Anda di halaman 1dari 45

BAB II

HASIL PRAKTIK KERJA LAPANGAN

2.1 Gambaran Umum Proyek


2.1.1 Deskripsi Proyek
Proyek peningkatan jalan Porong – Krembung (Ljt) merupakan
bagian proyek dari peningkatan jalan dengan penyedia jasa yaitu Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Sidoarjo. Kondisi
jalan dari yang mulanya perkerasan lentur ditingkatkan menjadi
pekerasan kaku. Karena kondisi fisik jalan yang sudah tidak mampu
menanggung beban yang berlebih akibat dari pertumbuhan kendaraan
yang tiap tahun semakin pesat dan juga kendaraan berat yang semakin
banyak melewati jalan ini itulah hal yang mendasari peningkatan pada
jalan ini. Perubahan pada proyek ini diharapkan mampu menghasilkan
kondisi jalan yang baik serta memiliki umur rencana yang panjang dan
juga biaya perawatannya yang murah.
Proyek peningkatan jalan Porong – Krembung (Ljt) memiliki
nilai kontrak sebesar Rp. 5.192.835.000,- dengan jangka waktu
pelaksanaan 75 (Tujuh puluh lima) hari kalender. Jenis kontrak
pekerjaan utama adalah pekerjaan umum, pekerjaan drainase, pekerjaan
tanah, perkerasan berbutir, perkerasan aspal, struktur.
Pada proyek ini dimulai pada tanggal 14 Januari 2019 dan
yang berperan sebagai konsultan adalah CV. Riptaloka Konsultan
sedangkan yang berperan sebagai kontraktor adalah PT. Gentayu Cakra
Wibowo.

2.1.2 Sejarah Perusahan


CV. Riptaloka Konsultan di dirikan oleh Ir. Sri Mulya Utari
Nayuk pada tahun 2012 sekaligus menjabat sebagai direktur
perusahaan. CV. Riptaloka Konsultan bergerak dalam bidang jasa
konsultansi perencanaan dan pengawasan kontruksi. Awalnya Ir. Sri
Mulya Utari Nayuk bekerja di salah satu jasa konsultan milik negara

5
yaitu PT. Virama Karya selama kurang lebih 10 tahun. Pada tahun 2014
Ir. Mulya Utari Nayuk mendapatkan pekerjaan pada poyek
pembangunan jalan lingkar timur Sidoarjo, karena alasan tertentu
pimpinan PT. Virama Karya memberikan kesuluruhan proyek tersebut
kepada Ir. Sri Mulya Utari Nayuk untuk mengelolanya sendiri dan
mendirikan perusahaannya senidiri. Proyek pembangunan jalan lingkar
timur Sidoarjo inilah yang menjadi proyek pertama CV. Riptaloka
Konsultan.

2.1.3 Lokasi Proyek


Peta lokasi proyek Pembangunan Peningkatan Jalan Porong –
Krembug (Ljt) ditampilkan pada gambar 2.1. Jalan Porong – Krembug
(Ljt) terletak di Desa Kesambi, Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo.

Gambar 2.1 Key Plan


Sumber : Dokumen CV. Riptaloka Konsultan

6
2.1.4 Data Umum Proyek
Nama proyek : Peningkatan Jalan Porong – Krembung (Ljt)
Lokasi Proyek : Kabupaten Sidoarjo
Jenis Proyek : Peningkatan jalan
Pemilik Proyek : Dinas PU dan Penataan Ruang Kabupaten
Sidoarjo
Konsultan Pengawas : CV. Riptaloka Konsultan
Kontraktor Pelaksana : PT. Gentayu Cakra Wibowo
Nilai Kontrak : Rp. 5.192.835.000,-
Waktu Pekerjaan : 75 (Tujuh Puluh Lima) hari kalender
Panjang Penanganan : 768 meter
Lebar Perencanaan : 7,5 meter
Lingkup Pekerjaan :

Tabel 2.1 Lingkup Pekerjaan

No Uraian Pekerjaan Satuan Volume Bobot %

0 0 0 - -

DIV. I UMUM 0 - -

1.2 Mobilisasi 0 - -

1.2.1 (a) Papan Nama Proyek Ls 1.00 0.159

1.2.2 (c) Mob / Demob Motor Grader Ls - -

1.2.2 (d) Mob / Demob Three Whell Roller (Untuk Pekerjaan Hotmix Manual) Ls 1.00 0.212

1.2.2 (e) Mob / Demob Vibratory Roller Ls 1.00 0.212

1.8.(1) Manajemen dan Keselamatan Lalu Lintas Ls 1.00 0.318

0 0 0 - -

DIV. II PEKERJAAN DRAINASE 0 - -

2.3.(2)d Pengadaan dan pemasangan U-ditch 60.80 - 120 cm + Cover (G. 20 TON) BH 420.00 16.010

0 0 0 - -

DIV III PEKERJAAN TANAH 0 - -

3.1.(1a) Galian Biasa M3 538.56 0.790

3.1(7) Galian Perkerasan beraspal tanpa cold milling machine M3 56.25 0.246

3.1(8) Galian Pekerasan Berbutir M3 56.25 0.180

3.2(2a) Timbunan Pilihan dari Sumber Galian M3 338.67 1.903

3.3(1) Penyiapan Badan Jalan M3 1,938.37 0.107

7
DIV V PERKERASAN BERBUTIR 0 - -

5.1.(1) Lapis Pondasi Agregat Kelas A M2 165.75 1.149

5.1.(2) Lapis Pondasi Agregat Kelas B M3 209.10 1.057

5.3.(3) Lapis Pondasi bawah Beton Kurus M3 772.12 17.352

5.5(1) Lapis Pondasi Agregat Semen Klas A (Cement Treated Base) (CTB) M3 346.35 3.429

5.3(2) Perkerasan Beton Semen dengan Anyaman Tulangan Tunggal M3 1,216.88 48.923
0 0 0 - -

DIV VI PERKERASAN ASPAL 0 - -

6.1 (2)(a) Lapis Perekat - Aspal Cair Ltr 46.00 0.014

6.3(5f) Laston Lapis Aus Perata (AC-WCL) Manual Ton 10.35 0.295

6.3(6e) Laston Lapis Antara Perata (AC-BC(L) Manual Ton 12.88 0.353

0 0 0 - -

DIV VII STRUKTUR 0 - -

7.1 (7) a Beton mutu sedang (K - 250) fc' 20 Mpa M3 2.64 0.087

7.3 (1) Baja Tulangan U 24 Polos Kg 117.81 0.041

7.3 (3) Baja Tulangan U 32 Ulir Kg 138.99 0.044

7.6 (5b) Pemancangan Sheet Pile M1 176.00 0.556

7.6 (1) Penyediaan Sheet Pile bentuk Flat t:220mm,l:500mm Mcr min 4.86 Ton M1 264.00 3.405

7.9.(1) Pasangan Batu M3 217.38 3.138

7.15.(1) Pembongkaran Pasangan Batu M3 2.65 0.016

7.16.(3).b Pipa Drainase PVC AW dia 5 " M' 3.00 0.003

0 0 0 - -
100.000

Sumber : Dokumen CV. Riptaloka Konsultan

8
2.1.5 Struktur Organisasi

PENYEDIA JASA
DINAS PU DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN
SIDOARJO

KONSULTAN KONTRAKTOR UTAMA


CV. RIPTALOKA KONSULTAN PT. GENTAYU CAKRA
WIBOWO

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Proyek


Sumber : Dokumen CV. Riptaloka Konsultan

9
2.2 Aktifitas Selama Praktik Kerja Lapangan
2.2.1 Pekerjaan Drainase
Drainase merupakan salah satu faktor pengembangan irigasi
yang berkaitan dalam pengolahan banjir (flood protection), sedangkan
irigasi bertujuan untuk memberikan suplai air pada tanaman. Drainase
merupakan suatu sistim pembuangan air untuk mengalirkan kelebihan
air di permukaan tanah maupun di bawah tanah, sehingga dengan
demikian drainase dibagi menjadi dua macam, yaitu :
 Drainase permukaan
Adalah suatu sistem pembuangan air untuk mengalirkan kelebihan
air dipermukaan tanah, hal ini berguna untuk mencegah adanya
genangan.
 Drainase bawah tanah.
Adalah suatu sistem pembuangan untuk mengalirkan kelebihan air di
bawah tanah. Hal ini dibuat untuk mengendalikan ketinggian muka
air tanah.
Drainase diperlukan untuk mengalirkan air, baik yang berasal
dari hujan lokal maupun air kiriman dalam tempo yang sesingkat –
singkatnya. Sistem ini juga dimanfaatkan pada musim kering untuk
meningkatkan kondisi tanah yaitu menekan derajat keasinan (salinitas)
di daerah yang bersangkutan. Pada jenis tanaman tertentu drainase juga
bermanfaat untuk mengurangi ketinggian muka air tanah sehingga
tanaman dapat tumbuh dengan baik sesuai dengan persyaratan
hidupnya.

A. Spesifikasi Teknis Pemasangan U-Ditch


U-Ditch adalah saluran dari beton bertulang dengan
bentuk penampang huruf U dan juga bisa diberi tutup. Umumnya
digunakan sebagai saluran drainase ataupun irigrasi. Ketinggian
saluran terbuka ini dapat bervariasi mengikuti kebutuhan di
lapangan atau elevasi saluran yang diinginkan. Tipe sambungannya
menggunakan plat joint (Plat embeded dan sambungan but joint

10
atau male female) dimana pada bagian pertemuan sambungannya
cukup diberikan mortar sebagai penutup nat. Kami menyediakan
berbagai macam ukuran U-ditch seperti berikut : (lihat spesifikasi)
Ukuran dan spesifikasi U-ditch juga dapat disesuaikan dengan
permintaan pelanggan. Keunggulan U-ditch yaitu cepat dan presisi.
Keterangan / Remarks :
1. Mutu Beton karakteristik minimum 350 kg/cm2
2. Mutu Baja Tulungan U-24, U-40 dan U-50 (JIS A5305 ; JIS
5345)
3. Selain tipe diatas menyesuaikan spesifikasi permintaan

B. Material
Adapun material yang digunakan dalam pemasangan U-Ditch
sebagai berikut :
1. U-Ditch 60.80 – 120 cm + tutup (G – 20 Ton)
2. Tutup bak kontrol (manhole) besi tempa 80 x 80 cm (G – 5 Ton)

C. Metode Pemasangan U-Ditch .


1) Proses Pengukuran Area Galian
Untuk pemasangan U-Ditch hal pertama yang perlu
dilakukan adalah pengukuran area kerja yang nantinya
digunakan untuk shop drawing dan di Praktikkan di lapangan
dengan patok tengah bouwplank terhadap elevasinya.
2) Galian Tanah
Sebelum galian harus dilaksankan Tes Feet yang
bertujuan untuk mengetahui apa yang ada didalam tanah
sehingga nantinya bisa dibahas lagi sebelum melanjutkan
pekerjaan pemasangan U-Ditch. Setelah Tes Feet, akan
dilaksanakan galian tanah untuk dasar pemasangan U-Ditch
sebelum tanah dipadatkan kembali.

11
Gambar 2.3 Galian Tanah untuk Pemasangan U-Ditch
Sumber : Dokumen CV. Riptaloka Konsultan

3) Proses Pemasangan U-Ditch


Cara pemasangan saluran U-Ditch perlu diperhatikan
benar pada tahap ini. Pemasangannya dapat dilakukan secara
manual, menggunakan alat berat excavator atau menggunakan
crane, tergantung pada berat beton. Pertemuan antar beton dapat
disambung dengan dicor agar tidak ada lubang atau jarak pada
sambungan tersebut.

Gambar 2.4 Proses Pemasangan U-Ditch


Sumber : Dokumen CV. Riptaloka Konsultan.

12
2.2.2 Pekerjaan Tanah
1. Galian
Galian merupakan aktivitas atau lokasi di mana manusia
melakukan ekstraksi, ekskavasi, atau penambangan bebatuan, tanah
liat, pasir, kerikil, dan bahan bangunan lainnya.
Dalam proyek peningkatan jalan ini ada 2 galian yang
dilakukan, yaitu galian untuk saluran dan galian untuk bahu jalan.
Dalam pekerjaan ini membutuhkan alat berat berupa Excavator, dan
juga membutuhkan alat gali manual. Dalam proses penggalian ada
beberapa titik yang tidak memungkinkan untuk digali sesuai dengan
gambar rencana khususnya pada galian saluran, sehingga trase untuk
saluran sudah disesuaikan dengan kondisi lapangan dan sudah ada
kesepakatan terhadap pihak yang terkait.

Gambar 2.5 Galian Saluran dan Jalan


Sumber : Dokumen CV. Riptaloka Konsultan.

Pekerjaan Galian Tanah diklasifikasi 5 (lima) tipe galian


sesuai dengan kondisi dan lokasi daerah penggalian sebagai berikut:
Tipe-A : galian untuk saluran, jalan, drainasi dan galian tanah biasa
lainnya yang berada diatas permukaan air.

13
Tipe-B : galian tanah endapan, longsoran/puing/debris, diatas
permukaan air untuk normalisasi saluran.
Tipe-C : galian untuk fondasi bangunan irigasi dan bangunan
pelengkap.
Tipe-D : galian dibawah permukaan air pada saluran tanpa upaya
pengeringan/pemompaan.
Tipe-E : galian dasar sungai untuk pembangunan bendung, tanggul
sungai, dan fasilitas lainnya, dimana tanah di lokasi galian
mengandung banyak kerikil, kerakal dan batu.

Dalam pelaksanaan pekerjaan dilapangan profil pekerjaan


galian untuk dasar dan tebing yang telah selesai digali harus
dirapikan dan dipadatkan dan diperiksa owner untuk mendapat
persetujuan sebelum bangunan di atasnya, konstruksi beton atau
pasangan batu dilaksanakan.
Bila dalam metoda pekerjaan galian diperlukan penimbunan
sementara tanah hasil galian (stock-piling) sebelum tanah tersebut
diangkut ke lokasi penimbunan permanen sebagai tanggul atau
bangunan permanen lainnya sehingga berakibat 2 (dua) kali kerja
atau double-handling, maka biaya yang dikeluarkan oleh Penyedia
(kontraktor) untuk kegiatan tersebut, dianggap sudah termasuk
dalam harga satuan pekerjaan galian atau timbunan.

A. Prosedur Galian Tanah


 Penggalian harus dilaksanakan menurut kelandaian, garis, dan
elevasi yang ditentukan.
 Pekerjaan galian harus dilaksanakan dengan gangguan yang
seminimal mungkin terhadap bahan di bawah dan di luar batas
galian.
 Bilamana bahan yang terekspos pada garis formasi atau tanah
dasar atau pondasi dalam keadaan lepas atau lunak atau kotor
atau tidak memenuhi syarat, maka bahan tersebut harus

14
seluruhnya dibuang dan diganti dengan timbunan yang
memenuhi syarat.
 Bilamana batu, lapisan keras atau bahan yang sukar dibongkar
dijumpai pada garis formasi untuk selokan yang diperkeras,
pada tanah dasar untuk perkerasan maupun bahu jalan, atau
pada dasar galian pipa atau pondasi struktur, maka bahan
tersebut harus digali 15 cm lebih dalam sampai permukaan
yang mantap dan merata. Tonjolan-tonjolan batu yang runcing
pada permukaan yang terekspos tidak boleh tertinggal dan
semua pecahan batu yang diameternya lebih besar dari 15 cm
harus dibuang. Profil galian yang disyaratkan harus diperoleh
dengan cara menimbun kembali dengan bahan yang memenuhi
syarat dan dipadatkan.

B. Utilitas Bawah tanah


Kontraktor bertanggung-jawab untuk memperoleh
informasi tentang keberadaan dan lokasi utilitas bawah tanah dan
untuk memperoleh dan membayar setiap ijin atau wewenang
lainnya yang diperlukan dalam melaksanakan galian.
Kontraktor bertanggung-jawab untuk menjaga dan
melindungi setiap utilitas bawah tanah yang masih berfungsi
seperti pipa, kabel, atau saluran bawah tanah lainnya atau struktur
yang mungkin dijumpai dan untuk memperbaiki setiap kerusakan
yang timbul akibat operasi kegiatannya.

C. Penggunaan dan Pembuangan Bahan Galian


Semua bahan galian tanah dan batu yang dapat dipakai
bilamana memungkinkan harus digunakan secara efektif untuk
formasi timbunan atau penimbunan kembali.
Bahan galian yang mengandung tanah yang sangat
organik, tanah gambut (peat), sejumlah besar akar atau bahan
tetumbuhan lainnya dan tanah kompresif yang akan menyulitkan

15
pemadatan bahan di atasnya atau yang mengakibatkan setiap
kegagalan atau penurunan (settlement) yang tidak dikehendaki,
harus tidak digunakan sebagai timbunan dalam pekerjaan
permanen.
Setiap bahan galian yang melebihi kebutuhan timbunan,
atau tiap bahan galian yang tidak disetujui untuk digunakan
sebagai bahan timbunan, harus dibuang dan diratakan di luar
Daerah Milik Jalan (DAMAJA).
Kontraktor bertanggung-jawab terhadap seluruh
pengaturan dan biaya yang diperlukan untuk pembuangan bahan
galian yang tidak terpakai atau yang tidak memenuhi syarat untuk
bahan timbunan, juga termasuk pengangkutan hasil galian ke
tempat pembuangan akhir.

D. Toleransi Dimensi
Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian selain
galian perkerasan beraspal tidak boleh berbeda lebih dari 2 cm
dari yang ditentukan dalam Gambar pada setiap titik, sedangkan
untuk galian perkerasan beraspal tidak boleh berbeda lebih dari 1
cm dari yang disyaratkan.
Permukaan galian tanah maupun batu yang telah selesai
dan terbuka terhadap aliran air permukaan harus cukup rata dan
harus memiliki cukup kemiringan untuk menjamin pengaliran air
yang bebas dari permukaan itu tanpa terjadi genangan.

2. Timbunan
Proses timbunan ini dimulai dengan pemadatan tanah
terlebih dahulu, yaitu memadatkan permukaan tanah pada saluran
maupun jalan yang nantinya akan ditingkatkan.
Dalam proyek ini pemadatan memerlukan alat berat berupa
Tandem Roller maupun alat pemadat tanah manual pada titik dimana
alat berat tidak bisa menjangkau.

16
Timbunan akhir yang tidak memenuhi penampang
melintang yang disyaratkan atau disetujui atau toleransi permukaan
yang disyaratkan harus diperbaiki dengan menggemburkan
permukaannya dan membuang atau menambah bahan sebagaimana
yang diperlukan dan dilanjutkan dengan pembentukan kembali dan
pemadatan kembali.
Timbunan yang terlalu kering untuk pemadatan, dalam hal
batas-batas kadar airnya yang disyaratkan, harus diperbaiki dengan
menggaru bahan tersebut, dilanjutkan dengan penyemprotan air
secukupnya dan dicampur seluruhnya dengan menggunakan motor
grader atau peralatan lain yang disetujui.
Timbunan yang terlalu basah untuk pemadatan, seperti
dinyatakan dalam batas-batas kadar air yang disyaratkan, harus
diperbaiki dengan menggaru bahan tersebut dengan menggunakan
motor grader atau alat lainnya secara berulang-ulang dengan selang
waktu istirahat selama penanganan, dalam cuaca cerah. Alternatif
lain, bilamana pengeringan yang memadai tidak dapat dicapai
dengan menggaru dan membiarkan bahan gembur tersebut, bahan
tersebut dikeluarkan dari pekerjaan dan diganti dengan bahan kering
yang lebih cocok.
Timbunan yang telah dipadatkan dan memenuhi ketentuan
yang disyaratkan, menjadi jenuh akibat hujan atau banjir atau karena
hal lain, biasanya tidak memerlukan pekerjaan perbaikan asalkan
sifat-sifat bahan dan kerataan permukaan masih memenuhi
ketentuan.

A. Bahan Untuk Timbunan Biasa


Bahan yang dipilih sebaiknya tidak termasuk tanah yang
berplastisitas tinggi, yang diklasifikasikan sebagai A-7-6 menurut
AASHTO M145 atau sebagai CH menurut "Unified atau
Casagrande Soil Classification System". Bila penggunaan tanah
yang berplastisitas tinggi tidak dapat dihindarkan, bahan tersebut

17
harus digunakan hanya pada bagian dasar dari timbunan atau pada
penimbunan kembali yang tidak memerlukan daya dukung atau
kekuatan geser yang tinggi. Tanah plastis seperti itu sama sekali
tidak boleh digunakan pada 30 cm lapisan langsung di bawah
bagian dasar perkerasan atau bahu jalan atau tanah dasar bahu
jalan.
Bahan timbunan bila diuji dengan SNI 03-1744-1989,
harus memiliki CBR tidak kurang dari 6 % setelah perendaman 4
hari bila dipadatkan 100 % kepadatan kering maksimum (MDD)
seperti yang ditentukan oleh SNI 03-1742-1989.
Tanah sangat expansive yang memiliki nilai aktif lebih
besar dari 1,25 atau derajat pengembangan yang diklasifikasikan
oleh AASHTO T258 sebagai "very high" atau "extra high", tidak
boleh digunakan sebagai bahan timbunan. Nilai aktif adalah
perbandingan antara Indeks Plastisitas / PI - (SNI 03-1966-1989)
dan persentase kadar lempung (SNI 03-3422-1994).

B. Bahan Untuk Timbunan Pilihan


Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan
pilihan harus terdiri dari bahan tanah atau batu yang memenuhi
ketentuan, bila diuji sesuai dengan SNI 03-1744-1989, timbunan
pilihan harus memiliki CBR paling sedikit 10 % setelah 4 hari
perendaman bila dipadatkan sampai 100 % kepadatan kering
maksimum sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
Bahan timbunan pilihan dapat berupa pasir atau kerikil
atau bahan berbutir bersih lainnya dengan Indeks Plastisitas
maksimum 6 %.
Bahan timbunan pilihan yang digunakan pada lereng atau
pekerjaan stabilisasi timbunan atau pada situasi lainnya yang
memerlukan kuat geser yang cukup, bilamana dilaksanakan
dengan pemadatan kering normal, maka timbunan pilihan dapat
berupa timbunan batu atau kerikil lempungan bergradasi baik atau

18
lempung pasiran atau lempung berplastisitas rendah. Jenis bahan
yang dipilih, dan disetujui akan tergantung pada kecuraman dari
lereng yang akan dibangun atau ditimbun, atau pada tekanan yang
akan dipikul.

C. Penghamparan dan Pemadatan Timbunan


a. Penyiapan Tempat Kerja
 Sebelum penghamparan timbunan pada setiap tempat,
semua bahan yang tidak diperlukan harus dibuang.
 Bilamana tinggi timbunan satu meter atau kurang, dasar
pondasi timbunan harus dipadatkan (termasuk
penggemburan dan pengeringan atau pembasahan bila
diperlukan) sampai 15 cm bagian permukaan atas dasar
pondasi memenuhi kepadatan yang disyaratkan untuk
timbunan yang ditempatkan diatasnya.
 Bilamana timbunan akan ditempatkan pada lereng bukit
atau ditempatkan di atas timbunan lama atau yang baru
dikerjakan, maka lereng lama harus dipotong bertangga
dengan lebar yang cukup sehingga memungkinkan
peralatan pemadat dapat beroperasi di daerah lereng lama
sesuai seperti timbunan yang dihampar horizontal lapis
demi lapis.

b. Penghamparan Timbunan
 Timbunan harus ditempatkan ke permukaan yang telah
disiapkan dan disebar dalam lapisan yang merata yang bila
dipadatkan akan memenuhi toleransi tebal lapisan yang
disyaratkan. Bilamana timbunan dihampar lebih dari satu
lapis, lapisan-lapisan tersebut sedapat mungkin dibagi rata
sehingga sama tebalnya.
 Tanah timbunan umumnya diangkut langsung dari lokasi
sumber bahan ke permukaan yang telah disiapkan pada saat

19
cuaca cerah dan disebarkan. Penumpukan tanah timbunan
untuk persediaan biasanya tidak diperkenankan, terutama
selama musim hujan.
 Penimbunan kembali di atas pipa dan di belakang struktur
harus dilaksanakan dengan sistematis dan secepat mungkin
segera setelah pemasangan pipa atau struktur. Akan tetapi,
sebelum penimbunan kembali, diperlukan waktu perawatan
tidak kurang dari 8 jam setelah pemberian adukan pada
sambungan pipa atau pengecoran struktur beton gravity,
pemasangan pasangan batu gravity atau pasangan batu
dengan mortar gravity. Sebelum penimbunan kembali di
sekitar struktur penahan tanah dari beton, pasangan batu
atau pasangan batu dengan mortar, juga diperlukan waktu
perawatan tidak kurang dari 14 hari.
 Bilamana timbunan badan jalan akan diperlebar, lereng
timbunan lama harus disiapkan dengan membuang seluruh
tetumbuhan yang terdapat pada permukaan lereng dan
dibuat bertangga sehingga timbunan baru akan terkunci
pada timbunan lama. Selanjutnya timbunan yang diperlebar
harus dihampar horizontal lapis demi lapis sampai dengan
elevasi tanah dasar, yang kemudian harus ditutup secepat
mungkin dengan lapis pondasi bawah dan atas sampai
elevasi permukaan jalan lama sehingga bagian yang
diperlebar dapat dimanfaatkan oleh lalu-lintas secepat
mungkin, dengan demikian pembangunan dapat dilanjutkan
ke sisi jalan lainnya bilamana diperlukan.

20
Gambar 2.6 Penghamparan Timbunan
Sumber : Dokumentasi Pribadi.

c. Pemadatan Timbunan
 Segera setelah penempatan dan penghamparan timbunan,
setiap lapis harus dipadatkan dengan peralatan pemadat
yang memadai dan disetujui sampai mencapai kepadatan
yang disyaratkan.
 Pemadatan timbunan tanah harus dilaksanakan hanya
bilamana kadar air bahan berada dalam rentang 3 % di
bawah kadar air optimum sampai 1 % di atas kadar air
optimum. Kadar air optimum harus didefinisikan sebagai
kadar air pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh
bilamana tanah dipadatkan sesuai dengan SNI 03-1742-
1989.
 Seluruh timbunan batu harus ditutup dengan satu lapisan
atau lebih setebal 20 cm dari bahan bergradasi menerus dan
tidak mengandung batu yang lebih besar dari 5 cm serta
mampu mengisi rongga-rongga batu pada bagian atas
timbunan batu tersebut. Lapis penutup ini harus

21
dilaksanakan sampai mencapai kepadatan timbunan tanah
yang disyaratkan.
 Setiap lapisan timbunan yang dihampar harus dipadatkan
seperti yang disyaratkan, diuji kepadatannya sebelum
lapisan berikutnya dihampar.
 Timbunan harus dipadatkan mulai dari tepi luar dan
bergerak menuju ke arah sumbu jalan sedemikian rupa
sehingga setiap ruas akan menerima jumlah usaha
pemadatan yang sama.
 Bilamana bahan timbunan dihampar pada kedua sisi pipa
atau drainase beton atau struktur, maka pelaksanaan harus
dilakukan sedemikian rupa agar timbunan pada kedua sisi
selalu mempunyai elevasi yang hampir sama.
 Bilamana bahan timbunan dapat ditempatkan hanya pada
satu sisi abutment, tembok sayap, pilar, tembok penahan
atau tembok kepala gorong-gorong, maka tempat-tempat
yang bersebelahan dengan struktur tidak boleh dipadatkan
secara berlebihan karena dapat menyebabkan bergesernya
struktur atau tekanan yang berlebihan pada struktur.
 Timbunan yang bersebelahan dengan ujung jembatan tidak
boleh ditempatkan lebih tinggi dari dasar dinding belakang
abutment sampai struktur bangunan atas telah terpasang.
 Timbunan pada lokasi yang tidak dapat dicapai dengan
peralatan pemadat mesin gilas, harus dihampar dalam
lapisan horizontal dengan tebal gembur tidak lebih dari 15
cm dan dipadatkan dengan penumbuk loncat mekanis atau
timbris (tamper) manual dengan berat minimum 10 kg.
Pemadatan di bawah maupun di tepi pipa harus mendapat
perhatian khusus untuk mencegah timbulnya rongga-rongga
dan untuk menjamin bahwa pipa terdukung sepenuhnya.

22
 Timbunan pilihan di atas tanah rawa mulai dipadatkan pada
batas permukaan air dimana timbunan terendam, dengan
peralatan yang disetujui.











Gambar 2.7 Pemadatan Timbunan
Sumber : Dokumentasi Pribadi.

2.2.3 Pekerjaan Lantai Kerja / Lean Concrete


A. Pengertian Umum
Lantai Kerja merupakan beton kurus yang tidak berisi
tulangan. Lantai Kerja biasa juga disebut Lean Concreate (LC). Lean
Concrete sebagai lapis pondasi bawah tidak dimaksudkan untuk ikut
menahan beban lalu lintas, tetapi lebih berfungsi sebagai lantai kerja
dan sebagai fasilitas drainase agar air dapat bebas bergerak dibawah
plat beton tanpa mengerosi butir-butir tanah yang membentuk tanah
dasar.

B. Tahapan Pengerjaan Lean Concrete


Tahapan Pengerjaan Lean Concrete sebagai berikut :
1. Persiapan
Sebelum melakukan pekerjaan pengecoran LC hal
pertama yang harus diperhatikan adalah memastikan lantai kerja

23
sudah dalam kondisi siap. Karena pekerjaan penghamparan beton
dilaksanakan diatas perkerasan beraspal.
2. Pemasangan Bekisting / Acuan
a. Bahan dari baja (tebal 6-8 mm)
b. Bila menahan beban tidak mudah melendut
c. Acuan dipasang pada permukaan pondasi atau perkerasan yang
sudah mempunyai kerataan yang sesuai.
d. Pengecoran dan pemadatan dilaksanakan diantara acuan untuk
mencegah kerusakan, acuan dibuka setelah beton mengeras.

C. Proses Pelaksanaan Lean Concrete


Pekerjaan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Persiapan alat/peralatan serta material beton yang akan
digunakan.
2. Memasang panel atau bekisting sesuai gambar kerja atau area
yang akan dilakukan pengecoran beton kurus (LC) dengan
panjang pengecoran yang telah ditentukan, pastikan pemasangan
bekisting sebagai acuan pengecoran sesuai elevasi/Patok bambu
penanda elevasi.
3. Pengecoran LC dilakukan dengan menggunakan truck mixer
sesuai spesifikasi yang didesain dengan beton mutu sedang K 250
- fc’ 20 Mpa.
4. Control mutu beton dengan melakukan uji slump dan nilai slump
harus memenuhi spesifikasi kemudian kontrol mutu selanjutnya
adalah mengambil sampel pengecoran untuk dimasukkan ke 4
cetakan silinder untuk pengujian kuat tekan di laboratorium. Dan
terakhir melakukan Finishing dengan meratakan permukaan atas
LC.
5. Pemeliharaan beton kurus atau LC dengan Curing (Menghampar
Geotekstil) di atas LC kemudian dilakukan penyiraman air secara
berkala sesuai waktu yang telah ditentukan.

24
Gambar 2.8 Proses Pekerjaan Lean Concreate
Sumber : Dokumentasi Pribadi.

2.2.4 Pemasangan Wire Mesh dan Sambungan pada Jalan


A. Pengertian Umum
Wire Mesh adalah tulangan baja prefabrikasi yang terdiri
dari rangkaian parallel dari kawat baja yang dilas bersamaan dalam
bentuk-bentuk bujur sangkar atau persegi panjang. Setiap pertemuan
kawat dilas arus listrik berlawanan oleh sebuah mesin las otomatis
yang berkesinambungan. Tekanan dan panas meleburkan pertemuan
kawat menjadi bagian yang menyatu dan menempatkan semua kawat
pada posisi yang tepat. Kawat polos, kawat ulir atau kombinasi
keduanya dapat dibentuk menjadi Wire Mesh. Dalam pemasangan
sambungan pada jalan terdapat juga istilah dowel dan tie bar.
Dowel adalah material penghubung antara 2 (dua)
komponen struktur. Dowel berupa batang baja polos maupun profil,
yang digunakan sebagai sarana penyambung/pengikat pada
perkerasan jalan tipe rigid pavement. Dowel berfungsi sebagai
penyalur beban pada sambungan yang dipasang dengan separuh
panjang terikat dan separuh panjang dilumasi atau dicat untuk

25
memberi kebebasan bergeser. Bar dowel adalah batang baja pendek
yang menyediakan sambungan mekanis antara slab tanpa membatasi
gerakan sendi horisontal. Mereka meningkatkan efisiensi transfer
beban pada sambungan slab beton. Kebebasan bergeser dari separuh
panjang Dowel ini perlu diberikan, mengingat beton memiliki
kecenderungan untuk memuai dan menyusut karena pengaruh
perubahan temperatur. Pergerakan susut-muai itulah yang kemudian
diakomodir dengan batang dowel yang dibuat separuh fix dan
separuh move. Jadi fungsi transfer beban tetap ada, sembari memberi
kesempatan beton perkerasan untuk mengalami pergerakan akibat
susut-muai tersebut. Perkerasan jalan beton semen portland atau
sering disebut perkerasan kaku atau juga disebut rigit pavement.
Perkerasan beton yang kaku ini memiliki modulus elastisitas yang
tinggi, mendistribusikan beban terhadap bidang area yang cukup
luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan
diperoleh dari slab beton sendiri. Faktor yang paling penting
diperhatikan dalam perancangan rigid pavement adalah Kekuatan
beton itu sendiri. Sedangkan tie bar merupakan sambungan berupa
baja ulir yang dipasang pada setiap sambungan memanjang dalam
perkerasan kaku dan komposit. Fungsinya untuk mengunci
pergerakan plat beton, sehingga pelat tidak bergerak horizontal.

26
Gambar 2.9 Tata Letak Sambungan pada Perkerasan Kaku
Sumber : Dokumen CV. Riptaloka Konsultan

B. Pelaksanaan Pemasangan
1. Pemasangan Wire Mesh
Bahan yang terdapat dalam material bangunan ini terdiri
dari batang logam, baja atau aluminium dalam jumlah banyak dan
disambungkan satu sama lain dengan cara dilas atau dengan PIN
atau bisa juga menggunakan peralatan yang lain hingga berbentuk
lembaran dan ada juga yang berbentuk gulungan. Untuk ukuran
dan jenis material bangunan tersebut tergantung dari kebutuhan
dan disesuaikan. Sebagai contoh, untuk kebutuhan yang bahan
material tersebut tidak terlalu tebal atau tipis biasanya digunakan
untuk saringan sayuran. Untuk besi wiremesh yang cara
menyambungnya memakai las, biasanya digunakan untuk
konstruksi beton. Material ini di aplikasikan sebelum campuran
atau adukan beton dituangkan. Untuk jenis besi wiremesh yang
sering digunakan untuk konstruksi dalam beton merupakan

27
rangkaian dari batang besi yang saling terkait satu sama lain
sehingga tidak perlu dirangkai lagi. WireMesh yang digunakan
adalah wiremesh pabrikasi M-8

Gambar 2.10 Pemasangan Wiremesh


Sumber : Dokumentasi Pribadi

2. Pemasangan Dowel
 Kedalaman sambungan ¼ tebal lapis pondasi berbutir, 1/3
Tebal untuk lapis stabilisasi semen.
 Setengah panjang besi diberi anti lengket.
 Salah satu ujung dari dowel harus terikat sedangka ujung yang
lain bebas.
 Ujung yang bebas dari dowel menggunakan capping.
 Menggunakan batang pengikat.
 Menggunakan besi Polos diameter 32 mm; panjang 50 cm;
jarak antar dowel 30 cm.
 Sambungan Dowel dipasang tepat pada tempat berhentinya
pengecoran. Dibuat dengan memasang bekisting melintang
dan Dowel antara plat yang dicor sebelumnya dengan

28
plat yang dicor berikutnya. Apabila kondisi darurat (berhenti
melebihi dari 30 menit karena trouble) maka sambungan min
3.00 m dari dowel terakhir apabila kurang dari itu maka perlu
dibongkar kelebihannya dan ditutup pada dowel terakhir.

Gambar 2.11 Pola Pemasangan Dowel


Sumber : Dokumentasi Pribadi

3. Pemasangan Tie Bar


 Jarak antar sambungan 3 – 4 m
 Menggunakan besi ulir diameter 24 mm
 Panjang batang 70 cm
 Sambungan pelaksanaan memanjang, menggunakan pengunci
 Dibentuk dengan menggergaji atau dibentuk saat beton masih
plastis
 Kedalaman penggergajian 1/3 tebal pelat

29
Gambar 2.12 Pemasangan Tie Bar
Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.2.5 Pekerjaan Pengecoran Rigid Pavement


A. Pengertian Umum
Beton adalah campuran antara semen portland, agregat
(agregat kasar dan agregat halus), air dan terkadang ditambah
dengan menggunakan bahan tambah (admixtures) yang bervariasi
mulai dari bahan tambah kimia, serat sampai dengan bahan non
kimia pada perbandingan tertentu. Beton dihasilkan dari sekumpulan
interaksi mekanis dan kimia sejumlah material pembentuknya
(Nawy, 1985). DPU-LPMB memberikan definisi tentang beton
sebagai campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang
lainnya, agregat halus, agregat kasar dan air,dengan atau tanpa bahan
tambahan membentuk massa padat (SK.SNI T-15-1990-03:1).
Dalam keadaan segar, beton mudah dibentuk sesuai dengan
yang diinginkan. Apabila campuran beton dibiarkan maka akan
mengeras seperti batu. Pengerasan itu terjadi karena peristiwa reaksi
kimia antara air dan semen. Beton dalam keadaan mengeras
mempunyai nilai kuat tekan yang tinggi. Untuk Mencapai kuat tekan
beton perlu diperhatikan kepadatan dan kekerasan massanya.

30
Umumnya semakin padat dan keras massa agregat akan semakin
tinggi nilai kekuatan dan durability-nya (daya tahan terhadap
penurunan mutu dan akibat pengaruh cuaca).
Beton mempunyai sifat dan karakteristik sebagai berikut:
1. Karakteristik beton mempunyai tegangan hancur tekan yang
tinggi serta tegangan hancur tarik yang rendah.
2. Beton tidak dapat dipergunakan pada elemen konstruksi yang
memikul momen lengkung atau tarikan.
3. Beton sangat lemah dalam menerima gaya tarik, sehingga akan
terjadi retak yang makin – lama makin besar.
4. Proses kimia pengikatan semen dengan air menghasilkan panas
dan dikenal dengan proses hidrasi.
5. Air berfungsi juga sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan
antar butiran sehingga beton dapat dipadatkan dengan mudah.
6. Kelebihan air dari jumlah yang dibutuhkan akan menyebabkan
butiran semen berjarak semakin jauh sehingga kekuatan beton
akan berkurang.
7. Dengan perkiraan komposisi (mix design) dibuat rekayasa untuk
memeriksa dan mengetahui perbandingan campuran agar
dihasilkan kekuatan beton yang tinggi.
8. Selama proses pengerasan campuran beton, kelembaban beton
harus dipertahankan untuk mendapatkan hasil yang
direncanakan.
9. Setelah 28 hari, beton akan mencapai kekuatan penuh dan
elemen konstruksi akan mampu memikul beban luar yang
bekerja padanya.
10. Salah satu kekurangan yang besar adalah berat sendiri
konstruksi.

31
 Kelas dan Mutu Beton
Dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971
(PBI 1971 N.I.-2) dijelaskan kelas dan mutu beton dibagi menjadi
tiga kelas yaitu :
a. Beton Kelas I
Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan
nonstruktur. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian
khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan
ringan terhadap mutu bahan-bahan, sedangkan terhadap
kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan.
b. Beton Kelas II
Beton Kelas II adalah beton untuk pekerjaan struktur
secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang
cukup dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga ahli.
Beton Kelas II di bagi dalam mutu standar: Bl, K125, K175,
dan K225. Pada mutu B1, pengawasan mutu hanya dibatasi
pada pengawasan sedang terhadap mutu bahan, sedangkan
terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada
mutu K125, K175, dan K225, pengawasan mutu terdiri dari
pengawasan yang ketat terhadap mutu bahan dengan
mengharuskan pemeriksaan kuat tekan beton secara kontinyu.
c. Beton Kelas III
Beton Kelas III adalah beton untuk pekerjaan
struktural di mana di pakai mutu beton dengan kekuatan tekan
karakteristik yang lebih tinggi dari 225 kg/cm2.
Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus
dilakukan di bawah pimpinan tenaga ahli. Disyaratkan adanya
laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap yang
dilayani oleh tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan
mutu beton secara kontinyu.

32
 Macam-macam Jenis Beton
1. Beton Keras
Sifat-sifat beton keras yang penting adalah kekuatan
karakteristik, kekuatan tekan, tegangan dan regangan, susut
dan rangkak, reaksi terhadap temperatur, keawetan dan
kekedapan terhadap air . Dari semua sifat tersebut yang
terpenting adalah kekuatan tekan beton karena merupakan
gambaran dari mutu beton yang ada kaitannya dengan struktur
beton.
2. Beton segar
Beton segar adalah campuran beton yang telah selesai
diaduk sampai beberapa saat, karakteristiknya tidak berubah
(masih plastis dan belum terjadi pengikatan) (SNI 03-3976-
1995). Ada beberapa hal penting yang harus dipenuhi ketika
membuat beton segar antara lain yaitu :
a. Sifat-sifat penting yang harus dimiliki beton segar dalam
jangka waktu yang lama, seperti kekuatan, keawetan, dan
kestabilan volume.
b. Sifat-sifat yang harus dipenuhi dalam jangka waktu pendek
ketika beton dalam kondisi plastis (workability) atau
kemudahan pengerjaan tanpa adanya bleeding dan
segregation.

 Bahan Penyusun Beton


Kualitas beton yang dihasilkan dari campuran bahan-
bahan dasar penyusun beton meliputi kekuatan dan keawetan.
Sifat-sifat beton sangat ditentukan oleh sifat bahan penyusunnya,
nilai perbandingan dari bahan-bahan penyusunnya, cara
pengadukan, cara pengerjaan selama penuangan adukan beton ke
dalam cetakan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama
proses pengerasan.

33
Susunan beton secara umum, yaitu: 7-15 % semen, 16-21
% air, 25-30% pasir, dan 31-50% kerikil. Kekuatan beton terletak
pada perbandingan jumlah semen dan air, rasio perbandingan air
terhadap semen (W/C ratio) yang semakin kecil akan menambah
kekuatan (compressive strength) beton. Kekuatan beton
ditentukan oleh perbandingan air semen, selama campuran cukup
plastis, dapat dikerjakan dan beton itu dipadatkan sempurna
dengan agregat yang baik (Nugraha dan Antoni, 2007). Beton
mempunyai karakteristik yang spesifikasinya terdiri dari beberapa
bahan penyusun sebagai berikut :
1. Agregat
Agregat adalah material granular, misalnya pasir,
kerikil, batu pecah dan kerak tungku besi, yang dipakai secara
bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk
suatu beton semen hidraulik atau adukan (SK SNI T-15-1991-
03). Agregat merupakan komponen utama dari struktur
perkerasan jalan, yaitu 90% – 95% agregat berdasarkan
persentase berat, atau 75 –85% agregat berdasarkan persentase
volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan
juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan
material lain.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat
berupa agregat alam atau agregat buatan (articficial
aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan
berdasarkan ukurannya, yaitu, agregat kasar dan agregat halus.
Batasan antara agregat halus dan agregat kasar yaitu 4.80 mm
(British Standard) atau 4.75 mm (ASTM Standard).
a. Agregat Halus
Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir dari
hasil olahan atau gabungan dari keduanya. Agregat pun
dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya
(gradasi), dan tekstur permukaannya. Persyaratan mutu

34
berdasarkan ASTM C33-86 dan berdasarkan SII 0052-80
yang keduanya dicantumkan dalam Peraturan Beton
Indonesia PBI 1971 adalah sebagai berikut :
1) Pasir terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Bersifat kekal
artinya tidak mudah lapuk oleh pengaruh cuaca, seperti terik
matahri dan hujan.
2) Tidak mengandung lumpur lebih dari 5%. Lumpur adalah
bagian-bagian yang bias melewati ayakan 0,063 mm. Apabila
kadar lumpur lebih dari 5%, maka harus dicuci. Khususnya
pasir untuk bahan pembuat beton.
3) Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan
maksimum 3.0%.
4) Agregat halus bebas dari pengotoran zat organik yang
merugikan beton. Bila diuji dengan larutan NaOH dan
dibandingkan dengan warna standar atau pembanding tidak
lebih tua dari warna standar atau warna pembanding. Jika
warna tersebut lebih tua maka agregat tersebut harus ditolak,
kecuali apabila :
a) Warna lebih tua timbul oleh adanya sedikit arang, lignit
atau sejenisnya.
b) Diuji dengan cara melakukan percobaan perbandingan kuat
tekan yang memakai agregat tersebut dengan kuat tekan
yang menggunakan pasir standar silika, menunjukkan nilai
kuat tekan mortar tidak kurang dari 95% kuat tekan mortar
memakai pasir standar.
b. Agregat Kasar
Agregat kasar dapat berupa batu kerikil (coral)
yang sesuai dengan yang disyaratkan ataupun berupa batu
pecah (split). Syarat-syarat agregat kasar berdasarkan
Peraturan Beton Indonesia (PBI 1971) adalah sebagai
berikut :

35
1) Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil (koral) sebagai
hasil pembentukan alami dari batuan atau berupa batu pecah
(split) yang diperoleh dari pemecah batu. Agregat kasar adalah
agregat yang ukuran butirannya lebih besar dari 5mm.
2) Agregat kasar tidak boleh berpori dan terdiri atas batuan keras.
Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih dapat
dipakai asalkan jumlahnya tidak melebihi dari 20% dari berat
total agregat. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal
artinya tak pecah atau hancur oleh pengaruh terik matahari
ataupun hujan.
3) Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
dari berat kering dan tidak boleh mengandung zat-zat yang
merusak beton. Yang dimaksud dengan lumpur adalah bagian-
bagian yang melewati ayakan 0.063 mm (no.200). Apabila
kadar lumpur lebih dari 1% maka agregat tersebut harus dicuci.
4) Kekerasan dari butiran-butiran agregat kasar diperiksa dengan
bejana penguji dari Rudeloff dengan beban penguji 20 ton,
dengan mana harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Tak terjadi pembubukan sampai fraksi 9.5-19 mm lebih dari
24% berat.
b) Tak terjadi pembubukan sampai fraksi 19-30 mm lebih dari
22% berat. Kekerasan dapat diketahui dengan mesin Los
Angles dimana tidak terjadi kehilangan berat hingga 50%.
Besar butir agregat maksimum, tidak boleh lebih besar dari
1/5 jarak terkecil bidang-bidang samping dari cetakan.
2. Semen Portland
Semen Portland adalah semen hidrolis yang
dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland
terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis
dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa
satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh
ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI 15-2049-2004).

36
Unsur utama yang terkandung dalam semen dapat digolongkan
ke empat bagian utama, yaitu : trikalsium silikat (C3S),
dikalsium silikat (C2S), trikalsium aluminat (C3A), dan
tetrakalsium aluminoferit (C4AF). Menurut Tjokrodimuljo
(1996) bahwa unsur C3S dan C2S merupakan bagian terbesar
(70% - 80%) dan paling dominan dalam memberikan sifat
semen.
Perubahan komposisi kimia semen, yang dilakukan
dengan cara mengubah persentase 4 komponen utama semen,
dapat menghasilkan beberapa jenis semen sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Standar industri di Amerika (ASTM) maupun
di Indonesia (SNI) mengenal 5 jenis semen, yaitu :
a. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang
tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
b. Jenis II, yaitu semen portland untuk penggunaan yang
memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang.
c. Jenis III, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya
menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah
pengikatan terjadi.
d. Jenis IV, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya
menuntut panas hidrasi yang rendah.
e. Jenis V, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan yang sangat baik terhadap sulfat.
3. Air
Air diperlukan pada pembentukan beton, air sangat
berperan penting dalam pembuatan beton. Semen tidak dapat
menjadi pasta tanpa adanya air, air bertujuan agar terjadi
hidrasi semen, membasahi agregat dan memberikan
kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dibutuhkan agar
terjadi proses hidrasi tidaklah banyak, yaitu sekitar 20% dari
berat semen. Tetapi untuk tujuan ekonomis dapat ditambahkan
lebih banyak air, sehingga lebih banyak agregat yang

37
dipergunakan, dengan demikian dapat dihasilkan lebih banyak
beton. Namun pemakaian air harus dibatasi, sebab penggunaan
air yang berlebihan dapat menyebabkan berkurangnya mutu
beton.
Dalam proses pembuatan beton, air memegang
peranan penting karena nilai perbandingan jumlah air dan
semen atau faktor air semen (w/c ratio) akan berpengaruh
pada :
a. Kekuatan beton (strength of concrete)
b. Kemudahan pengerjaan (workability)
c. Kestabilan volume (volume stability)
d. Keawetan beton (durability of concrete)
Selain itu faktor penggunaan air juga ditentukan oleh
jenis agregat, terutama agregat halus (pasir) yang mempunyai
luas permukaan lebih besar dari agregat kasar (batu pecah).
Jenis agregat halus yang berbeda dapat mempengaruhi
pemakaian air, tergantung dari sifat penyerapannya. Jika sifat
penyerapannya lebih besar maka akan membutuhkan banyak
air, begitu juga sebaliknya apabila penyerapannya rendah maka
tidak memerlukan banyak air. Air yang digunakan dalam
pembuatan beton harus memenuhi syarat, dimana air yang
digunakan dalam campuran beton harus air yang bersih, tidak
mengandung minyak, asam, alkali, dan zat organis atau bahan
lainnya yang dapat merusak beton dan tulangan.
4. Bahan Tambah Beton (admixtures)
Bahan tambah (admixtures) pada pencampuran beton
sangat berpengaruh dan berperan penting, walaupun
penggunaan bahan tambah tersebut relatif lebih sedikit akan
tetapi pengaruh yang dihasilkan cukup besar terhadap beton.
Bahan tambah beton ini berguna untuk mengubah karakteristik
beton, dimana dengan penambahan bahan tambah ini beton
dapat dikendalikan waktu pengikatannya (mempercepat dan

38
memperlambat pengerasan), mereduksi kebutuhan air dan
menambahkan kemudahan pengerjaan beton (meningkatkan
slump), serta memberikan kuat tekan yang tinggi. Bahan
tambah beton terdiri dari bahan tambah kimia (chemical
admixtures) dan bahan tambah mineral (mineral admixtures).
Menurut SK SNI S-18-1990-03 (Spesifikasi Bahan
Tambahan Untuk Beton), bahan tambah kimia dapat dibedakan
menjadi 5 (lima) jenis yaitu :
a. Bahan tambah kimia untuk mengurangi jumlah air yang
dipakai. Dengan pemakaian bahan tambah ini diperoleh
adukan dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai
kekentalan yang sama,atau diperoleh kekentalan adukan
lebih encer pada faktor air semen yang sama.
b. Bahan tambah kimia untuk memperlambat proses ikatan
beton. Bahan ini digunakan misalnya pada satu kasus
dimana jarak antara tempat pengadukan beton dan tempat
penuangan adukan cukup jauh, sehingga selisih waktu
antara mulai pencampuran dan pemadatan lebih dari 1 jam.
c. Bahan tambah kimia untuk mempercepat proses ikatan dan
pengerasan beton. Bahan ini digunakan jika penuangan
adukan dilakukan dibawah permukaan air, atau pada
struktur beton yang memerlukan waktu penyelesaian segera
misalnya perbaikan landasan pacu pesawat udara, balok
prategang,jembatan dan sebagainya.
d. Bahan tambah kimia berfungsi ganda, yaitu untuk
mengurangi air dan memperlambat atau mempercepat
proses ikatan.

B. Tahapan Pelaksanaan Pengecoran


1. Pengadukan Beton Semen
 Bahan tambah berupa cairan harus dilarutkan dalam air
sebelum dituangkan dalam mesin pengaduk.

39
 Seluruh air campuran harus masuk dalam mesin pengaduk
sebelum ¼ masa pengadukan selesai.
 Waktu pengadukan minimal 60 detik atau 75 detik dengan cara
masinal, semi masinal, dan manual.
2. Pengangkutan Beton Semen
 Pengangkutan dapat menggunakan tipping truck atau truck
mixers (agitator)
 Non agitating, waktu sejak semen dicampurkan sampai
kelokasi tidak boleh lebih dari 45 menit ( beton normal) dan 30
menit (beton yang mengeras lebih cepat, atau temperatur >
30˚c
 Agitator, waktu yang diizinkan < 60 menit (beton normal) dan
lebih pendek lagi untuk beton cepat mengeras atau temperatur
> 30˚c.

C. Proses Pelaksanaan Pengecoran


1. Penghamparan
 Tinggi jatuh adukan beton 0,9 – 1,5 meter.
 Beton dapat dituangkan diatas permukaan yang telah siap
didepan mesin penghampar.
 Penumpahan adukan beton secara berkesinambungan antara
satu adukan dengan ke adukan lainnya sebelum terjadi ikatan
awal.
 Bila temperatur beton basah > 24˚c, diupayakan pencegahan
penguapan.
 Bila temperatur saat dituangkan > 32˚c, pengecoran dihentikan
(menghindari penguapan yang terlalu cepat).
 Berkurangnya kadar air yang sangat cepat, harus diimbangi
dengan pengkabutan, tidak boleh disemprotkan air di atas
pelat.

40
Gambar 2.13 Penghamparan Adukan Beton
Sumber : Dokumentasi Pribadi

2. Pemadatan Permukaan Beton


Pemadatan pada sambungan dan tepi-tepi, penekanan,
pemadatan secara tumbuk, dan pemadatan secara getar, sampai
tingkat tertentu cukup efektif, tapi tidak secara otomatis menjamin
kepadatan beton. Mesin getar (vibrator), baik jenis internal
maupun jenis permukaan dapat memberikan hasil yang baik.
Seluruh perkerasan harus dipadatkan seefektif mungkin.
Perhatian khusus harus diberikan terhadap tepi-tepi sepanjang
sumbu, dan pada sambungan-sambungan.
Sekitar ruji dan kedudukan, pada tepi-tepi dan sudut-
sudut atau sekitar pembuangan air (drains), dan pada pelat-pelat
tidak beraturan pada jalan masuk / ramps dan persimpangan,
diperlukan ketelitian khusus untuk menjamin kepadatan yang
baik.

41
Penggetar internal dioperasikan di dalam beton untuk
mengeluarkan udara sewaktu mesin penghampar bergerak. Mesin
penggetar yang dioperasikan secara manual tidak boleh berada di
satu titik yang digetarkan lebih dari 5 detik, dengan jarak titik satu
dengan titik lainnya antara 25 – 30 cm.

Gambar 2.14 Pemadatan Permukaan Beton


Sumber : Dokumentasi Pribadi

3. Slump Beton (Setting Time)


Nilai slump digunakan sebagai petunjuk ketepatan
jumlah pemakaian air dalam hubungannya dengan faktor air
semen (FAS) yang ingin dicapai. Waktu pengadukan lamanya
tergantung pada kapasitas isi mesin pengaduk, jumlah adukan,
jenis serta susunan butir bahan penyusun, dan slump beton, pada
umumnya tidak kurang dari 90 detik dimulai semenjak
pengadukan, dan hasil umumnya menunjukkan susunan dan
warna merata. Sesuai dengan tingkat mutu beton yang dihasilkan
akan memberikan :

42
 Keenceran dan kekentalan adukan yang memungkinkan
pengerjaan beton (penuangan, perataan, pemadatan) dengan
mudah kedalam adukan tanpa menimbulkan kemungkinan
terjadinya segresi atau pemisahan agregat.
 Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air,
korosi, dan lain-lain).
 Memenuhi uji kuat tekan yang hendak dipakai.
Penghitungan waktu ikat (setting time) bertujuan untuk
mengetahui seberapa lama beton melewati tahap plastis menuju
tahap pengerasan. Pada saat mortar semen tersebut mulai
mengikat sehingga setelah waktu tersebut dilalui, mortar semen
tidak boleh diganggu lagi ataupun diubah kembali kedudukannya.
Pada proses pekerjaan ini nilai slump masih memenuhi
persyaratan yang di tentukan dengan nilai slump 5 cm dengan
toleransi 2 cm.

Gambar 2.15 Uji Slump


Sumber : Dokumentasi Pribadi

43
D. Pembentukan Tekstur Permukaan (Grooving)
1. Setelah dipadatkan permukaan beton harus diratakan.
2. Permukaan beton langsung di grooving atau dilakukan
penggarukan dengan menggunakan paku paku untuk membuat
alur pada permukaan beton. Dengan jarak antar paku 1 – 2.5 mm
dengan kedalaman alur 3 mm.

Gambar 2.16 Pembentukan Tekstur Permukaan


Sumber : Dokumentasi Pribadi

E. Penambahan Cairan Bahan Kimia (Compound)


Setelah lapis air menguap dari permukaan perkerasan, maka
permukaan beton harus segera dilapisi secara merata dengan bahan
perawat berupa cairan bahan kimia dengan menggunakan alat
penyemprot yang sudah teruji dengan jumlah yang tidak kurang dari
0,27 liter/m2. Untuk menjamin kekentalan dan penyebaran pigmen
yang merata dalam bahan perawatan, maka bahan perawat dalam
tangki penampung harus diaduk menjelang dipindahkan ke dalam

44
alat penyemprot. Bila dilakukan secara manual, sebaiknya
menggunakan alat penyemprot manual yang teruji.

F. Perawatan dengan Lembar Polyethylene Putih / Burlap


Permukaan dan bidang-bidang tegak perkerasan harus
seluruhnya ditutup dengan lembar polythylene putih / burlap yang
harus diletakkan ketika permukaan beton masih lembab.
Jika permukaan tampak kering, maka permukaan harus
dibasahi dengan penyemprotan air secara halus sebelum lembar
dipasang.
Lembar-lembar yang berdampingan harus mempunyai lebar
tumpangan 30 cm dan harus ditindih sedemikian rupa agar tetap
menempel pada permukaan.
Lembar penutup harus mempunyai lebar yang cukup untuk
dapat menutup permukaan dan bidang-bidang tegak setelah acuan
dibongkar.
Lembar polyethylene harus tetap ditempatkan selama masa
perawatan. Untuk memudahkan penanganan, tebal minimum lembar
polyethylene sebaiknya 0,1 mm.

G. Proses Curing
1. Setelah finishing dan grooving.
2. Dianjurkan menggunakan curing.
3. Pemakaian curing :
 cara mekanis 0.22 – 0.27 lt /m2
 cara manual 0.27 – 0.36 lt / m2
4. Setelah itu dianjurkan menutup seluruh permukaan dengan
burlap atau goni yang dibasahi air min. selama 7 hari.
5. Curing bertujuan supaya material yg membentuk kulit diatas
permukaan beton dan mengurangi tingkat hilangnya kadar air
pada beton.

45
6. Pada keadaan kering, berangin atau kondisi cuaca yg tidak
menguntungkan dapat menghasilkan retak plastis shringkage.
7. Penyemprotan penahan penguapan (evaporation retarder) segera
dilakukan setelah finishing dan sebelum semua air bebas
menguap pada permukaan, akan membantu mencegah
terbentuknya retak.

Gambar 2.17 Proses Curring


Sumber : Dokumentasi Pribadi

H. Proses Penggergajian Permukaan Beton (Saw Cutting)


Penggergajian harus dilakukan sedemikian sehingga tidak
terjadi penggumpalan pada beton muda dan harus dilakukan pada
saat belum terjadinya retak-retak susut, waktu penggergajian terbaik
yaitu antara 4 - 20 jam setelah pengecoran.
Cara penggergajian dengan menggunakan mata gergaji
intan (diamond blades). Bila pengikis basah (wet abrasive blades)
maupun bila pengikis kering (dry abrasiv blades), harus dilakukan

46
secara perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya sambungan yang
kasar.
Kecenderungan retak susut akibat keterlambatan
penggergajian pada sambungan memanjang lebih kecil dibanding
pada sambungan melintang.

Gambar 2.18 Proses Saw Cutting


Sumber : Dokumentasi Pribadi

I. Proses Pengerjaan Joint Sealant


1. Pengisi celah hasil saw cutting
2. Dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah masuknya
kotoran sehingga mengganggu pekerjaan Joint sealing
3. Material harus bersifat thermoplastic atau menggunakan bahan
polyuretany yang pori - porinya sudah diisi aspal.

47
4. Sebelum pelaksanaan kontraktor hrs mengajukan proposal
material yang dipakai beserta spesifikasinya.
5. Lubang harus bersih dan kering (dikompressor).
6. Agar hasil bagus pengecoran sealant dilakukan 2 kali, ½
bagian2
7. Sambungan ditutup dgn sealant untuk mencegah masuknya
material yg tidak diinginkan.
8. Ada banyak sistem sealant yang tersedia.
9. Pertimbangan pemilihan material penutup meliputi, lingkungan,
biaya, kinerja jenis sambungan dan jarak/celah sambungan.
10. Sealing adalah mencegah masuknya incompresible object
memasuki reservoir joint, ada joint filler berbentuk aspal cair
untuk mencegah incompressible material masuk sambungan.

2.3 Masalah yang Dihadapi dalam Proyek Porong – Krembung (Ljt)


Selama Pengawasan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dalam
proyek peningkatan jalan Porong – Krembung (Ljt) tidak terjadi masalah
yang berarti dalam setiap item pekerjaan. Dalam pengadaan barang sudah
sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan atau pun dalam pengerjaan proyek
di lapangan para pekerja sudah melakukannya sesuai dengan standart yang
ada.
Dari segi teknis permasalahan yang timbul adalah keterlambatan
pengiriman truck mixer sehingga mengakibatkan nilai slump yang tidak
sesuai dengan persyaratan. Selain itu, pada proses pengecoran terjadi hujan
yang mengakibatkan kegiatan menjadi terhenti sehingga waktu kegiatan
menjadi mundur dari jadwal.
Permasalahan non teknis yang timbul dalam proyek ini adalah di
bagian manajemen keselamatan lalu lintas. Dengan masih banyaknya
kendaraan yang berlalu lalang di lokasi proyek membuat beberapa item
pekerjaan sedikit terhambat seperti sulitnya truck mixer masuk lokasi proyek
karena banyak nya motor yang berlalu lalang. Hal tersebut sangatlah
mengganggu para pekerja yang sedang melakukan pekerjaannya.

48
2.4 Pemecahan Masalah yang Diambil
Untuk mengatasi masalah teknis, truck mixer yang nilai slumpnya
tidak memenuhi persyaratan akan dikembalikan kepada pihak perusahaan dan
meminta diganti dengan kondisi yang baru. Sedangkan solusi yang diambil
dari keterlambatan proses kegiatan adalah dengan menambah waktu kerja,
dan juga melakukan sub kegiatan baru dengan sub kegiatan yang lama secara
bersamaan sehingga pada akhirnya seluruh proses kegiatan proyek
peningkatan jalan Porong – Krembug (Ljt) sesuai dengan time schedule.
Solusi yang diambil untuk mengatasi masalah non teknis ini adalah
bekerja sama dengan pihak kepolisian bertujuan untuk mengatur lancarnya
arus lalu lintas apa bila truck mixer mulai memasuki lokasi proyek. Pihak
konsultan dan kontraktor dengan pihak desa yang terkait perlu melalukan
sosialisasi kepada warga sekitar memberikan penyuluhan terhadap proyek
tersebut bahwa proyek tersebut bertujuan untuk memperlancar arus lalu lintas
di area sekitar.

49

Anda mungkin juga menyukai