Apakah anak anda tertarik pada anak lain? (Misalnya, apakah anak Ya Tidak
anda
memperhatikan anak lain, tersenyum pada mereka atau pergi ke arah
mereka)
9 Apakah anak anda pernah memperlihatkan suatu benda dengan Ya Tidak
membawa atau
mengangkatnya kepada anda – tidak untuk minta tolong, hanya untuk
berbagi?
(Misalnya, memperlihatkan anda bunga, binatang atau truk mainan)
10 Apakah anak anda memberikan respon jika namanya dipanggil? Ya Tidak
(Misalnya, apakah
anak anda melihat, bicara atau bergumam, atau menghentikan apa
yang sedang
dilakukannya saat anda memanggil namanya)
11 Saat anda tersenyum pada anak anda, apakah anak anda tersenyum Ya Tidak
balik?
12 Apakah anak anda pernah marah saat mendengar suara bising sehari- Ya Tidak
hari? (Misalnya,
apakah anak anda berteriak atau menangis saat mendengar suara
bising seperti vacuum
cleaner atau musik keras)
13 Apakah anak anda bisa berjalan? Ya Tidak

14 Apakah anak anda menatap mata anda saat anda bicara padanya, Ya Tidak
bermain bersamanya,
atau saat memakaikan pakaian?
15 Apakah anak anda mencoba meniru apa yang anda lakukan? Ya Tidak
(Misalnya, melambaikan
tangan, tepuk tangan atau meniru saat anda membuat suara lucu)
16 Jika anda memutar kepala untuk melihat sesuatu, apakah anak anda Ya Tidak
melihat sekeliling
untuk melihat apa yang anda lihat?
17 Apakah anak anda mencoba utuk membuat anda melihat kepadanya? Ya Tidak
(Misalnya,
apakah anak anda melihat anda untuk dipuji atau berkata “lihat” atau
“lihat aku”)
18 Apakah anak anda mengerti saat anda memintanya melakukan Ya Tidak
sesuatu? (Misalnya,
jika anda tidak menunjuk, apakah anak anda mengerti kalimat
“letakkan buku itu di
atas kursi” atau “ambilkan saya selimut”)
19 Jika sesuatu yang baru terjadi, apakah anak anda menatap wajah Ya Tidak
anda untuk melihat
perasaan anda tentang hal tersebut? (Misalnya, jika anak anda
mendengar bunyi aneh
atau lucu, atau melihat mainan baru, akankah dia menatap wajah
anda?)

21
20 Apakah anak anda menyukai aktivitas yang bergerak? (Misalnya, Ya Tidak
diayun-ayun atau
dihentak-hentakkan pada lutut anda)

 Skor Total ____________

DAFTAR PUSTAKA

Anonymuous, 2010.http://ms32.multiply.com/journal/item/23. Diakses tanggal


04 JUNI 2012

Carpenito, Lynda Juall. (1997). Diagnosa Keperawatan : buku saku. edisi 6.


Jakarata : EGC

Diana Robins, Deborah Fein, & Marianne Barton. 2009. M-CHAT-R/F.


Diterjemahkan oleh Soetjiningsih, Trisna Windiani, Sugitha Adnyana,
& Apik Lestari, 2014

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Price. (1995). Patofisiologi: Proses-proses Penyakit Edisi: 4, Editor peter


Anugrah Buku II.Jakarta: EGC

Wilkinson, M, Judith; (1997) .Buku saku diagnosis keperawatan dengan NIC


dan NOC . Edisi 7 .Jakarta : EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • 15
    15
    Dokumen4 halaman
    15
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat
  • 16
    16
    Dokumen3 halaman
    16
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat
  • Episode 29
    Episode 29
    Dokumen4 halaman
    Episode 29
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat
  • Episode 28
    Episode 28
    Dokumen5 halaman
    Episode 28
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat
  • Episode 20
    Episode 20
    Dokumen5 halaman
    Episode 20
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat
  • Episode 42
    Episode 42
    Dokumen3 halaman
    Episode 42
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat
  • Episode 36
    Episode 36
    Dokumen3 halaman
    Episode 36
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat
  • Episode 11
    Episode 11
    Dokumen3 halaman
    Episode 11
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat
  • Episode 10
    Episode 10
    Dokumen4 halaman
    Episode 10
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat
  • Checklist
    Checklist
    Dokumen3 halaman
    Checklist
    Amalia Febriana
    Belum ada peringkat