PROSEDUR MEDIKOLEGAL
Disusun oleh:
Btari Magistra Pancaputri (12100117035)
Pebri Riansyah SCLM (12100117145)
Preseptor:
Ihsan W, dr., SpF
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Bed Side Death (BSD) mengenai Prosedur
Medikolegal.
Bed Side Death (BSD) mengenai Prosedur Medikolegal ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di bagian Ilmu Kedokteran
Kehakiman Fakultas Kedokteran UNISBA di rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih
Bandung.
Dengan tersusunnya Bed Side Death (BSD) ini, penulis tak lupa menyampaikan rasa
terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan kesimpulan
Bed Side Death (BSD) ini hingga selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
yang terhormat Ihsan W, dr., Sp.F sebagai preseptor .
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan Bed Side
Death (BSD) ini untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran dalam perbaikan Bed
Side Death (BSD) ini. Besar harapan penulis agar Bed Side Death (BSD) ini dapat diterima
dan memiliki nilai manfaat bagi banyak pihak, khususnya pihak-pihak yang terkait dan
berhubungan dengan Bed Side Death (BSD) mengenai Prosedur Medikolegal ini.
Tiada kata lain yang pantas diucapkan, semoga Allah SWT memberikan balasan yang
setimpal. Amin
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................4
1.1Latar belakang 4
1.2Rumusan Masalah 4
1.3Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................5
2.1. Aspek Medikolegal...........................................................................5
2.1.1. Definisi Aspek Medikolegal...................................................5
2.2. Visum Et Repertum...........................................................................5
2.2.1. Definisi Visum Et Repertum...................................................5
2.2.2. Dasar Hukum Visum Et Repertum.........................................5
2.2.3. Peran dan Fungsi Visum Et Repertum....................................9
2.2.4. Jenis dan Bentuk Visum Et Repertum..................................10
2.2.5. Ketentuan Umum Visum Et Repertum.................................10
2.2.6. Bagian-Bagian Visum et Repertum......................................11
2.2.7. Hal-hal yang berkaitan denggan Visum Et repertum............12
2.2.8. Prosedur Visum Et Repertum...............................................13
2.2.9. Surat Kematian dan Surat Keterangan Medik......................14
2.2.10 Penyidikan Kasus................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Memahami definisi dari medikolegal.
Memahami bagian-bagian dari medikolegal.
Memahami tata cara membuat medikolegal.
BAB II
PEMBAHASAN
Keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian
atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasar keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan.
VeR digolongkan dedalam alat bukti “surat”. Peran lain dokter dalam
persidangan setara dengan VeR adalah:
- KUHAP pasal 86: Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan
didepan sidang,
- KUHAP pasal 184 ayat (c): Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan
yang diminta secara resmi daripadanya.
- Pasal 1 (28) KUHAP: Keterangan ahli adalah keterangan yang diberkan oleh
seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
- Pasal 65 KUHAP: tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan
mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna
memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
- Pasal 120 KUHAP (1) dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat
meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus (2)
Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penuidik
bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-
naiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau
jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia apat menolak untuk
memberikan keterangan yang diminta.
- Pasal 133 KUHAP: (1) dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan
atau ahli lainnya.
- Pasal 133 KUHAP: (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
- Pasal 134 KUHAP: (1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk
kepentingan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik
wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban (2) dalam hal
keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut (3)
apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksu dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
- Pasal 135 KUHAP: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu
melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan
sebagaimanadimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1)
- Pasal 136 KUHAP: Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua Bab XIV
ditanggung oleh Negara.
- Pasal 160 KUHAP: (3) sebelum memberikan keterangan, saksi wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing, bahwa ia
akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang
sebenarnya (4) jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli
wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan
keterangan.
- Pasal 161 KUHAP: (1) dalam hal saksi atau ahli tanpa alas an yang sah
menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam pasal
160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan,
sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera
ditempat rumah tahanan Negara paling lama empat belas hari. (2) dalam
tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap
tidak mau disumpah atau menfucapkan janji, maka keterangan yang telah
diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
- Pasal 162 KUHAP: (1) jika saksi sesudah member keterangan dalam
penyelidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir
disidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat
tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan
Negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan. (2) jika
keterangan itu sebelumnya telah diberikan dibawah sumpah, maka keterangan
itu disamakan nilainya dengan keterangan dibawah sumpah yang diucapkan di
sidang.
- Pasal 168 KUHAP: kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka
tidak dapat didenganr keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai
saksi: a) keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah sampai sederajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa. B) saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai
hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat
ketiga.
- Pasal 169 KUHAP: (1) dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya
persoalan yang timbul disidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta
keterangan ahli dan dapat minta agar diajukan bahan baru oleh yang
berkepentingan. (2) dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa
atau penasehat hokum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2). (4) penelitian ulang sebagaimana pada
ayat (2) dan (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil
yang berbeda dan instansi lain yang berwenang untuk itu.
- Pasal 170 KUHAP: (1) mereka yang karena pekerjaan harkat, martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari
kewajiban untuk member ketrangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka. (2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala
alasan untuk permintaan tersebut
- Pasal 179 KUHAP: (1) setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan. (2) semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku
juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa
mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang
sebaiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang
keahliannya.
- Pasal 184 KUHAP: (1) alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi b.
keterangan ahli c. surat d. petunjuk e. keterangan terdakwa. (2) hal yang secara
umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
- Pasal 222 KUHAP: barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-
halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik diancam dengan
pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak 4.500 rupiah.
- Pasal 224 KUHAP: barang siapa diapnggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa
menurut undang-undang yang harus dipenuhinya diancam: 1) Dalam perkara
pidana, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan 2) dalam perkara lain,
dengan pidana penjara paling lama 6 bulan.
- Lembaran Negara No. 69 tahun 1960: dalam LN no. 69 tahun 1960, terdapat
PP No. 26 tahun 1960, yaitu tentang Lafal Sumpah Dokter. Dalam lafal
sumpah dokter terdapat kalimat “saya akan merahasiakan segala sesuatu yang
saya ketahui karena pekerjaan saya dank arena keilmuan saya sebagai dokter”.
2.2.3 Peran dan Fungsi Visum Et Repertum
- Sebagai salah satu alat bukti yang sah dalam proses pembuktian perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia.
- Dalam VeR terdapat uraian hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam
bagian pemberitaan è dapat dianggap pengganti barang bukti
- VeR memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan
medis yang tertuang dalam bagian kesimpulan.
Terdapat berbagai jenis dan bentuk dari visum et repertum antara lain;
– VeR keracunan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta VeR (instansi). Apabila lebih dari satu
instansi peminta, maka kedua instansi tersebut diberi VeR masing-masing “asli”.
Surat permintaan Visum et Repertum hanya boleh dibuat oleh pihak yang diberi
wewenang sesuai dengan KUHAP, dalam hal ini pihak penyidik(yaitu polisi dgn pangkat
minimal Pembantu Letnan Dua)
Nomor surat
Tanggal surat
Tanda tangan
Nama lengkap
Stempel jabatan
Surat keterangan kematian merupakan surat untuk menyatakan bahwa seseorang telah
meninggal. Surat kematian dibuat berdasarkan pemeriksaan jenazah, minimal pemeriksaan
luar. Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat atas seseorang yang mati dengan dugaan
akibat kejadian tindak pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu. Surat
kematian berkitan erat dengan aspek hukum seperti, pensiun, administrasi sipil, warisan,
santunan asuransi, dan dugaan tindak pidana penyebab kematian.
Surat keterangan kematian minimal berisi, identitas korban, tanggal kematian, jenis
pemeriksaan dan sebab kematian. Untuk di Rumah Sakit, surat kematian untuk seluruh mayat
yang meninggal di Rumah Sakit dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik.
Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyidikan
Tahapan penyidikan :
1. Menerima laporan/pengaduan
2. Meneliti laporan/pengaduan :
- Apa yang terjadi
- Dimana terjadi
- Siapa yang terlibat
- Dengan apa dilakukan
- Bagaimana terjadi
- Mengapa dilakukan
3. Meneliti dan mempelajari peristiwa pidana agar dapat dilakukan penyidikan
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, dkk. Ilmu kedokteran forensic. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. Hal 5-14
2. Dahlan, Sofyan. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Edisi kelima. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2008. Hal 17-21, 31-
34.
3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum.
Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
4. Rusman Andri A. Surat Keterangan Dokter. Laboratorium Ilmu Kedokterteran Forensik
dan Medikolegal FK Unjani.