Anda di halaman 1dari 4

Ramadhan Bulan Berdoa

RAMADHAN, BULAN BERDO’A


Oleh
Ustadz Rijal Yuliar Lc
Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman:
َ‫شدُون‬ ِ ‫سأَلَكَ ِعبَادِي َعنِِّي فَإِنِِّي قَ ِريبٌ ۖ أ ُ ِجيبُ دَع َْوة َ الدَّاعِ إِذَا د َ َع‬
ُ ‫ان ۖ فَ ْليَ ْست َِجيبُوا ِلي َو ْليُؤْ ِمنُوا بِي لَعَلَّ ُه ْم َي ْر‬ َ ‫َوإِذَا‬
Dan apabila hamba-Ku bertanya kepada-Mu (wahai Muhammad) tentang Aku, maka (sampaikanlah)
sesungguhnya Aku dekat, Aku menjawab permohonan doa yang dipanjatkan kepada-Ku. Maka hendaklah
mereka memenuhi perintah-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu mendapatkan petunjuk” [al-
Baqarah/2:186]
SEBAB TURUNNYA AYAT
Para Ulama berbeda pendapat tentang kronologis sebab diturunkannya ayat ini.
1. Sebagian menyatakan bahwa ayat ini turun tatkala Sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah Rabb kita dekat, sehingga kita melirihkan
suara saat berdoa, ataukah Dia Subhanahu wa Ta’ala jauh sehingga kita mengangkat suara dalam berdoa?”,
maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat ini.[1]
2. Adapun sebagian lain seperti ‘Atha’ bin Abi Rabâh menyatakan bahwa ayat ini diturunkan sebagai jawaban
bagi suatu kaum yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu-waktu
dianjurkannya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni ketika turun ayat (Ghâfir/40:60) “Dan Rabb
kalian berfirman “Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya untuk kalian”. Mereka
bertanya: “Waktu apa (kami melakukannya)?[2] maka kemudian turunlah ayat di atas.[3]
PENJELASAN AYAT
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha Dekat Dengan Para Hamba-Nya.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk memberitahukan kepada seluruh umatnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha dekat. Kedekatan
yang sesuai kemuliaan dan keperkasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesuai dengan keagungan dan
kesempurnaan Dzat-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ٌ‫س ِمي ٌع قَ ِريب‬ َ َ ‫اربَعُوا َعلَى أَ ْنفُ ِس ُكم فَإِنَّ ُكم الَتَدْعُونَ أ‬
َ ُ‫ص َّم َوالَ غَائِبًا إِنَّهُ َمعَ ُكم إِنَّه‬ ْ ‫اس‬ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian, kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli atau tidak ada,
sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat yang Maha mendengar, lagi Maha dekat”.[4]
Wajib atas setiap Muslim untuk beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha dekat lagi Maha
mengabulkan doa. Allah Subhanahu wa Ta’ala dekat kepada hamba yang berdoa, mendengarnya dan
mengabulkannya kapanpun Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Kedekatan itu adalah kedekatan ilmu dan
pengawasan-Nya, sesuai dengan kesempurnaan sifat bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala tiada sesuatu pun yang
menyerupai-Nya.[5]
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata “Sifat “kedekatan” Allah Subhanahu wa Ta’ala ada dua
macam; kedekatan dengan ilmu-Nya (mengetahui) seluruh makhluk-Nya, dan kedekatan kepada hamba yang
beribadah serta berdoa sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa dan memberikan pertolongan
maupun taufik-Nya. Barangsiapa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati yang konsentrasi dan
doa yang disyariatkan, serta tidak terhalangi dengan penghalang apapun bagi terkabulnya doa tersebut; seperti
memakan yang haram atau selainnya, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji untuk
mengabulkannya. Terlebih jika ia mengupayakan segala sebab dikabulkannya doa (tersebut) yaitu dengan
menjawab panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui ketaatan terhadap segala perintah-Nya dan patuh
menjauhi segala larangan-Nya baik dalam perkataan maupun perbuatan disertai keimanan (tentunya) akan
menyebabkan terkabulnya doa”.[6]
2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Mengabulkan Doa Hamba-Nya.
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenai keagungan, kemurahan dan kedekatan-Nya kepada para hamba-Nya. Sebagaimana juga dalam ayat
lain “dan Rabb kalian berkata: “Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku mengabulkannya untuk kalian…”.[7]
Mujâhid dan Ibnul Mubârak menjelaskan [8] makna “‫ ” فَ ْليَ ْست َِجيبُوا ِلي‬yakni “hendaklah mereka melaksanakan
ketaatan kepada-Ku (Allah Subhanahu wa Ta’ala)”. Adapun “‫ ” َو ْليُؤْ ِمنُوا ِبي‬maknanya “dan (hendaklah) mereka
beriman kepada-Ku” yakni hendaknya mereka beriman jika mereka menaati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melimpahkan pahala dan kemuliaan kepada mereka disebabkan
ketaatan itu. Sebagian lain mengatakan:
“‫ ” فَ ْليَ ْست َِجيبُوا ِلي‬maknanya adalah “berdoalah kepada-Ku”
“‫ ” َو ْليُؤْ ِمنُوا ِبي‬maknanya “dan hendaknya mereka percaya bahwa Aku mengabulkan doa mereka”.[9]
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan “Dengan kedua sebab ini, doa akan dikabulkan, yakni dengan
kesempurnaan nilai ketaatan terhadap uluhiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dengan kekuatan iman
terhadap rububiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa menaati Allah Subhanahahu wa ta’ala dalam
semua perintah dan larangan-Nya, maka tercapailah maksudnya dalam berdoa dan dikabulkan doanya, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman [10] “Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan bagi orang-orang yang
beriman dan beramal shalih serta menambah bagi mereka dari karunia-Nya”.[11]
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri ayat ini dengan firman-Nya: “ َ‫شدُون‬ ُ ‫ ” لَ َعلَّ ُه ْم َي ْر‬yakni “Semoga
mereka mendapatkan petunjuk yang lurus”. Jika mereka mentaatiku dan beriman kepada-Ku mereka akan
mendapatkan kebaikan di kehidupan dunia dan akhirat mereka”.[12] serta petunjuk untuk senantiasa beriman
dan beramal shalih sehingga keburukan akan lenyap dari mereka .”[13]
3. Mengapa Doa Tidak Dikabulkan?
Jika seseorang berkata : “Tidak jarang kita mendapatkan seseorang yang berdoa namun tidak dikabulkan.
Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan dalam firman-Nya “Aku akan mengabulkan seseorang
yang “menyeru” (berdoa) kepada-Ku.”” Sesungguhnya ungkapan tersebut dapat diarahkan dengan dua
penjelasan; yang pertama: “menyeru” di sini berarti mengamalkan semua perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan anjurananjuran-Nya Subhanahu wa Ta’ala, sehingga maknanya adalah “Sesungguhnya Aku dekat dengan
hamba yang senantiasa menjalankan perintah dan anjuran-Ku, Aku akan membalasnya dengan pahala”.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “sesungguhnya doa adalah ibadah.” kemudian
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca:
َ‫اخ ِرين‬ ِ َ‫س َيدْ ُخلُونَ َج َهنَّ َم د‬ َ ‫َوقَا َل َربُ ُكم اذعُو ِبي أ َ ْست َِجبْ لَ ُكم ِإ َّن الَّ ِذيْنَ َي ْست َ ْك ِب ُرونَ َع ْن ِع َبادَتِي‬
Sesungguhnya Rabb kalian memerintahkan: “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan doamu,
sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri untuk beribadah kepada-Ku akan masuk neraka
jahannam dalam keadaan hina.” [14]
Dan yang kedua: maknanya adalah “Aku mengabulkan seseorang yang berdoa kepada-Ku jika Aku
menghendaki”.[15]
Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa‘di rahimahullah berkata “menyeru (berdoa) terbagi menjadi dua macam; doa
ibadah dan doa permohonan”.[16] Para Ulama menjelaskan bahwa doa permohonan mencakup makna doa
ibadah, dan doa ibadah memuat konsekuensi doa permohonan. Yakni barangsiapa memohon sesuatu kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia sedang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun maksud
doa ibadah memuat konsekuensi doa permohonan, misalnya barangsiapa shalat, maka itu mengandung
permohonan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar shalatnya diterima dan diberikan pahala. Sehingga
dengan demikian doa permohonan mencakup (makna) doa ibadah dan doa ibadah memuat konsekuensi doa
permohonan.[17]
4. Beberapa Etika Dalam Berdoa. Mengingat pentingnya hal ini, para Ulama menjelaskan tentang syarat serta
etika dalam berdoa agar dikabulkan, sebagaimana tuntunan dalam al-Qur‘ân dan Hadits.
Al-Baghawi rahimahullah berkata: “Ada etika dan syaratsyarat dalam berdoa yang merupakan sebab
dikabulkannya doa. Barangsiapa memenuhinya, maka dia akan mendapatkan apa yang diminta dan barangsiapa
melalaikannya, dialah orang yang melampaui batas dalam berdoa; sehingga doanya tidak berhak
dikabulkan”.[18] Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Kedua ayat berikut mencakup adab-adab berdoa dengan
kedua jenisnya (doa ibadah dan doa permohonan); yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
َ‫َّللاِ قَ ِريبٌ ِ ِّمنَ ْال ُمحْ ِسنِين‬ َّ َ‫ط َمعًا ۚ إِ َّن َرحْ َمت‬ َ ‫ص ََل ِح َها َوادْعُوهُ خ َْوفًا َو‬ْ ِ‫ض بَ ْعدَ إ‬ ِ ‫ض ُّرعًا َو ُخ ْفيَةً ۚ إِنَّهُ َال ي ُِحبُّ ْال ُم ْعتَدِينَ َو َال ت ُ ْف ِسد ُوا فِي ْاْل َ ْر‬
َ َ ‫ادْعُوا َربَّ ُك ْم ت‬
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. [al-A‘raf/7:55-
56][19]
Dan Ibnu Katsîr rahimahullah membawakan sejumlah hadits-hadits yang berkaitan dengan adab-adab tersebut
dalam menafsirkan ayat di awal pembahasan ini. Di antara yang beliau isyaratkan yaitu: [20]
• Mengangkat kedua tangan sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Salmân al-Fârisi Radhiyallahu ‘anhu
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ص ْف ًرا خَائِ َبتَي ِْن‬ ِ ‫الر ُج ُل ِإلَ ْي ِه َيدَ ْي ِه أ َ ْن َي ُردَّ ُه َما‬
َّ ‫ي ك َِري ٌم َي ْستَحْ ِيي ِإذَا َرفَ َع‬ ِّ ‫قَا َل ِإ َّن‬
ٌ ‫َّللاَ َح ِي‬
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha pemalu lagi Maha pemurah terhadap seorang hamba yang
mengangkat kedua tangannya (berdoa), kemudian kedua tangannya kembali dengan kosong dan kehampaan
(tidak dikabulkan).[21]
• Mengawali doa dengan pujian terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Salawat dan salam kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
tawasul yang disyariatkan, seperti dengan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan asma dan sifat
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan amal shalih dan selainnya.[22] Semua itu hendaknya dilakukan dengan
suara lirih dan tidak berlebihan sebagaimana hadits Abu Musa al-Asy‘ari Radhiyallahu ‘anhu di muka.
• Berprasangka baik terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diriwayatkan dalam sebuah hadits qudsi dari Anas
Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‫ي‬ ْ ‫ظ ِِّن َع ْبدِي ِب ْي َوأَنَا َم َعهُ ِإذَا دَ َعا ِن‬ َ َ‫ َيقُو ُل أَنَّا ِع ْند‬: ‫َّللا َع َّز َو َج َّل‬ َّ ‫َيقُو ُل‬
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Aku (akan) sebagaimana hamba-Ku menyangka tentang-Ku, dan Aku
akan bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku”[23]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Yakni Aku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) Maha mampu melakukan apa yang
disangkakan oleh hamba-Ku bahwa Aku mampu melakukannya.” Beliau juga membawakan perkataan al-
Qurthûbi rahimahullah bahwa maknanya adalah “Menyangka dikabulkannya doa, diterimanya taubat, diberikan
ampun melalui istighfâr, serta menyangka dibalas dengan pahala atas ibadah yang dilakukan sesuai syarat-
syaratnya sebagai keyakinan akan kebenaran janji Allah Subhanahu wa Ta’ala.24
• Menjauhi sikap tergesa-gesa mengharapkan terkabulnya doa; karena ketergesa-gesaan itu akan berakhir
dengan sikap putus asa sehingga ia tidak lagi berdoa. Na‘ûdzubillâh.
‫سلَّ َم قَا َل يُ ْستَ َجابُ ِْلََ َح ِد ُكم َمالَم يَ ْع َج ْل يَقُو ُل دَ َع ْوتُ فَلَم يُتَ َجبْ ِلي‬ َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫َع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ أ َ َّن َر‬
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda “Akan dikabulkan (doa) seseorang di antara
kalian selama ia tidak tergesa-gesa, yakni ia berkata ‘aku telah berdoa namun belum dikabulkan bagiku’ “.[25]
Dalam lafadz lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ُ‫َّللاِ َما ا ِالستِ ْع َجا ُل قَا َل يَقُو ُل قَدْ دَ َع ْوتُ َوقَدْ دَ َع ْوتُ فَلَم أ َ َر يَ ْست َِجيب‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫قَا َل الَيَزَ ا ُل يُست َ َجابُ ِللعَ ْب ِد َمالَ ْميَ ْدع ُبِإِثْم أ َ ْو قَ ِطيعَ ِة َر ِح ٍم َمالَ ْم يَ ْستَ ْع ِجل قِي َل يَا َر‬
‫ع الدُّ َعا َء‬ ُ َ‫ِلي فَيَ ْستَحْ س ُِر ِع ْندَ ذَلِكَ َويَد‬
Senantiasa akan dikabulkan (doa) seorang hamba selama tidak meminta dosa atau memutuskan tali
kekeluargaan, selama ia tidak tergesa-gesa. Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Wahai Rasulullah , apa yang dimaksud tergesa-gesa?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Dia berkata ‘aku telah berdoa, aku telah berdoa namun aku tidak pernah mendapatkan doaku dikabulkan’,
kemudian ia berputus asa dan meninggalkan berdoa.[26]
• Membersihkan jiwa raga dari berbagai kenistaan dan dosa merupakan satu hal yang mungkin terlalaikan. Hati
yang kotor dengan berbagai maksiat atau raga yang tidak bersih dari keharaman akan menghalangi terkabulnya
doa
‫س ِليْنَ فَقَا َل َيا‬ َ ‫َّللاَ أ َ َم َر ْال ُمؤْ ِمنِي ِْنََ ِب َما أَ َم َر ِب ِه ْال ُم ْر‬
َّ ‫إن‬ َّ ‫ط ِيِّبًا َو‬ َ َّ‫ط ِيِّبٌ الَ َي ْق َب ُل ِإال‬ َ َ‫َّللا‬
َّ ‫اس ِإ َّن‬ ُ َّ‫سلَّ َم أَيًّ َهاالن‬ َّ ‫َّللاِ صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫َع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ قَا َل‬
‫سفَ َر‬ َّ ‫الر ُج َل ي ُِطي ُل ال‬ ُ ُ ْ
َّ ‫ت َما َرزَ قنَا ك ْم ث َّم دَك ََر‬ َ ُ ُ َ َ ُ
ِ ‫صا ِل ًحا إِ ِني بِ َما تَ ْع َملونَ َع ِلي ٌم َوقا َل يَاأيُّ َهاالذِن ْينَ آ َمنُوا كلوا ِم ْن طيِِّبَا‬ ِّ ُ
َ ‫ت َوا ْع َملوا‬ َّ ‫س ُل ُكلُوا ِم ْن ال‬
ِ ‫طيِِّبَا‬ ُّ ‫أَيُّ َها‬
ُ ‫الري‬
َ‫ِي ِب ْال َح َرا ٌم فَأَنَّى يُ ْستَ َجابُ ِلذَلِك‬َ ‫غذ‬ُ ‫سهُ َح َرا ٌم َو‬ ُ َ‫ط َع ُمهُ َح َرا ٌم َو َم َِ ََ ْش َربُهُ َح َرا ٌم َو َم ْلب‬ ْ ‫اربِّ ِ َو َم‬ َ َ‫اربِّ ِ ي‬ َ ‫اء َي‬ َّ ‫ث أ َ ْغبَ َر يَ ُمدُّ يَدَ ْي ِه ِإلَى ال‬
ِ ‫س َم‬ َ ‫أ َ ْش َع‬
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dan tidak menerima melainkan yang baik, sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum Mukminin dengan apa yang telah diperintahkannya kepada
para rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai para rasul makanlah kalian dari yang baik dan
beramal shalihlah, sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” Allah Subhanahu wa
Ta’ala juga berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman makanlah rizki yang baik dari apa yang diberikan
kepada kalian…”, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seorang musafir yang
berjalan jauh sehingga kumal rambutnya, lusuh dan berdebu, dia mengangkat kedua tangannya ke arah langit
seraya berdoa menyeru: “Wahai Rabbku, wahai Rabbku…”, namun makanannya haram, minumannya haram,
pakaiannya haram dan diberi dari yang haram, bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya?”.[27]
• Yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengabulkan doa selama tidak ada sesuatu pun yang
menghalanginya. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ب غَافِ ٍل الَ ٍه‬ ٍ ‫َّللاَ الَ َي ْست َِجيبُ دُ َعا ًء ِم ْن قَ ْل‬ َّ ‫إل َجا َ َب ِة َوا ْعلَ ُمواأ َ َّن‬
ِ ‫َّللاَ َوا َ ْنت ُ ْم ُمو ِقنُونَ ِباْل‬ َّ ‫ادْعُوا‬
Berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kalian yakin (akan) dikabulkan, sesungguhnya Allah tidak
mengabulkan doa (seorang hamba) yang hatinya alpa serta lalai”. [28]
Dalam hadits lain dari Abu Sa‘id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: [29]
ِ ‫ث إِ َّما أ َ ْن تُعَ َّج َل لَهُ دَع َْوتُهُ َوإِ َّما أ َ ْن يَدَّ ِخ َرهَا لَهُ فِي‬
‫اآلخ َرةِ َوإِ َّما اَ ْن‬ ٍ َ‫ُاَّللُ بِ َهاإِحْ دَى ثََل‬ َّ ‫طاه‬ َ ‫ْس فِ ْي َها إثْ ٌم َوالَقَ ِطيعَةُ َر ِح ٍم إِالَّأ َ ْع‬ َ ‫َما ِم ْن ُم ْس ِل ٍم يَدْعُو بِدَع َْوةٍ لَي‬
‫َّللاُ أَ ْكثَ ُر‬
َّ ‫ُّوء ِمثْلَ َها قَالُوا ِإذًا نُكثِ ُر قَا َل‬ ِ ‫ف َع ْنهُ ِم ْن الس‬ َ ‫ص ِر‬ ْ َ‫ي‬
Tidaklah seorang Muslim berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebuah doa yang tidak ada dosa
atau pemutusan ikatan kekeluargaan di dalamnya, melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya
satu di antara tiga perkara; 1) boleh jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala segera mengabulkan doa tersebut, 2) atau
menyimpan sebagai tabungan baginya di akhirat, 3) atau menyelamatkannya dari kejelekan yang setara dengan
doa yang dipanjatkannya.” Para sahabat berkata : “Jika demikian, kami akan memperbanyak (doa).” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih banyak.[30]”
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata : “Yang dimaksud adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan
menyia-nyiakan doa seseorang, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak disibukkan dengan sesuatu apapun. Dia
Subhanahu wa Ta’ala Maha mendengar doa. Dalam hal ini terdapat anjuran (memperbanyak) berdoa karena
tidak satu pun yang luput dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala .”[31] Terlebih lagi pada saat kita tengah
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui ibadah puasa di bulan Ramadhan. Hendaknya
kita mengambil kesempatan yang istimewa ini dengan memperbanyak doa bagi kebaikan kita di dunia dan
akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ْ ‫ َودَع َْوة ُ ْال َم‬،ُ‫ َواْ ِإل َما ُم ْال َعا ِدل‬،‫صائِ ُم َحتَّى يُ ْف ِط َر‬
‫ظلُ ْو ِم‬ َّ ‫ ال‬: ‫ث الَ ت ُ َردُّ دَع َْو ت ُ ُه ْم‬ٌ َ‫ثََل‬
Ada tiga orang yang tidak tertolak doanya; seorang yang berpuasa sehingga berbuka, seorang pemimpin yang
adil, seorang yang terdzalimi.[32]
Sehingga setelah ayat-ayat tentang shiyâm (berpuasa) dan kemuliaan bulan Ramadhan, Allah Subhanahu wa
Ta’ala menyebutkan ayat utama pembahasan ini (al-Baqarah/2:186) sebagai petunjuk bahwa seorang Mukmin
hendaknya selalu mendekatkan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla dengan segala bentuk ibadah termasuk
dengan berdoa. Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “Disisipkannya ayat ini di tengah-tengah penjelasan hukum-
hukum shiyâm merupakan petunjuk sekaligus motivator untuk (banyak) berdoa pada saat menyelesaikan
bilangan puasa, bahkan pada setiap moment berbuka puasa sebagaimana hadits di atas. Marilah kita semua
memperbanyak doa; sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala murka terhadap yang orang yang tidak berdoa kepada-
Nya sebagaimana firman-Nya:
َ‫اخ ِرين‬ ِ َ‫سيَدْ ُخلُونَ َج َهنَّ َم د‬ َ ‫َوقَا َل َربُّ ُك ُم ادْعُونِي أ َ ْست َِجبْ لَ ُك ْم ۚ ِإ َّن الَّذِينَ يَ ْست َ ْك ِب ُرونَ َع ْن ِعبَادَتِي‬
dan Rabmu berkata: “Berdoalah kepada-Ku,sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdoa
kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”[33]
Demikian pula dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ ‫ضبْ َعلَيْه‬ َ ‫َّللا يَ ْغ‬ ُ ْ‫ ” َم ْن لَم يَد‬yang artinya: “Barangsiapa yang tidak berdoa
َّ ‫ع‬
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka Allah Subhanahu wa Ta’ala marah terhadapnya”.[34] Ibnul Mubârak
Radhiyallahu ‘anhu berkata :
ُ‫ضب‬ َ ‫الر ِح ْي ُمإِذَا لَ ْم يُ ْسأ َ ْل ي ْغ‬
َّ ‫ َو‬،‫طى‬ َ ‫سئِ ُل أَ ْع‬ُ ‫الرحْ َمنُ ِإذَا‬
ِّ
Ar-Rahmân (Allah Subhanahu wa Ta’ala) jika Dia diminta akan memberi, dan Ar-Rahîm (Allah Subhanahu wa
Ta’ala) jika Dia tidak diminta akan marah.[35]
Ya Allah Subhanahu wa Ta’ala, aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang
tidak khusyu‘, dari jiwa yan tidak puas, serta dari doa yang tidak dikabulkan”.[36]

Anda mungkin juga menyukai