IBUKOTA JAKARTA
TENTANG
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun
2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau serta
Penyeberangan di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah ditetapkan
Keputusan Gubernur Nomor 84 Tahun 2004 tentang Pola Transportasi Makro di
Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
Jalan;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta
Api;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah;
21. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
23. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
24. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
25. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
Kereta Api, Sungai dan Danau serta Penyeberangan di Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta;
26. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengeluaran Daerah;
27. Keputusan Gubernur Nomor 108 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2007.
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
5. Pemerintah Daerah Sekitar adalah Pemerintah Daerah Bodetabek yang terkait dengan
perencanaan pengembangan Sistem Transportasi Daerah.
6. Angkutan Umum Bus adalah pemindahan orang dari satu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan kendaraan bermotor berbentuk mobil bus yang dipergunakan oleh umum
dengan dipungut bayaran.
7. Angkutan Umum Massal adalah angkutan umum dengan karakteristik pelayanan cepat
dan berkapasitas tinggi.
8. Jaringan Jalan adalah seluruh jalan yang diperuntukkan bagi lalu-lintas umum dan
terkait satu sama lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu
sistem.
9. Angkutan Jalan Rel adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan kereta api, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan
dengan kendaraan lainnya yang akan atau sedang bergerak di jalan rel.
10. Transportasi alternatif adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan moda angkutan sungai.
11. Kebijakan pendukung adalah kebijakan dan/atau pengaturan yang dilaksanakan dalam
mendukung sistem transportasi.
12. Jaringan Pengumpan yang selanjutnya disebut Feeder Service adalah kumpulan dari
trayek-trayek yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang yang
mendukung jaringan angkutan umum massal.
13. Bus Rapid Transit yang seianjutnya disebut Bus Priority adalah angkutan umum massal
cepat dengan menggunakan bus pada jalur khusus.
14. Light Rail Transit yang seianjutnya disingkat LRT adalah angkutan umum massal cepat
dengan menggunakan kereta ringan.
15. Mass Rapid Transit yang seianjutnya disingkat MRT adalah angkutan umum massal
cepat dengan menggunakan kereta berat.
16. Kereta Api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik sendiri maupun dirangkaikan
dengan kendaraan lainnya yang akan atau sedang bergerak di jalan rel.
17. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu-lintas umum.
18. Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai
jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.
19. Pihak ketiga adalah mitra kerja sama Pemerintah Daerah dalam rangka. pengembangan
Sistem Transportasi di Daerah antara lain: BUMN, BUMD, Swasta Murni dan badan
usaha lainnya.
BAB II
Pasal 2
Maksud disusunnya pengaturan Pola Transportasi Makro adalah untuk meningkatkan
pelayanan dan penyediaan jasa transportasi yang aman, terpadu, tertib, lancar, nyaman,
ekonomis, efisien, efektif, dan terjangkau oleh masyarakat, yang bertujuan untuk menetapkan
Rencana Induk Sistem Jaringan Transportasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
sebagai perwujudan Tatanan Transportasi Wilayah.
BAB III
Pasal 3
b. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas di daerah dan sekitarnya, serta menata ulang
moda transportasi secara terpadu;
BAB IV
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 4
(2) Perencanaan Pengembangan Sistem Transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara bertahap dengan tahapan sebagai berjkut :
Bagian Kedua
Pelaksanaan
Pasal 5
(1). Pengembangan sistem angkutan umum bus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf a terdiri dari:
a. penataan trayek;
b. rasionalisasi angkutan umum bus.
(2). Penataan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
(3). Rasionalisasi angkutan umum bus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan rasionalisasi terhadap jumlah angkutan umum yang beroperasi di Daerah.
Pasal 6
(2) Pengembangan sistem angkutan umum massal sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan
secara bertahap mulai dari tahun 2004 s.d tahun 2020.
Pasal 7
(1). Pengembangan sistem angkutan umum massal Jaringan Bus Priority sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a terdiri dari:
(2) Untuk pelaksanaan pengembangan sistem angkutan Bus Priority (Busway) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap yaitu :
a. tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, pembangunan dengan koridor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g.
b. tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, pembangunan dengan koridor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf h sampai dengan huruf o.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan koridor setiap tahun bagi pelaksanaan
pengembangan sistem angkutan Bus Priority (Busway) akan diatur dengan Peraturan
Gubernur.
(4) Gubernur berwenang untuk menetapkan kembali, apabila terjadi perubahan terhadap
salah satu atau lebih koridor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Pertimbangan dilakukan perubahan koridor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara
lain didasarkan atas :
Pasal 8
(1) Pengembangan sistem angkutan Umum Massal LRT sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf b terdiri dari:
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengembangan sistem angkutan umum
Massal LRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur dengan Peraturan
Gubernur.
Pasal 9
(1) Pengembangan sistem Angkutan Massal MRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf c terdiri dari:
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengembangan sistem angkutan umum
Massal MRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan diatur dengan Peraturan
Gubernur.
Pasal 10
Peta Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
sampai dengan Pasal 9, sesuai dengan gambar yang tercantum pada Lampiran I Peraturan
Gubernur ini.
Pasal 11
(1) Untuk pelaksanaan pengembangan sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara :
(2) Pelaksanaan pengembangan sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara bertahap dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2020.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengembangan sistem jaringan jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 12
(1) Penambahan dan Peningkatan kapasitas ruas jalan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 11 ayat (1) huruf a dilakukan dalam bentuk :
(2) Peningkatan kapasitas ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(3) Dalam hal peningkatan kapasitas ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemerintah maka keikutsertaan Pemerintah Daerah hanya sebatas
kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 13
(1) Peningkatan kapasitas simpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b
dilaksanakan dengan pembangunan simpang tak sebidang dan peningkatan kapasitas
simpang lainnya.
(2) Peningkatan kapasitas simpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(3) Dalam hal peningkatan kapasitas simpang dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), maka keikutsertaan Pemerintah Daerah hanya sebatas
kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 14
(1) Pembangunan dan Penyelesaian jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf c dilakukan antara lain terhadap:
(2) Pembangunan dan Penyelesaian jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(3) Dalam hal pembangunan dan penyelesaian jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh Pemerintah, maka keikutsertaan Pemerintah Daerah hanya sebatas
kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 15
Peta Pengembangan Sistem Jaringan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai
dengan Pasal 14 sesuai dengan gambar yang tercantum pada lampiran II dan III peraturan
Gubernur ini.
Pasal 16
(1) Untuk pelaksanaan pengembangan sistem jaringan rel sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf d terdiri dari:
(2) Pelaksanaan pengembangan sistem angkutan jalan rel sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara bertahap mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2020.
Pasal 17
Peta Pengembangan Sistem Jaringan Rel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sesuai
dengan gambar yang tercantum pada lampiran IV peraturan Gubernur ini.
Pasal 18
Pasal 20
(2) Pelaksanaan pengembangan kebijakan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara bertahap mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2020.
Pasal 21
BAB V
PELAKSANA
Pasal 22
(1) Pelaksanaan program Pola Transportasi Makro dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
(2) Pelaksanaan Tugas pokok dan fungsi dalam program Pola Transportasi Makro
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan, implementasi dan
pengendalian.
BAB VI
KERJA SAMA
Pasal 23
(2) Kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah sekitar dan/atau Pihak Ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB VII
KOORDINASI
Pasal 24
Koordinasi pelaksanaan program Pola Transportasi Makro dilakukan oleh Asisten yang
membidangi masalah transportasi.
BAB VI11
PEMBIAYAAN
Pasal, 25
Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan program Pola Transportasi Makro dibebankan pada
APBD Provinsi DKI Jakarta dan sumber pembiayaan lain yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB IX
Pasal 26
(1) Pengendalian terhadap pelaksanaan program Pola Transportasi Makro dilakukan oleh
masing-masing Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
(2) Terhadap hasil pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan evaluasi
setiap 6 bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya dilaporkan kepada Gubernur
melalui Sekretaris Daerah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
Terhadap peraturan pelaksanaan yang sudah ada, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan Gubernur ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Keputusan Gubernur Nomor 84 Tahun 2004
tentang Penetapan Pola Transportasi Makro di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 29
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Jul i 2007
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Agustus 2007