Anda di halaman 1dari 17

BED SIDE DEATH (BSD)

PROSEDUR MEDIKOLEGAL

Disusun oleh:
Btari Magistra Pancaputri (12100117035)
Pebri Riansyah SCLM (12100117145)

Preseptor:
Ihsan W, dr., SpF

SMF ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Bed Side Death (BSD) mengenai Prosedur
Medikolegal.
Bed Side Death (BSD) mengenai Prosedur Medikolegal ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di bagian Ilmu Kedokteran
Kehakiman Fakultas Kedokteran UNISBA di rumah sakit Bhayangkara Sartika Asih
Bandung.
Dengan tersusunnya Bed Side Death (BSD) ini, penulis tak lupa menyampaikan rasa
terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan kesimpulan
Bed Side Death (BSD) ini hingga selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
yang terhormat Ihsan W, dr., Sp.F sebagai preseptor .
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan Bed Side
Death (BSD) ini untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran dalam perbaikan Bed
Side Death (BSD) ini. Besar harapan penulis agar Bed Side Death (BSD) ini dapat diterima
dan memiliki nilai manfaat bagi banyak pihak, khususnya pihak-pihak yang terkait dan
berhubungan dengan Bed Side Death (BSD) mengenai Prosedur Medikolegal ini.
Tiada kata lain yang pantas diucapkan, semoga Allah SWT memberikan balasan yang
setimpal. Amin

Bandung, 29 Januari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................4
1.1Latar belakang 4
1.2Rumusan Masalah 4
1.3Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................5
2.1. Aspek Medikolegal...........................................................................5
2.1.1. Definisi Aspek Medikolegal...................................................5
2.2. Visum Et Repertum...........................................................................5
2.2.1. Definisi Visum Et Repertum...................................................5
2.2.2. Dasar Hukum Visum Et Repertum.........................................5
2.2.3. Peran dan Fungsi Visum Et Repertum....................................9
2.2.4. Jenis dan Bentuk Visum Et Repertum..................................10
2.2.5. Ketentuan Umum Visum Et Repertum.................................10
2.2.6. Bagian-Bagian Visum et Repertum......................................11
2.2.7. Hal-hal yang berkaitan denggan Visum Et repertum............12
2.2.8. Prosedur Visum Et Repertum...............................................13
2.2.9. Surat Kematian dan Surat Keterangan Medik......................14
2.2.10 Penyidikan Kasus................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu yaitu
medico yang berarti ilmu kedokteran dan -legal yang berarti ilmu hukum. Medikolegal
berpusat pada standar pelayanan medis dan standar pelayanan medis dan standar pelayanan
operasional dalam bidang kedokteran dan hukum-hukujm yang berlaku pada umumnya dan
hukum-hukum yang bersifat khusus seperti kedokteran dan kesehatan pada khususnya.
Kasus medikolegal dapat didefinisikan sebagai kasus cedera, cacat atau meninggal
dimana penyelidikan dari lembaga penegak hukum sangat penting untuk mengetahui siapa
yang bertanggung jawab atas cedera, cacat atau ,meninggal. Mediko legal merupakan bidang
interdisipliner antara ilmu kesehatan/kedokteran dengan ilmu hukum.
Pelayanan mediko legal adalah bentuk pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
tenaga medis dengan menggunakan ilmu dan tehnologi kedokteran atas dasar kewenangan
yang dimiliki untuk kepentingan hukum dan untuk melaksanakan oeraturan yang berlaku.
Masalah Mediko Legal adalah kejadian/kasus medis, masalah etik/disiplin yang
berpotensi menjadi masalah hukum perdata atau pidana dan ber implikasi pada rumah sakit
sebagai entitas organisasi maupun pegawai rumah sakit, termasuk pimpinan rumah sakit.

1.2. Rumusan Masalah


Apa yang definisi dari medikolegal?
Apa saja bagian dari medikolegal?
Bagaimana tata cara membuat medikolegal?

1.3. Tujuan
Memahami definisi dari medikolegal.
Memahami bagian-bagian dari medikolegal.
Memahami tata cara membuat medikolegal.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Aspek Medikolegal


2.1.1 Definisi Aspek Medikolegal

Mediko-legal adalah bidang ilmu interdisisiplier yang meliputi disiplin kedokteran


dan disiplin hukum. Prosedur mediko-legal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan
dan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hokum.
Secara garis besar prosedur medico-legal mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang mengacu kepada sumpah dokter dan etika
kedokteran. Lingkup prosedur mediko-legal terdiri dari :

1. Pengadaan visum et repertum


2. Pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka
3. Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum dan di dalam persidangan
4. Kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran
5. Penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik
6. Kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik

2.2 Visum Et Repertum

2.2.1 Definisi Visum Et Repertum

Keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian
atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasar keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan.

2.2.2 Dasar Hukum Visum Et Repertum


- Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
- Pasal 187 (c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang
diminta secara resmi dari padanya. Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat
bukti yang sah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.
- Staatsblad (Lembaran Negara) No. 350 Tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang
menyatakan VeR adalah: suatu Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter
atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya
yang mempunyai daya bukti dalam perkara pidana.
- Pasal 184 KUHAP:
Alat bukti yang sah adalah:
A. Keterangan saksi
B. Keterangan ahli
C. Surat
D. Petunjuk
E. Keterangan terdakwa

VeR digolongkan dedalam alat bukti “surat”. Peran lain dokter dalam
persidangan setara dengan VeR adalah:

- KUHAP pasal 86: Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan
didepan sidang,
- KUHAP pasal 184 ayat (c): Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan
yang diminta secara resmi daripadanya.

Perundang-undangan dan Peraturan Negara yang berkaitan dengan pekerjaan


dokter di dalam membantuk Peradilan:

- Pasal 1 (28) KUHAP: Keterangan ahli adalah keterangan yang diberkan oleh
seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
- Pasal 65 KUHAP: tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan
mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna
memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
- Pasal 120 KUHAP (1) dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat
meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus (2)
Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penuidik
bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-
naiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau
jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia apat menolak untuk
memberikan keterangan yang diminta.
- Pasal 133 KUHAP: (1) dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan
atau ahli lainnya.
- Pasal 133 KUHAP: (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
- Pasal 134 KUHAP: (1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk
kepentingan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik
wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban (2) dalam hal
keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut (3)
apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksu dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
- Pasal 135 KUHAP: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu
melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan
sebagaimanadimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1)
- Pasal 136 KUHAP: Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua Bab XIV
ditanggung oleh Negara.
- Pasal 160 KUHAP: (3) sebelum memberikan keterangan, saksi wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing, bahwa ia
akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang
sebenarnya (4) jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli
wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberikan
keterangan.
- Pasal 161 KUHAP: (1) dalam hal saksi atau ahli tanpa alas an yang sah
menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam pasal
160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan,
sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera
ditempat rumah tahanan Negara paling lama empat belas hari. (2) dalam
tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap
tidak mau disumpah atau menfucapkan janji, maka keterangan yang telah
diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
- Pasal 162 KUHAP: (1) jika saksi sesudah member keterangan dalam
penyelidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir
disidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat
tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan
Negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan. (2) jika
keterangan itu sebelumnya telah diberikan dibawah sumpah, maka keterangan
itu disamakan nilainya dengan keterangan dibawah sumpah yang diucapkan di
sidang.
- Pasal 168 KUHAP: kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka
tidak dapat didenganr keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai
saksi: a) keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah sampai sederajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa. B) saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai
hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat
ketiga.
- Pasal 169 KUHAP: (1) dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya
persoalan yang timbul disidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta
keterangan ahli dan dapat minta agar diajukan bahan baru oleh yang
berkepentingan. (2) dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa
atau penasehat hokum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2). (4) penelitian ulang sebagaimana pada
ayat (2) dan (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil
yang berbeda dan instansi lain yang berwenang untuk itu.
- Pasal 170 KUHAP: (1) mereka yang karena pekerjaan harkat, martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari
kewajiban untuk member ketrangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka. (2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala
alasan untuk permintaan tersebut
- Pasal 179 KUHAP: (1) setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan. (2) semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku
juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa
mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang
sebaiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang
keahliannya.
- Pasal 184 KUHAP: (1) alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi b.
keterangan ahli c. surat d. petunjuk e. keterangan terdakwa. (2) hal yang secara
umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
- Pasal 222 KUHAP: barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-
halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik diancam dengan
pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak 4.500 rupiah.
- Pasal 224 KUHAP: barang siapa diapnggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa
menurut undang-undang yang harus dipenuhinya diancam: 1) Dalam perkara
pidana, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan 2) dalam perkara lain,
dengan pidana penjara paling lama 6 bulan.
- Lembaran Negara No. 69 tahun 1960: dalam LN no. 69 tahun 1960, terdapat
PP No. 26 tahun 1960, yaitu tentang Lafal Sumpah Dokter. Dalam lafal
sumpah dokter terdapat kalimat “saya akan merahasiakan segala sesuatu yang
saya ketahui karena pekerjaan saya dank arena keilmuan saya sebagai dokter”.
2.2.3 Peran dan Fungsi Visum Et Repertum

Visum et Repertum memiliki peran dan fungsi antara lain;

- Sebagai salah satu alat bukti yang sah dalam proses pembuktian perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia.
- Dalam VeR terdapat uraian hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam
bagian pemberitaan è dapat dianggap pengganti barang bukti
- VeR memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan
medis yang tertuang dalam bagian kesimpulan.

2.2.4 Jenis dan Bentuk Visum Et Repertum

Terdapat berbagai jenis dan bentuk dari visum et repertum antara lain;

– VeR psikiatrik (kejiwaan)  kewenangan pembuatannya adalah psikiater

– VeR fisik tubuh:

• VeR jenazah, level kompetensi dokter umum hanya sampai pemeriksan


luar saja (PL).

• VeR korban hidup:


– VeR perlukaan/kecederaan

– VeR keracunan

– VeR kejahatan seksual

2.2.5 Ketentuan Umum Visum et Repertum

Visum et Repertum harus memenuhi ketentuan umum sebagai berikut;

a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.

b. Bernomor dan bertanggal.

c. Mencantumkan kata “Pro justitia” di bagian atas (kiri/tengah).

d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan


pemeriksaan.

f. Tidak menggunakan istilah asing.

g. Ditandatangani dan diberi nama jelas.

h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut.

i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan.

j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta VeR (instansi). Apabila lebih dari satu
instansi peminta, maka kedua instansi tersebut diberi VeR masing-masing “asli”.

k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan


disimpan sebaiknya sehingga 30 tahun.

2.2.6 Bagian-Bagian Visum et Repertum


Visum et Repertum memiliki format yang perlu dibuat yaitu;
1. Kata Pro Justitia
Kata yang diletakkan di bagian atas menjelaskan bahwa VeR khusus dibuat
untuk tujuan peradilan. Tidak dibutuhkan materai.
2. Bagian Pendahuluan :
A. Mencantumkan siapa yg meminta VeR (nama peminta, tgl permohonan
VeR, instansi peminta).
B. Mencantumkan nama dan identitas korban.
C. Mencantumkan siapa yang memeriksa (nama dokter, kualifikasi ahli
kedokteran forensik)
D. Mencantumkan tempat pemeriksaan.
E. Mencantumkan tgl dan jam saat pemeriksaan dilakukan.
3. Bagian Pemberitaan
A. Berjudul hasil pemeriksaan.
B. Berisi hasil pemeriksaan medis tentang keadaan kesehatan atau sakit
atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medis
yang dilakukan serta keadaan setelah pengobatan selesai.
C. Bagian terpenting dari VeR karena dikemukakan tentang data yang
dilihat dan ditemukan (fakta).
4. Tidak dicantumkan tentang pendapat/kesan dokter mengenai apa yg diperiksa.
Hanya mencantumkan fakta yg bersifat deskriptif.
5. Bila dilakukan autopsi, diuraikan keadaan seluruh alat dalam yg berkaitan
dengan perkara dan matinya orang tsb.
6. Bagian Kesimpulan
Berjudul Kesimpulan dan berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannnya,
mengenai jenis perlukaan/cedera yg ditemukan dan jenis kekerasan atau zat
penyebabnya, serta derajat perlukaan serta sebab kematiaan
7. Bagian Penutup
Berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan
sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah
sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”

2.2.7 Hal-hal yang berkaitan dengan Visum et Repertum

Surat permintaan Visum et Repertum hanya boleh dibuat oleh pihak yang diberi
wewenang sesuai dengan KUHAP, dalam hal ini pihak penyidik(yaitu polisi dgn pangkat
minimal Pembantu Letnan Dua)

- Pembuatan visum et repertum sebaiknya:


o Pembuatan VeR jangan melebihi 20 hari (KUHAP Pasal 20)
o VeR dibuat dengan bahasa yang dapat dimengerti (KUHAP Pasal 51)
- VeR harus dibuat oleh dokter yang telah disumpah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, agar memenuhi persyaratan secara yuridis (Lembaran Negara
tahun 1973 No 350 pasal 1 dan 2,KUHAP Pasal 186 dan 187 butir c).
Keabsahan Surat Permintaan Visum et Repertum dari penyidik harus diteliti dari sudut
kelengkapan administratif surat yaitu;

 Kepala surat instansi penyidik

 Nomor surat

 Tanggal surat

 Identitas yang akan diperiksa

 Tempat dan waktu kejadian perkara atau ditemukannya

 Tanda tangan

 Nama lengkap

 NRP petugas yang menandatangani

 Stempel jabatan

2.2.8 Prosedur Visum Et Repertum

2.2.8.1 Pemeriksaan Tersangka

Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan


bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana definisi tersebut berdasarkan
pasal 1 ayat 14 KUHAP. Setelah tertangkap atau menyerahkan diri, akan dilakukan
pemeriksaan oleh penyidik terhadap tersangka seperti yang disebutkan dalam pasal 37 ayat 2
KUHAP.
Pasal 37 ayat 2 KUHAP berbunyi "Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal
tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibawa ke penyidik, penyidik berwenang
menggeledah pakaian dan atau menggeledah badan tersangka."
Selain dilakukan pemeriksaan dan penggeledahan, tersangka juga dapat diperiksa dari
kondisi jiwanya dan dibuat visum et repertum psikiatris dan meminta bantuan dari ahli
kejiwaan, seperti disebutkan dalam pasal 120 KUHAP yang berbunyi "Dalam hal penyidik
dianggap perlu, dapat meminta bantuan pada orang ahli dan atau memiliki keahlian khusus."
2.2.8.2 Pemberian Keterangan Ahli
Berdasarkan pasal 1 butir 28 KUHAP
"Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan dalam membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan".

Keterangan ahli diberikan secara lisan


Pasal 186 KUHAP
"Keterangan ahli adalah keterangan apa yang seorang ahli nyatakan dalam
persidangan".

Keterangan ahli diberikan secara tertulis


Pasal 184 KUHAP
"Surat sebagaimana disebut pada pasal 184 ayat 1 dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah adalah:
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya akan sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya."

Dasar Keterangan Ahli


- Berdasarkan pasal 133 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka,keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli
kedokeran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
- Berdasarkan pasal 179 ayat 1 KUHAP
"Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokeran kehakiman
atau doker atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahlk demi
keadilan."
- Berdasarkan pasal 224 KUHAP
"Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli/juru bahasa menurut UU dengan
sengaja atau tidak memenuhi kewajiban berdasarkan UU yang harus dipenuhi
dikenakan: dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama 9 bulan.
Agar dapat diajukan ke pengadilan sebagai upaya pembuktian harus dibuat
dalam bentuk alat bukti yang sah. Alat bukti yang sah menurut pasal 184
KUHAP adalah : (1) Keterangan saksi, (2)Keterangan ahli, (3)Surat,
(4)Petunjuk, (5)Keterangan terdakwa.
- Ketentuan tentang keterangan saksi diatur dalam pasal 185 KUHAP.
"Keterangan saksi harus diberikan oleh orang yang kompeten,yaitu orang yang
mampu secara hukum. Orang disebut kompeten apabila tidak di bawah umur,
sadar, dan tidak sedang dalam pengampuan (c/:sakit jiwa).
Keterangan saksi dianggap sah apabila diajukan sedikitnya oleh dua orang, sedangkan
apabila hanya berasal dari satu orang saja harus didukung oleh alat bukti yang sah. Oleh
karena itu, visum et repertum dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti sah surat, dapat
mengakibatkan keterangan saksi korban yang hanya satu orang menjadi alat bukti yang sah
apabila substansinya mendukung substansi keterangan saksi.
Penilaian keterangan saksi mempertimbangkan kesesuaiannya dengan keterangan
saksi lain, alat bukti sah lain, alasan diperolehnya keterangan saksi, serta reputasi saksi.

2.2.9 Surat Kematian dan Surat Keterangan Medik


Berdasarkan Pasal 187 KUHAP
“Surat harus dibuat berdasarkan sumpah atau dikuatkan dengan sumpah. Surat dapat
berupa berita acara pejabat umum yang berwenang atau dibuat dihadapannya, surat
yang dibuat berdasarkan tatalaksanan atau prosedur yang berlaku, surat yang dibuat
atas permintaan resmi atau surat-surat lain bila ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain”
Rekam medik dapat digunakan sebagai alat bukti surat, hal ini digunakan terutama
pada kasus dengan adanya dugaan malpraktik.
Surat keterangan dokter (medik) adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter
yang memiliki tujuan tertentu atas permintaan pasien atau pihak ketiga atas persetujuan
pasien atau untuk kepentingan hukum.
Surat keterangan ini, dapat digunakan untuk :
- Kepentingan rumah sakit
- Kepentingan pengadilan ketika pasien sebagai terdakwa
- Kepentingan pengadilan ketika pasien menjadi korban tindak pidana
- Keluarga pasien (dalam hal pasien meninggal dunia)
- Kepentingan perdata (pasien dengan tempat bekerjanya atau sekolahnya, dan
perusahaan asuransi)
- Kepentingan pihak ketiga
- Kepentingan penegakan hukum

Surat keterangan kematian merupakan surat untuk menyatakan bahwa seseorang telah
meninggal. Surat kematian dibuat berdasarkan pemeriksaan jenazah, minimal pemeriksaan
luar. Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat atas seseorang yang mati dengan dugaan
akibat kejadian tindak pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu. Surat
kematian berkitan erat dengan aspek hukum seperti, pensiun, administrasi sipil, warisan,
santunan asuransi, dan dugaan tindak pidana penyebab kematian.
Surat keterangan kematian minimal berisi, identitas korban, tanggal kematian, jenis
pemeriksaan dan sebab kematian. Untuk di Rumah Sakit, surat kematian untuk seluruh mayat
yang meninggal di Rumah Sakit dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik.

2.2.10 Penyidikan Kasus

Penyidikan adalah serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik untuk


mencari dan mengumpulkan bukti yang digunakan dalam kasus tindak pidana, untuk mencari
tersangka sesuai dengan tata cara UU (KHUP)

Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyidikan

Kewenangan penyidik (Pasal 7 KHUP) :

1. Menerima laporan tentang tindak pidana


2. Melakukan tindakan perstama saat di tempat kejadian
3. Memberhentikan tersangka dan mengetahui identitas tersangka
4. Melakukan pemeriksaan, penahanan, penggeledahan, penyitaan
5. Melakukan pemeriksaan surat
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
8. Mendatangkan ahli untuk pemeriksaan
9. Mengadakan penghentian penyidikan
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum

Tahapan penyidikan :

1. Menerima laporan/pengaduan
2. Meneliti laporan/pengaduan :
- Apa yang terjadi
- Dimana terjadi
- Siapa yang terlibat
- Dengan apa dilakukan
- Bagaimana terjadi
- Mengapa dilakukan
3. Meneliti dan mempelajari peristiwa pidana agar dapat dilakukan penyidikan
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, dkk. Ilmu kedokteran forensic. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. Hal 5-14
2. Dahlan, Sofyan. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Edisi kelima. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2008. Hal 17-21, 31-
34.
3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum.
Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
4. Rusman Andri A. Surat Keterangan Dokter. Laboratorium Ilmu Kedokterteran Forensik
dan Medikolegal FK Unjani.

Anda mungkin juga menyukai