Anda di halaman 1dari 25

BAB V

TUJUAN PEMBELAJARAN

Siswa mengalami kesulitan untuk membuat catatan selama pembelajaran karena


mereka tidak dapat menentukan bagian mana yang penting.
Seorang perancang pembelajaran menemukan kesulitan untuk mengembangkan tes
dalam proses pembelajaran.
Setelah ujian, sejumlah siswa menyadari bahwa mereka mempelajari konsep yang
salah.
Para remaja yang sedang belajar di sekolah ternyata memiliki banyak hal yang
menyenangkan tapi tampaknya sedikit sekali yang telah mereka pelajari.

Masalah
Pembelajaran
Sumber Karakteristik
Belajar Siswa

Insrtrumen Analisis
Evaluasi Tugas

Kegiatan Tujuan
Pembelajaran Pembelajaran

Strategi Materi
Pembelajaran Pembelajaran

1
Apakah setiap situasi yang tercantum diatas memiliki kesamaan? Setiap
situasi menunjukkan kurangnya keterangan yang jelas mengenai harapan belajar
siswa. Jika ketentuan tidak didefinisikan secara jelas, maka para guru atau
perancang pembelajaran tidak akan mengetahui bagian apa saja yang termasuk
dalam pembelajaran, serta tanpa ketentuan tersebut, guru mengalami kesulitan
dalam mengukur hasil pembelajaran tertentu. Dengan mengetahui situasi tersebut,
maka dapat dengan mudah diatasi dengan menyusun tujuan pembelajaran. Sesuatu
yang akan dicapai oleh siswa disebut tujuan pembelajaran.

FUNGSI DARI TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan memberikan tiga fungsi penting. Pertama, tujuan menawarkan sebuah
cara bagi perancang pembelajaran dan guru untuk merancang pembelajaran yang
tepat, khususnya untuk memilih dan mengatur aktifitas pembelajaran dan sumber
belajar yang dapat memfasilitasi pembelajaran secara efektif.
Kedua, tujuan pembelajaran menyediakan kerangka kerja untuk
merencanakan cara-cara dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. Karena tes tulis
dan pengamatan terhadap aktivitas siswa adalah cara utama dalam mengukur
prestasi siswa, tujuan seharusnya memadukan rancangan item tes dan prosedur
yang relevan. Dengan demikian, penulisan dan penggunaan tujuan pembelajaran
dapat memberikan dampak yang bermanfaat pada peningkatan pengajaran dan
pembelajaran yang dihasilkan.
Fungsi tujuan yang ketiga adalah untuk membimbing siswa. Siswa akan
menggunakan tujuan tersebut untuk mengidentifikasi keterampilan dan
pengetahuan yang harus mereka kuasai.
Dalam bab ini kita akan fokus pada fungsi yang pertama, yaitu tujuan
pembelajaran sebagai alat perkembangan. Penggunaan tujuan untuk membimbing
pembelajaran sebagai sebuah strategi pra-pembelajaran dibahas dalam bab 6.
TIGA RANAH TUJUAN
Tujuan biasanya dikelompokkan kedalam tiga kategori utama (atau ranah,
seperti pada umumnya mereka disebut), yakni: kognitif, afektif, dan psikimotor.
Area ini sering dibahas dalam literatur yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran.

2
Memahami tingkatan-tingkatan dalam setiap ranah merupakan hal yang penting
dalam merencanakan sebuah pembelajaran.
1. Ranah Kognitif
Ranah yang mendapatkan perhatian paling besar dalam program
pembelajaran adalah ranah kognitif, yang meliputi tujuan yang berkaitan dengan
informasi atau pengetahuan, menyebutkan, memecahkan, memprediksi, dan aspek
intelektual lainnya dalam pembelajaran. Bloom dkk (1956) mengembangkan
sebuah taksonomi yang secara luas digunakan untuk domain kognitif. (Taksonomi
adalah metode klasifikasi berurutan dalam tingkat yang berbeda). Taksonomi
disajikan dalam dua kelompok utama: (a) mengingat kembali informasi yang
sederhana (b) aktivitas intelektual. Bloom menamai tingkat terendah yakni:
pengetahuan, sedangkan kemampuan mental yang lebih tinggi diklasifikasikan
kedalam lima tingkat intelektual yang terus meningkat yakni pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tabel 5-1 mengilustrasikan beberapa
contoh tujuan pembelajaran dalam setiap enam tingkatan dalam ranah kognitif.
Dalam pembelajaran, seringkali perhatian utama dicurahkan dalam rangkaian
pembelajaran untuk menghafal atau mengingat kembali informasi yang merupakan
level kognitif paling rendah. Salah satu tantangan dalam merancang pembelajaran
adalah merencanakan tujuan pembelajaran kemudian merencanakan aktivitas yang
berhubungan secara langsung dengan siswa agar siswa dapat mencapai lima tingkat
intelektual yang lebih tinggi. Meskipun taksonomi Bloom digunakan untuk
merancang strategi pembelajaran, ahli lain seperti Meriil juga telah
mengembangkan sebuah strategi khusus untuk mengklasifikasikan tujuan dan
kemudian membuat strategi pembelajaran yang sesuai.
Tabel 5-1
Taksonomi Tujuan Kognitif
Level Taksonomi Bloom Topik: luas dan keliling lingkaran
Pengetahuan: mengingat kembali Siswa dapat menyebutkan rumus lingkaran dan
informasi tertentu rumus keliling lingkaran.
Pengertian: level terendah dalam Siswa dapat menjelaskan perbedaan dari luas
pemahaman lingkaran dan keliling lingkaran

3
Penerapan: menerapkan sebuah Siswa dapat menghitung luas lingkaran dan keliling
aturan atau prinsip. lingkaran jika diketahui jari-jarinya
Analisis: membagi sebuah ide Siswa dapat menentukan luas lingkaran jika
menjadi beberapa bagian dan diketahui keliling lingkaran, atau
menggambarkan hubungannya Siswa dapat menentukan keliling lingkaran jika
diketahui luas lingkaran.
Sintesis: menggabungkan bagian- Siswa dapat menentukan luas lingkaran atau
bagian tersebut secara bersama untuk keliling lingkaran yang baru yang jari-jarinya dua
membentuk keseluruhan yang baru. kali jari-jari lingkaran semula.
Evaluasi: membuat penilaian tentang Siswa dapat menentukan apakah dua buah lingkaran
materi dan metode. atau lebih memiliki ukuran yang sama jika masing-
masing diketahui luas dan kelilingnya

2. Ranah Psikomotor
Kategori kedua pengelompokkan tujuan pembelajaran adalah ranah
psikomotor, meliputi kemampuan yang membutuhkan penggunaan dan kooordinasi
otot tubuh, seperti dalam melakukan aktivitas fisik, memanipulasi, dan
mengkonstruksi. Meskipun tidak ada taksonomi yang diterima secara umum untuk
ranah ini, Heinich, Molenda, and Russel (1993) menyajikan sebuah taksonomi
berdasarkan tingkat koordinasi yang dapat dipakai untuk banyak rancangan proyek
(lihat Tabel 5-2). Kebanyakan gerakan otot yang diperlukan untuk melakukan
tugas, baik itu melakukan jungkir balik atau menggunakan sebuah jangka, dapat
diamati berdasarkan taksonomi ini.
Pengelompokan lain dalam keterampilan psikotor, dikemukakan oleh Kibler
(1981; lihat tabel 5-3), bukan merupakan taksonomi yang berurutan (dengan kata
lain, tingkat yang berbeda tidak disusun secara berurutan). Keunggulan
pengelompokan oleh Kibler terletak pada pemahaman tentang perbedaan antara
keterampilan gerakan kasar dan gerakan halus pada kategori pertama dan kategori
kedua perilaku psikomotor. Karena setiap kategori mensyaratkan penggunaan otot
yang berbeda, pengajaran keterampilan seperti itu dapat disusun dengan
memperhatikan pertama untuk gerakan kasar dan kemudian ke gerakan halus.
Dari salah satu di antara kedua daftar tingkah laku psikomotor di atas, dapat
diklasifikasikan keterampilan jasmani yang berkaitan dengan olahraga, seni gerak,
penggunaan alat, dan kegiatan menjalankan mesin. Perilaku psikomotor pada

4
umumnya lebih mudah untuk diamati, dideskripsikan, dan diukur daripada perilaku
kognitif atau perilaku afektif. Rincian yang dihasilkan dari analisis tugas
memungkinkan untuk menentukan koordinasi otot secara spesifik yang dibutuhkan
dalam suatu aktivitas fisik dan kemudian menyatakan kegiatan pembelajaran yang
tepat sebagai tujuan pembelajaran.
Tabel 5-2
Ranah Tujuan Psikomotor
Level Penjelasan Contoh
Imitasi Mendemonstrasikan Siswa dapat melukis segitiga samakaki dengan
tindakan yang diamati setiap bagian langkah-langkahnya secara terurut
seperti contoh yang diberikan oleh guru.
Manipulasi Melakukan sebuah Siswa dapat melukis segitiga samasisi setelah
tindakan guru memberikan contoh melukis segitiga
samakaki (secara mandiri).
Ketelitian Melakukan suatu tindakan Siswa dapat melukis segitiga samakaki dan
dengan tepat dan akurat samasisi dengan urutan langkah-langkah yang
tepat.
Artikulasi Melakukan suatu aktivitas Siswa dapat melukis segitiga samakaki dan
dan gaya yang samasisi dengan cara-cara yang tepat dan efisien
terkoordinasi secara menggunakan jangka. (Misal: saat siswa melukis
efisien segitiga menggunakan jangka, siswa memutar
jangka bukan memutar buku atau tangan siswa
tidak gemetar).

5
Tabel 5-3
Pengelompokan Keterampilan Psikomotor oleh Kibler
Level Contoh
Gerakan kasar pada tangan, bahu, dan Memegang bagian jangka dengan tepat dalam
kaki. melukis segitga samakaki dan samasisi.
Gerakan yang terkoordinasi dengan baik Melukis segitiga samakaki dan samasisi dengan
antara tangan dan jari, tangan dan mata, koordinasi antara tangan dan jari yang baik.
tangan dan telinga, dan gerakan tangan,
mata, dan kaki.
Komunikasi dengan bahasa isyarat Menunjukkan emosi melalui ekspresi wajah atau
melalui ekspresi wajah, isyarat tangan, isyarat tangan saat berdiskusi di dalam
gerakan tubuh. kelompok.

Perilaku berbicara dalam mengeluarkan Memberikan penjelasan dengan isyarat tubuh


dan memperoyeksikan suara, untuk memberikan penekanan saat berdiskusi di
mengkoordinasikan suara dan isyarat dalam kelompok.
tangan.

3. Ranah Afektif
Kategori tujuan pembelajaran yang ketiga adalah ranah afektif yang
melibatkan tujuan yang terkait dengan sikap, penghargaan, nilai, dan emosi seperti
menikmati, melestarikan, dan menghormati. Area ini diyakini sebagai hal yang
sangat penting dalam pendidikan dan pelatihan, tetapi kurang sekali digarap,
terutama dalam menulis tujuan pembelajaran yang bermanfaat.
Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964) menyusun ranah afektif dalam lima
level (lihat Tabel 5-4). Tingkatan ranah afektif seperti halnya pada ranah kognitif,
membentuk kesinambungan perilaku yang berkaitan dengan sikap dari kesadaran
yang sederhana dan sikap menerima, sampai kepada sikap menghayati sebagai
sikap yang menjadi bagian dari tata nilai yang dilaksanakan seorang individu.

6
Tabel 5-4
Ranah Afektif
Level Penjelasan Contoh
Menerima Bersedia memberi perhatian pada Siswa mendengarkan penjelasan
suatu kejadian atau kegiatan. guru.
Menanggapi Bersedia bereaksi terhadap suatu Siswa menjawab pertanyaan
kejadian dengan berperan serta yang diajukan oleh guru.
Menilai Bersedia menerima atau menolak suatu Siswa mengajukan pendapat
kejadian melalui ekspresi sikap yang setuju atau tidak setuju saat
positif atau negatif. proses pembelajaran.
Menyusun Ketika berhadapan dengan situasi yang Siswa mempertimbangkan
menyangkut lebih dari satu nilai, pernyataan-pernyataan untuk
dengan senang hati menyusun nilai membuat suatu kesimpulan akhir
tersebut, menentukan hubungan antara saat berdiskusi kelompok.
berbagai nilai, dan menerima bahwa
ada nilai yang lebih tinggi daripada
yang lain (dari segi pentingnya bagi
pelajar perseorangan)
Mengenali Siswa secara konsisten bertindak Siswa melakukan secara
dengan suatu mengikuti nilai yang berlaku dan berkesinambungan hasil diskusi
nilai yang menganggap tingkah laku ini sebagai kelompok atau tujuan akhir yang
komplek bagian dari kepribadiannya. diinginkan guru.

Keterkaitan antar Ranah


Ketika merencanakan pembelajaran, perlu mengingat ketiga ranah tersebut
dan sebagai perancang dapat mencoba untuk menggunakan tingkat yang lebih
tinggi, karena ranah-ranah tersebut mempengaruhi topik dan tujuan umum. Ketiga
ranah tersebut berhubungan erat dalam dua hal. Pertama, tujuan utama dapat
melibatkan dua atau bahkan tiga ranah dalam pembelajaran. Sebagai contoh: siswa
yang akan belajar melukis garis bagi segitiga. Siswa harus belajar terlebih dahulu
konsep tentang garis bagi atau langkah-langkah dalam melukis garis bagi sebagai
tujuan kognitif, serta keterampilan melukisnya dengan menggunakan jangka dan
penggaris sebagai tujuan psikomotor. Untuk pengetahuan ini kita bisa
menambahkan perilaku afektif dari kerapian melukis atau sikap siswa terhadap
penjelasan guru selama proses pembelajaran sebagai tujuan afektif.

7
Kedua, pengembangan sikap bahkan dapat mendahului kegiatan belajar
dalam ranah-ranah lainnya agar pembelajaran sukses. Siswa sering membutuhkan
motivasi untuk mempelajari bahan pelajaran agar pembelajaran berhasil. Langkah
ini mungkin berlaku terutama dalam program belajar mandiri, karena siswa dituntut
untuk bertanggungjawab atas kegiatan belajarnya, dan keterbukaan serta kerjasama
dalam tingkat tertentu dapat menentukan tingkat prestasi mereka.
Setelah motivasi terbentuk, suatu program yang tersusun dengan baik, yang
memungkinkan siswa berperan serta dengan berhasil, maka akan menimbulkan
sikap posititf siswa terhadap matapelajaran dan guru.

MENGEMBANGKAN TUJUAN PEMBELAJARAN


Beberapa perancang pembelajaran menuntut bahwa tujuan pembelajaran
ditetapkan segera setelah tujuan atau pernyataan dari tujuan umum suatu topik
dirumuskan. Secara berurutan, pendekatan ini mungkin benar, tetapi sebenarnya
dalam praktek tidak selalu sesuai. Sementara beberapa Subject-Matter Experts
(SMEs) para pakar bidang studi dapat mengungkapkan secara verbal tujuan
pembelajaran dengan segera, sedangkan yang lain tidak dapat menyebutkan satu
demi satu secara rinci tujuan-tujuan tersebut pada awal proses pembangunannya.
Bagi perancang pembelajaran mungkin isinya belum begitu dikenal dan mungkin
diperlukan informasi tambahan untuk merumuskan tujuan yang berarti. Dengan
demikian, elemen dari analisis tugas ditempatkan terlebih dahulu dalam rencana
rancangan pembelajaran sebelum unsur tujuan pembelajaran.
Menulis tujuan pembelajaran adalah aktivitas perkembangan yang
memerlukan perubahan dan penambahan bagi pembelajaran yang dikembangkan.
Kadang tidak sampai pada aktivitas pembelajaran yang dipilih atau metode evaluasi
yang dinyatakan bahwa tujuan “real” untuk topik yang jelas.

Pendekatan untuk Tujuan-tujuan


Secara historis, perancang pembelajaran menuntut penggunaan tujuan
secara tepat (sering disebut sebagai gaya tujuan Mager) yang disusun berdasarkan
pembelajaran yang diprogramkan. Pendekatan ini didasarkan pada prinsip-prinsip

8
psikologi perilaku yang memerlukan siswa untuk mendemonstrasikan respon
secara jelas yang menunjukkan penguasaan materi. Pendekatan Mager (1975)
diterapkan untuk menuliskan tujuan pada ketiga ranah pembelajaran yakni ranah
kognitif, psikomotor, dan afektif. Namun kecenderungan terbaru menunjukkan hal
tersebut berlaku lebih pada ranah kognitif, biarpun telah diminta pertimbangan
ulang dari spesifikasi tujuan untuk setiap ranah pembelajaran.
Dalam bagian berikut, akan dideskripsikan bagaimana menulis tujuan-
tujuan drnga gaya yang berbeda. Dimulai dengan pendekatan perilaku dan kognitif
untuk menuliskan tujuan dalam ranah kognitif, kemudian mendeskripsikan
bagaimana cara menuliskan tujuan untuk ranah psikomotor dan afektif.

MENULISKAN TUJUAN DALAM RANAH KOGNITIF

Ada dua pendekatan yang diakui secara umum untuk menuliskan tujuan,
yakni tujuan perilaku dan kognitif. Ini merupakan dua orientasi yang mudah
diaplikasikan untuk menuliskan tujuan dalam semua ranah. Bagian-bagian berikut
fokus pada aplikasinya dalam ranah kognitif.
Tujuan Perilaku
Tujuan perilaku adalah pernyataan yang tepat untuk menjawab pertanyaan
"Perilaku apa yang dapat siswa demonstrasikan yang menunjukkan bahwa siswa
menguasai pengetahuan atau keterampilan yang ditetapkan dalam pembelajaran?".
Tujuan pembelajaran terdiri dari sedikitnya dua bagian penting dan dua bagian
pilihan.
Bagian penting. Mulailah dengan kata kerja tindakan (kata kerja yang
menunjukkan suatu tindakan) yang memberikan pembelajaran yang dibutuhkan
oleh siswa, misal: menyebutkan, membagi, menentukan, menyusun,
membandingkan.
Letakkan acuan bahan ajar setelah kata kerja tindakan yang
menggambarkan isi yang dibahas, misal:
 Membagi sudut 300, 450, 600, 900, atau 1800 menjadi 2 sama besar.
 Menentukan nilai logaritma.
 Menyebutkan rumus luas lingkaran dan keliling lingkaran.

9
 Menghitung luas segitiga.
Secara keseluruhan, kata kerja tindakan dan acuan bahan ajar menunjukkan
hal penting yang harus dicapai siswa. Tentu saja, anda atau SME (para pakar bidang
studi) dapat dengan mudah memilih bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan.
Pemilihan kata kerja tindakan yang sesuai untuk memerikan perilaku belajar yang
diperlukan oleh siswa merupakan bagian yang sulit dari penulisan tujuan. Untuk
tujuan kegiatan belajar yang dikembangkan dalam domain kognitif, sebuah "daftar"
kata kerja yang menyatakan perilaku pada setiap enam tingkatan dalam taksonomi
Bloom dapat membantu (lihat Tabel 5-5). Kata kerja dalam daftar itu dapat
membantu dalam mengenal (dan memperhatikan) tingkta intelektual yang lebih
tinggi dalam perencanaan pembelajaran.
Bagian pilihan. Kata kerja tindakan dan acuan bahan ajar secara komplit
diungkapkan dalam tujuan pembelajaran. Meskipun kedua komponen tersebut
cukup dalam berbagai situasi, namun adakalanya dikehendaki atau diperlukan
pernyataan tujuan yang lebih merinci dan memasukkan parameter lain sebagai
bagian dari persyaratan belajar. Tujuan seperti itu terutama sekali penting ketika
pembelajaran memiliki persyaratan hasil tertentu atau minimal untuk dicapai.
Tujuan untuk suatu program berdasarkan kemampuan seperti itu membutuhkan dua
bagian tambahan berikut.
Tingkat Pencapaian. Tingkat pencapaian merupakan standar atau kriteria
kinerja yang menyatakan batas minimum pencapaian yang dapat diterima. Hal
tersebut juga menjawab pertanyaan-pertanyaan serupa seperti "seberapa baik?",
"seberapa banyak", “seberapa tepat?”, “seberapa lengkap?”, "dalam waktu berapa
lama?". Berikut ini dikemukakan beberapa cara untuk menyatakan kriteria
keberhasilan:
Dalam urutan yang tepat
Dari 10 sekurangnya 8 benar (atau 80% benar)
Dengan ketepatan 2 sentimeter
Selama 3 menit
Memenuhi persyaratan yang dinyatakan dalam petunjuk

10
Tabel 5-5
Kata Kerja yang Diamati untuk Ranah Kognitif
Analisis Sintesis Evaluasi
Memisah-misahkan pengetahuan ke dalam Menyatukan bagian-bagian pengetahuan Membuat penilaian berdasarkan patokan
bagian dan menunjukkan hubungan antara sehingga membentuk suatu kesatuhan dan yang telah ditentukan
bagian-bagian tersebut menjalin hubungan bagi situasi baru
menganalisis mendiferensiasikan mengatur mengelola menghargai mengevaluasi
menghargai mendeskriditkan merakit menyusun mendebat mempertimbangkan
menghitung membedakan mengumpulkan merencanakan menilai meramalkan
mengelompokkan meneliti menggubah menyiapkan menyerang menghitung
membandingkan melakukan membangun mengusulkan memilih memberikan nilai
mempertentangkan percobaan menciptakan mendirikan membandingkan memilih
mengecam menginventarisasikan merancang mensintesis mempertahankan menyokong
membuat diagram menanyakan merumuskan menulis menaksir menilai
menguji
Bergantung pada maknanya dalam penggunaan, beberapa kata kerja bisa berlaku
pada lebih dari satu tingkat.
Berikut ini diutarakan beberapa contoh tujuan pembelajaran dengan kata
kerja tindakan, acuan bahan ajar, dan tingkat pencapaian:
 Membagi sudut 300, 450, 600, 900, atau 1800 menjadi 2 sama besar dengan
langkah-langkah yang tepat.
 Menyelesaikan SPLDV dengan dua cara, eliminasi dan substitusi.
Kondisi kinerja. Kondisi kinerja menghasilkan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan serupa seperti; “apakah harus ada alat khusus?", “apakah diperbolehkan
menggunakan buku, diagram, atau acuan lainnya"?, "apakah ditetapkan batasan
waktu?", "apakah faktor khas lainnya ditetapkan sebagai persyaratan ujian?”.
Kondisi kinerja menetapkan sumber daya yang dibutuhkan sebagai persyaratan
evaluasi dan menentukan kondisi evaluasi yang akan berlangsung.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh tujuan pembelajaran yang
masing-masing mencantumkan sebuah kondisi kinerja:
 Membagi sudut 300, 450, 600, 900, atau 1800 menjadi 2 sama besar dengan
langkah-langkah yang tepat menggunakan penggaris dan jangka.
 Menentukan nilai logaritma dengan menggunakan tabel logaritma.
Tujuan pembelajaran Gaya Mager mengikuti bentuk dari tujuan yang
diilustrasikan dalam contoh ini. Bilamana sesuai dengan situasinya, masukkan salah
satu atau kedua bagian pilihan tersebut. Apabila standar kinerja tidak dicantumkan,
biasanya diasumsikan bahwa jawaban atau kinerja 100% benar sajalah yang dapat

11
diterima. Mencantumkan terlalu banyak rincian sehingga upaya menuliskan tujuan
menjadi kegiatan yang kurang menarik dan persyaratannya tampak terlalu sukar
bagi siswa perlu dihindari.
Pendekatan alternatif untuk menentukan tujuan perilaku adalah penggunaan
tujuan akhir dan tujuan penopang. Tujuan utama suatu pokok bahasan atau tugas
disebut sebagai tujuan akhir. Hal tersebut mendeskripsikan, bentuk perilaku, hasil
pembelajaran secara keseluruhan yang menyatakan awal sebagai tujuan umum
suatu pokok bahasan. Lebih dari satu tujuan akhir mungkin diperlukan untuk
mencapai tujuan umum. Berikut ini dikemukakan contoh tujuan-tujuan akhir
pembelajaran:
Topik: Luas permukaan dan volume kubus
Tujuan Umum: Memahami sifat-sifat kubus dan bagian-bagiannya, serta
menentukan ukurannya.
Tujuan Akhir: Menghitung luas permukaan dan volume kubus.
Sub tujuan yang memungkinkan tercapainya tujuan akhir disebut sebagai
tujuan penopang. Tujuan penopang memerikan perilaku khusus (kegiatan atau
langkah tunggal) yang harus dipelajari atau dilaksanakan, sering secara berurut,
untuk mencapai tujuan akhir. Untuk tujuan-tujuan akhir yang disebutkan diatas,
berikut merupakan tujuan penopang yang dibutuhkan:
Tujuan Akhir: Menghitung luas permukaan dan volume kubus.
Tujuan Pendukung:
1. Menemukan rumus luas permukaan kubus.
2. Menemukan rumus volume kubus.
3. Menentukan luas permukaan dan volume kubus, jika diketahui panjang
rusuknya.
4. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume
kubus.
Peringatan. Ketika perencana pembelajaran memulai untuk menuliskan tujuan,
mereka kadang cenderung untuk menuliskan uraian tentang apa yang akan terjadi
selama pembelajaran dan menganggap persyaratan tersebut sebagai tujuan-tujuan
pembelajaran (misal, "menonton program video tentang perlindungan ekologi,"

12
"mengajarkan siswa bagaimana ..., "atau" membaca halaman 45-70 dalam buku
pelajaran"). Hal itu semua merupakan kegiatan, bukan merupakan indikasi hasil
belajar. Sebuah tujuan pembelajaran harus fokus pada hasil atau produk daripada
proses. Pertanyaan yang dapat menjawab dari tujuan pembelajaran misalnya,
"Apakah hasil ini yang guru kehendaki dari siswanya, yakni mengetahui atau dapat
melakukan setelah mereka menyelesaikan pokok bahasan atau satuan
pembelajaran?.

Tujuan Kognitif
Gronlund (1985) menyarankan suatu pendekatan alternatif kepada Mager
dalam menuliskan tujuan pembelajaran pada ranah kognitif. Keduanya baik tujuan
perilaku dan tujuan kognitif menentukan pembelajaran sebagai hasil. Tujuan
kognitif dinyatakan dalam 2 bagian. Pertama, merupakan suatu pernyataan dari
tujuan umum pembelajaran. Tujuan umum dinyatakan dalam istilah-istilah luas
yang meliputi daerah pembelajaran (misalnya: mengerti, memahami,
menggunakan, menafsirkan, mengevaluasi), misal: memahami sifat-sifat kubus.
Pernyataan umum tersebut mengindikasikan hasil pembelajaran secara
menyeluruh. Seperti tujuan perilaku, tujuan tersebut fokus pada produk atau hasil
dari pembelajaran bukan pada proses. Pernyataan yang termasuk dalam kata-kata
seperti mencapai, memandang, atau memperoleh adalah indikator yang menyatakan
bahwa perancang berfokus pada proses pembelajaran daripada hasil. Dengan
demikian, suatu tujuan yang ditulis seperti “siswa akan memperoleh....” yang
berfokus pada proses seharusnya ditulis seperti “siswa menafsirkan....” untuk
memfokuskan pada hasil pembelajaran.
Bagian kedua dari tujuan kognitif adalah satu atau lebih contoh-contoh dari
jenis-jenis kinerja tertentu yang mengindikasikan penguasaan tujuan. Berikut
adalah misalnya :
Menafsirkan sebuah grafik fungsi kuadrat
 Menentukan koordinat titik potong grafik dengan sumbu y
 Menentukan koordinat titik puncak grafik fungsi kuadrat
Memahami sifat-sifat kubus

13
 Mengidentifikasi unsur-unsur kubus
 Menyebutkan sifat-sifat kubus dari suatu model kubus
Mengapa menggunakan tujuan kognitif daripada tujuan perilaku? Apabila
membandingkan tujuan kognitif dengan type-Mager pada tujuan perilaku,
keduanya menunjukkan penampilan siswa secara spesifik, istilah-istilah yang
terukur. Akan tetapi, dengan tujuan perilaku tujuan menjadi akhir daripada maksud
instruksi. Tujuan gaya kognitif mengalami masalah ini dengan pertama menyatakan
suatu tujuan umum (sama dalam struktur pada tujuan akhir) untuk
mengkomunikasikan tujuan (contohnya, “menafsirkan grafik”). Sebuah tujuan
perilaku mungkin lebih memudahkan maksud dengan menyatakan hasil
pembelajaran seperti “menentukan koordinat titik potong grafik dengan sumbu y”.
Hasil pembelajaran dari tujuan perilaku kemudian fokus pada pengukuran elemen-
elemen pada grafik daripada menginterpretasikannya. Contoh penampilan dari
tujuan kognitif secara sederhana mengindikasikan sikap-sikap yang mengikuti guru
atau perancang untuk untuk menilai bahwa apakah siswa mencapai maksud level
yang lebih tinggi.
Tujuan-tujuan perilaku secara khusus cocok digunakan untuk penguasaan
instruksi pembelajaran dimana siswa harus menunjukkan perilaku tertentu bagi
kemajuan level berikutnya. Contohnya pembelajaran yang menekankan bagaimana
memproduksi laporan khusus tertentu, misal sebagai sales penjualan pada bulan
Juni, mungkin paling baik didefinisikan dengan tujuan perilaku. Tujuan–tujuan ini
akan secara akurat menggambarkan hasil pembelajaran “siswa akan mencetak
laporan yang mengindikasikan pemasukan dari penjualan tempat perbelanjaan”
yang termasuk tugas berulang dari memasukkan bulan dan nama departemen.
Tujuan-tujuan kognitif cocok digunakan untuk menggambarkan level-level
yang lebih tinggi dalam pembelajaran. Contohnya, dalam sebuah matapelajaran
yang menekankan keterampilan perundingan buruh, perancang mungkin
mengembangkan sebuah tujuan kognitif untuk mendeskripsikan hasil yang terkait
dengan mengevaluasi tawaran kontrak “siswa akan memahami implikasi dari
sebuah tawaran”. Contoh perilaku yang berhubungan dengan hasil ini dapat fokus
kepada hal-hal tertentu seperti “menghitung biaya kontrak sebuah perusahaan,”

14
“mengidentifikasi penawaran berlawanan yang mungkin” dan “menentukan
implikasi batas panjang.”

MENULIS TUJUAN UNTUK RANAH PSIKOMOTOR


Psikomotor merupakan kemampuan yang paling mudah untuk diamati dari
ketiga ranah. Tujuan pada ranah psikomotor tergantung pada empat bagian tujuan
yang sama; namun meskipun begitu penekanannya sering berbeda. Sebagai contoh,
kata kerja menunjukkan sering digunakan sebagai perilaku. Secara eksplisit
menyatakan kondisi sering diperlukan untuk tujuan psikomotor. Sebagai contoh,
apakah siswa dapat menggunakan jangka dan penggaris secara tepat saat melukis
garis bagi? Dengan kata yang lain, tujuan psikomotor sepertinya membutuhkan
kriteria khusus karena 100% ketepatan sering tidak terduga oleh pemula. Oleh
karena itu, kita mungkin mempunyai beberapa tujuan mulai dari mencapai target
yang luas di akhir pada latihan awal sampai akhirnya menyekor beberapa poin
tertentu. Contoh berikut ini merupakan contoh dari tujuan pada ranah psikomotor:
Siswa dapat melukis garis bagi dengan langkah-langkah yang tepat
menggunakan penggaris dan jangka.
Waktu sering digunakan dalam tujuan psikomotor, namun mungkin sulit
untuk menentukan apakah waktu adalah sebuah kondisi atau sebuah kriteria. Mari
menelaah dua tujuan psikomotor di bawah ini:
 Siswa dapat melakukan pemfaktoran bentuk ax2 + bx + c dengan a ≠1, a
≠0 dalam waktu 30 detik.
 Siswa dapat menghitung luas lingkaran dalam waktu 10 menit.

Pada tujuan pertama, waktu (30 detik) adalah sebuah kriteria pencapaian
karena dimungkinkan beberapa siswa tidak mampu bentuk ax2 + bx + c dengan a ≠1,
a ≠0 dalam waktu 30 detik. Oleh karena itu, waktu adalah kriteria pencapaian dari
pengukuran. Batas waktu 10 menit pada tujuan kedua adalah sebuah kondisi, karena
hampir semua siswa yang mampu akan dapat menyelesaikannya tugas tersebut
dalam waktu kurang dari 10 menit.
Untuk membuat kesimpulan, jika faktor waktu digunakan untuk mengukur
kinerja, maka waktu merupakan sebuah kriteria pencapaian dari tujuan. Jika faktor

15
waktu digunakan untuk mengatur batas waktu maksimum maka waktu merupakan
sebuah kondisi.

MENULIS TUJUAN UNTUK RANAH AFEKTIF


Ranah afektif mencakup perilaku yang lebih abstrak seperti sikap, kesadaran,
dan penghargaan yang relatif sulit untuk diamati dan diukur. Salah satu metode
untuk mengembangkan tujuan pada ranah afektif adalah menentukan perilaku
secara langsung dengan menyimpulkan dari apa yang dapat diamati. Apa yang
siswa lakukan atau katakan diasumsikan sebagai bukti dari tingkah laku yang
berkaitan dengan tujuan afektif.
Beberapa perilaku pada ranah ini sulit untuk diidentifikasi, apalagi untuk
menamai dan mengukur. Misalnya, mengukur sebuah sikap dari kesadaran
pentingnya mempelajari materi luas dan keliling lingkaran atau mengembangkan
sikap bekerjasama. Sikap seperti itu hanya bisa disimpulkan secara tidak langsung
dari petunjuk yang kedua. Ketika mengembangkan tujuan afektif, sangat berguna
untuk memilah tujuan menjadi dua bagian. Pertama, mengidentifikasi komponen
kognitif “intelektual” yang mewakili sikap. Kedua, mengidentifikasi perilaku yang
saat diamati akan mewakili sikap. Perilaku ini kemudian digunakan untuk
menuliskan tujuan afektif.
Untuk mengukur sebuah sikap pada suatu kegiatan, maka harus
menggeneralisasi perilaku siswa yang mengindikasikan bahwa siswa sedang
berkembang atau telah mengembangkan sikap tersebut. Contoh di bawah ini
menggambarkan perilaku yang mengindikasikan sikap positif:
 Siswa mengatakan dia senang dengan kegiatan yang dilakukan.
 Siswa memilih kegiatan tertentu dari kegiatan lainnya yang mungkin.
 Siswa berpartisipasi dengan antusiasme lebih pada kegiatan tertentu.
 Siswa berbagi ketertarikan terhadap aktivitas dengan mendiskusikannya
dengan yang lain atau dengan mendorong yang lain untuk berpartisipasi.
Jika tujuan pembelajaran adalah “untuk menyadari pentingnya belajar luas dan
keliling lingkaran”, pencapaian ditunjukkan oleh perilaku:

16
 Siswa memperhatikan guru saat guru menjelaskan materi luas dan
keliling lingkaran.
 Siswa berperan aktif saat proses pembelajaran dengan bertanya dan
mengemukakan pendapat.
 Siswa selalu mengerjakan tugas-tugas terkait dengan materi luas dan
keliling lingkaran yang diberikan guru.
Jika tujuan pembelajaran adalah untuk mengembangkan hubungan positif
dengan siswa yang lain, bukti pencapaian dapat ditunjukkan jika siswa melakukan
berikut ini:
 Mendengarkan pendapat siswa lain saat berdiskusi.
 Memberikan bantuan kepada siswa lain yang mengalami kesulitan.
Harus diakui, contoh-contoh ini hanya menunjukkan keberhasilan
pemenuhan kemungkinan suatu tujuan sikap dan tidak mengukurnya secara
langsung. Mager (1984) menyebut tujuan sikap “kecenderungan mendekat”
menunjukkan sikap positif terhadap suatu subjek atau situasi. Sikap pelajar
dianggap negatif jika ia menunjukkan kecenderungan menghindar. Bagaimanapun
juga, pendekatan Mager untuk tujuan afektif sangat dekat dengan pendekatan
kognitif Gronlund. Mereka berdua mulai dengan perilaku umum dan contoh
perilaku khusus yang guru gunakan untuk menyimpulkan kemunculan sikap.
Dalam buku Analisis Tujuan, Mager (1984) menunjukkan bahwa jika
karyawan adalah untuk menunjukkan kesadaran keselamatan, mereka diharapkan
untuk mempraktekkan perilaku sebagai berikut: "Laporan bahaya keamanan;
peralatan keselamatan pakai; mengikuti aturan keselamatan; praktek yang baik
rumah tangga dengan menjaga area kerja bebas dari kotoran dan alat longgar;
mendorong praktik aman pada orang lain dengan mengingatkan mereka untuk
memakai peralatan keselamatan; dan sebagainya "Dalam buku Goal Analysis,
Mager (1984) menyarankan bahwa apabila pekerja memperlihatkan kesadaran
keselamatan, mereka diharapkan melakukan perilaku berikut ini: “melaporkan
bahaya keamanan, menggunakan peralatan keselamatan, mengikuti aturan
keselamatan, melakukan perawatan rumah yang baik dengan menjaga lingkungan
kerja bebas dari kotoran dan rusaknya peralatan, mendorong orang lain untuk

17
melakukan sesuatu dengan aman dengan mengingatkan untuk menggunakan
peralatan keselamatan, dan sebagainya.”
Pendekatan Mager dan Gronlund dapat menolong kita untuk memperbaiki
langkah dalam mengindikasikan tujuan yang berkaitan dengan sikap dan kemudian
menetapkan derajat pengukuran untuk tujuan-tujuan tersebut. Untuk bantuan
tambahan dalam mengidentifikasi dan menulis tujuan ranah afektif, berdasarkan
pendapat dari Lee dan Merrill (1972). Tabel 5-6 adalah sebuah daftar untuk kata
kerja yang mungkin dapat berguna untuk menyatakan tujuan pembelajaran pada
ranah ini.
Secara realistis, kita harus mengenal bahwa banyak tujuan penting yang tidak dapat
menghasilkan hasil yang terukur. Eisner (1969) menggunakan istilah “tujuan
ekspresif” (expressive objectives) untuk hasil tertentu yang tidak dapat dinyatakan
dengan mudah. Tujuan-tujuan ini pada dasarnya mengidentifikasi situasi dari siswa.
Sebuah tujuan ekspresif mungkin membutuhkan penemuan pribadi, keaslian, dan
kemampuan menciptakan hasil yang mengejutkan siswa maupun guru. Sebagai
contoh, “mengembangkan perasaan dari kecakapan pribadi pada matematika”
adalah sebuah tujuan ekspresif. Dengan menyatakan tujuan yang tidak terukur pada
perencanaan, setidaknya kita dapat mengidentifikasi aspek dari tujuan pengajaran
yang mempunyai kepentingan secara pribadi ataupun sosial dan dapat membuat
sebuah permulaan dalam menentukan bagaimana mencapainya.

Tabel 5-6
Kata Kerja Afektif
Memuji (Acclaims) Bekerjasama (Coorporates) Mengikuti (Joins)
Menyetujui (Agrees) Mempertahankan (Defends) Menawarkan (Offers)
Membantah (Argues) Tidak setuju (Disagrees) Berpartisipasi dalam (Participates
Mengasumsikan Memperdebatkan (Disputes) in)
(Assumes) Berusaha (Enganges in) Memuji (Praises)
Berusaha (Attempts) Menolong (Helps) Melawan (Resists)
Menghindari (Avoids) Berminat untuk (Is attentive Berbagi (Shares)
Tertantang to) Menawarkan bantuan dengan
(Challenges) sukarela (Volunteers)

18
Mengklasifikasikan Tujuan
Ranah kognitif dan afektif terdiri dari jenjang yang berurutan, yaitu dimulai
dari tingkat terendah menuju tingkat yang lebih intelektual atau canggih dalam
proses pembelajaran. Sedangkan ranah psikomotorik tidak menunjukkan
kekonsistenan pola urutan seperti pada ranah kognitif dan afektif. Ketiga ranah
tersebut berguna untuk menentukan tingkat pembelajaran pada setiap tujuan dan
untuk memeriksa bahwa tujuan didistribusikan dibeberapa tingkat. Selain itu,
tujuan dapat berfungsi sebagai dasar untuk mengembangkan strategi pembelajaran.
Namun, tiga taksonomi tersebut tidak cocok untuk mengembangkan strategi
pembelajaran dengan dua alasan. Pertama, tujuan sering dapat diklasifikasikan ke
dalam lebih dari satu tingkat. Kedua, taksonomi tidak memberikan petunjuk strategi
pembelajaran untuk setiap tingkat. Selanjutnya, akan dideskripsikan dua model
berbeda untuk mengklasifikasikan tujuan, kemudian menentukan strategi
pembelajaran. Model Mager and Beach menyesuaikan arahan kelas, sementara
acuan matrik konten kinerja menyediakan pendekatan desain pembelajaran
terstruktur.
Model Mager dan beach
Mager dan beach (1984) mendeskripsikan pendekatan klasifikasi kinerja
pada bukunya Developing Vocational Instruction. Tujuan diurutkan ke dalam salah
satu dari lima jenis kinerja kemudian diurutkan berdasarkan tingkat kesulitan
(Tabel 5 -7).
Tujuan yang menuntut siswa untuk berbicara secara spesifik
diklasifikasikan sebagai tujuan kinerja berbicara. Kategori ini terbatas untuk
berbicara, respon verbal tertulis tidak diklasifikasikan ke dalam kategori ini.
Manipulasi adalah pelaksanaan keterampilan psikomotor dari keterampilan yang
sederhana. Tujuan yang menuntut siswa untuk menghafal informasi
diklasifikasikan dalam kategori mengingat kembali. Kategori diskriminasi
mengharuskan pelajar untuk membedakan antara dua objek atau dua peristiwa.
Tujuan yang mengharuskan pelajar untuk menentukan apa yang harus dilakukan,
diklasifikasikan sebagai pertunjukan pemecahan masalah. Akhirnya, masing-

19
masing tujuan diklasifikasikan menjadi peringkat- peringkat seperti mudah, cukup
sulit, sulit, atau sangat sulit untuk dapat dilakukan.
Tabel 5-7
Tipe kinerja Mager dan Beach
Tujuan Kinerja Tingkat Kesulitan

 Melalui media buah apel, siswa dapat Berbicara Mudah


menghitung banyak apel.
 Setelah belajar menggunakan media benda Manipulasi Cukup sulit
konkret, siswa dapat melakukan
penjumlahan dengan memanipulasi benda ke
dalam bentuk bilangan.

 Siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat Mengingat Mudah


operasi hitung bilangan bulat.
 Melakukan operasi hitung bilangan bulat. Diskriminasi Cukup sulit

 Menggunakan sifat-sifat operasi hitung Pemecahan Sulit


bilangan bulat dalam pemecahan masalah. masalah

Model Matrik Konten-Kinerja


Merrill (1983) menggunakan kategori konten yang kemudian digunakan
untuk menentukan strategi pembelajaran. Model diperluas meliputi psikomotor,
afektif, dan interpersonal (melihat tabel 5-8) yang bukan termasuk dalam komponen
Merill. Tidak seperti taksonomi Bloom, model ini menggolongkan jenis dari konten
dan kinerja sebagai taraf pengetahuan. Model desain pengajaran harus menentukan
strategi perintah yang optimum untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian,
model Merril mempergunakan kategori konten kemudian dipergunakan untuk
menentukan strategi pembelajaran (melihat bab 8).
Aspek dari isi matriks dikategorikan menjadi enam tujuan. Masing-masing
tujuan digolongkan ke dalam satu kategori. Apabila tujuannya menjadi dua

20
kategori, perlu disempurnakan dan dinyatakan sebagai dua tujuan yang terpisah.
Alinea berikut dengan singkat menelaah masing-masing konten kategori yaitu:
Fakta. Fakta adalah pernyataan yang mengaitkan satu item yang lainnya.
Pernyataan “Columbus menemukan Amerika” mengaitkan nama Colombus dan
Amerika penemu. Mempelajari bahwa simbol ∆ mewakili segitiga dalam bangun
datar juga merupakan sebuah fakta yang menggabungkan ∆ dengan segitiga. Fakta
adalah hafalan untuk mengingat kembali dikemudian nanti.
Table 5-8
Model Matriks Konten-Kinerja

Penampilan
Konten Mengingat kembali Aplikasi
Garis bilangan
Fakta
Siswa dapat mengingat kembali Siswa dapat menemukan
sifat-sifat dan definisi bilangan rumus atau
bulat menyelesaikan masalah
Konsep tentang operasi bilangan
bulat dengan
menggunakan sifat-sifat
atau definisi dari bilangan
bulat.
Siswa dapat mengingat kembali Siswa dapat menemukan
sifat-sifat operasi bilangan operasi yang digunakan
Prinsip dan bulat: misal, dalam adalah komutatif jika
ketentuan penjumlahan terdapat sifat a+b=b+a
tertutup, komutatif dan
assosiatif.

Siswa dapat mengingat kembali  Siswa dapat


langkah-langkah yang menyelesaikan
Prosedur diperlukan untuk masalah/menghitung
menyelesaikan pengurangan,
permasalahan yang berkaitan penjumlahan, perkalian,
dengan operasi bilangan yang dan pembagian bilangan
diperlukan bulat
 Siswa dapat
menyelesaikan
permasalahan sehari-hari
yang berkaitan dengan
operasi hitung bilangan
bulat.

21
 Siswa mampu berbagi
pengetahuan dengan
Interpersonal teman sekelompoknya
untuk menemukan
solusi masalah dan
memodelkan masalah
Siswa dapat berpartisipasi
Sikap aktif dalam kegiatan
pembelajaran

Konsep. Konsep adalah kategori yang digunakan untuk menggolongkan objek-


objek untuk mengorganisir pengetahuan. Contoh dari konsep adalah lingkaran,
mobil, kotak, wanita, cermin, dan pohon. Jauh lebih mudah untuk menunjukkan
kendaraan roda dua sebagai sepeda daripada harus mengingat nama merk setiap
sepeda. Seperti halnya kita menggolongkan pohon mangga, pohon kelapa, dan
pohon nangka sebagai kategori pohon.

Prinsip dan aturan. Suatu prinsip dan aturan mengungkapkan hubungan di antara
beberapa konsep. Contohnya “sudut keliling lingkaran merupakan setengah dari
besar sudut pusat” menunjukkan hubungan antara konsep dari sudut keliling dan
sudut pusat.

Prosedur. Prosedur adalah langkah-langkah yang berurutan dan digunakan untuk


mencapai suatu tujuan. Prosedur dapat menjelaskan operasi kognitif seperti
memecahkan persamaan kuadrat, sebuah operasi yang melibatkan keduanya,
operasi kognitif dan psikomotor seperti (menggambar lingkaran dalam atau luar
segitiga), dan operasi psikomotor contohnya menggunakan jangka. Prosedur juga
dapat beragam pada tingkat kesulitan dari tugas yang berulang-ulang (contoh
menggunakan jangka) ke tugas pemecahan masalah (contoh: menyelesaikan
masalah berkaitan dengan SPLDV).

Keterampilan Interpersonal. Kategori ini menggambarkan keterampilan verbal


dan nonverbal (bahasa tubuh) untuk berinteraksi dengan dua orang atau lebih.

22
Contoh keterampilan interpersonal yaitu cara seseorang memecahkan masalah,
memimpin kelompok dan cara berkomunikasi.

Sikap. Sikap terdiri dari keyakinan dan sekumpulan perilaku. Tujuan yang berusaha
untuk mengubah atau memodifikasi sikap pelajar diklasifikasikan dalam kategori
ini. Petunjuk untuk mengajarkan sikap adalah dengan mencontohkan perilaku,
mengembangkan kemampuan verbal dan gambaran contoh, menggunakan latihan
mental dan menyediakan latihan mental baik secara terbuka maupun tertutup.

Bagian dari model ini adalah kinerja yang ditetapkan pada tujuan. Jenis
kinerja untuk menetapkan tujuan dipertimbangkan kemudian digolongkan seperti
daya ingat atau aplikasi.

Mengingat kembali. Tujuan yang menentukan bahwa siswa hanya menghafal


informasi untuk mengingat (misalnya, “siapa yang menemukan Amerika?”,
“mendefinisikan lingkaran atau persegipanjang”) digolongkan seperti kinerja daya
ingat. Kinerja ingat meliputi perilaku pada tingkat yang paling rendah dari
taksonomi Bloom. Katakerja seperti daftar, definisikan, dan sebutkan sering
digunakan untuk mengisyaratkan kinerja daya ingat.

Aplikasi. Ketika kinerja mengharuskan siswa untuk menggunakan atau


menerapkan informasi, tujuan digolongkan sebagai aplikasi. Sebagai contoh, suatu
tujuan yang mengharuskan siswa untuk menggunakan sifat-sifat logaritma untuk
menentukan nilai logaritma dari suatu bilangan. Fakta selalu tergolong seperti daya
ingat sebab mereka tidak dapat diterapkan.

KESULITAN MENULISKAN TUJUAN


Salah satu alasan mengapa banyak orang menghindari penulisan tujuan
yang tepat adalah karena kegiatan merumuskan tujuan membutuhkan banyak
pemikiran dan usaha. Setiap tujuan seharusnya tidak ambigu. Tujuan harus
menyampaikan secara tepat hal yang sama kepada seluruh siswa dan juga kepada
semua guru dan perancang. Banyak guru tidak terbiasa dengan ketepatan dalam

23
perencanaan pembelajaran. Pengajar sering kali membiarkan siswa menafsirkan
sendiri apa yang kita sebenarnya maksudkan.
Barulah setelah pentingnya tujuan untuk program pembelajaran menjadi
jelas, guru atau perancang mau mengarahkan untuk menyiapkan tujuan tersebut.
Kemudian, semua kesulitan dapat terima dan lama kelamaan terbentuklah
kebiasaan dan pola untuk menuliskan sebanyak mungkin hasil pembelajaran yang
efektif secara bermakna.

Pro dan Kontra Terhadap Tujuan


Beberapa orang mau menyakini bahwa penting sekali untuk menuliskan
tujuan yang dapat diukur dan dapat diamati bila dimungkinkan. Orang lain mungkin
menentang penulisan tujuan yang begitu menjenis dan berpendapat bahwa tujuan
sering tidak diperlukan atau bahwa hasil yang penting dari suatu program tidak
mungkin dinyatakan secara objektif. Kelompok kedua ini mungkin merasakan
bahwa hasil jangka panjang yang lebih penting dari suatu program pembelajaran
sukar didefinisikan dan sering tak terukur.

Sebagian besar tujuan yang ditulis berhubungan dengan tujuan jangka


pendek yang dapat dicapai selama jam pembelajaran atau program pelatihan.
Namun, ada tujuan yang dapat menunjang tujuan jangka panjang, seperti
pengembangan keterampilan analitis atau kemampuan mengambil keputusan serta
hal yang tidak dapat dikendalikan oleh guru. Tujuan level tinggi yang demikian ini
mungkin tidak terukur secara sempurna sampai bertahun-tahun kemudian. Karena
itu, kadang-kadang terdapat asumsi bahwa ada tujuan tertentu yang tidak dapat
terpenuhi secara lengkap selama program pembelajaran yang direncanakan. Guru
dan perancang dapat mengevaluasi siswa setelah menyelesaikan suatu
matapelajaran untuk menentukan kemampuan mereka terkait dengan tujuan jangka
panjang tersebut.

Apabila ingin membaca dasar pemikiran yang meneliti semua aspek topik
tujuan ini, karya Davies (1976) dapat dipakai sebagai kerangka acuan. Dia

24
meletakkan tujuan pada tempat yang sebenarnya, berdasarkan telaah kepustakaan
dan penelitiannya pada bidang rancangan kurikulum.

25

Anda mungkin juga menyukai