Anda di halaman 1dari 53

UNIVERSITAS GUNADARMA

PENULISAN ILMIAH

MEMPELAJARI KESEIMBANGAN LINI PERAKITAN


OUTSOLE KATEGORI OUTDOOR MODEL AX-1 PADA BAGIAN
STOCKFITTING DI PT. PANARUB INDUSTRY

Nama : Marulloh
NPM : 34410248
Jurusan : Teknik Industri
Pembimbing : Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat


Mencapai Jenjang D III/ Setara Sarjana Muda
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
PERNYATAAN ORIGINALITAS DAN PUBLIKASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini,


Nama : Marulloh
NPM : 34410248
Judul PI : Mempelajari Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Kategori
Outdoor Model Ax-1 Pada Bagian Stockfitting Di Pt. Panarub
Industry
Tanggal Sidang : 28 Maret 2014
Tanggal Lulus : 28 Maret 2014

Menyatakan bahwa tulisan ini adalah merupakan hasil karya saya sendiri dan
dapat dipublikasikan sepenuhnya oleh Universitas Gunadarma. Segala kutipan
dalam bentuk apapun telah mengikuti kaidah etika yang berlaku. Mengenai isi dan
tulisan adalah merupakan tanggung jawab penulis, bukan Universitas Gunadarma.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan penuh kesadaran.

Depok, 28 Maret 2014

(Marulloh)

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul laporan : Mempelajari Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Kategori


Outdoor Model AX-1 Pada Bagian Stockfitting Di PT. Panarub
Industry.
Nama : Marulloh
NPM : 34410248
Tanggal Sidang : 28 Maret 2014
Tanggal Lulus : 28 Maret 2014

Menyetujui,

Pembimbing Koordinator PI

(Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.) (Meilani B. Siregar, SKom., MM.)

Ketua Jurusan
Teknik Industri

(Dr. Ir. Rakhma Oktavina, MT.)

iii
ABSTRAKSI

Marulloh/34410248
Mempelajari Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Kategori Outdoor Model
AX-1 Pada Bagian Stockfitting Di PT. Panarub Industry.
Penulisan Ilmiah, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Gunadarma, 2013.
Kata Kunci: PT. Panarub Industry, keseimbangan lini, metode Region Approach,
efisiensi lintasan.
(xi + 40 + Lampiran)

PT. Panarub Industry merupakan perusahaan yang memproduksi berbagai


jenis sepatu dan telah bermitra bisnis dengan Adidas. Permasalahan dalam proses
produksi yang mengakibatkan kelancaran aliran produksi menjadi terganggu akan
berpengaruh terhadap keseimbangan lini produksi. Keseimbangan lini merupakan
metode yang digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan
mengurangi waktu menganggur dan meningkatkan pemanfaatan dari peralatan
dan operator. Metode Region Approach dipilih sebagai pendekatan dengan
metode keseimbangan lini yang diterapkan pada perakitan outsole kategori
Outdoor model AX-1 di PT. Panarub Industry. Prinsip metode Region Approach
yaitu berusaha membebankan terlebih dahulu operasi yang memiliki tanggung
jawab keterdahuluan yang besar.
Proses perakitan outsole kategori Outdoor model AX-1 terdiri dari 14
tahap yang dipertimbangkan dalam keseimbangan lini. Berdasarkan hasil
keseimbangan lini dengan metode Region Approach diperoleh waktu siklus
sebesar 20 detik. Jumlah stasiun kerja adalah sebanyak delapan stasiun kerja
dengan efisiensi masing-masing stasiun kerja yaitu 79,65%, 95,55%, 93,85%,
95,4%, 103,2%, 83,6%, 89,6%, 53,65%. Efisiensi lintasan perakitan outsole untuk
sepatu kategori Outdoor model AX-1 sebesar 86,81% dan persentase waktu
menganggur sebesar 13,19%. Hasil efisiensi stasiun kerja, efisiensi lintasan, dan
persentase waktu menganggur menunjukkan bahwa masih terdapat
ketidakseimbangan pada lini perakitan outsole untuk sepatu kategori Outdoor
model AX-1 pada bagian stockfitting di PT. Panarub Industry karena adanya
stasiun kerja yang terlalu sibuk dan waktu menganggur yang tinggi.

Daftar Pustaka (1992-2011)

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan ilmiah laporan kerja praktek ini yang berjudul “Mempelajari
Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Kategori Outdoor Model AX-1 Pada
Bagian Stockfitting di PT. Panarub Industry”. Penulisan ilmiah ini bertujuan
sebagai persyaratan untuk mencapai jenjang D III atau setara sarjana muda.
Tentunya dalam penyusunan penulisan ilmiah ini, banyak hambatan yang
menjadi penghalang dalam penulisan. Akhirnya penulis dapat mengatasi masalah-
masalah tersebut dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari berbagai pihak dalam penulisan ilmiah kepada:
1. Prof. Dr. E.S. Margianti, SE., MM., selaku Rektor Universitas Gunadarma.
2. Ibu Dr. Ir. Rakhma Oktavina, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Industri.
3. Ibu Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT., selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan dan masukan yang sangat bermanfaat.
4. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan bimbingan secara
moril maupun materil, dukungan dan semangat, serta doa, sehingga penulis
mampu menyelesaikan penulisan ilmiah ini.
5. Ayuningdiah Risky Sonnya Kristantri yang selalu memberikan semangat,
dukungan, dan terutama doa, sehingga penulis mampu menyelesaikan
penulisan ilmiah ini.
6. Bapak Hotdin Simanjorang selaku Manajer Stockfitting di PT. Panarub
Industry dan pembimbing materi dalam kerja praktek.
7. Kakak Adit dan Alif selaku Alumni Mahasiswa Universitas Gunadarma
Jurusan Teknik Industri sekaligus karyawan di PT. Panarub Industry yang
telah membantu saya untuk mendapatkan tempat kerja praktek.
8. Seluruh karyawan PT. Panarub Industry dan Adidas khususnya bagian
stockfitting yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu yang telah
banyak berbagi ilmu dan pengalamannya kepada saya.

v
9. Teman-teman Jurusan Teknik Industri angkatan 2010 khususnya kelas 4ID01,
keluarga bewok dan lainnya yang selalu memberikan dukungannya.
10. Keluarga besar Laboratorium Menengah Teknik Industri, Pak Ainul, Kak
Gerson, Kak Abdica, Kak Sofwan, Kak Sandra, Kak Gusmita, Kak Zulfadly,
Kak Finza, Kak Evly dan senior lainnya. Galang, Riki, Udin, Roni, Rizal,
Okta, Emil, Mathius yang selalu memberikan semangat dan dukungannya.
11. Kepada semua pihak yang telah membantu, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis sadar bahwa penyusunan penulisan ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dan penyempurnaan penulisan berikutnya agar dapat menjadi
lebih baik. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dan
dukungannya semoga penulisan ilmiah ini bisa bermanfaat.

Jakarta, 30 Januari 2013

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAAN ORIGINALITAS DAN PUBLIKASI ................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
ABSTRAKSI .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Pembatasan Masalah .............................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................ 3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Lini Produksi ......................................................................... 4
2.2 Keseimbangan Lini atau Line Balancing ............................... 5
2.3 Metode Keseimbangan Lini ................................................... 8
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1 Profil Perusahaan ................................................................... 11
3.2 Produk yang Dihasilkan ......................................................... 12
3.3. Struktur Organisasi PT. Panarub Industry ............................ 13
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.1 Proses Perakitan Outsole Model AX-1 .................................. 20
4.2. Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Model AX-1
Di PT. Panarub Industry ........................................................ 24

vii
4.3. Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Model AX-1
dengan Metode Region Approach ......................................... 29
4.4 Analisis Keseimbangan Lini .................................................. 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 39
5.2 Saran ...................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1 Predator Pulse ...................................................................... 13
Gambar 3.2 Predator F50 ........................................................................ 13
Gambar 3.3 Struktur Organisasi PT. Panarub Industry ........................... 14
Gambar 3.4 Struktur Organisasi Departemen Stockfitting ...................... 18
Gambar 4.1 Proses Setting....................................................................... 21
Gambar 4.2 Proses Primer ...................................................................... 21
Gambar 4.3 Proses Input ......................................................................... 22
Gambar 4.4 Proses Cementing ................................................................ 22
Gambar 4.5 Proses Attaching .................................................................. 23
Gambar 4.6 Proses Pressing .................................................................... 23
Gambar 4.7 Proses Cleaning Outsole...................................................... 24
Gambar 4.8 Proses Packing Outsole ....................................................... 24
Gambar 4.9 Layout Outsole Model AX-1 ............................................... 25
Gambar 4.10 Peta Proses Operasi Outsole Model AX-1 .......................... 30
Gambar 4.11 Peta Aliran Proses Komponen Midsole ............................... 31
Gambar 4.12 Peta Aliran Proses Komponen Rubbersole.......................... 32
Gambar 4.13 Peta Aliran Proses Komponen Shank .................................. 33
Gambar 4.14 Precedence Diagram Perakitan Outsole Model AX-1 ........ 34

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Proses Perakitan Outsole Model AX-1 ........................................ 25
Tabel 4.2 Hasil Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Model AX-1 .......... 27
Tabel 4.3 Proses Perakitan Outsole Model AX-1 ......................................... 34
Tabel 4.4 Hasil Keseimbangan Lini Metode Region Approach .................. 36

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Surat Keterangan Kerja Praktek ............................................. 1

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong setiap
perusahaan saling bersaing untuk meningkatkan produktivitas dalam
memproduksi suatu produk. Perusahaan yang ingin meningkatkan produktivitas
memerlukan suatu perencanaan dan pengendalian produksi yang baik, terutama
dalam suatu perusahaan yang melibatkan sejumlah besar komponen yang dirakit.
Suatu perusahaan yang tidak memiliki perencanaan dan pengendalian produksi
yang baik akan mengakibatkan banyak hal. Salah satu akibat yang ditimbulkan
bila tidak memiliki perencanaan dan pengendalian produksi yang baik adalah
ketidakseimbangan pada waktu operasi setiap stasiun kerja. Ketidakseimbangan
waktu operasi di setiap stasiun kerja akan mengakibatkan ketidakseimbangan lini
produksi, lintasan perakitan menjadi tidak efisien, terjadi penumpukan material
atau produk setengah jadi antara stasiun kerja yang tidak seimbang kecepatan
produksinya, serta terdapat waktu menganggur di setiap stasiun kerja.
Oleh karena itu, proses penyeimbangan lini perlu dilakukan untuk
menciptakan keseimbangan dari jalur produksi sehingga proses produksi akan
berjalan lancar. Pada umumnya merencanakan suatu keseimbangan di dalam
sebuah lintasan perakitan meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu
kapasitas yang optimal, di mana tidak terjadi penghamburan fasilitas. Penerapan
konsep penyeimbangan lini pada suatu sistem produksi perusahaan diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi produksi dari perusahaan tersebut. Efisiensi tersebut
dapat tercapai dengan menemukan kombinasi pengelompokkan tugas produksi ke
dalam beberapa stasiun kerja dengan memperhatikan keseimbangan waktu pada
setiap stasiun kerja. Kombinasi stasiun kerja yang baik adalah kombinasi dengan
waktu menganggur yang paling minimal.
PT. Panarub Industry merupakan perusahaan yang memproduksi berbagai
jenis sepatu dan telah bermitra bisnis dengan Adidas. Kategori sepatu yang

1
2

diproduksi yaitu Soccer, Indoor, Outdoor, dan Training. Setiap sepatu yang
diproduksi dari keempat kategori tersebut memiliki outsole. Outsole merupakan
bagian terbawah dari sepatu yang kontak dengan tanah. Salah satu yang akan
dibahas adalah produksi outsole untuk sepatu kategori Outdoor dengan model
AX-1 pada bagian Stockfitting.
Berdasarkan sistem produksi yang telah ada, PT. Panarub Industry dalam
memproduksi suatu produk harus mencapai target sesuai dengan permintaan.
Namun pada realitanya, masih terdapat permasalahan dalam proses produksi yang
mengakibatkan kelancaran aliran produksi menjadi terganggu. Masalah-masalah
yang timbul akan berpengaruh terhadap keseimbangan lini produksi. Berdasarkan
permasalahan terhadap keseimbangan lini produksi, maka penulis melakukan
pengamatan pada proses perakitan produk outsole model AX-1 pada bagian
Stockfitting di PT. Panarub Industry. Hasil pengamatan diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai tingkat efisiensi stasiun kerja dan lintasan
perakitan pada PT. Panarub Industry.

1.2 Pembatasan Masalah


Pembatasan masalah dalam hal ini yaitu mengidentifikasi masalah yang
ada dalam proses perakitan produk outsole kategori Outdoor model AX-1 pada
bagian Stockfitting di PT. Panarub Industry. Metode yang digunakan dalam
perhitungan keseimbangan lini hanya metode Region Approach.

1.3 Tujuan Penelitian


Penulisan ilmiah ini memiliki suatu tujuan untuk mendapatkan suatu
kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh. Adapun tujuan yang ingin dicapai
oleh penulis dalam penelitian di PT. Panarub Industry ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari aliran proses perakitan outsole untuk sepatu kategori Outdoor
model AX-1 pada bagian Stockfitting di PT. Panarub Industry.
2. Mengetahui efisiensi lintasan dan efisiensi setiap stasiun kerja (work station)
dalam keseimbangan lini proses perakitan outsole untuk sepatu kategori
Outdoor model AX-1 pada bagian Stockfitting di PT. Panarub Industry.
3

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan ditujukan untuk mempermudah pembahasan dari
setiap bagian dalam penulisan ilmiah ini. Susunan penulisan ilmiah terbagi
menjadi lima bab dan diperjelas dengan sub-sub bab. Penjelasan sistematika
penulisan untuk setiap bab adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, pembatasan masalah, tujuan penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi tentang teori-teori mengenai keseimbangan lini yang diperoleh
dari berbagai literatur sebagai acuan dan pedoman penulis dalam
membahas bab selanjutnya.
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Berisi mengenai profil PT. Panarub Industry yang meliputi sejarah
umum berdirinya perusahaan, lokasi perusahaan, produk yang
dihasilkan, struktur organisasi perusahaan, visi dan misi perusahaan,
serta hal-hal lain yang berhubungan dengan perusahaan.
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Berisi mengenai proses perakitan outsole untuk sepatu kategori
Outdoor model AX-1 dan keseimbangan lini dalam proses perakitan
outsole untuk sepatu kategori Outdoor model AX-1 pada bagian
Stockfitting di PT. Panarub Industry, serta analisis dari permasalahan
yang telah dibahas tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan akhir sebagai jawaban atas tujuan penelitian serta
saran yang ditujukan untuk pihak-pihak terkait sehubungan dengan
hasil penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Lini Produksi


Lini produksi adalah penempatan area-area kerja di mana operasi-operasi
diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang
terangkai seimbang. Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi
dibagi menjadi lini fabrikasi dan lini perakitan. Lini fabrikasi merupakan lini
produksi yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk
atau mengubah bentuk benda kerja. Lini perakitan merupakan lini produksi yang
terdiri atas sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun
kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly (Baroto, 2002).
Kriteria umum keseimbangan lini produksi adalah memaksimalkan
efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan
metode ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur
(idle time) pada lini yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan
perencanaan keseimbangan lini adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau
elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari
stasiun kerja pada suatu lini produksi dapat ditekan seminimum mungkin,
sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan
semaksimal mungkin. Lini perakitan (assembly line) adalah sebuah lini produksi
yang mana material atau bahan bergerak secara continue dalam tingkat rata-rata
seragam pada seluruh urutan stasiun kerja di mana pekerjaan perakitan dilakukan
(Baroto, 2002).
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lini
produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan
meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay). Tujuan dari
lini produksi yang seimbang yaitu menyeimbangkan beban kerja yang
dialokasikan pada setiap work station sehingga setiap work station selesai pada
waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya bottle neck. Bottle neck yaitu

4
5

suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi produksi. Tujuan lain dari lini
produksi yang seimbang yaitu menjaga agar lini perakitan tetap lancar dan
berlangsung terus menerus dan meningkatkan efisiensi atau produktivitas
(Gaspersz, 2004).
Tanda-tanda ketidakseimbangan pada suatu lini produksi dapat dilihat dari
beberapa hal, seperti adanya stasiun kerja yang sibuk dan waktu menganggur yang
mencolok, selain itu adanya produk setengah jadi pada beberapa stasiun kerja.
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada lini produksi
antara lain adalah perencanaan lini yang salah, peralatan atau mesin yang sudah
tua sehingga sering mengalami kerusakan, operator yang kurang terampil, metode
kerja yang kurang baik (Biegel, 1992).

2.2 Keseimbangan Lini atau Line Balancing


Tujuan perencanaan keseimbangan lini adalah mendistribusikan unit-unit
kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur
dari stasiun kerja pada suatu lini produksi dapat ditekan seminimal mungkin,
sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan
semaksimal mungkin. Syarat dalam pengelompokkan stasiun kerja dalam line
balancing yaitu hubungan dengan proses terdahulu, jumlah stasiun kerja tidak
boleh melebihi jumlah elemen kerja, dan waktu siklus lebih dari atau sama dengan
waktu maksimum dari setiap waktu di stasiun kerja dari tiap elemen pengerjaan
(Baroto, 2002).
Penyeimbangan lini perakitan berhubungan erat dengan produksi massal.
Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan ke dalam beberapa pusat pekerjaan,
yang untuk selanjutnya disebut sebagai stasiun kerja. Waktu yang diizinkan untuk
menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lini perakitan di
mana semua stasiun kerja sedapat mungkin memiliki kecepatan produksi yang
sama. Jika suatu stasiun bekerja di bawah kecepatan lini maka stasiun tersebut
akan memiliki waktu menganggur. Tujuan akhir penyeimbangan lini adalah
memaksimasi kecepatan di setiap stasiun kerja sehingga dicapai efisiensi kerja
yang tinggi di setiap stasiun kerja (Kusuma, 2004).
6

Terdapat beberapa istilah dalam line balancing yaitu precedence diagram,


assemble product, work element, waktu operasi, work station, cycle time, station
time, idle time, balance delay, line efficiency. Berikut ini merupakan penjelasan
masing-masing istilah tersebut (Baroto, 2002):
1. Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi
kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk
memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di
dalamnya. Tanda-tanda dalam precedence diagram yaitu simbol lingkaran
dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah identifikasi dari
suatu proses operasi, tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan
proses operasi. Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti
mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah. Angka di atas
simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk menyelesaikan
setiap operasi (Baroto, 2002).
2. Assemble product adalah produk yang melewati urutan work station di mana
tiap work station (WS) memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi
produk akhir pada perakitan akhir. Work element atau elemen kerja
merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan. Waktu
operasi (ti) adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.
3. Work station (WS) adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan
dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun
kerja efisien dapat diterapkan dengan rumus berikut (Baroto, 2002).
n

∑t i
i =1
K min =
CT
Keterangan:
ti = waktu operasi atau elemen (i = 1,2,3,...,n)
CT = waktu siklus stasiun kerja
n = jumlah elemen
Kmin = jumlah stasiun kerja minimal
7

4. Cycle time (CT) atau waktu siklus merupakan waktu yang diperlukan untuk
membuat satu unit produk per satu stasiun. Apabila waktu produksi dan target
produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi
waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain keseimbangan lini
produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau
lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya
bottle neck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil
dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah produksi per hari, yang
secara matematis dinyatakan sebagai berikut (Baroto, 2002).
P
t i maks ≤ CT ≤
Q
Keterangan:
ti maks = waktu operasi terbesar pada lini
CT = Cycle time atau waktu siklus
P = jam kerja efektif per hari
Q = jumlah produksi per hari
5. Station time (ST) merupakan jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan
pada suatu stasiun kerja yang sama (Baroto, 2002).
6. Idle time (I) merupakan selisih atau perbedaan antara Cycle time (CT) dan
Station time (ST) atau CT dikurangi ST (Baroto, 2002).
7. Balance delay (BD) sering disebut balancing loss adalah ukuran dari ukuran
ketidakefisienan lini yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya
yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara
stasiun-stasiun kerja. Balance delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance
delay dapat dirumuskan sebagai berikut (Purnomo, 2004).
n

(N × CT) - ∑t i
i =1
BD = × 100% = 100% - Efisiensi Lintasan
(N × CT)
Keterangan:
n = jumlah elemen kerja yang ada
N = jumlah stasiun kerja yang terbentuk
8

CT = Cycle time atau waktu siklus

∑t i = jumlah waktu operasi dari semua operasi

ti = waktu operasi
BD = balance delay (%)
8. Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang
tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai
keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama.
Setelah diseimbangkan, maka dalam lini perakitan terbentuk stasiun kerja-
stasiun kerja yang terhubung secara seri. Pendistribusian elemen kerja-elemen
kerja yang ada sehingga membentuk stasiun kerja dilakukan dengan
berdasarkan waktu siklus (CT) sehingga waktu yang tersedia di setiap stasiun
kerja adalah sebesar CT, dan waktu yang tersedia dalam lini perakitan secara
total adalah CT dikalikan dengan stasiun kerja yang terbentuk. Rumus untuk
menentukan efisiensi lini perakitan setelah proses keseimbangan lini adalah
sebagai berikut.
n

∑t i
i =1
Eff = × 100%
CT × N
Keterangan:
n = jumlah elemen kerja yang ada
CT = Cycle time atau waktu siklus
N = jumlah stasiun kerja yang terbentuk
Keseimbangan lini yang baik adalah jika efisiensi setelah diseimbangkan
lebih besar dari efisiensi sebelum diseimbangkan (Purnomo, 2004).
.
2.3 Metode Keseimbangan Lini
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam keseimbangan
lini, salah satunya adalah metode heuristik. Karena masalah keseimbangan lini
produksi merupakan persoalan-persoalan kombinasi yang belum bisa dipecahkan
secara praktis, maka berkembanglah metode heurisitik sebagai suatu metode yang
dapat memecahkan masalah keseimbangan lini secara praktis. Prosedur heurisitik
9

untuk memecahkan masalah keseimbangan lini ini pertama kali dikembangkan


oleh Fred M. Tonge (Hartini, 2011).
Pendekatan secara heuristik ini didasarkan atas penyederhanaan persoalan
kombinasi yang kompleks sehingga dapat dipecahkan secara sederhana dan
dengan metode yang mudah dimengerti. Pendekatan dengan metode heuristik ini
sebenarnya tidak menjamin suatu solusi optimal sehingga kriteria yang pokok
untuk suatu pendekatan dengan metode heuristik adalah pemecahan masalah akan
lebih baik dan lebih cepat, lebih murah dan lebih mudah untuk diaplikasikan ke
komputer, dan usaha yang dikeluarkan relatif lebih murah. Langkah awal dari
setiap metode keseimbangan lini dengan menggunakan metode heuristik yang ada
bermula dari precedence diagram dan matriks precedence. Pembuatan precedence
diagram biasanya menggunakan data yang berasal dari peta proses perakitan.
Kemudian langkah selanjutnya akan mengalami perbedaan sesuai dengan cirinya
masing-masing (Hartini, 2011).
Salah satu metode heuristik yang umum digunakan dengan teknik manual
adalah metode Region Approach atau metode pendekatan wilayah. Metode ini
dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan metode bobot posisi.
Metode ini juga belum mampu menghasilkan solusi optimal, tetapi sudah cukup
baik dan mendekati optimal. Pada prinsipnya metode ini berusaha membebankan
terlebih dahulu operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar.
Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi adalah
mendahulukan operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan
waktu operasi yang tidak terlalu besar, tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya
(Kusuma, 2004).
Metode Region Approach memiliki beberapa langkah dalam
penyelesainnya. Langkah-langkah dasar metode Region Approach adalah sebagai
berikut (Kusuma, 2004):
1. Hitung kecepatan lintasan yang diinginkan. Kecepatan lintasan adalah
kecepatan produksi yang diinginkan atau kecepatan operasi paling lambat jika
waktu operasi paling lambat itu lebih kecil dari kecepatan lintasan yang
diinginkan.
10

2. Bagi jaringan kerja ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan. Gambar


ulang jaringan kerja, sedapat mungkin tempatkan seluruh pekerjaan di daerah
yang paling ujung kanan.
3. Dalam setiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar
sampai dengan waktu operasi terkecil.
4. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut:
a. Daerah paling kiri terlebih dahulu.
b. Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar
pertama kali.
c. Pada akhir tiap pembebanan stasiun kerja, putuskan apakah utilisasi
waktu telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang
memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan.
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Profil Perusahaan


Pada tahun 1968, ketika Pemerintah Indonesia mengumumkan insentif
pajak baru untuk perusahaan lokal, Bapak Lucas Sasmito menyadari peluang yang
diberikan pemerintah ini. Beliau mendirikan PT. Pan Asia Rubber untuk
memproduksi spon karet dan sandal jepit. Merek sandal “Lily” dengan cepat
menjadi nama produk rumah tangga di Indonesia dan pada tahun 1979 perusahaan
yang saat ini disebut PT. Panarub Industry sudah merambah ke produk sepatu
olah raga. Berkat fokus yang kuat pada kualitas, PT. Panarub Industry berhasil
dalam mengekspor produk-produknya ke pasar-pasar negara maju seperti Eropa
dan Amerika Serikat.
Pada tahun 1988, PT. Panarub Industry membentuk suatu kemitraan bisnis
dengan Adidas. Hal ini menggambarkan suatu tonggak pencapaian yang besar
bagi perusahaan dan tak lama kemudian menetapkan kompetensinya dalam
pembuatan sepatu-sepatu sepakbola berkualitas sangat tinggi. Sebagai hasilnya,
PT. Panarub Industry ditunjuk sebagai Football Speciality Centre (Pusat Khusus
Produk Sepak bola) untuk merek Adidas.
Sejak awal berdiri hingga kini PT. Panarub Industry yang beralamat di
Jalan Moch. Toha Km.1 Pasar Baru Desa Gerendeng Tangerang 15113
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Terutama sejak munculnya gagasan
untuk memproduksi sepatu kanvas pada tahun 1982. Pada masa itu tercatat
ekspansi lahan pabrik dari 8 hektar menjadi 16,5 hektar. Jumlah tenaga kerja pada
PT. Panarub Industry hingga 1 April 2013 yaitu sebanyak 9.923 karyawan.
PT Panarub Industry telah memiliki akreditasi International Organization
of Standardization (ISO) 9001:2000 dan International Organization of
Standardization ISO 14001 serta Occupational Health and Safety Assessment
Series (OHSAS) 18001. PT Panarub telah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000
pada bulan Agustus 2006, di mana penilaian untuk manajemen mutu ini

11
12

didasarkan pada Key Performance Indicator (KPI) dan Balance Score Card
Project. Adapun komitmen Mutu untuk ISO 9001 ini mengenai sistem
manajemen pengelolaan mutu (kualitas). Komitmen mutu untuk ISO 14001
mengenai sistem manajemen pengelolaan lingkungan, sedangkan komitmen
mutu untuk OHSAS 18001 mengenai sistem manajemen pengelolaan
kesehatan dan keselamatan kerja.
PT. Panarub Industry memiliki visi perusahaan yaitu “Menjadi Produsen
Terbaik Untuk Merek Terbaik di Dunia”. Adapun misi dari perusahaan PT.
Panarub Industry yaitu menghasilkan produk kualitas tertinggi untuk mendukung
para atlet mencapai kinerja terbaik dan memproduksi 1,2 juta pasang sepatu per
bulan atau 12 juta pasang per tahun pada tahun 2015. PT. Panarub Industry
memiliki beberapa nilai inti perusahaan yaitu sebagai berikut:
1. Customer Focus
Segala usaha harus mengarah kepada kepuasan pelanggan.
2. Sportmanship
Semangat untuk menang dengan fair melalui kerja sama tim dan disiplin diri.
3. Proactive
Antisipasi masa depan melalui inovasi, inisiatif dan peningkatan yang terus-
menerus.
4. Enthusiasm
Bekerja sepenuh hati dengan penuh optimisme.
5. Social Responsibility
Mencari keuntungan adalah hal yang wajar bagi sebuah perusahaan, akan
tetapi tetap harus menjadi warga negara yang baik.

3.2 Produk yang Dihasilkan


Produk yang telah dihasilkan oleh PT Panarub Industry yaitu sepatu
dengan merek Specs, Pagoda, Adidas, Tri Star, LA Gear, dan Mizuno. Tetapi,
merek Adidas dan Specs yang masih bisa tetap bertahan hingga saat ini. Produksi
sepatu Specs untuk memenuhi pesanan dari Bata, sedangkan sepatu Adidas
13

diproduksi sesuai pesanan dari Adidas. Produk sepatu Adidas memiliki empat
kategori yaitu sepatu Soccer, Indoor, Outdoor, dan Training.
Pada tahun 2000, PT. Panarub Industry telah memproduksi seri Predator
yang digunakan untuk World Cup 2002 di Korea. Khusus untuk seri Predator
Pulse dan Predator F50 digunakan juga pada Euro Cup 2004. Kesuksesan PT.
Panarub Industry berlanjut dengan memproduksi sepatu seri Predator untuk Euro
Cup 2008 dan World Cup 2010.

Gambar 3.1 Predator Pulse


(Sumber : PT. Panarub Industry)

Gambar 3.2 Predator F50


(Sumber : PT. Panarub Industry)

3.3 Struktur Organisasi PT. Panarub Industry


Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya
membutuhkan suatu struktur organisasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Struktur organisasi juga merupakan faktor yang penting dalam
perkembangan suatu organisasi karena akan menentukan mekanisme orang-orang
yang bekerja dalam organisasi. Struktur organisasi dari PT. Panarub Industry
ditunjukkan dengan Gambar 3.3 berikut ini.
14

President Director/
CEO

Director
Human Director Director Director
Director
Resources & Business & Material & Finance &
Production
Continous Marketing Logistic Accounting
Improvement

Senior Manager
Senior Manager Senior Manager
Human Senior Manager Senior Manager
Material Accounting
Resources Marketing Plant 1 & 2
Planning Operation
Development

Senior Manager
Senior Manager Senior Manager
Adidas Senior Manager Senior Manager
HSE & General Information
Innovation Purchasing Plant 3 & 4
Affair Technology
Team (AIT)

Senior Manager
Senior Manager Senior Manager
Senior Manager Senior Manager Accounting
Continous Production
Development Warehouse Planning &
Improvement Planning
Analysis

Senior Manager
Quality Senior Manager Senior Manager
Improvement Spare Part Engineering
Process (QIP)

Senior Manager
Chemical

Gambar 3.3 Struktur Organisasi PT. Panarub Industry


(Sumber : PT. Panarub Industry)
Perusahaan akan lebih mudah menjalankan kegiatan usahanya dengan
adanya organisasi yang baik, karena masing-masing bagian diminta
pertanggungjawabannya atas pelaksanaan kegiatan sesuai dengan wewenang yang
diberikan. Tugas dan tanggung jawab setiap jabatan yang dipimpin masing-
masing departemen adalah sebagai berikut:
1. President Director atau CEO bertugas untuk memimpin dan mengawasi
jalannya perusahaan dan mewakili perusahaan dalam segala kegiatan
perusahaan serta bertanggung jawab atas kelancaran operasional perusahaan.
Direktur menentukan dan mengarahkan strategi serta kebijakan perusahaan.
15

2. Departemen Human Resources & Continuous Improvement yang disingkat


HR-CI terdiri dari tiga bagian fungsional, yaitu Human Resources
Development, HSE dan General Affair, serta Continuous Improvement, di
mana masing- masing bagian ini dikepalai oleh seorang Senior Manager yang
dibantu oleh beberapa Staff.
a. Human Resources Development bertugas untuk mensosialisasikan,
mengatur dan mengupayakan peraturan perusahaan diterapkan dengan
baik, melakukan pengaturan yang berhubungan dengan perekrutan dan
pemecatan karyawan, sistem penggajian, upah lembur, tunjangan
kesehatan, bonus dan hal-hal lain yang berhubungan dengan karyawan
dan serikat kerja.
b. Healthy and Safety Environment (HSE) bertugas untuk mengatur dan
mengupayakan program peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan
sumber daya manusia perusahaan seperti hal asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan kerja. General Affair bertugas untuk masalah keamanan
dalam hal perlindungan terhadap pabrik, masalah kerahasiaan data-data
pribadi perusahaan.
c. Continuous Improvement (CI) dikepalai oleh seorang Senior
Manager yang dibantu oleh empat orang Manager dan empat orang
Section Head dan beberapa orang Staff. Continuous Improvement (CI)
bertugas untuk melakukan perencanaan dan pengembangan system
manufacturing, melakukan inovasi terus-menerus pada produk,
melakukan proses perbaikan pada produk setelah mengetahui
penyebabnya.
3. Departemen Business & Marketing membawahi empat bagian utama
yang dikepalai oleh Senior Manager dari tiap bagian dan Staff.
a. Marketing bertugas untuk menjaga hubungan baik antara perusahaan
dengan Adidas dan supplier, merencanakan penjualan produk-produk,
melakukan peluncuran produk baru.
b. Adidas Innovation Team (AIT) terdiri dari anggota yang dibentuk sendiri
oleh Adidas, di mana anggotanya terdiri dari karyawan Adidas sendiri
16

(native) dan dari perekrutan karyawan yang memenuhi kualifikasi.


Tugasnya adalah untuk melakukan inovasi terhadap produk yang akan di-
launching.
c. Development bertugas untuk melakukan riset terhadap pasar dan bekerja
sama dengan Adidas Innovation Team untuk membuat produk yang
dijaga kerahasiaannya, sampai produk itu launching, membuat produk
khusus pesanan dari internet dan para pemain sepak bola dunia.
Development juga memproduksi produk awal (tester) dari sepatu yang
nantinya akan diproduksi secara massal di tiap plant.
d. Quality Improvement Process (QIP) bertugas untuk meningkatkan
kualitas dari produk yang ada dengan melakukan pengujian terhadap
kualitas sepatu di dalam suatu laboratorium. Quality Improvement
Process (QIP) bertugas untuk memastikan produk memenuhi standar
pelanggan, mengetahui dampak apapun yang mungkin terjadi pada mutu
dan tindakan apapun yang diperlukan untuk melindungi pelanggan,
pengumpulan data dan analisa serta pelaporan data penolakan, kalibrasi
peralatan pengujian, pengukuran dan tes, memantau ketidaksesuaian dan
kemudian melakukan perbaikan.
4. Departemen Material & Logistic terdiri dari empat departemen utama
yang bertugas untuk mendukung departemen produksi dalam hal pengadaan
bahan baku dan pengaturan mesin serta kegiatan produksi. Setiap bagian
dikepalai oleh seorang Senior Manager yang dibantu oleh beberapa orang
Staff.
a. Material Planning bertugas untuk mengatur sistem logistik perusahaan
yang berhubungan dengan pengaturan bahan-bahan (raw material) yang
akan digunakan dalam proses produksi.
b. Purchasing bertanggung jawab dalam pembelian bahan baku yang
diperlukan dalam proses produksi, berperan penting dalam pemilihan
supplier yang akan menyediakan bahan baku bagi perusahaan.
c. Warehouse bertugas untuk mengeluarkan barang-barang sesuai prosedur
dan otorisasi yang berlaku, mengatur dan memeriksa arus finished good
17

dan raw material, melayani permintaan bahan baku yang diajukan bagian
produksi dan memastikan adanya safety stock.
d. Spare Part bertanggung jawab untuk mengontrol jalannya mesin dan
komponen-komponennya yang digunakan dalam produksi, memperbaiki
mesin apabila ada masalah yang timbul dan melakukan maintenance
(perawatan) terhadap mesin dan komponen-komponennya.
5. Departemen Production terdiri dari empat departemen utama yang bertugas
untuk mendukung departemen produksi dalam melakukan kegiatan produksi
dan menjaga kelancaran proses produksi yang berlangsung.
a. Plant 1-4, di bawah Senior Manager terdapat kepala bagian (Section
Head) yang membawahi Plant Manager dari tiap-tiap plant. Tugas dari
masing-masing plant adalah melakukan proses produksi berdasarkan
schedule (jadwal) dan confirmation shoes.
b. Production Planning bertugas untuk menjadwalkan rencana pembelian
bahan baku dan jadwal pelaksanaan produksi supaya permintaan dapat
dipenuhi sesuai jadwal yang ditentukan, bertanggung jawab terhadap
stock dan pemakaian bahan baku, packaging sehingga kebutuhan
produksi terpenuhi, bertanggung jawab terhadap pengaturan kedatangan
barang pesanan dan raw material serta membuat rencana produksi dan
memonitor realisasinya.
c. Engineering bertugas untuk memonitor kesesuaian kegiatan dengan
prosedur yang dipakai di departemennya dan menyiapkan sample atas
permintaan departemen lain serta bekerja sama dengan departemen lain
bila ada masalah dengan produksi.
d. Chemical bertugas untuk mengatur komposisi bahan kimiawi yang
digunakan dalam produksi, memutuskan bahan kimia mana yang baik
digunakan dalam penggunaan produksi, misalkan penggunaan lem.
6. Departemen Finance & Accounting membawahi tiga bagian fungsional yang
masing-masing dikepalai oleh seorang Senior Manager yang dibantu oleh
beberapa orang Staff.
18

a. Accounting Operation bertanggung jawab dalam menganalisa laporan


keuangan, membuat dan menganalisa cash flow perusahaan dan membuat
laporan akuntansi perusahaan.
b. Information Technology bertanggung jawab dalam hal-hal yang
berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi di perusahaan,
menghubungkan bagian satu dengan lainnya, melakukan maintenance
terhadap komputer atau jaringan.
c. Accounting Planning and Analysis bertugas untuk membuat perencanaan
akuntansi, mengawasi, menganalisa dan mengatur keuangan perusahaan
yang berhubungan dengan aset perusahaan.
Departemen Stockfitting memiliki struktur organisasi untuk membagi tugas
dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan. Struktur organisasi Departemen
Stockfitting PT. Panarub Industry ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Manager
Stockfitting

Scheduling &
Bottom Storage
Transfer
Section Head
Section Head

Stockfitting Stockfitting Stockfitting Stockfitting


(Grup A) (Grup A) (Grup B) (Grup B)
Section Head (1-4) Section Head (5-8) Section Head (1-4) Section Head (5-8)

Stockfitting Stockfitting Stockfitting Stockfitting


(Grup A) (Grup A) (Grup B) (Grup B)
Supervisor (1-2) Supervisor (5-6) Supervisor (1-2) Supervisor (5-6)

Stockfitting Stockfitting Stockfitting Stockfitting


(Grup A) (Grup A) (Grup B) (Grup B)
Supervisor (3-4) Supervisor (7-8) Supervisor (3-4) Supervisor (7-8)

Gambar 3.4 Struktur Organisasi Departemen Stockfitting


(Sumber : Departemen Stockfitting PT. Panarub Industry)
Berdasarkan struktur organisasi pada Gambar 3.4, Departemen Stockfitting
PT. Panarub Industry dipimpin oleh seorang Manager Stockfitting yang
membawahi beberapa Section Head yaitu Section Head produksi dan Supervisor
produksi (Section Head Grup A line 1-4, Section Head Grup A line 5-8, Section
19

Head Grup B line 1-4, Section Head Grup B line 5-8), Section Head Scheduling
and Transfer, dan Section Head Bottom Storage. Setiap Section Head Grup A
maupun B membawahi dua Supervisor, di mana masing-masing Supervisor
mengawasi jalannya produksi untuk dua line. Manager Stockfitting dan Section
Head Schedule and Transfer bertugas melakukan koordinasi terhadap hourly
planner dan water spider agar dapat menggerakkan kanban penarikan dan kanban
produksi secara benar, memonitoring pelaksanaan kanban sistem, dan berhak
menghentikan produksi apabila diperlukan.
Section Head produksi dan Supervisor produksi bertugas melakukan
perencanaan dan koordinasi untuk memastikan bahwa hourly plan dapat
terlaksana dengan baik, memberikan laporan kondisi produksi secara akurat
kepada pihak Schedule and Transfer untuk mendukung keakuratan penyusunan
hourly plan, menyelesaikan dengan segera setiap permasalahan
ketidakseimbangan lini atau permasalahan apapun yang membuat produksi tidak
dapat memberikan hasil sesuai hourly plan atau kanban, dan memastikan bahwa
proses produksi berjalan disiplin sesuai dengan kanban.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

4.1 Proses Perakitan Outsole Model AX-1


PT. Panarub Industry memproduksi berbagai kategori sepatu seperti
Soccer, Outdoor, Indoor, dan Training. Setiap kategori sepatu yang diproduksi
memiliki bagian outsole. Outsole merupakan bagian terbawah dari sepatu yang
kontak langsung dengan tanah. Karakteristik outsole yang baik antara lain
cengkeraman (grip), daya tahan, dan tahan air. Bahan yang digunakan pada
outsole biasanya merupakan gabungan dari beberapa bahan untuk menyesuaikan
dengan model,warna dan fungsi yang diinginkan, antara lain berbahan dasar
plastik, karet (rubber), sponge. masing masing jenis bahan tersebut juga
bervariasi.
Beberapa jenis outsole bisa langsung digunakan pada proses assembling,
namun ada juga beberapa jenis bottom yang harus melalui proses stockfitting.
Proses stockfitting merupakan proses kerja yang menggabungkan bagian-bagian
dari bottom sepatu, yaitu antara midsole dan outsole sampai terbentuk menjadi
bottom sepatu. Midsole yang berbahan dasar phylon akan digabungkan dengan
outsole yang berbahan dasar karet (rubbersole) dengan cara cementing. Salah satu
jenis outsole yang akan dibahas adalah kategori Outdoor dengan model AX-1.
Proses perakitan jenis outsole tersebut diawali dengan proses setting.
Proses setting bertujuan untuk mengelompokkan rubber dan phylon yang akan
diproduksi sesuai ukurannya. Proses setting untuk model AX-1 terdiri dari 2 jenis
yaitu setting preparation rubbersole dan setting midsole phylon. Proses setting
komponen dilakukan dengan mengambil outsole dari kantong dan melakukan
proses cek ukuran. Selama proses, pastikan komponen outsole dan yang lainnya
memiliki ukuran yang sama. Komponen assesoris seperti shank tidak perlu
dilakukan proses setting karena memiliki ukuran yang sama untuk semua ukuran
sepatu.

20
21

Gambar 4.1 Proses Setting


(Sumber : Line Stockfitting PT. Panarub Industry)
Komponen-komponen yang telah melalui proses setting, selanjutnya
dilakukan proses primer. Proses primer dilakukan sebelum proses penggabungan
antara midsole dan rubbersole. Proses primer hanya dilakukan pada komponen
assesoris shank dengan menggunakan 740 NT dan komponen rubbersole dengan
menggunakan 6006 EAB. Proses primer dilakukan dengan mengoleskan primer
pada komponen di area yang telah ditentukan dengan alat primer yang sesuai di
bawah sinar lampu ultra violet (UV) secara tipis dan merata. Proses primer
dimulai dari area bonding kemudian ke area tengah. Selama proses primer,
pastikan hasil pengolesan primer harus rata dan sesuai dengan standar output.

Gambar 4.2 Proses Primer


(Sumber : Line Stockfitting PT. Panarub Industry)
Selanjutnya melakukan proses input yaitu dengan meletakkan komponen
yang sudah melalui proses primer pada mesin conveyor. Sehingga komponen-
komponen tersebut akan berjalan untuk melanjutkan proses selanjutnya. Sebelum
melanjutkan proses selanjutnya, komponen rubbersole dan assesoris shank akan
melalui mesin heater yang pertama. Proses heating yang pertama dilakukan
dengan suhu 50°C - 55°C agar primer menjadi kering dan merekat.
22

Gambar 4.3 Proses Input


(Sumber : Line Stockfitting PT. Panarub Industry)
Tahapan selanjutnya adalah proses cementing. Proses cementing adalah
proses pengolesan lem pada permukaan rubbersole dan midsole serta assesoris
yang telah diberi primer. Proses cementing dilakukan dengan mengoleskan lem
pada komponen dimulai dari area bonding. Kemudian mengoleskan lem ke bagian
tengah atau area lain yang telah ditentukan. Proses cementing untuk model AX-
1dilakukan sebanyak empat kali yaitu cementing midsole phylon bagian bawah,
cementing midsole phylon bagian atas dan bagian insert shank, cementing
komponen shank, dan cementing rubbersole. Proses cementing menggunakan lem
Greco tipe 98 NH. Sebelum melanjutkan proses selanjutnya, komponen-
komponen tersebut akan melalui mesin heater kembali.

Gambar 4.4 Proses Cementing


(Sumber : Line Stockfitting PT. Panarub Industry)
Proses selanjutnya adalah proses attaching yaitu proses penempelan
komponen satu dengan yang lain (midsole dengan outsole). Proses penempelan
dilakukan dengan memastikan midsole dan rubber outsole memiliki ukuran yang
sama, penempelan midsole phylon dimulai pada area depan dan diakhiri pada area
belakang. Selanjutnya penempelan komponen shank dimulai pada area depan dan
diakhiri pada area belakang.
23

Gambar 4.5 Proses Attaching


(Sumber : Line Stockfitting PT. Panarub Industry)
Komponen midsole phylon, rubber outsole, dan shank yang telah ditempel,
maka proses selanjutnya adalah proses pressing dengan mesin universal press.
Proses pressing dilakukan dengan mengambil outsole dari conveyor dan
melakukan pemeriksaan ukuran outsole. Kemudian meletakkan outsole di atas
pressing pad kemudian memasukkan ke mesin dengan posisi center. Selanjutnya
meletakkan top press dengan tepat kemudian tekan tombol press dengan kedua
tangan untuk memulai proses press. Outsole yang telah melalui proses pressing,
selanjutnya dilakukan proses pemeriksaan apakah hasil press sesuai dengan
standar output.

Gambar 4.6 Proses Pressing


(Sumber: Line Stockfitting PT. Panarub Industry)
Tahapan selanjutnya yaitu proses cleaning ousole, yaitu proses
pembersihan dari kotoran-kotoran yang menempel pada outsole dan hasil
pengeleman yang berlebihan. Alat yang digunakan yaitu kain, mangkok cleaner,
dan rubber pembersih. Proses cleaning outsole dilakukan dengan mengambil
outsole yang telah melalui proses pressing, kemudian memeriksa defect kotor dan
over cement pada outsole. Selanjutnya menggosok defect kotor dengan
menggunakan cleaner dan defect over cement menggunakan rubber pembersih.
24

Gambar 4.7 Proses Cleaning Outsole


(Sumber: Line Stockfitting PT. Panarub Industry)
Outsole yang telah bersih selanjutnya dilakukan proses quality control.
Proses quality control tidak dilakukan oleh operator stockfitting, namun dilakukan
oleh QC toolgate. Outsole yang telah memiliki telah release quality control
selanjutnya dilakukan proses packing. Proses packing outsole dilakukan dengan
pemeriksaan outsole dengan model, ukuran dan warna yang sama. Kemudian
menyusun outsole sebanyak 10 pasang dan memasukkan outsole yang telah
disusun ke dalam kantong plastik dengan rapi. Selanjutnya meletakkan kantong
plastik tersebut ke dalam keranjang yang telah disiapkan untuk menuju area
transfer to cutting sewing and assembling (CSA).

Gambar 4.8 Proses Packing Outsole


(Sumber: Line Stockfitting PT. Panarub Industry)

4.2 Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Model AX-1 Di PT. Panarub


Industry
Proses perakitan outsole pada bagian stockfitting terdiri dari beberapa lini.
Setiap lini melakukan proses perakitan outsole untuk kategori dan model yang
berbeda. Lini yang terdapat pada bagian stockfitting berbentuk garis lurus. Proses
perakitan outsole model AX-1 biasanya dilakukan pada lini 1 dan lini 2.
Penggunaan kedua lini tersebut dikarenakan lini perakitan telah disesuaikan
25

proses perakitan outsole model AX-1. Layout proses perakitan outsole model AX-
1 dapat dilihat pada Gambar 4.9 di bawah ini.

3 4 5 6 7 8 9 10 11
1
Input Conveyor 12 QC 13 14 Output
2
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mesin Mesin
Input Setting Area Heater Heater
Primer & Input Area Cementing Area Attaching & Packing Area

Gambar 4.9 Layout Outsole AX-1

Berdasarkan layout pada Gambar 4.9, maka terdapat 14 operasi dalam


perakitan outsole model AX-1. Tabel 4.1 berikut ini merupakan penjelasan dari 14
operasi perakitan outsole model AX-1 di PT. Panarub Industry.
Tabel 4.1 Proses Perakitan Outsole Model AX-1
No. Deskripsi Operasi
1. Input Setting preparation rubbersole
2. Input Setting midsole phylon
3. Primer shank
4. Primer rubbersole
5. Input midsole phylon
6. Input shank
7. Cementing rubbersole
8. Cementing phylon bagian bawah
9. Cementing phylon bagian atas dan bagian insert shank
10. Cementing shank
11. Attach midsole phylon to rubber and shank
12. Press Universal
13. Cleaning Outsole
14. Packing Outsole

Setiap operasi perakitan outsole memiliki waktu penyelesaian yang


berbeda-beda. Kecepatan lintasan dalam perakitan outsole model AX-1 di PT.
Panarub Industry menggunakan tack time dalam pengelompokkan stasiun kerja.
Tack time merupakan waktu yang disediakan oleh perusahaan untuk setiap stasiun
26

kerja. Tack time diperoleh dari hasil pembagian antara jumlah waktu bekerja
operator selama sehari dengan jumlah target produksi dalam sehari. Jumlah target
produksi memiliki satuan pasang (pair) karena produk yang diproduksi
merupakan sepatu sedangkan jumlah waktu bekerja operator selama sehari
memiliki satuan detik. Jumlah waktu bekerja operator pada bagian stockfitting
yaitu 8 jam atau 28.800 detik. Jumlah target produksi outsole model AX-1 dalam
satu hari yaitu 1440 pasang. Berdasarkan kedua data tersebut maka tack time
perakitan outsole model AX-1 yaitu 20 detik.
Proses penyeimbangan lini pada bagian stockfitting untuk outsole model
AX-1 dilakukan pada setiap bagian dari proses perakitan tersebut. Tahap
selanjutnya setelah menentukan tack time yaitu dengan melakukan pengambilan
data secara langsung pada bagian proses perakitan yang akan dilakukan
penyeimbangan lini.Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran waktu secara
langsung (time study) untuk setiap proses perakitan outsole model AX-1. Namun,
proses heater pertama dan kedua serta quality control tidak dilakukan pengukuran
waktu kerja. Proses heater tidak dilakukan pengukuran waktu kerja karena tidak
melibatkan operator dalam prosesnya dan hanya menggunakan mesin. Sehingga
waktu pengerjaannya akan selalu tetap. Proses quality control tidak dilakukan
pengukuran waktu kerja karena proses tersebut tidak dilakukan oleh operator
stockfitting, namun dilakukan oleh quality control toolgate yang berasal dari
departemen lain. Sehingga waktu operasi dari quality control toolgate telah
ditetapkan sendiri oleh perusahaan. Pengamatan yang dilakukan tidak hanya
dilakukan sekali, namun lima kali dengan operator yang sama sehingga nanti akan
diperoleh waktu siklus untuk setiap operasi.
Tahap selanjutnya setelah data diperoleh, maka dilakukan pengolahan data
hasil pengukuran kerja. Data pengamatan sebanyak lima kali akan dirata-ratakan
sehingga diperoleh waktu siklus. Selanjutnya diperoleh juga waktu normal dan
waktu standar untuk setiap operasi dengan memperhatikan penilaian rating dan
persentase tambahan waktu. Tahap selanjutnya yaitu pengolahan data untuk
keseimbangan lini. Pengolahan data keseimbangan lini dilakukan dengan
pengelompokkan beberapa operasi ke dalam satu stasiun kerja dengan
27

mempertimbangkan tack time. Sehingga nanti akan menghasilkan grafik yang


menggambarkan kinerja operator. Berdasarkan grafik tersebut, maka dapat
diketahui stasiun kerja yang sibuk dan stasiun kerja yang memiliki idle time yang
lebih banyak. Hasil pengelompokkan stasiun kerja perakitan outsole model AX-1
di PT. Panarub Industry ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Hasil Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Model AX-1
Waktu Siklus Operator Operator
Operasi Elemen Operasi
Proses (Detik) Teoritis Aktual
Setting preparation
8,33
rubbersole
1-3 Setting dan input 0.80 1
2,63
midsole phylon
Primer shank 4,97
Primer rubbersole 32,74
4-6 Input midsole phylon 3,26 1.91 2
Input shank 2,23
7 Heater
Cementing phylon
33,08
bag bawah
Cementing phylon bag
8-10 3.75
atas dan bag insert 37,71 4
shank
Cementing shank 4,28
11 Cementing rubbersole 76,33 3.82 4
12 Heater
Attach midsole phylon
13 82,55 4.13 4
to rubber + shank
14 Press universal 33,45 1.67 2
15 Cleaning outsole 35,85 1.79 2
17 Quality Control
18 Packing Outsole 10,73 0.54 1
Total 368,14 18,41 20
(Sumber: CI-Stockfitting PT. Panarub Industry)
Berdasarkan pengelompokkan stasiun kerja tersebut pada Tabel 4.2, dapat
dilihat bahwa keseimbangan lini yang diterapkan pada PT. Panarub Industry tidak
mengelompokkan proses heater dan proses quality control ke dalam stasiun kerja.
Proses heater tidak dilakukan pengukuran waktu kerja karena tidak melibatkan
operator dalam prosesnya dan dilengkapi dengan mesin conveyor. Sehingga
komponen outsole yang telah melalui proses sebelumnya, dapat melanjutnya
proses berikutnya tanpa bantuan operator dalam memindahkan komponen
28

tersebut. Waktu penyelesaian dalam proses heater yaitu 30 detik untuk setiap
mesin heater. Proses quality control tidak dilakukan pengukuran waktu kerja
karena proses tersebut tidak dilakukan oleh operator bagian stockfitting, namun
dilakukan oleh quality control toolgate yang berasal dari departemen lain.
Sehingga waktu operasi dari quality control toolgate telah ditetapkan sendiri oleh
departemen quality control pada PT. Panarub Industry yaitu sebesar 40 detik.
Hasil keseimbangan lini pada Tabel 4.2 selanjutnya digunakan untuk
menentukan jumlah operator yang dibutuhkan dan efisiensi lintasan. Jumlah
operator diperoleh berdasarkan pembagian antara waktu siklus operasi dengan
tack time yang telah ditentukan. Jumlah operator yang akan digunakan pada
proses stockfitting diperoleh dari hasil pembulatan jumlah operator teoritis untuk
setiap stasiun kerja. Bagian Stockfitting pada PT. Panarub Industry menentukan
efisiensi lintasan dengan menggunakan perhitungan seperti berikut.
Jumlah operator teoritis 18,41
Efisiensi lintasan = = ×100% = 92,05%
Jumlah operator aktual 20
Perhitungan efisiensi lintasan pada PT. Panarub Industry terdapat perbedaan
dengan rumus yang biasa digunakan dalam menentukan keseimbangan lini. PT.
Panarub industry menentukan efisiensi lintasan berdasarkan perbandingan antara
penggunaan jumlah operator yang ideal dengan jumlah operator standar.
Tahap berikutnya setelah mengetahui kondisi dari lintasan yang
sebenarnya, maka dilakukan perbaikan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Cara yang dilakukan untuk mengatasi stasiun kerja yang terlalu sibuk yaitu salah
satunya dengan menguraikan elemen-elemen gerakan operator pada saat bekerja,
kemudian dapat dilakukan perbaikan. Perbaikan dapat dilakukan dengan
menghilangkan gerakan-gerakan yang dianggap tidak perlu maupun
menggabungkan elemen gerakan. Sedangkan cara yang dilakukan untuk
mengatasi stasiun kerja yang memiliki idle time atau waktu menganggur yaitu
dengan penambahan tugas untuk operator pada stasiun kerja yang bersangkutan.
Perbaikan tersebut dilakukan dengan melakukan uji coba berulang kali
hingga mendapatkan hasil yang optimal. Hasil yang optimal adalah jika grafik
kinerja operator setelah melakukan uji coba terlihat adanya peningkatan
29

keseimbangan lini. Hasil dari pengolahan data keseimbangan lini tersebut yaitu
jumlah operator yang dibutuhkan untuk proses perakitan, produktivitas operator,
dan efisiensi lintasan. Pengolahan data keseimbangan lini tidak hanya dilakukan
sekali untuk tiap model yang diproduksi, namun perlu dilakukan berkali-kali
dengan pengukuran kerja (time study) yang diperbaharui untuk beberapa periode.

4.3 Keseimbangan Lini Perakitan Outsole Model AX-1 dengan Metode


Region Approach
Keseimbangan lini (line balancing) adalah upaya untuk meminimumkan
ketidakseimbangan di antara mesin-mesin atau operator untuk mendapatkan
waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi yang
diinginkan. Operasi-operasi dalam suatu kegiatan produksi dikelompokkan
sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja dengan acuan waktu siklus atau
cycle time yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja
yang baik.
Pengelompokkan beberapa operasi ke dalam satu stasiun kerja
memerlukan metode yang tepat agar dapat menghasilkan keseimbangan lini yang
baik. Metode yang akan dibahas dalam keseimbangan lini perakitan outsole model
AX-1 adalah metode Region Approach. Metode Region Approach dipilih sebagai
pendekatan dengan metode keseimbangan lini yang telah diterapkan di PT.
Panarub Industry selama ini. Prinsip metode ini yaitu berusaha membebankan
terlebih dahulu operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar.
Data-data pendukung dalam perhitungan keseimbangan lini yaitu peta
proses operasi, peta aliran proses, waktu operasi di setiap proses, total waktu
proses, dan waktu siklus. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan,
maka data-data tersebut akan diolah dengan menggunakan metode Region
Approach. Tahap pertama dalam hal ini yaitu membuat peta proses operasi yang
berguna untuk mengetahui keterkaitan antara komponen-komponen yang
diperlukan dalam perakitan outsole model AX-1. Peta proses operasi outsole
model AX-1 ditunjukkan pada Gambar 4.10 berikut ini.
30

PETA PROSES OPERASI


Nama Objek : Outsole Kategori Outdoor Model AX-1
Divisi : Stockfitting
Nomor Peta :1
Dipetakan Oleh : Marulloh
Tanggal Dipetakan : 4 November 2013

Shank Rubbersole Midsole Phylon

Greco 740 NT

Proses Setting 2,63" Proses Setting


4,97" Proses Primer 8,33"
O-10 O-5 (Gunting & O-1 (Gunting &
0% (Alat Primer) 0% 0%
Silver Pen) Silver Pen)

Greco 6006 EAB


Greco 98 NH
30" Proses Heater
O-11
0% (Mesin Heater) Cementing
32,74" Proses Primer
O-6 33,08" Phylon bagian
0% (Alat Primer) O-2
Greco 98 NH 0% bawah
(Sikat & Kuas)

4,28" Cementing 30" Proses Heater Greco 98 NH


O-12 Shank 0% O-7 (Mesin Heater)
0%
(Sikat & Kuas) Cementing
Greco 98 NH Phylon bagian
37,71"
O-3 atas dan bagian
0%
Insert Shank
76.33" Cementing (Sikat & Kuas)
30" Proses Heater O-8
O-13 0% Rubbersole
0% (Mesin Heater)
(Sikat & Kuas)

30" Proses Heater


O-4
Proses Heater 0% (Mesin Heater)
30" O-9
0% (Mesin Heater)

82,55" Proses Attaching


O-14
0% (Besi Congkel)

Proses Pressing
(Top Press Pad,
33,45"
O-15 Press Pad, &
0%
Mesin Universal
Press)

Proses Cleaning
35,85" Outsole
O-16
0% (Kain & Rubber
Pembersih)

40" Quality
I-1
0% Control
Tabel Rangkuman
Kantong Plastik
Kegiatan Jumlah Waktu (detik)
Proses Packing
10,73"
O-17 Outsole
0%
12 512,65

1 40

Total 15 552,65

Gambar 4.10 Peta Proses Operasi Outsole Model AX-1


31

Proses stockfitting untuk kategori outdoor model AX-1 terdiri dari


beberapa proses transportasi. Maka dari itu, Gambar 4.11 sampai dengan Gambar
4.13 berikut ini merupakan peta aliran proses stockfitting untuk kategori outdoor
model AX-1 pada PT. Panarub Industry untuk memperjelas informasi.

PETA ALIRAN PROSES

Sekarang Usulan Beda


Kegiatan Pekerjaan : Proses Stockfitting
JML WKT JML WKT JML WKT Midsole Phylon

Operasi Nomor Peta : 2


8 266
Orang Bahan
Pemeriksaan 1 40
Sekarang Usulan
Transportasi 7 3,26
Dipetakan Oleh : Marulloh
Menunggu - -
Tanggal Dipetakan : 4 November 2013
Penyimpanan 1 -

Jarak Total

Analisa Tindakan
Lambang
Jumlah
Waktu
Jarak

Catatan
Ubah
Bagaimana
Dimana

Uraian Kegiatan
Kapan
Siapa
Apa

Perbaiki
Gabung

Tempat
Urutan
Ruang

Orang
m detik

Proses setting midsole phylon


2,63

Input midsole ke mesin conveyor 3,26

Cementing midsole bagian bawah


33,08
Input midsole ke mesin conveyor

Cementing midsole bagian atas dan


bagian insert shank
37,71
Input midsole ke mesin heater

Proses heater 30

Proses attaching midsole dengan


rubbersole dan shank
82,55
Input outsole ke mesin conveyor

Proses pressing dengan mesin


universal press
33,45
Input outsole ke mesin conveyor

Proses cleaning outsole 35,85

Pemeriksaan outsole

Hasil outsole yang telah diperiksa


40
dipindahkan ke meja packing

Proses packing outsole


10,73
Memindahkan kantong plastik
hasil packing ke dalam keranjang
Outsole disimpan untuk proses
selanjutnya

Gambar 4.11 Peta Aliran Proses Komponen Midsole


32

PETA ALIRAN PROSES

Sekarang Usulan Beda


Kegiatan Pekerjaan : Proses Stockfitting
JML WKT JML WKT JML WKT Rubbersole

Operasi Nomor Peta : 3


9 339,98
Orang Bahan
Pemeriksaan 1 40
Sekarang Usulan
Transportasi 7 -
Dipetakan Oleh : Marulloh
Menunggu - -
Tanggal Dipetakan : 4 November 2013
Penyimpanan 1 -

Jarak Total

Analisa Tindakan
Lambang
Jumlah
Waktu
Jarak

Catatan
Ubah

Bagaimana
Dimana
Uraian Kegiatan

Kapan
Siapa
Apa

Perbaiki
Gabung

Tempat
Urutan
Ruang

Orang
m detik

Proses setting rubbersole


8,33
Memindahkan rubbersole ke meja
proses primer

Proses primer rubbersole


32,74
Input rubbersole ke mesin heater

Proses heater 30

Cementing rubbersole
76,33
Input rubbersole ke mesin heater

Proses heater 30

Proses attaching rubbersole dengan


midsole dan shank
82,55
Input outsole ke mesin conveyor

Proses pressing dengan mesin


universal press
33,45
Input outsole ke mesin conveyor

Proses cleaning outsole 35,85

Pemeriksaan outsole

Hasil outsole yang telah diperiksa 40


dipindahkan ke meja packing

Proses packing outsole


10,73
Memindahkan kantong plastik
hasil packing ke dalam keranjang
Outsole disimpan untuk proses
selanjutnya

Gambar 4.12 Peta Aliran Proses Komponen Rubbersole


33

PETA ALIRAN PROSES

Sekarang Usulan Beda


Kegiatan Pekerjaan : Proses Stockfitting
JML WKT JML WKT JML WKT Shank

Operasi Nomor Peta : 4


8 231,83
Orang Bahan
Pemeriksaan 1 40
Sekarang Usulan
Transportasi 6 2,23
Dipetakan Oleh : Marulloh
Menunggu - -
Tanggal Dipetakan : 4 November 2013
Penyimpanan 1 -

Jarak Total

Analisa Tindakan
Lambang
Jumlah
Waktu
Jarak

Catatan
Ubah

Bagaimana
Dimana
Uraian Kegiatan

Kapan
Siapa
Apa

Perbaiki
Gabung

Tempat
Urutan
Ruang

Orang
m detik

Proses primer shank 4,97

Input shank ke mesin heater 2,23

Proses heater 30

Cementing shank
4,28
Input shank ke mesin heater

Proses heater 30

Proses attaching shank dengan


midsole dan rubbersole
82,55
Input outsole ke mesin conveyor

Proses pressing dengan mesin


universal press
33,45
Input outsole ke mesin conveyor

Proses cleaning outsole 35,85

Pemeriksaan outsole
40
Hasil outsole yang telah diperiksa
dipindahkan ke meja packing

Proses packing outsole


10,73
Memindahkan kantong plastik
hasil packing ke dalam keranjang
Outsole disimpan untuk proses
selanjutnya

Gambar 4.13 Peta Aliran Proses Komponen Shank

Berdasarkan peta proses operasi dan peta aliran proses, maka tahap
selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap elemen-elemen operasi dan waktu
operasi yang dilakukan oleh operator di setiap proses perakitan outsole model
34

AX-1. Tabel 4.3 berikut ini adalah data elemen operasi dan waktu operasi
perakitan outsole model AX-1.
Tabel 4.3 Proses Perakitan Outsole Model AX-1
Waktu
No. Deskripsi Pekerjaan Operasi
(Detik)
1. Input setting preparation rubbersole 8,33
2. Primer rubbersole 32,74
3. Cementing rubbersole 76,33
4. Input setting midsole phylon 2,63
5. Input midsole phylon 3,26
6. Cementing phylon bagian bawah 33,08
7. Cementing phylon bagian atas dan bagian insert shank 37,71
8. Primer shank 4,97
9. Input shank 2,23
10. Cementing shank 4,28
11. Attach midsole phylon to rubber and shank 82,55
12. Press Universal 33,45
13. Cleaning Outsole 35,85
14. Packing Outsole 10,73
Total 368,14

Tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan data dengan


mengunakan metode Region Approach. Berdasarkan data pada Gambar 4.10
sampai dengan Gambar 4.13 dan Tabel 4.3, maka pengolahan data dilakukan
dengan membuat precedence diagram terlebih dahulu dan pembagian wilayah
secara vertikal. Gambar 4.14 berikut ini adalah precedence diagram dari perakitan
outsole model AX-1.

8,33" 32,74" 76,33" 82,55" 33,45" 35,85" 10,73"

1 2 3 11 12 13 14

2,63" 3,26" 33,08" 37,71"

4 5 6 7

4,97" 2,23" 4,28"

8 9 10

Gambar 4.14 Precedence Diagram Perakitan Outsole Model AX-1


35

Precedence diagram pada Gambar 4.14 merupakan diagram yang


menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah
produk. Pendistribusian elemen kerja yang akan dilakukan untuk setiap stasiun
kerja harus memperhatikan precedence diagram. Tahapan selanjutnya adalah
menentukan waktu siklus atau kecepatan lintasan. Waktu siklus merupakan waktu
yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja.
Kecepatan lintasan berdasarkan jumlah permintaan dan jumlah waktu bekerja
dalam satu hari yaitu 20 detik. Sedangkan kecepatan lintasan berdasarkan operasi
paling lambat yaitu 82,55 detik. Karena kecepatan lintasan berdasarkan operasi
paling lambat lebih besar dibandingkan dengan kecepatan berdasarkan jumlah
permintaan, maka 20 detik dipilih sebagai waktu siklus perakitan outsole model
AX-1.
Kecepatan lintasan yang ditetapkan yaitu 20 detik, namun operasi paling
lambat adalah sebesar 82,55 detik, sehingga memungkinkan dalam satu proses
yang sama dilakukan oleh beberapa operator. Tahapan selanjutnya yaitu
menentukan jumlah stasiun kerja pada lini perakitan di mana proses perakitan
dilakukan. Berikut ini merupakan perhitungan jumlah stasiun kerja.
n

∑t i
368,14 detik
i =1
K min = = = 18,407 = 18 stasiun kerja
CT 20 detik
Berdasarkan hasil tersebut maka jumlah minimal stasiun kerja pada perakitan
outsole kategori Outdoor model AX-1 yaitu 18 stasiun kerja. Satu stasiun kerja
biasanya terdiri dari satu operator yang melakukan operasi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa jumlah minimal operator yang dibutuhkan untuk perakitan
outsole kategori Outdoor model AX-1 yaitu 18 orang.
Tahapan selanjutnya adalah mendistribusikan elemen operasi pada stasiun
kerja dengan aturan berdasarkan pembagian wilayah precedence diagram pada
Gambar 4.14 dan waktu siklus yang telah ditentukan yaitu sebesar 20 detik.
Metode yang digunakan untuk mendistribusikan elemen operasi pada stasiun kerja
yaitu dengan metode Region Approach. Pada prinsipnya metode ini berusaha
membebankan terlebih dahulu operasi yang memiliki tanggung jawab
36

keterdahuluan yang besar. Tabel 4.4 berikut ini merupakan hasil keseimbangan
lini dengan metode Region Approach.
Tabel 4.4 Hasil Keseimbangan Lini Metode Region Approach
Waktu Waktu Efisiensi
Waktu Waktu
Stasiun Jumlah Operasi/ Stasiun
Operasi Operasi Menganggur
Kerja Operator Operator Kerja
(Detik) (Detik)
(Detik) (Detik) (%)
8,33
1,4,8 2,63 15,93 1 15,93 4,07 79,65
4,97
32,74
2,5,9 3,26 38,23 2 19,11 0,89 95,55
2,23
33,08
6,7,10 37,71 75,07 4 18,77 1,23 93,85
4,28
3 76,33 76,33 4 19,08 0,92 95,4
11 82,55 82,55 4 20,64 0 103,2
12 33,45 33,45 2 16,72 3,28 83,6
13 35,85 35,85 2 17,92 2,08 89,6
14 10,73 10,73 1 10,73 9,27 53,65
Total 20 138,9 21,74

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.4, diperoleh operator yang dibutuhkan


sebanyak 20 orang. Jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan hanya sebanyak 8
stasiun kerja, hasil ini berbeda dengan perhitungan jumlah stasiun kerja minimal.
Hal ini dikarenakan kecepatan lintasan yang ditetapkan yaitu 20 detik, namun
operasi paling lambat adalah sebesar 82,55 detik, sehingga satu proses yang sama
dalam satu stasiun kerja harus dilakukan oleh beberapa operator. Tahap
selanjutnya yaitu menghitung efisiensi lintasan pada perakitan outsole model AX-
1 dengan seorang operator. Berikut ini adalah perhitungan efisiensi lintasan
tersebut.
n

∑t i
138,89
i =1
Efisiensi lintasan = ×100% = ×100% = 86,81%
CT × N 20 × 8
Berdasarkan hasil efisiensi lintasan yang telah diperoleh, maka dapat diketahui
persentase waktu menganggur pada perakitan outsole model AX-1. Berikut ini
adalah perhitungan dari persentase waktu menganggur atau balance delay
tersebut.
37

(N × CT) - ∑t i
i =1
BD = × 100% = 100% - Efisiensi Lintasan = 100% - 86,81% = 13,19%
(N × CT)

4.4 Analisis Keseimbangan Lini


Tujuan perencanaan keseimbangan lini adalah mendistribusikan unit-unit
operasi atau elemen-elemen operasi pada setiap stasiun kerja agar waktu
menganggur dari stasiun kerja pada suatu lini produksi dapat ditekan seminimum
mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan
semaksimal mungkin. Keseimbangan lini yang diterapkan di PT. Panarub Industry
tidak terlepas dari tack time yaitu waktu yang disediakan oleh perusahaan untuk
setiap stasiun kerja. Tack time diperoleh berdasarkan pembagian lama waktu
bekerja dalam sehari dengan jumlah target produksi. Sebelum melakukan
penyeimbangan lini, perlu dilakukan pengukuran kerja secara langsung dengan
jam henti. Pengukuran kerja dilakukan terhadap setiap operasi dalam perakitan
outsole model AX-1.
Berdasarkan pendistribusian elemen operasi ke dalam beberapa stasiun
kerja, perakitan outsole model AX-1 memiliki delapan stasiun kerja. Berdasarkan
pengelompokkan stasiun kerja, maka terdapat beberapa stasiun kerja yang
memiliki idle time yaitu waktu menganggur dan terdapat satu stasiun kerja yang
memiliki waktu stasiun kerja melebihi tack time yang telah disediakan. Waktu
stasiun kerja yang lebih besar dibandingkan dengan tack time dapat menyebabkan
bottleneck atau kemacetan. Maka dari itu, diperlukan perbaikan dengan cara
menguraikan elemen-elemen gerakan pada stasiun kerja tersebut, kemudian
gerakan yang dianggap tidak perlu dapat dihilangkan maupun menggabungkan
beberapa elemen gerakan. Sehingga waktu pengerjaan menjadi lebih efisien.
Pendekatan yang dilakukan dalam keseimbangan lini perakitan outsole
model AX-1 adalah metode Region Approach atau metode pendekatan wilayah.
Metode Region Approach dipilih sebagai pendekatan dengan metode
keseimbangan lini yang telah diterapkan di PT. Panarub Industry selama ini.
Prinsip metode ini yaitu berusaha membebankan terlebih dahulu operasi yang
38

memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar. Kecepatan lintasan yang


telah ditetapkan yaitu 20 detik, namun operasi paling lambat adalah sebesar 82,55
detik. Konsekuensi dari kecepatan lintasan berdasarkan operasi paling lambat
yang lebih besar daripada kecepatan lintasan yang diinginkan adalah lintasan
perakitan tidak mungkin memenuhi permintaan pada periode yang bersangkutan
sehingga mungkin diperlukan lembur atau penambahan shift kerja. Maka alternatif
yang dipilih yaitu dengan tetap menggunakan kecepatan lintasan yang diinginkan.
Alternatif ini mengakibatkan beberapa stasiun kerja terdiri dari beberapa operator
dalam proses perakitan.
Hasil keseimbangan lini dengan metode Region Approach memiliki
perbedaan pada perhitungan efisiensi lintasan. Efisiensi lintasan merupakan rasio
antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Efisiensi lintasan yang
diterapkan di PT. Panarub Industry berdasarkan penggunaan operator dalam
proses produksi sebesar 92,05% sedangkan efisiensi lintasan dengan metode
Region Approach berdasarkan total waktu operasi, waktu siklus, dan jumlah
stasiun kerja sebesar 86,81%. Semakin tinggi efisiensi lintasan dalam suatu
perakitan menunjukkan keseimbangan lini suatu perakitan sedangkan semakin
rendah efisiensi lintasan dalam suatu perakitan menunjukkan adanya kegiatan
menganggur yang berakibat kerugian bagi perusahaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang keseimbangan
lini perakitan outsole kategori Outdoor model AX-1 pada PT. Panarub Industry,
maka terdapat beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah
sebagai berikut.
1. Proses perakitan outsole untuk sepatu kategori Outdoor model AX-1 pada
bagian stockfitting di PT. Panarub Industry terdiri dari 14 tahap yang
dipertimbangkan dalam keseimbangan lini. Tahapan tersebut yaitu input
preparation rubbersole, input midsole phylon, primer shank, primer
rubbersole, input midsole phylon, input shank, cementing rubbersole,
cementing phylon bagian bawah, cementing phylon bagian atas dan bagian
insert shank, cementing shank, attach midsole phylon to rubber and shank,
press universal, cleaning outsole, dan packing outsole.
2. Berdasarkan keseimbangan lini dengan metode Region Approach diperoleh
hasil bahwa terdapat delapan stasiun kerja dalam perakitan outsole untuk
sepatu kategori Outdoor model AX-1 pada bagian stockfitting di PT. Panarub
Industry. Efisiensi pada stasiun kerja pertama sebesar 79,65%, efisiensi pada
stasiun kerja kedua sebesar 95,55%, efisiensi pada stasiun kerja ketiga
sebesar 93,85%, efisiensi pada stasiun kerja keempat sebesar 95,4%, efisiensi
pada stasiun kerja kelima sebesar 103,2%, efisiensi pada stasiun kerja keenam
sebesar 83,6%, efisiensi pada stasiun kerja ketujuh sebesar 89,6%, dan
efisiensi pada stasiun kerja kedelapan sebesar 53,65%. Efisiensi lintasan
perakitan outsole untuk sepatu kategori Outdoor model AX-1 sebesar 86,81%
dan persentase waktu menganggur sebesar 13,19%. Hasil efisiensi stasiun
kerja, efisiensi lintasan, dan persentase waktu menganggur menunjukkan
bahwa masih terdapat ketidakseimbangan pada lini perakitan outsole untuk
sepatu kategori Outdoor model AX-1 pada bagian stockfitting di PT. Panarub

39
40

Industry karena adanya stasiun kerja yang terlalu sibuk dan waktu
menganggur yang tinggi.

5.2 Saran
Terdapat beberapa saran yang berguna untuk meningkatkan produktivitas
dalam perakitan outsole kategori Outdoor model AX-1 pada PT. Panarub
Industry. Saran ini juga diharapkan dapat berguna dalam penelitian selanjutnya.
Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.
1. Operator diharapkan mengurangi gerakan-gerakan yang dianggap tidak perlu
dalam bekerja sehingga waktu penyelesaian tidak melebihi tack time yang
telah ditetapkan dan dapat meningkatkan efisiensi lintasan.
2. Operator diharapkan memanfaatkan peralatan yang digunakan dengan
semaksimal mungkin agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu
lini produksi dapat ditekan seminimum mungkin.
3. Komponen dan peralatan yang digunakan selama perakitan sebaiknya
diletakkan secara teratur sehingga akan meningkatkan kinerja operator dalam
melakukan pekerjaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Biegel, John E. 1992. Production Control a Quantitative Approach. Englewood


Cliffs N.J: Pretince-Hall.

Hartini, Sri. 2011. Teknik Mencapai Produksi Optimal. Bandung: Lubuk Agung.

Kusuma, Hendra. 2004. Manajemen Produksi: Perencanaan dan Pengendalian


Produksi. Yogyakarta: Andi.

Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Gaspersz, Vincent Dr, D.Sc., CFPIM, CIQA. 2004. Production Planning And
Inventory Control: Berdasarkan Pendekatan Sistem Teritegrasi MRP II
dan JIT Menuju Manufacturing 21. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka
Utama.
PT. PANARUB INDUSTRY
ffiffi
JKr05OO128i JKAT050O34S: JKT05@35O

SURAT KETERAI{GAI{
No : 0 1 6,&{RD/T&D/EDU/EKS/DV1 3

Dengan ini menerangkan bahwa mahasiswa yang tertera di bawah ini :

Nama MARULLOH

NIM 34410248

Jurusan TEKNIK INDUSTRY

Universitas UNIVERSITAS GUNADARMA

Telah melakukan penelitian mengenai " Mempelajari Keseimbangan Lini Perakitan Outsole
Kategori Outdoor Model AX-l Pada Bagian Stockfitting di PT Panarub Industry " Sejak
tanggal 24 Juli s/d 13 September 2013 di bagian STOCKFITTING PT Panarub Industry.
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi Data Dalam Penulisan Ilmiah pada Jurusan Teknik
Industry di UNMRSITAS GUNADARMA.

Demikian surat keterangan ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Tangerang, 17 September 2013

Pembimbing Materi Hormat kami,

Hotdin Simanidran
Manager of Stockfitting Training & People Development

Jl. Moch. Toha Km.1 Pasar Baru, Tangerang 15113, lndonesia


Phone: t62-21) 552 0047, F ax : 62-021 552 0046
Website : wwwpanarub.co.id

Anda mungkin juga menyukai