Anda di halaman 1dari 57

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal yang bisa disebabkan oleh

tuntutan fisik, lingkungan dan situasi sosial yang berupa tensi merusak dan tidak

terkontrol. Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan fisik dan psikologis sampai

pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper, 1994). Perawat

sebagai tenaga kerja dalam suatu puskesmas atau karyawan yang lainnya

termasuk perawat yang sering memikul beban berat terhadap semua kegiatan yang

ada di puskesmas dari mulai ringan sampai berat. Stres sangat bersifat individual

dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya

tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun berhadapan

dengan suatu stressor (sumber stress) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara

psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu tergantung pada

persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya (Hager, 1999). Dengan kata lain

bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh

individu mempersepsi suatu peristiwa meskipun demikian sebagian besar

menderita stres yang berlebihan dan mempunyai kemampuan yang terbatas untuk

mengatasinya (Diana, 1991).

Menurut penelitian yang dilakukan International Council of Nurses (ICN)

menunjukkan peningkatan beban kerja perawat dari 4 pasien menjadi 6 pasien

mengakibatkan 14% peningkatan keadaan kritis dirawat dalam 14 hari pertama

sejak periksa di Puskesmas. Sementara menurut hasil survei dari PPNI tahun

2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia

1
2

mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban

kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insertif memadai

(http://www.streskerja.com). Jumlah perawat di Puskesmas Kasiman sebanyak 5

perawat dengan jumlah pasien yang banyak sekitar 5 pasien keatas dengan kondisi

yang cukup kritis dan membutuhkan perawatan yang optimal. Dari survei awal

penelitian dan dari studi pendahuluan didapatkan data dari ke-5 perawat

mengalami stres sebanyak 3 orang.

Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan perawat atau karyawan

yang lainnya, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja,

kecemasan yang tinggi, frustasi karena peningkatan beban kerja yang selalu

menumpuk (Rice, 1999). Konsekuensi pada perawat ini tidak hanya berhubungan

dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan

seperti tidak bisa tidur dengan tenang, selera makan menurun, kurang mampu

berkonsentrasi, semua ini terjadi karena akibat kondisi stres karena banyaknya

pekerjaan yang dilakukan oleh perawat (Rice, 1999).

Implikasi stres kerja yang sangat komplek dan bervariasi tersebut sebagai

perawat profesional yang bekerja di Puskesmas dituntut pemahamannya tentang

penanggulangan stres di tempat kerja, penanggulangan stres dapat melalui teknik

pengelolaan stres dan teknik mengurangi stres dapat dilakukan melalui aktivitas

fisik, rekreasi mengisi waktu luang, latihan relaksasi, meditasi, menggunakan

waktu yang efisien, meningkatkan rasa humor sesama perawat, dzikir dan

dukungan sosial dari keluarga dan teman. Program mengurangi stres umumnya

mendidik karyawan untuk melaksanakan beberapa cara adaptasi, metode ini

meliputi strategi untuk mengatasi stres, pengelolaan waktu, menentukan prioritas

kemampuan memperbaiki perencanaan dan ketrampilan kognitif yang membantu

2
3

individu dalam menangani stres. Bila diperlukan dapat dilakukan intervensi

psikoterapi dan atau terapi dengan psikofarmaka. Selain itu untuk mengatasi stres

diperlukan pemahaman terhadap stres itu sendiri, seperti mengenali stressor stres,

dengan tahu stressor stres mungkin stressor tersebut dapat dihindari atau diatasi

sehingga stres tidak terjadi.

Atas dasar uraian tersebut peneliti tertarik mengambil judul “Hubungan

Beban Kerja Dengan Stres kerja Perawat di Puskesmas Kasiman Kabupaten

Bojonegoro Tahun 2009”.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan berbagai uraian, maka masalah di Puskesmas sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana beban kerja perawat Puskesmas Kasiman Kabupaten

Bojonegoro ?

1.2.2 Bagaimana stres kerja perawat Puskesmas Kasiman Kabupaten

Bojonegoro ?

1.2.3 Apakah ada hubungan antara beban kerja dengan stress kerja perawat di

Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara beban kerja dengan stres

kerja perawat di Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro?

3
4

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi beban kerja perawat di Puskesmas Kasiman Kabupaten

Bojonegoro.

1.3.2.2 Mengidentifikasi stres kerja perawat di Puskesmas Kasiman Kabupaten

Bojonegoro.

1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara beban kerja dengan stres kerja perawat di

Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi instansi

Untuk mengetahui sejauh mana pihak puskesmas dalam meningkatkan mutu

kualitas kerja perawat Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro.

1.4.2 Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi peneliti untuk menyusun

yang lebih baik, dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi peneliti

berikutnya.

1.4.3 Bagi pelayanan kesehatan

Dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk

penelitian selanjutnya dalam upaya meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya

dalam kualitas kerja perawat di Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro.

4
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hal-hal yang bersangkutan dengan

penelitian, antara lain : konsep beban kerja, konsep stres, konsep perawat, konsep

puskesmas, kerangka konsep dan hipotesa.

2.1 Konsep Beban Kerja

2.1.1 Pengertian

Beban kerja adalah volume dari hasil kerja atau catatan-catatan tentang hasil

pekerjaan yang dapat menunjukkan volume yang dihasilkan oleh sejumlah

pegawai dalam suatu bagian tertentu (Moekijat, 1998 : 125).

Pengelolaan tenaga kerja yang tidak direncanakan dengan baik dapat

menyebabkan keluhan yang subyektif, beban kerja semakin berat, tidak efektif

dan tidak efisien yang memungkinkan ketidak puasan bekerja yang pada akhirnya

mengakibatkan turunnya kinerja dan produktivitas serta mutu pelayanan yang

merosot (Bina Diknakes, 2001 : 27).

2.1.2 Penilaian beban kerja

Kelebihan beban kerja (beban kerja berat) yang dirasakan oleh perawat

meliputi (French dan Caplan, 1973) dikutip Nursalam (2003 : 145) :

1. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja.

2. Terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan

keselamatan pasien.

5
6

3. Beragamnya jenis pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan

keselamatan pasien.

4. Kontak langsung perawat klien secara terus menerus selama 24 jam.

5. Kurangnya tenaga perawat dibanding jumlah pasien.

6. Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi

sulitnya pekerjaan.

7. Harapan pimpinan rumah sakit atau puskesmas terhadap pelayanan yang

berkualitas.

8. Tuntutan keluarga untuk keselamatan dan kesehatan pasien.

9. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.

10. Tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien

di ruangan.

11. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi

terminal.

12. Setiap saat melaksanakan tugas delegasi dari dokter (memberikan obat-obatan

secara intensif).

13. Tindakan untuk selalu menyelamatkan pasien.

Kriteria penilaian beban kerja :

4 = tidak menjadi beban kerja

3 = beban kerja ringan

2 = beban kerja sedang

1 = beban kerja berat

Prestasi suatu organisasi atau perusahaan yang buruk dapat dengan mudah

terjadinya penghentian tenaga kerja yang besar-besaran ataupun menyebabkan

6
7

diperlukannya banyak sekali waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (Tulus,

1996 : 48).

Salah satu cara untuk mengurangi beban kerja perawat yang terlalu tinggi

adalah dengan menyediakan tenaga kerja yang cukup baik kuantitas maupun

kualitasnya sesuai dengan tuntutan kerja. Semakin banyak pasien yang ditangani

seorang perawat selama periode waktu tertentu, maka semakin berat atau besar

beban kerja perawat tersebut (Gilles, 1996 : 278). Pelayanan keperawatan yang

bermutu dapat dicapai salah satunya tergantung pada seimbangnya antara jumlah

tenaga perawat dengan beban kerjanya di suatu rumah sakit.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja

Menurut Swanburg C. R. (2000), dikatakan bahwa secara nasional

kekurangan tenaga perawat sekitar 100.000 perawat rumah sakit. Dalam hal yang

bersamaan terjadi peningkatan usia harapan hidup lebih dari 65 tahun, yang

merupakan konsumen utama pelayanan keperawatan. Tenaga keperawatan

menurun pada saat kebutuhan konsumen atau klien meningkat, sehingga beban

kerja perawat semakin meningkat. Faktor lain yang mempengaruhi beban kerja

disamping faktor jumlah tenaga dan jumlah konsumen atau klien, adalah faktor

ketrampilan manajemen perawat atau pengalaman kerja perawat (Samba S,

2000 : 66-68).

Menurut Sedarmayanti (2001 : 71-72), faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja adalah :

1. Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work),

bekerja dalam suatu tim.

7
8

2. Tingkat ketrampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam

manajemen dan supervisi serta ketrampilan dalam teknik profesi.

3. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan unit organisasi.

4. Manajemen kinerja atau produktivitas yaitu manajemen yang efisien

mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan prestasi kerja.

5. Efisiensi tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja.

6. Kreativitas dalam bekerja dan berada pada jalur yang benar dalam bekerja.

Disamping hal tersebut diatas terdapat berbagai faktor yang dapat

mempengaruhi produktivitas kerja antara lain (Sedarmayanti, 2001 : 72-78) :

1. Sikap mental, berupa motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja.

2. Pendidikan

Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai wawasan yang lebih luas.

3. Ketrampilan

Pada aspek tertentu apabila tenaga kerja semakin terampil, maka akan lebih

mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Tenaga kerja

akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan atau kemampuan

atau ability dan pengalaman kerja yang cukup.

4. Manajemen

Sistem yang diterapkan oleh pimpinan kepada bawahannya, apabila tepat

akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga kinerja bawahannya

semakin meningkat.

8
9

5. Hubungan Inter Personal (HIP)

Dengan penerapan hubungan inter personal yang baik, maka akan :

1) Menciptakan ketenangan kerja, memberikan motivasi kerja, sehingga

prestasi kerja akan lebih baik.

2) Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis, sehingga

menumbuhkan partisipasi aktif dalam meningkatkan kinerja

6. Tingkat penghasilan

Apabila tingkat penghasilan memadai, maka dapat menimbulkan konsentrasi

kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan

kualitas kerja.

7. Kebutuhan gizi dan kesehatan

Apabila tenaga kerja dapat dipenuhi kebutuhan gizi dan berbadan sehat, maka

akan lebih kuat bekerja dan semangat yang tinggi dalam meningkatkan

kualitas kerja.

8. Jaminan sosial

Jaminan sosial yang diberikan oleh pemerintah atau organisasi kepada tenaga

kerja dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja.

Apabila jaminan sosial tenaga kerja mencukupi, maka akan dapat

menimbulkan kesenangan bekerja, sehingga mendorong pemanfaatan

kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan kinerja.

9. Lingkungan dan iklim kerja

Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong tenaga kerja senang

bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan

dengan lebih baik.

9
10

10. Sarana untuk bekerja atau sarana produksi

Apabila sarana bekerja atau peralatan dan bahan yang digunakan kurang baik

bisa mengakibatkan pemborosan bahan, sehingga akan bisa menurunkan

kualitas.

11. Tehnologi

Apabila tehnologi yang digunakan tepat dan lebih maju tingkatannya, maka

akan memungkinkan tepat waktu dalam penyelesaian proses kegiatan, jumlah

kegiatan yang dihasilkan lebih banyak dan berkualitas, memperkecil

terjadinya pemborosan bahan.

12. Kesempatan berprestasi

Pegawai atau tenaga kerja yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan

karier atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat

baik bagi dirinya maupun organisasi atau institusi tempat bekerja. Apabila

terbuka untuk kesempatan berprestasi, maka akan menimbulkan dorongan

psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang

dimiliki untuk meningkatkan kinerjanya.

2.2 Konsep Stres

2.2.1 Pengertian stres

Stres menurut Vincent Cornelli seorang psikolog ternama merupakan suatu

gangguan pada tubuh dan pikiran disebabkan oleh perubahan dan tuntutan

kehidupan serta dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu dalam

lingkungan tersebut (Musbikin Imam, 2005 : 10).

2.2.1 Penyebab stres

10
11

2.2.1.1 Kerja

Cenderung tidak punya waktu, terlalu banyak ataupun sedikit yang harus

dilakukan terlalu banyak ataupun sedikit yang harus dilakukan, terlalu banyak

tugas dan terlalu sedikit pengendalian, tidak mendapatkan ucapan terima kasih

atau dihargai, tidak menyukai atasan, bawahan ataupun rekan kerja, tidak punya

cukup ketrampilan untuk menyelesaikan pekerjaan, kurang tantangan atau

kebanyakan, tidak ada tujuan dari apa yang dilakukan.

2.2.1.2 Keluarga

Merasa tidak punya keluarga dekat, merasa keluarga menyita banyak waktu,

terlalu banyak tanggungan keluarga, jarang memiliki suasana kebersamaan

keluarga, anggota keluarga sakit, lokasi tinggal tidak ideal, kekerasan mewarnai

keluarga, keuangan keluarga memprihatinkan, kekhawatiran terhadap keluarga.

2.2.1.3 Masyarakat/teman/komunitas

Tidak cukup banyak teman kurang bergaul dan sosialisasi tidak memiliki

teman dekat yang dapat dipercaya dan tempat curhat.

2.2.1.4 Karakter personal/kepribadian

Tipe selalu gelisah, tertekan, khawatir dan merasa tidak aman atau terancam,

tidak melatih dan mengelola diri. Secara teratur, merasa tidak memiliki fisik dan

kondisi kejiwaan yang baik, sulit tertawa dan kurang rasa humor, tidak menyukai

diri sendiri, kurang keseimbangan diri, cenderung agak sinis, pesimis dan

menginginkan yang terburuk, sulit termotivasi dan sebagainya (Musbikin Imam,

2005 : 12).

2.2.2 Gejala stres

11
12

Dalam mengelola stres kita perlu mengenali gejala-gejalanya sedini

mungkin. Lakukanlah pemeriksaan diri dengan memakai peringat tidak pernah

sama sekali, kadang-kadang, cukup sering, sangat sering, terus menerus secara

konstan. Hal-hal yang perlu di periksa menurut para psikolog biasanya mencakup

aspek :

1. Perilaku atau tindakan

Menurunnya kegairahan (bete), pemakaian obat penenang atau menuman

penambah vitalitas yang berlebihan, meningkatnya konsumsi kopi,

penggunaan kekerasan atau agresif pada keluarga atau lainnya, gangguan pada

kebiasaan makan, gangguan tidur, problem seksual, cenderung menyendiri,

membolos, tidak waspada.

2. Proses sikap atau pikiran

Pemikiran irrasional dan kesimpulan bodoh, lamban dalam pengambilan

keputusan ataupun kesimpulan, kecenderungan lupa dan penurunan daya

ingat, kesulitan berkonsentrasi kehilangan prespektif, apatis, cuek,

menyalahkan diri, pikiran selalu was-was dan perasaan kacau, bingung dan

putus asa.

3. Emosi atau perasaan

Cepat marah dan murung, cemas atau takut atau panik emosional dan

sentimentil berlebihan, tertawa gelisah, merasa tak berdaya, selalu mengkritik

diri sendiri dan orang lain secara berlebihan pasif, depresi atau sedih

berkepanjangan atau sangat mendalam dan merasa diabaikan.

4. Fisik atau fisiologis

12
13

Sakit kepala dan sakit lainnya pada kepala, leher, dada, pinggung dan lain-

lain, jantung berdebar, diare atau konstipasi atau gangguan buang air besar,

gatal-gatal, nyeri pada rahang dan gigi gemeretak, kerongkongan kering,

pusing kepala, sering buang air kecil dan perubahan pola makan badan

berkeringat tidak wajar.

(Musbikin Imam, 2005 : 11).

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi dampak stressor

2.2.3.1 Sifat Stressor

Stressor yang sama dapat memberi arti yang berbeda.

2.2.3.2 Jumlah stressor pada saat yang bersamaan

Jika pada waktu yang sama tertumpuk sejumlah stressor yang harus

dihadapi, sehingga jika terjadi stressor yang kecil dapat mengakibatkan reaksi

yang berlebihan.

2.2.3.3 Lama pemajanan terhadap stressor

Memajannya terpapar stressor menurunkan kemampuan klien mengatasi

masalah karena klien lelah dan kehabisan tenaga.

2.2.3.4 Pengalaman masa lalu.

Pengalaman klien yang lalu mempengaruhi individu menghadapi stressor

yang sama.

2.2.3.5 Tingkat perkembangan

Pada tiap tingkat perkembangan terdapat sifat stressor yang berbeda

sehingga terjadi stres berbeda pula (Keliat Budi Anna, 1999 : 8-9).

2.2.4 Reaksi tubuh terhadap stres

2.2.4.1 Reaksi Fisiologi (Keliat Budi Anna, 1999 : 15).

Tanda dan gejala Fisiologis merupakan manifestasi tubuh terhadap stres :

13
14

1. Pupil melebar untuk meningkatkan persepsi visual pada waktu terjadi

ancaman tubuh.

2. Keringat meningkat untuk mengontrol peningkatan suhu tubuh, berhubungan

dengan peningkatan metabolisme.

3. Denyut nadi meningkat untuk membawa nutrien dan memproduksi hasil

metabolisme secara efektif.

4. Kulit dingin berhubungan dengan konstriksi kapiler darah sebagai efek dari

norepinefrin.

5. Tekanan darah meningkat berhubungan dengan :

1) Konstriksi pembuluh darah reservoar seperti kulit, ginjal dan organ lain.

2) Sekresi urine meningkat sebagai efek dari norepinefrin.

3) Retensi air dan garam meningkat akibat produksi mineralokortikoid

sebagai akibat meningkatnya volume darah.

4) Curah jantung meningkat.

6. Frekuensi dan kedalaman pernafasan meningkat.sehuibungan dengan

pengembangan atau dilatasi bronkhiale yang dapat menimbulkan

hiperventilasi.

7. Pengeluaran urine menurun

8. Mulut kering.

9. Peristaltik menurun yang dapat mengakibatkan konstipasi dan flatus.

10. Kewaspadaan mental meningkat.

11. Keteganggan otot meningkat sebagai persiapan pembinaan motorik yang

segera atau untuk pertahanan.

12. Gula darah meningkat sehubungan dengan prooduksi glukokortikoid dan

glukononeogenesis.

14
15

13. Latergi, pasif

14. Mungkin penurunan fungsi fisiologis dan tonus otot.

2.2.4.2 Reaksi Psikososial

Perawat dapat mengkaji berbagai reaksi klien yang terkait dengan aspek

psikososial.

1. Reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme

pertahanan mental.

1) Denial (menyangkal), yaitu tidak berani menerima kenyataan yang pahit.

2) Projeksi, yaitu menyalahkan orang lain.

3) Regresi, yaitu kembali pada tumbuh kembang yang dahulu yang lebih

menyenangkan.

4) Displacement (mengisar), yaitu perasaan emosi yang ditransferkan pada

seseorang atau sesuatu.

5) Isolasi, yaitu menghindar dari orang lain.

6) Supresi, yaitu proses yang disadari untuk melupakan impuls atau pikiran

yang menyakitkan.

2. Reaksi yang berkaitan dengan respons verbal :

1) Menangis, menurunkan perasaan tegang.

2) Terhadap situasi yang menyakitkan, menyedihkan atau menyenangkan.

3) Ketawa merupakan respon yang dapat menurunkan ketegangan.

4) Teriak merupakan respon pada ketakutan frustasi atau marah tetapi respon

ini tidak dapat diterima dan berbahaya bila tidak dapat dikontrol.

5) Menggenggam, meremas merupakan respons pada keadaan tegang,

menyakitkan atau sedih.

6) Mencerca, respons yang diarahkan pada sumber stres dapat menambah

stres jika sumber stres melakukan konfrontasi destruktif.

15
16

3. Reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah.

Ini merupakan masalah koping yang perlu dikembangkan, koping ini

melibatkan proses kognitif, afektif dan psikomotor.

1) Berbicara dengan orang lain.

2) Mencari tahu lebih banyak tentang situasi yang dihadapi melalui buku,

mas media atau orang yang ahli.

3) Berhubungan dengan kekuatan supranatural melakukan kegiataan ibadah

yang teratur.

4) Melakukan latihan penanganan stres, misalnya : latihan pernafasan,

meditasi.

5) Membuat berbagai alternatif tindakan dalam menangani stres.

6) Belajar dari pengalaman yang lalu.

Selain koping klien secara individu maka koping keluarga akan

membantu klien karena keluarga merupakan sistem pendukung yang paling

dekat dengan klien.

1) Mencari dukungan sosial.

2) Reframing :

Mengkaji ulang kejadian stres agar lebih dapat menanganinya dan

menerimanya.

3) Mencari dukungan spiritual.

4) Menggerakkan keluarga untuk mendapat dan menerima bantuan.

5) Penilaian secara pasif.

Kemampuan keluarga secara pasif menerima stres misalnya menonton

TV, diam saja.

2.2.5 Cara kendalikan stres

16
17

1. Ingatlah bahwa sedikit stres justru baik bagi anda secara mental ketika anda

stres menghadapi suatu masalah maka gunakan stres tersebut sebagai

kesempatan untuk merangsang perkembangan kreativitas anda agar mencapai

solusi yang terbaik.

2. Umpamakan stres sebagai lampu

Seperti halnya lampu andapun mampu untuk menyalakan serta mamatikan,

stres sesuai dengan kebutuhan juga seperti halnya lampu yang dibiarkan

terlalu lama berpijar dan akhirnya rusak, maka stres yang dibiarkan terus

menerus menyalapun akan merusak kesehatan anda.

1. Terima kenyataan bahwa stres adalah juga bagian dari kehidupan.

3. Persiapkan diri untuk menghadapi berbagai macam bentuk stres tiap hari.

4. Selalu hidupkan penghargaan dalam hati

Harapan adalah obat yang sangat manjur dalam menghadapi stres.

5. Lakukan aktivitas baru

Sesuatu yang baru sifatnya selalu lebih menyenangkan dengan melakukan hal

yang menyenangkan, pikiran dan hatipun menjadi cerah, ini semua mampu

untuk mengusir stres.

(Musbikin Imam, 2005 : 64-67).

17
18

2.2.6 Alat Ukur Stres

Menurut Nursalam (2003 : 148) penilaian stres dikategorikan sebagai

berikut :

Kode 4 = tidak pernah

Kode 3 = kadang-kadang

Kode 2 = sering

Kode 1 = selalu

2.3 Konsep perawat

2.3.1 Pengertian

Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang

merawat orang sakit, luka dan usia lanjut (Robert Prihardjo, 1995 : 70).

Menurut Organisasi keperawatan sedunia International Counal Of Nurses

(ICCN) tahun 1972 perawat adalah melakukan pengkajian pada individu sehat

maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan berguna untuk kesehatan

atau pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki (La Ode Jumadi

Goffar, 1999 : 15).

2.3.2 Peran Perawat

Peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap

orang lain dalam hal ini perawat memberikan asuhan keperawatan, melakukan

pembelaan pada klien, sebagai pendidikan tenaga perawat dan masyarakat.

Koordinator dalam pelayanan pasien, kolaborator dalam membina kerjasama

dengan profesi lain dan sejawat, konsultan pada tenaga kerja dan pasien,

pembaharu sistem, metodologi dan sikap (Peran Perawat, CHS ; 1989).

Peran perawat menurut lokakarya Nasional 1983 adalah sebagai pelaksana

pelayanan keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan dan institusi

18
19

pendidikan, sebagai pendidik dalam keperawatan, peneliti dan pengembang

keperawatan (Wahit Iqbal Mubarok, 2006 : 3).

Kazier Barbara (1995 : 21) mendefinisikan peran adalah seperangkat tingkah

laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya

dalam suatu sistem (Wahit Iqbal Mebarok, 2006 : 3).

2.3.3 Fungsi Perawat

Fungsi perawat adalah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai

dengan perannya, fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain (Wahit

Iqbal Mubarak, 2006 : 11).

Fungsi perawat dalam melaksanakan tugasnya antara lain :

1. Fungsi Independent

Yaitu fungsi dimana perawat melaksanakan perannya secara mandiri, tidak

bergantung pada orang lain atau tim kesehatan lainnya.

2. Fungsi Dependent

Kegiatan ini dilakukan dan dilaksanakan oleh seseorang perawat atas intruksi

dari tim kesehatan lainnya (Dokter, Ahli Gizi, Radiologi dan lain-lain).

3. Fungsi Interdependent

Fungsi ini berupa kerja tim yang sifatnya saling ketergantungan baik dalam

keperawatan maupun kesehatan (Wahit Iqbal Mubarok, 2006 : 11 – 12).

2.3.4 Fungsi dan kompetensi

2.3.4.1 Fungsi I

Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat akan

pelayanan keperawatan serta sumber-sumber yang tersedia dan potensi untuk

memenuhi kebutuhan tersebut.

19
20

Kompetensi :

1. Mengumpulkan data

2. Menganalisis dan menginterprestasikan data dalam rangka mengidentifikasi

kebutuhan keperawatan pasien termasuk sumber-sumber yang tersedia dan

potensi (diagnosa keperawatan).

2.3.4.2 Fungsi II

Merencanakan tindakan dan tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan

keadaan pasien.

Kompetensi :

Mengembangkan rencana tindakan keperawatan untuk individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan dan

kebutuhan.

2.3.4.3 Fungsi III

Melaksanakan rencana keperawatan yang mencakup upaya peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan, pemeliharaan

kesehatan dan termasuk pelayanan pasien dalam keadaan terminal.

Kompetensi :

1. Menggunakan dan menerapkan konsep serta prinsip ilmu perilaku, ilmu sosial

budaya dan ilmu biomedik dasar dalam melaksanakan asuhan keperawatan

pada individu keluarga dan masyarakat.

2. Menerapkan keterampilan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan

manusiawi pasien diantaranya :

1) Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual

20
21

2) Kebutuhan nutrisi.

3) Kebutuhan eliminasi.

4) Kebutuhan oksigenasi dan karbondioksida.

5) Kebutuhan aktivitas dan istirahat.

6) Kebutuhan keselamatan dan istirahat.

3. Merawat pasien dengan gangguan fungsi tubuh

1) Gangguan sistem pernafasan.

2) Gangguan sistem kardiovaskuler.

3) Gangguan sistem persyarafan.

4) Gangguan sistem pencernaan.

5) Gangguan bicara.

6) Gangguan sistem pendengaran.

7) Gangguan sistem reproduksi.

8) Gangguan sistem integumen.

9) Gangguan sistem perkemihan.

10) Gangguan sistem endokrin.

11) Gangguan sistem muskuloskeletal.

4. Merawat pasien dengan masalah mental yang berhubungan dengan

penyesuaian dan adaptasi psikososial.

5. Merawat pasien yang memerlukan pelayanan kebidanan dan penyakit

kandungan.

6. Memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat dengan menggunakan sumber yang ada secara optimal.

21
22

7. Berperan serta dalam merumuskan kebijakan, merencanakan program dan

melaksanakan pelayanan kesehatan.

8. Merawat pasien usia lanjut.

9. Merawat pasien dengan keadaan atau penyakit terminal.

10. Melaksanakan kegiatan keperawatan sesuai kewenangan dan tanggung

jawabnya serta etiak profesi.

2.3.4.4 Fungsi IV

Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

Kompetensi :

1. Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan.

2. Menilai tingkat pencapaian tujuan berdasarkan kriteria.

3. Mengindentifikasi perubahan-perubahan yang perlu diadakan dalam rencana

keperawatan.

2.3.4.5 Fungsi V

Mendokumentasikan proses keperawatan.

Komptensi :

1. Mengevaluasi data tentang masalah pasien.

2. Mencatat data proses keperawatan secara sistematis.

3. Menggunakan catatan pasien dalam memantau kualitas asuhan keperawatan.

2.3.4.6 Fungsi VI

Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari dan

merencanakan studi khusus untuk meningkatkan pengetahuan serta

mengembangkan keterampilan dalam praktek keperawatan.

22
23

Kompetensi :

1. Mengidentifikasi masalah penelitian dalam bidang keperawatan.

2. Membuat usulan rencana penelitian keperawatan.

3. Menerapkan hasil penelitian dengan tepat dalam praktek keperawatan.

2.3.4.7 Fungsi VII

Berpartisipasi dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien,

keluarga, kelompok dan masyarakat.

Kompetensi :

1. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan bagi individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat.

2. Membuat rancangan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan pendekatan

yang sistematik.

3. Melaksanakan penyuluhan kesehatan dengan metode tepat guna.

4. Mengevaluasi hasil penyuluhan kesehatan berdasarkan hasil yang diharapkan.

2.3.4.8 Fungsi VIII

Bekerja sama dengan profesi lain yang terlibat dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Kompetensi :

1. Berperan serta dalam pelayanan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat sebagai bagian dari tim kesehatan.

2. Menciptakan komunikasi yang efektif baik dalam tim perawatan maupun

dengan anggota kesehatan lain.

3. Menyesuaikan diri dengan keadaan konflik peran dan kesulitan lingkungan

agar pelayanan kesehatan yang diberikan dpaat efektif.

23
24

2.3.4.9 Fungsi IX

Mengelola perawatan pasien dan berperan serta sebagai team dalam

melaksanakan kegiatan perawatan.

Kompetensi :

1. Menciptakan komunikasi yang efektif dengan rekan sekerja dan petugas

lainnya.

2. Mempelopori perubahan dilingkungan secara efektif (Sesuai lingkup

tanggung jawab) berhubungan dengan perannya sebagai pembaharu.

2.3.4.10 Fungsi X

Mengelola institusi pendidikan keperawatan.

Kompetensi :

1. Mengembangkan dan mengevaluasi kurikulum.

2. Menyusun rencana fasilitas pendidikan.

3. Menyusun kebijaksanakan institusi pendidikan.

4. Menyusun uraian kerja masyarakat.

5. Menetapkan fasilitas proses belajar mengajar.

6. Menyusun rencana dan jadwal rotasi.

7. Memprakarsai program pengembangan staf.

8. Kepemimpinan.

2.3.4.11 Fungsi XI

Berperan serta dalam merumuskan kebijaksanaan perencanaan pelaksanaan

perawatan kesehatan primer.

Kompetensi :

1. Mengkaji status individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

24
25

2. Mengidentifikasi kelompok resiko fungsi.

3. Menghubungkan keperawatan dengan kegiatan pelayanan kesehatan.

4. Menyusun rencana keperawatan secara menyeluruh.

5. Meningkatkan jangkauan pelayanan keperawatan.

6. Mengatur penggunaan sumber-sumber.

7. Melaksanakan asuhan keperawatan.

8. Membina kerjasama dengan individu, keluarga dan masyarakat serta

mengidentifikasi pelayanan kantor.

9. Bekerja sama dalam melatih dan mengelola kerjasama.

2.4 Konsep Puskemas

Menurut Muninjaya Gde AA (1999) :

2.4.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah unit organisasi pelayanan kesehatan yang mempunyai

misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang melaksanakan

pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk

masyarakat yang tinggal disuatu wilayah kerja tertentu.

2.4.2 Program pokok pelayanan di Puskesmas

2.4.2.1 Program kesehatan

1. Promosi kesehatan

a. Pengkajian PHBS yang dilakukan Puskesmas

1) Jumlah rumah tangga : jumlah rumah tangga yang telah dilakukan

pengkajian oleh petugas Puskesmas di wilayah kerjanya.

2) Jumlah institusi pendidikan : jumlah institusi pendidikan yang telah

dilakukan pengkajian oleh petugas Puskesmas di wilayah kerjanya.

25
26

3) Jumlah institusi kesehatan : jumlah institusi kesehatan yang telah

dilakukan pengkajian oleh petugas Puskesmas di wilayah kerjanya.

4) Jumlah tempat-tempat umum : jumlah tempat-tempat umum yang telah

dilakukan pengkajian oleh petugas Puskesmas di wilayah kerjanya.

5) Jumlah tempat kerja : jumlah tempat kerja yang telah dilakukan

pengkajian oleh petugas Puskesmas di wilayah kerjanya.

2. Intervensi atau penyuluhan yang dilakukan Puskesmas adalah penanganan

sebagai tindak lanjut dari pengkajian dalam bentuk informative ataupun

ataupun tehnis yang telah dilakukan oleh petugas Puskesmas di wilayah

kerjanya

1) Jumlah rumah tangga : jumlah rumah tangga yang telah di intervensi oleh

petugas Puskesmas di wilayah kerjanya.

2) Jumlah institusi pendidikan : jumlah institusi pendidikan yang telah di

intervensi baik dengan penyuluhan atau bentuk intervensi lain oleh

petugas Puskermas di wilayah kerjanya.

3) Jumlah institusi kesehatan : jumlah institusi kesehatan yang telah di

intervensi baik dengan penyuluhan atau bentuk intervensi lain oleh

petugas Puskesmas di wilayah kerjanya.

4) Jumlah tempat-tempat umum : jumlah tempat-tempat umum yang telah di

intervensi baik dengan penyuluhan atau bentuk intervensi lain oleh

petugas Puskesmas di wilayah kerjanya.

26
27

5) Jumlah tempat kerja : jumlah tempat kerja yang telah di intervensi baik

dengan penyuluhan atau bentuk intervensi lain oleh petugas Puskesmas di

wilayah kerjanya.

2.4.2.2 Kampanye pemberdayaan masyarakat :

Jumlah kegiatan promosi kesehatan kepada kelompok masyarakat yang

dilakukan sesuai standart yang sama oleh petugas kesehatan di wilayah kerjanya.

2.4.3 Upaya Penyehatan lingkungan

2.4.3.1 Pengawasan dan pengendalian kualitas air

Jumlah sampel air bersih yang diambil dari rumah tangga dan dilakukan

pemeriksaan bakteriologis di laboratorium.

1. Jumlah sampel air yang memenuhi syarat.

2. Sampel air bersih yang memenuhi syarat untuk diminum.

2.4.3.2 Pengawasan dan pengendalian penyehatan lingkungan pemukiman

1. Jumlah TPS atau TPA diperiksa 2 kali pertahun dengan tindak lanjut

penyemperotan berdasarkan pengukuran pengawasan sampah terhadap

kepadatan vektor dan kondisi kebersihan lingkungan.

2. Jumlah TTU diperiksa dan ditindak lanjut dengan clorinasi kali per tahun.

3. Jumlah TPM yang diperiksa 2 kali per tahun dan tindak lanjut.

2.4.3.3 Kursus penyemprotan lingkungan bagi penjamahan makanan

1. Jumlah penjamah makanan yang mengikuti kursus dalam setahun.

2. Jumlah pengusaha atau penanggung jawab TPM yang dibina dalam setahun.

27
28

2.4.4 Upaya perbaikan gizi

2.4.4.1 Pelayanan gizi pada masyarakat

1. Jumlah bayi 6-11 bulan yang mendapat vitamin A 100.000 IU 1 kali.

2. Jumlah anak balita 1-4 tahun yang mendapat vitamin A 200.000 IU 2 kali per

tahun.

3. Jumlah ibu hamil dengan LILA < 23,5 cm yang mendapat PMT pemulihan.

4. Jumlah balita gizi buruk yang mendapat PMT pemulihan.

2.4.4.2 Pemantauan status gizi

Upaya untuk mengawasi status gizi balita secara berkala dan terus menerus

guna evaluasi perkembangan status gizi balita, melalui penimbangan dengan bukti

pendukung F2 Gizi di wilayah kerjanya.

2.4.4.3 Peningkatan mutu pelayanan

1. Tingkat kepatuhan petugas terhadap prosedur pelayanan KEK anemis.

2. Tingkat kelengkapan alat dalam pelayanan KEK atau anemis.

2.4.5 Kesehatan ibu dan anak

2.4.5.1 Kesehatan Maternal

1. Jumlah K1

Jumlah ibu hamil yang kontrak pertama kali saat kehamilannya dengan

petugas Puskesmas, di dalam ataupun di luar gedung untuk mendapat

pelayanan ANC dengan pemeriksaan 5 T di wilayah kerjanya.

2. Jumlah K4 (1-1-2)

Jumlah kontrak ibu hamil dengan Puskesmas baik di dalam maupun di luar

gedung untuk pemeriksaan kehamilan sebanyak minimal 4 kali selama

28
29

tribulan I, minimal 1 kali tribulan II, dan minimal 2 kali selama tribulan III,

dengan pemeriksaan 5 T di wilayah kerjanya.

3. Jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan murni

Jumlah pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

Puskesmas secara murni di wilayah kerjanya.

4. Jumlah ibu nifas yang memperoleh pelayanan standart

Jumlah ibu nifas yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standart

(termasuk penanganan anemia, involusi uteri, konseling laktasi, pelayanan

KB, deteksi dini komplikasi termasuk infeksi, pemeriksaan laboratorium) dari

tenaga Puskesmas di wilayah kerjanya.

5. Jumlah kematian maternal yang diaudit

Jumlah kasus kematian maternal.

6. Angka kesinambungan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan

Angka kesenjangan pencapaian pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

cakupan K4 yang terjadi di wilayah kerjanya.

2.4.5.2 Upaya kesehatan balita dan anak pra sekolah

1. Jumlah KN2

Jumlah bayi usia 0-28 hari yang telah mendapat pelayanan kesehatan sesuai

standar dari petugas Puskesmas sebanyak 3 kali kunjungan, dengan syarat usia

0-7 hari diperiksa minimal 2 kali dengan usia 2-28 hari diperiksa 1 kali, baik

di dalam maupun di luar gedung di wilayah kerjanya.

29
30

2. Jumlah kematian perinatal yang diaudit

Jumlah kasus kematian bayi umur 0-7 hari yang ditelusuri faktor penyebabnya

oleh tim yang berwewenang agar tidak terulang kembali, di wilayah kerjanya.

3. Jumlah balita yang dideteksi dan stimulasi tumbuh kembangnya

Jumlah bayi, balita dan APRAS yang mendapat pelayanan kesehatan dan

diperiksa perkembangan pertumbuhannya sesuai standar oleh petugas

Puskesmas di wilayah kerjanya.

2.4.5.3 Peningkatan Mutu Pelayanan

1. Tingkat keputusan providor terhdap prosedur pelayanan ANC

Tingkat kepatuhan petugas (diukur %) terhadap standar pelayanan ANC yang

penialaiannya dilakukan secara berkala dan obyektif oleh kepala Puskesmas

berdasarkan standar prosedur yang ada.

2. Tingkat kelengkapan alat kesehatan untuk ANC

Tingkat kelengkapan alat untuk ANC (diukur %) dibandingkan standar

kelengkapan alat untuk pemeriksaan ANC.

2.4.6 Program maternitas Puskesmas

2.4.6.1 Pelayanan pada akseptor

1. Jumlah akseptor baru semua metode

Jumlah peserta KB yang baru memakai salah satu cara sesuai program

Nasional KB, atau jumlah peserta KB lama yang memakai kembali salah satu

cara kontrasepsi sesuai program Nasional KB setelah melahirkan atau

keguguran di wilayah kerja Puskesmas.

30
31

1) Jumlah akseptor baru MKJP

Jumlah peserta KB baru yang memakai kontrasepsi IUD, Implan, MOW di

wilayah kerja Puskesmas.

2) Jumlah akseptor baru non MKJP

Jumlah peserta kontrasepsi baru yang memakai pil, kondom, suntik di

wilyah kerja Puskesmas.

2. Jumlah akseptor aktif semua metode yang memperoleh pelayanan medis

Jumlah peserta KB baru atau lama (orangnya) yang sampai saat ini masih

memakai salah satu kontrasepsi yang datang berkunjung atau dikunjungi

petugas Puskesmas untuk memperoleh penanganan pelayanan medis di

wilayah kerja Puskesmas.

1) Jumlah akseptor aktif MKJP diperiksa :

Jumlah peserta KB baru atau lama yang sampai saat ini masih memakai

kontrasepsi IUD, Implant, MOW yang datang berkunjung atau di kunjungi

petugas Puskesmas untuk memperoleh pengayoman medis di wilayah

kerja Puskesmas.

2) Jumlah akseptor aktif non-MKJP di periksa :

Jumlah peserta KB baru atau lama yang sampai saat ini masih memakai pil

kondom, suntik, yang datang berkunjung atau dikunjungi petugas

Puskesmas untuk memperoleh pengayoman medis di wilayah kerja

Puskesmas.

31
32

3. Jumlah kasus kegagalan semua metode yang didatangi

Jumlah peserta KB baru atau lama yang ditangani oleh petugas Puskermas di

wilayah kerja Puskesmas.

4. Jumlah kasus efek samping semua metode yang ditangani

Jumlah kasus komplikasi dari peserta KB baru atau lama semua metode yang

ditangani oleh petugas Puskermas di wilayah kerja Puskesmas.

5. Jumlah kasus komplikasi semua metode yang ditangani

Jumlah kasus komplikasi dari peserta KB baru atau lama semua metode yang

ditangani oleh petugas Puskermas di wilayah kerja Puskesmas.

2.4.6.2 Peningkatan mutu pelayanan

1. Tingkat kepatuha petugas terhadap prosedur pelayanan kontrasepsi

Tingkat kepatuhan petugas (diukur dalam %) terhadap prosedur pelayanan

kontrasepsi yang dilakukan secara berkala dan obyektif berdasarkan standar

prosedur yang ada di wilayah kerja Puskesmas.

2. Tingkat kelengkapan alat dalam pelayanan kontrasepsi

Tingkat kelengkapan alat untuk pelayanan kontrasepsi (diukur dalam %)

dibandingkan standar kelengkapan alat untuk pelayanan kontrasepsi.

2.4.7 Pemberantasan penyakit menular

2.4.7.1 Pelayanan imunisasi

1. DPT 1 : hasil cakupan imunisasi DPT 1 kali pada bayi usia 0-11 bulan yang

dilakukan oleh petugas Puskesmas.

2. HB 3 : hasil cakupan imunisasi hepatitis B yang ke 3 kali pada bayi usia 0-11

bulan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas.

32
33

3. Campak : hasil cakupan imunisasi campak pada bayi usia 0-11 bulan yang

dilakukan oleh petugas Puskesmas.

4. Polio 4 : hasil cakupan imunisasi polio yang ke 4 kali pada bayi usia 0-11

bulan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas.

5. DT pada murid SD atau MI : hasil cakupan imunisasi DT pada murid SD atau

MI kelas 1 yang dilakukan oleh petugas Puskesmas.

6. TT pada murid SD atau MI kelas II sampai dengan III : hasil cakupan

imunisasi TT pada murid SD atau MI kelas II sampai dengan III yang

dilakukan oleh petugas Puskesmas.

7. Angka ksesinambungan pelayanan imunisasi bayi : jumlah bayi yang

mendapat pelayanan imunisasi lengkap (P4) dibanding dengan cakupan DPT 1

yang dilakukan oleh petugas Puskesmas.

2.4.7.2 Pengamatan epidemiologi

1. Sensus harian penyakit potensial wabah.

2. Grafik minimum-maximum mingguan penyakit potensial wabah.

3. Monitoring mingguan penyakit potensial wabah.

4. Tindak lanjut penanggulangan KLB (kejadian luar biasa).

5. Pemantauan wilayah setempat.

2.4.7.3 Pemberantasan penyakit

1. Diare

1) Tingkat kepatuhan provider terhadap prosedur pelayanan diare.

2) Tingkat kelengkapan alan pelayanan diare.

33
34

2. Batuk dan kesulitan bernafas

1) Jumlah kasus pneumonia balita yang ditemukan.

2) Jumlah kasus pneumonia balita yang meninggal.

3) Tingkat kepatuhan provider terhadap prosedur pelayanan. ISPA.

4) Tingkat kelengkapan alat pelayanan ISPA.

3. Demam berdarah dengue (DBD)

1) Jumlah rumah yang dilakukan pemeriksaan jentik berkala.

2) Jumlah fogging yang dilakukan.

3) Tingkat kepatuhan provider terhadap prosedur penanganan DBD.

4) Tingkat kelengkapan alat pelayanan DBD.

4. TB Paru

1) Jumlah pengambilan dan fiksasi sputum tersangka penderita TB.

2) Jumlah penderita baru BTA (+) yang ditemukan.

3) Jumlah penderita baru BTA (+) yang diobati dengan DOTS.

4) Jumlah penderita baru BTA (+) yang konversi.

5) Tingkat kelangsungan pengobatan TB paru.

6) Tingkat kepatuhan provider terhadap prosedur pelayanan TB paru.

2.4.8 Pengobatan

2.4.8.1 Kunjungan rawat jalan

1. Jumlah kunjungan baru.

2. Jumlah kunjungan kasus lama

3. Visit rate (jumlah kunjungan atau jumlah penduduk).

34
35

2.4.8.2 Pemeriksaan laboratorium sederhana

1. Pemeriksaan darah.

2. Pemeriksaan urine.

3. Pemeriksaan faeses termasuk telur cacing.

4. Tes kehamilan.

5. Jumlah pemeriksaan BTA.

6. Jumlah pengambilan sediaan darah malaria.

7. Tingkat kebenaran hasil pemeriksaan BTA.

8. Tingkat kebenaran hasil pemeriksaan sediaan darah malaria.

2.4.8.3 Penanganan kasus gawat darurat

Gawat darurat adalah keadaan yang mengancam jiwa seseorang yang

memerlukan penanganan jiwa seseorang yang memerlukan penanganan segera.

Penanganan kasus gawat darurat yaitu terselenggaranya pelayanan secara

tepat, cepat, aman dan profesional kepada pasien dengan problem medis yang

mengancam jiwa yang memerlukan penanganan segera.

1. Jumlah kasus gawat darurat yang ditangani dipuskesmas.

2. Tingkat kelengkapan alat dalam pelayanan pengobatan.

2.4.9 Program managemen

2.4.9.1 Manajemen Opersional

1. Menyusun rencana

1) Menyusun rencana usulan kegiatan (RUK) sesuai standar

(1) Membentuk tim penyusunan dipimpin kepala puskesmas.

(2) Orientasi proses penyusunan.

35
36

(3) Mempelajari petunjuk dari kabupaten atau kota.

(4) Pengumpulan data umum dan lingkungan.

(5) Pengumpulan data pencapaian kegiatan tahun sebelumnya.

(6) Analisa masalah dan alternatif pemecahan masalah.

2) Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan sesuai standar

(1) Rencana kegiatan bulanan.

(2) Monitoring pencapaian bulanan.

(3) Rencana pembiayaan bulanan.

(4) Petugas pelaksanaan kegiatan.

2. Memantau proses pelaksanaan dan hasil kegiatan puskesmas

1) Menyelenggarakan pertemuan lokakarya bulanan di Puskesmas.

2) Menyelenggarakan pertemuan lokakarya tri-bulanan lintas sektor.

3. Evaluasi hasil pelaksanaan

1) Melakukan penilaian kinerja Puskesmas.

2) Melakukan analisis data sesuai pedoman.

3) Melaksanakan penyajian informasi hasil analisis.

4) Melakukan identifikasi permasalahan yang ada.

5) Melakukan penentuan prioritas masalah.

6) Menyusun jadwal kegiatan.

7) Melakukan evaluasi tengah tahunan.

8) Melakukan replaning hasil evaluasi tengah tahunan.

36
37

2.4.9.2 Manajemen Sumber daya

1. Manajemen peralatan medik atau non-medik

1) Kartu iventaris peralatan disemua ruangan.

2) Mengupdate daftar iventaris alat.

3) Membuat laporan inventaris alat sekaligus permintaan alat.

4) Mengajukan kebutuhan alat.

5) Membuat daftar mutasi alat Puskesmas.

6) Membuat berita acara penghapusan.

2. Manajemen obat atau bahan di Puskesmas

1) Membuat inventaris obat.

2) Membuat inventaris bahan administrasi.

3) Menghitung sisa dan kebutuhan obat.

4) Mengajukan kebutuhan obat dan bahan.

5) Memeriksa kartu stok obat-obatan.

6) Memeriksa kartu stok vaksin.

7) Memeriksa kartu suhu vaksin.

8) Memeriksa kartu stok bahan.

3. Manajemen keuangan di Puskesmas

1) Adanya buku kas umum di tandatangani kepala Puskesmas.

2) Adanya buku kas pembantu perpasal.

3) Adanya buku penerimaan rutin.

4) Adanya buku setoran.

5) Pemeriksaan kas setiap tiga bulan sekali.

37
38

4. Manajemen tenaga di Puskesmas

1) Daftar urut kepangkatan petugas.

2) Uraian THWT petugas.

3) Rencana kerja bulanan petugas sesuai dengan THWT (Taraf Hasil Waktu

dan Tempat)

2.4.9.3 Program inovatif

1. Upaya murid anak usia sekolah dan remaja

1) Jumlah murid yang dilakukan penjaringan kesehatannya.

(1) Jumlah murid kelas 1 SD atau MI

(2) Jumlah murid kelas 1 SLTP atau MTS.

(3) Jumlah murid kelas 1 SMU atau MA.

2) Frekuensi penilaian kesehatan di sekolah

(1) Frekuensi pembinaan kesehatan di SD atau MI.

(2) Frekuensi pembinaan kesehata di SLTP atau MTS.

(3) Frekuensi pembinaan kesehatan di SMU atau MA.

3) Frekuensi penyuluhan KRR (Kalangan Remaja-Remaja)

(1) Frekuensi penyuluhan KRR di sekolah.

(2) Frekuensi penyuluhan KRR di luar sekolah.

4) Jumlah konseling remaja.

2. Upaya kesehatan gigi dan mulut

1) Upaya pembinaan atau perkembangan kesehatan gigi.

(1) Frekuensi penyuluhan kesehatan gigi.

(2) Demo sikat gigi masal di SD atau MI.

38
39

2) Pelayanan kesehatan gigi

(1) Jumlah perawatan gigi yang ditangani.

- Jumlah bumil mendapat perawatan gigi.

- Jumlah balita dapat perawatan gigi.

- Jumlah murid TK atau APRAS (Anak Pra Sekolah) dapat

perawatan gigi.

- Jumlah murid SD atau MI yang mendapat pelayanan kesehatan

gigi.

- Rasio gigi tetap yang ditambal terhadap gigi yang dicabut.

3) Peingkatan mutu pelayanan

(1) Tingkat kepatuhan provider terhadap prosedur pelayanan kesehatan

gigi.

(2) Tingkat kelengkapan alat untuk pelayanan gigi.

3. Pemerantasan penyakit menular

1) Upaya pencegahan dan penanggulangan malaria

(1) ABER (Annual Blood Examine rate).

(2) Jumlah penderita diberi pengobatan malaria.

(3) Jumlah follow up pengobatan.

2) Peningkatan mutu pelayanan

(1) Tingkat kepatuhan provider terhadap prosedur pelayanan malaria.

(2) Tingkat kelengkapan alat untukpelayanan malaria.

4. Upaya perbaikan gizi

1) Pemberian zat besi pada sasaran.

39
40

(1) Pemberian zat besi pada remaja putri.

(2) Pemberian sirup zat besi pada balita

2) Pemberian kapsul iodium pada daerah godok endemic.

(1) Pemberian kapsul iodium pada anak SD.

(2) Pemberian kapsul iodium pada wanita usia subur.

3) Pemantauan pola konsumsi terhadap KK (Kartu Keluarga)

4) Jumlah kunjungan pokok gigi.

5. Upaya penyehatan lingkungan.

1) Upaya pengamatan kualitas air.

(1) Frekuensi penyuluhan pada POKMAIR (Program Organisasi

Kesehatan Dalam Menggunakan Air)

(2) Jumlah rujukan sampel limbah industri.

2) Pengendalian vektor.

(1) Jumlah rumah yang diberi abatisasi.

(2) Jumlah tempat perindukan malaria yang ditindak lanjuti.

6. Upaya pelayanan rawat inap di Puskesmas dengan TT (Tetanus Toxoid).

1) Jumlah penderita yang dirawat setahun.

2) BOR (Bed Occupany Rate).

3) Hari rawat rata-rata.

4) Jumlah kasus pneumonia ditangani sendiri khusus Puskesmas TT.

7. Laboratorium

1) Golongan darah.

2) BTO (Bed Turn Offer) untuk kusta.

40
41

3) VDRL.

4) Gula darah.

5) Pemeriksaan trombosit kasus tersangka DBD.

6) Pemeriksaan PCV atau hematokrit kasus tersangka DBD.

7) Jumlah sampel yang dirujuk.

8. Upaya kesehatan usia lanjut.

1) Jumlah kelompok usia lanjut yang di bina sesuai standar.

2) Frekuensi pembinaan kelompok USILA.

3) Jumlah USILA yang mendapat pelayanan kesehatan.

9. Upaya kesehatan olahraga

1) Pemeriksaan kesegaran jasmani pada murid SD.

2) Pemeriksaan kesegaran jasmani pada murid SLTP.

3) Pemeriksaan kesegaran jasmani pada murid SLTA.

4) Pemeriksaan kesegaran jasmani pada masyarakat.

10. Pemberantasan masyarakat dalam kemandirian hidup sehat.

1) Bina kesehatan tradisional.

(1) Jumlah batra yang dibina.

(2) Frekuensi pembinaan batra.

2) JPKM

(1) jumlah GAKIN (Golongan Orang Miskin) memiliki kartu JPKM.

(2) Jumlah kunjungan GAKIN memanfaatkan kartu JPKM.

11. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan USG.

41
42

2) Pemeriksaan radiologi.

3) Pemeriksaan EKG.

4) Pemeriksaan lainnya.

12. Upaya kesehatan kerja

1) Frekuensi penyuluhan UKK.

(1) Penyuluhan kelompok pengusaha.

(2) Pada kelompok pekerja.

2) Jumlah kader yang diberi pelatihan keterampilan P3K (Pertolongan

Pertama Pada Kecelakaan).

13. Upaya Kesehatan Jiwa

(1) Jumlah kasus mental yang ditangani Puskesmas.

(2) Frekuensi penyuluhan kesehatan mental.

14. Upaya kesehatan indra

1) Upaya pencegahan keutuhan

(1) Jumlah orang yang diperiksa matanya.

(2) Frekuensi penyuluhan operasi katarak.

2) Upaya pencegahan gangguan pendengaran jumlah yang diperiksa

kesehatan telinga.

3) Peningkatan mutu pelayanan

(1) Tingkat kepatuhan provider terhadap prosedur pelayanan mata.

(2) Tingkat kelengkapan alat untuk pelayanan mata.

15. Upaya kesehatan matra

1) Jumlah calon jemaah haji yang diperiksa.

42
43

2) Jumlah haji yang dilacak.

3) Jumlah transmigran yang diperiksa.

16. Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan

1) Tingkat pengetahuan provider.

(1) Penatalaksanaan pemeriksaan ANC.

(2) Penatalaksanaan pelayanan imunisasi.

(3) Penatalaksanaan pelayanan diare.

(4) Penatalaksanaan pelayanan batuk dan kesulitan bernafas.

(5) Penatalaksanaan pelayanan DBD.

(6) Penatalaksanaan pelayana malaria.

(7) Pelayanan kesehatan bayi.

(8) Pelayanan balita kurang energi krois atau anemia.

(9) Pelayanan kontrasepsi.

(10) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

2) Tingkat kepuasan petugas.

(1) Fasilitas kerja.

(2) Hubungan dengan atasan.

(3) Hubungan dengan teman sekerja.

(4) Tugas yang dibebankan.

(5) Hasil yang dicapai.

3) Pengetahuan konsumen

(1) Penatalaksanaan pemeriksaan ANC.

(2) Penatalaksanaan pelayanan imunisasi.

43
44

(3) Penatalaksanaan pelayanan diare.

(4) Penatalaksanaan pelayanan batuk dan kesulitan bernafas.

(5) Penatalaksanaan pelayanan DBD.

(6) Penatalaksanaan pelayana malaria.

(7) Pelayanan kesehatan bayi.

(8) Pelayanan balita kurang energi krois atau anemia.

(9) Pelayanan kontrasepsi.

(10) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

4) Tingkat konsumen

(1) Informasi.

(2) Fasilitas.

(3) Aksesibilitas.

(4) Keamanan pelayanan.

(5) Kenyamanan.

44
45

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,

2002 :43)

Beban Kerja Perawat :


Faktor-faktor 1. Melaksanakan
yang observasi ketat pada Stres tk.
mempengaruhi pasien selama jam Penyebab stres berat
beban kerja kerja 1. Keluarga
perawat : 2. Banyaknya 2. Masyarakat/
1. Faktor pekerjaan teman/ Stres tk.
jumlah 3. Beragamnya jenis Stres
komunitas sedang
tenaga pekerjaan kerja
3. Karakter
perawat, 4. Kontak langsung perawat
personal/ Stres tk.
2. Faktor dengan pekerjaan kepribadian ringan
jumlah sepanjang jam kerja
konsumen 5. Kurangnya tenaga
atau klien, perawat dibanding Tidak
3. Faktor jumlah pasien pernah
ketrampilan 6. Dihadapkan pada stres
majemen keputusan yang
perawat tepat.
4. Faktor 7. Beratnya tanggung
pengalaman jawab pada asuhan
kerja keperawatan pasien
perawat 8. Tindakan pemberian
obat-obatan pasien
kritis
9. Tindakan
penyelamatan pasien

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep hubungan beban kerja dengan stress kerja
perawat di Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro tahun 2009.

45
46

2.6 Hipotesa

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan

penelitian (Nursalam, 2003 : 57).

Dalam penelitian ini hipotesis awal (H0) yang digunakan adalah tidak ada

hubungan beban kerja dengan stres kerja perawat di Puskesmas Kasiman

Kabupaten Bojonegoro.

46
47

BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara memecahkan masalah metode atau keilmuan

atau cara yang digunakan dalam penelitian (Notoatmodjo Soekidjo, 2002). Pada

bab ini akan diuraikan tentang desain penelitian, kerangka kerja, populasi, sampel,

sampling, identifikasi variabel, definisi operasional, pengumpulan data dan analisa

data, etika penelitian dan keterbatasan.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah seluruh dari perencanaan untuk menjawab

pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin

timbul selama proses penelitian (Nursalam, 2003 : 18). Jenis penelitian yang

digunakan adalah metode penelitian analitik yaitu survei atau penelitian yang

mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi,

kemudian dilakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena baik antara faktor

risiko dengan faktor efek, antara faktor risiko maupun antara faktor efek

(Notoatmodjo S, 2002 : 145). Sesuai tujuan penelitian maka penelitian ini

menggunakan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan

cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat

(Notoatmodjo S, 2002 : 146).

47
48

3.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah pentahapan (langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah)

mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya yaitu kegiatan sejak awal

penelitian akan dilaksanakan (Nursalam, 2003 : 56).

Populasi : Seluruh perawat di Puskemas Kasiman Kabupaten Bojonegoro Tahun


2009, dengan jumlah populasi 18 orang.

Sampel : Seluruh perawat di Puskemas Kasiman Kabupaten Bojonegoro Tahun


2009, yang memenuhi kriteria inklusi, dengan jumlah sampel 18 orang.

Sampling menggunakan total sampling

Variabel independent : Variabel dependent :


Beban Kerja Stres kerja perawat

Kuesioner Kuesioner

Pengolahan data : Pengkodean, tabulasi data, analisa data

Analisa data dengan uji spearman’s rho


dengan signifikasi 0,05

Penyajian hasil

Kesimpulan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep hubungan beban kerja dengan stress kerja perawat
di Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro.

48
49

3.3 Populasi, Sampel Dan Sampling

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah

yang diteliti (Nursalam, 2000 : 64). Populasi pada penelitian ini adalah semua

perawat di Puskemas Kasiman Kabupaten Bojonegoro tahun 2009. Besar populasi

dalam penelitian ini yaitu 18 responden.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan subyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo S, 2002 : 75). Pada

penelitian ini sampelnya adalah seluruh perawat di Puskemas Kasiman Kabupaten

Bojonegoro tahun 2009, yang memenuhi kriteria inklusi.

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sample

(Notoatmodjo S, 2002 : 89). Besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh

perawat di Puskemas Kasiman Kabupaten Bojonegoro tahun 2009, yang

memenuhi kriteria inklusi, dengan jumlah sampel 18 responden.

Kriteria Inklusi adalah merupakan karakteristik umum subyek penelitian dari

suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003 ; 96).

Pada penelitian ini yang termasuk kriteria inklusi adalah :

1. Perawat pelaksana yang langsung berhubungan dengan pasien.

2. Semua perawat pelaksana di puskesmas Kasiman.

3. Kesadaran baik

3.3.3 Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk

dapat mewakili populasi (Nursalam, 2000 : 66). Tehnik pengambilan data atau

tehnik sampling dalam penelitian ini menggunakan total sampling yaitu peneliti

49
50

mengambil seluruh populasi untuk dijadikan sampel dimana responden telah

memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Identifikasi Variabel

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo,

2002 : 70).

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independent adalah variabel yang nilainya menentukan variabel

yang lain (Nursalam, 2003 : 102). Variabel independent pada penelitian ini adalah

Beban kerja perawat.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependent adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain (Nursalam, 2003 : 102). Variabel dependent pada penelitian ini adalah stres

kerja perawat.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarakan karakteristik yang

diamati dari suatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003 : 44). Definisi

operasional pada penelitian ini diuraikan dalam tabel dibawah ini.

50
51

Tabel 3.1 Definisi operasional Hubungan Beban Kerja Dengan Stres kerja
Perawat Di Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro Tahun 2009.

Alat
Variabel Definisi Operasional Parameter Skala Skore
Ukur
Independent :
Beban kerja Beban Kerja adalah 1. Melaksanakan Kuesioner Ordina 1 = beban kerja
perawat lama dan beratnya observasi ketat l tingkat berat
pekerjaan serta pada pasien 2 = beban kerja
banyaknya tugas di selama jam tingkat
Puskesmas. Baik kerja sedang
secara kuantitatif 2. Banyaknya 3 = beban kerja
maupun kualitatif, pekerjaan tingkat ringan
yang merupakan 3. Beragamnya 4 = tidak menjadi
sumber stres bagi jenis pekerjaan beban
perawat Puskesmas. 4. Kontak Skor
langsung 1-8 beban kerja
dengan tingkat berat
pekerjaan 9-18 beban kerja
sepanjang jam tingkat
kerja sedang
5. Kurangnya 19-27 beban kerja
tenaga perawat tingkat
dibanding ringan
jumlah pasien  27 tidak
6. Dihadapkan menjadi
pada keputusan beban
yang tepat.
7. Beratnya
tanggung jawab
pada asuhan
keperawatan
pasien
8. Tindakan
pemberian
obat-obatan
pasien kritis
9. Tindakan
penyelamatan
pasien.

51
52

Alat
Variabel Definisi Operasional Parameter Skala Skore
Ukur
Dependent :
Stres kerja Keadaan atau situasi 1. Respon Kuesioner Ordina 1 = selalu stres
Perawat yang sifatnya menekan fisiologis l 2 = sering stres
bagi perawat, yang 2. Respon 3 = kadang-
berkaitan dengan Psikologis kadang stres
pekerjaan di 3. Respon 4 = tidak pernah
puskesmas yang dapat perilaku stres
berdampak positif
maupun negatif Skor
(dengan respon yang 1 -50 = stres tk
dimunculkan dapat berat
respon fisiologis, 51-100 = stres tk
psikologis maupun sedang
perilaku). 101-150 = stres tk
ringan
>150 = tidak
pernah
stres

3.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data

3.6.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subyek yang dikumpulkan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2003 : 115).

3.6.1.1 Proses Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan ijin dari pihak Akademi dan ijin dari Kepala

Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro, diadakan penelitian dengan

menggunakan pendekatan kepada perawat atau responden untuk mendapatkan

persetujuan. Setelah mendapatkan izin kemudian proses pengumpulan data

dimulai dengan menyebarkan angket atau kuesioner pada responden dengan

mengedepankan masalah etik.

52
53

3.6.1.2 Instrument Penelitian

Instrumen adalah alat pada waktu penelitian menggunakan suatu metode

(Arikunto, 2002 : 126). Instrumen yang digunakan pada variabel independent dan

variabel dependent adalah kuesioner. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan alat atau instrumen penelitian berupa angket atau

kuisioner yang dirancang berdasarkan modifikasi stres kerja (Abraham dan

Shanley, 1992 : Stephen P. Robbin, 1996 dan Marta Davis dkk, 1995) yang dikutib

oleh Nursalam (2003 : 149). Selanjutnya disesuaikan dengan kemungkinan stresor

yang dialami perawat Puskesmas dalam melakukan pekerjaan. Penyusunan angket

atau instrumen ini dimulai dengan variabel dan sub variabel penelitian yang

dijabarkan ke dalam indikator-indikator, dan dari indikator variabel tersebut

disusun butir-butir pertanyaan.

3.6.1.3 Waktu Dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan…..sampai bulan….. 2009.

2. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kasiman Kabupaten Bojonegoro

3.6.2 Analisa Data

3.6.2.1 Editing

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan data yang

telah dikumpulkan. Juga memonitor jangan sampai terjadi kekosongan data yang

dibutuhkan.

3.6.2.2 Coding

Setiap responden diberi kode sesuai dengan nomor urut 1-15. Untuk

jawaban data variabel independent beban kerja tingkat berat diberi kode 1, beban

53
54

kerja tingkat sedang diberi kode 2 , beban kerja tingkat ringan diberi kode 3 dan

tidak menjadi beban di beri kode 4. Untuk variabel dependent Stres kerja tingkat

berat di beri kode 1, stres tingkat sedang diberi kode 2, stres tingkat ringan diberi

kode 3 dan tidak pernah stres di beri kode 4.

3.6.2.3 Skoring

Variabel independent beban kerja perawat jika beban kerja tingkat berat skor

1-8, beban kerja tingkat sedang skor 9-18, beban kerja tingkat ringan skor 19-27

dan tidak menjadi beban skor > 27. Untuk variabel dependent stress kerja perawat

jika stres tingkat berat skor 1-50, stres tingkat sedang skor 51-100, stres tingkat

ringan 101-150 dan tidak pernah stres skor >150.

3.6.2.4 Tabulating

Setelah data terkumpul dan diberi penilaian kemudian di tabulasi kedalam

suatu tabel deskriptif kemudian nilai di prosentase sesuai dengan rumus sebagai

berikut :

Sp
N x100%
Sm

Keterangan : N = Nilai yang didapat

Sp = Skor yang didapat

Sm = Skor tertinggi (Arikunto, 2002 : 246).

Interpretasi data :

1. 90%-100% = Mayoritas

2. 70%-89% = Sebagian besar

3. 51%-69% = Lebih dari sebagian

4. 50% = Sebagian

5. < 50% = Kurang dari sebagian (Nursalam, 2003 : 133).

54
55

Dari pengolahan data yang dilakukan kemudian dilakukan tabulasi silang

untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dan variabel dependent

dilakukan uji statistik korelasi spearman’s rho dengan tehnik komputerisasi SPSS-

14 dengan taraf signifikasi 0,05, dimana H0 ditolak jika nilai signifikasi lebih

besar dari taraf nyata ( : 0,05). Sedangkan nilai koefisien korelasi menunjukkan

jika nilainya mendekati satu maka terdapat korelasi yang sempurna atau hubungan

erat (Singgih Santoso, 2000 : 238).

Untuk indeks korelasi dapat diketahui 4 hal yaitu :

1. Arah korelasi

Dinyatakan dalam tanda + (plus) dan – (minus). Tanda + menunjukkan adanya

korelasi sejajar searah, dan tanda – menunjukkan korelasi sejajar berlawanan

arah.

2. Ada tidaknya korelasi

Dinyatakan pada angka indeks. Betapapun kecilnya indeks korelasi, jika

bukan 0,000, dapat diartikan bahwa kedua variable yang dikorelasikan,

terdapat adanya korelasi.

3. Signifikan tidaknya harga r

Signifikan tidaknya korelasi

4. Interprestasi mengenai tinggi rendahnya korelasi

Tabel 3.2 Interprestasi nilai r

Besarnya nilai r Interprestasi


Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah (tidak berkorelasi)
(Arikunto, 1998 : 248).

55
56

3.7 Etika Penelitian

Setelah mendapatkan persetujuan, kemudian kuesioner diajukan kepada

responden dengan tetap menekankan pada masalah etik penelitian yang meliputi :

3.7.1 Lembar persetujuan menjadi responden

Responden harus mencantumkan tanda tangan persetujuan, sebelumnya

responden diberi kesempatan membaca isi lembar permohonan persetujuan, jika

subyek menolak untuk menjadi responden, maka peneliti tidak akan memaksa dan

tetap menghormati serta menghargai hak subyek.

3.7.2 Annonimity

Untuk kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

responden, tapi peneliti menggunakan kode tertentu untuk masing-masing

responden.

3.7.3 Confidentialy

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin oleh

peneliti. Data tersebut hanya akan disajikan atau dilaporkan pada pihak yang

terkait dengan penelitian.

3.8 Keterbatasan atau Limitasi

Keterbatasan merupakan kelemahan atau hambatan yang dijumpai dalam

penelitian.

3.8.1 Sangat terbatasnya referensi tentang konsep Puskesmas, sehingga Peneliti

kurang memahami secara rinci tentang karakteristik Puskesmas dengan

benar.

56
57

3.8.2 Alat pengumpulan data dengan kuesioner, responden dalam menjawab

sangat dipengaruhi oleh sikap dan harapan pribadi yang bersifat subyektif,

sehingga secara kualitatif hasilnya kurang memuaskan.

3.8.3 Terbatasnya pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian terutama

dalam pengolahan dan tehnik analisa data.

57

Anda mungkin juga menyukai