PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Dimensi Keindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai ”orang seorang” sesuatu yang
merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide).
Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi . Karena adanya individualitas
itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-
cita, kecendrungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.
Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan cirri
yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat sifat
sebagaimana di gambarkan di atas secara potensial telah di miliki sejak lahir
perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan.
Sebab tanpa di bina, melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang
sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian
seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga seseorang tidak memiliki
warna kepribadian yang khas sebagai milikinya. Padahal fungsi utama
pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepripadiannya
atau menemukan kediriannya sendiri. Pola pendidikan yang bersifat
demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan
berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola
pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang
2
bersifat otoriter) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis.
2. Dimensi kesosialan
Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap
orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya
terkandung untuk saling member dan menerima. Adanya dimensi kesosialan
pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan
adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di
dalam interaksi dengan sesamanya. Seorang berkesempatan untuk belajar dari
orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk
dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya di dalam
berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan
memberi, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaanya.
3. Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih
tinggi. Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup
hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya
terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengertian yang lebih.
Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai
konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika
(persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket.
Persoaalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada
hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila,
serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah mahluk susila.
4. Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius. Beragama
merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah mahluk yang lemah
sehingga memerlukan tempat bertopang.
Manusia memerlukan agama demi kesalamatan hidupnya. Dapat dikatakan
bahwa agama menjadi sandaran vertical manusia. Manusia dapat menghayati
agama melalui proses pendidikan agama. Pendidikan agama bukan semata-
3
mata pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan tentang agama,
jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di samping itu mengembangkan
kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian.
4
Tingkah laku manusia ditentukan oleh lingkungan dimana individu itu
berada
Dipelopori oleh Skinner, Kohler, Wetson, Thorndike
1) Tingkah laku manusia ditentukan oleh lingkungan di mana individu itu
berada
2) Tingkah laku manusia dapat dikendalikan dengan mengatur lingkungan
tempat individu itu berada
5
b. Dari arah pengembangan
Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada
pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan
keberagaman secara terpadu. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan
dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu
terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang
secara selaras. Perkembangan di maksud mencakup yang bersifat horizontal
(yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang
menciptakan ketinggian martabat manusia). Dengan demikian totalitas
membentuk manusia yang utuh.
2. Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi
di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang
terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh
pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif didominasi
oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif
didominasi oleh pengembangan domain kognitif. Demikian pula secara
vertical ada domain tingkah laku terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang
pincang dan tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan
pengembangan yang patologis.
6
Manusia yg terwujud tanpa ibu dan bapak => Adam
Manusia yg terwujud tanpa ibu => Hawa
Manusia yg terwujud tanpa bapak => Isa
Manusia yg terwujud dari laki-laki dan perempuan => manusia sekarang
Terwujudnya manusia menurut teori Darwin=> Manusia berasal dari kera
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian bab I dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia dan segenap
dimensinya hanya dimilki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-
ciri yang khas tersebut membedakan secara prinsipiil dunia hewan dari dunia
manusia Adanya hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada
manusia sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi dari pada hewan
dan sekaligus mengusai hewan Salah satu hakikat yang istimewa ialah adanya
kemampuan menghayati kebahagian pada manusi. Semua sifat hakikat
manusia dapat dan harus ditumbuh kembangkan melalui pendidikan. Berkat
pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat ditumbuhkembangkan secara
selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh.
3.2 Saran
1. Kepada semua pihak yang berkepentingan dunia pendidikan wajib
berpegang teguh kepada nilai-nilai kependidikan dalam mengemban tugas
dan tanggung jawab kesehariannya.
2. Penerapan paradigma baru dalam pendidikan disosialisasikan lebih luas.