PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks, menerima
dan mengirimkan data ke korteks serebral. Mata dapat terkena berbagai kondisi diataranya bersifat
primer sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada system organ tubuh lain. Kebanyakan
kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal, dapat dikontrol dan penglihatan dapat
dipertahankan.
Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, local akibat
kompetisi metabolism, toksin, replikasi intraseluler/respon antigen antibody. Inflamasi dan infeksi
dapat terjadi pada beberapa struktur mata dan terhitung lebih dari setengah kelainan mata. Kelainan-
kelainan umum yang terjadi pada mata orang dewasa meliputi :
1. Radang/inflamasi pada kelopak mata, konjungtiva, kornea, koroid, badan ciriary dan iris.
2. Katarak, kekeruhan lensa.
3. Glaucoma, peningkatan tekanan dalam bola mata (IOP).
4. Retina robek/lepas.
Tetapi sebagian orang mengira penyakit radang mata/mata merah hanya penyakit biasa cukup
diberi tetes mata biasa sudah cukup. Padahal bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati
bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi seperti
glaucoma, katarak, maupun ablasi retina.
1.3 Tujuan
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem Persepsi
Sensori yang berjudul ”Konjungtivitis”. Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah untuk
menambah pengetahuan kita tentang penyakit Konjungtivitis. Sehingga diharapkan kita semua
terhindar dari hal tersebut dan tidak melakukan hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
Konjungtivit
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan
eksudat. Pada konjungtivitis mata tampak merah, sehingga sering disebut mata merah. (Suzzane,
2001:1991)
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau mata merah atau pink eye.
(Elizabeth, Corwin: 2001)
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam
kelopak mata) yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), alergi, dan iritasi bahan-
bahan kimia. (Mansjoer, Arif dkk: 2001)
2.2 Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat infeksius seperti:
- Bakteri
- Klamidia
- Virus
- Jamur
- Parasit (oleh bahan iritatif => kimia, suhu, radiasi) maupun imunologi (pada reaksi alergi).
Kebanyakan konjungtivitis bersifat bilateral. Bila hanya unilateral, penyebabnya adalah
toksik atau kimia. Organism penyebab tersering adalah stafilokokus, streptokokus,
pneumokokus, dan hemofilius. Adanya infeksi atau virus. Juga dapat disebabkan oleh butir-butir
debu dan serbuk sari, kontak langsung dengan kosmetika yang mengandung klorin, atau benda
asing yang masuk kedalam mata.
2.3 Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga kemungkinan terinfeksi
dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila ada mikroorganisme yang dapat menembus
pertahanan konjungtiva berupa tear film yang juga berfungsi untuk mmelarutkan kotoran-kotoran
dan bahan-bahan toksik melalui meatus nasi inferior maka dapat terjadi konjungtivitas.
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita oleh masyarakat, ada yang
bersifat akut atau kronis. Gejala yang muncul tergantung dari factor penyebab konjungtivitis dan
factor berat ringannya penyakit yang diderita oleh pasien. Pada konjungtivitis yang akut dan ringan
akan sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu tanpa pengobatan. Namun ada juga yang berlanjut
menjadi kronis, dan bila tidak mendapat penanganan yang adekuat akan menimbulkan kerusakan
pada kornea mata atau komplikasi lain yang sifatnya local atau sistemik.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan factor lingkungan
lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar.
Pada film air mata, unsure berairnya mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris dan
kerja memompa dari pelpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air
mata mengandung substansi antimikroba termasul lisozim. Adanya agen perusak, menyebabkan
cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi
epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan
hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel). Sel-sel radang bermigrasi dari stroma
konjungtiva melalui epitel kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus
dari sel goblet, embentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra
saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior, menyebabkan hoperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan
mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan
hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal.
Sensai ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang
hyperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan siliare
berarti kornea terkena.
2.4 Klasifikasi
a. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah salah satu dari penyakit mata eksternal yang paling sering terjadi.
Bentuk konjungtivitis ini mungkin musiman atau musim-musim tertentu saja dan biasanya ada
hubungannya dengan kesensitifan dengan serbuk sari, protein hewani, bulu-bulu, debu, bahan
makanan tertentu, gigitan serangga, obat-obatan. Konjungtivitis alergi mungkin juga dapat terjadi
setelah kontak dengan bahan kimia beracun seperti hair spray, make up, asap, atau asap rokok.
Asthma, gatal-gatal karena alergi tanaman dan eksim, juga berhubungan dengan alergi konjungtivitis.
b. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri disebut juga “Pink Eye”. Bentuk ini adalah konjungtivitis yang mudah
ditularkan, yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Mungkin juga terjadi setelah
sembuh dari haemophylus influenza atau neiseria gonorhe.
c. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut yang berat dan
mengancam penglihatan.
d. Konjungtivitis Viral
jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang paling sering adalah
keratokonjungtivitis epidermika) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan mononukleus.
Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata
yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
e. Konjungtivitis Blenore
Konjungtivitis purulen (bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore). Blenore neonatorum
merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru lahir.
2.7 Pentalaksanaan
Secara umum pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan sulfonamide (sulfacetamide
15%) atau antibiotic (gentamycin 0,3%), chloramphenicol 0,5%. Konjungtivitis akibat alergi dapat
diobati dengan antihistamin (antazoline 0,5%, naphazoline 0,05%) atau dengan kortikosteroid
(dexamentosone 0,1%). Umumnya konjungtivitis dapat sembuhmtanpa pengobatan dalam waktu 10-
14 hari, dan dengan pengobatan, sembuh dalam waktu 1-3 hari.
Adapun penatalaksanaan konjungtivitis sesuai dengan klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotic tunggal,
seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin selama 3-5 hari. kemudian bila tidak memberikan
hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam
sediaan langsung, diberikan tetes mata disertai antibiotic spectrum obat salep luas tiap jam mata
untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
- Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topical dan sistemik. Secret
dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
- Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di rumah sakit dan terisolasi, medika menstosa :
- Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000/ml setiap 1
menit sampai 30 menit.
- Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberiansalep penisilin
setiap 1 jam selama 3 hari.
- Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
- Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari
menghasilkan 3 kali berturut-turut negative.
-
3. Konjungtivitis Alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa kompres dingin dan menghindarkan penyebab pencetus
penyakit. Dokter biasanya memberikan obat antihistamin atau bahan vasokonstkiktor dan
pemberian astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi
dengan membuang kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap pelan-pelan dengan salin (gram
fisiologi). Pemakaian pelindung seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan
memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme.
4. Konjungtivitis Viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian antihistamin/dekongestan
topical. Kompres hangat atau dingin dapat membantu memperbaiki gejala.
5. Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian penisilin topical mata dibersihkan
dari secret. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan membersihkan mata bayi
segera setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol. Pengobatan dokter biasnay
disesuaikan dengan diagnosis. Pengobatan konjungtivitis blenore :
- Penisilin topical tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap setengah jam
pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda-tanda perbaikan.
- Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak maka pemberian
obat tidak akan efektif.
- Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin infeksi chlamdya yang banyak
terjadi.
2.8 Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
1. Glaucoma
2. Katarak
3. Ablasi retina
4. Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis seperti
ekstropin, trikiasis .
5. Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea.
6. Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh akan
meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama-
kelamaan orang bisa menjadi buta.
7. Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu
penglihatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
III.1 PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat Perjalanan penyakit
- Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
- Apa penyebabnya, kapan terjadinya iritasi atau trauma
- Bagaimana dirasakan, kelopak matanya bengkak, mata merah dan gatal-gatal
- Kehilangan kepercayaan diri pada klien
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
- Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis antibiotic sistemik atau topikal
- Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
- Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses pertolongan pertama yang dilakukan
- Klien sudah memberian obat tetes mata
- Klien diberi instruksi untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata
yang sehat
2. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe konjungtivitis
b. Penglihatan perifer matanya bengkak, mata merah, dan gatal-gatal
c. Kenyamanan
- Klien merasa malu dengan penyakitnya
- Klien khawatir rekan-rekannya akan tertular oleh penyakitnya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori b.d edema dan iritasi konjungtiva d.d klien mengeluh sudah 3 hari mata
- Vasokonstriktor seperti
nafazolin.
2 DIAGNO Setelah Mandiri Mandiri
KH:
4. Memberikan kesempatan untuk
4. Dorong pasien untuk
Klien tidak pasien menerima situasi yang
mengakui masalah dan
nyata, mengklarifikasikan
khawatir rekan- mengekspresikan perasaan.
kesalahpahaman dan pemecahan
rekannya akan5. Identifikasi sumber atau
masalah.
orang yang menolong. 5. Memberi penelitian bahwa
tertular
pasien tidak sendiri dalam
penyakitnya.
menghadapi masalah.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat.
Pada konjungtivitis mata tampak merah, sehingga sering disebut mata merah. (Suzzane, 2001:1991)
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat infeksius seperti:
- Bakteri
- Klamidia
- Virus
- Jamur
- Parasit (oleh bahan iritatif => kimia, suhu, radiasi) maupun imunologi (pada reaksi alergi).
Gejala subjektif meliputi rasa gatal, kasr ( ngeres/tercakar ) atau terasa ada benda asing.
Penyebab keluhan ini adalah edema konjungtiva, terbentuknya hipertrofi papilaris, dan folikel yang
mengakibatkan perasaan adanya benda asing didalam mata. Gejala objektif meliputi hyperemia
konjungtiva, epifora (keluar air mata berlebihan), pseudoptosis (kelopak mata atas seperti akan
menutup), tampak semacam membrane atau pseudomembran akibat koagulasi fibrin.
1.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat
lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tamsuri, Anas. 2010. Buku Ajar Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. Jakarta : EGC
Ilyas, Sidarta dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta : CV.
Sagung Seto
Capernito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC .
Marrilyn, Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Jakarta: Media Aeuscualpius.
http://pary08.wordpress.com/2011/01/03/askep-kojungtivitis/