Sistem Rujukan
A. Definisi
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2008) mendefinisikan sistem rujukan sebagai
suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar
unit-unit yang setingkat kemampuannya) (Notoatmojo, 2008).
Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang
dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.
Kegiatan Yang Tercakup Dalam Sistem Rujukan
1. Pengiriman pasien
Pengiriman pasien rujukan harus dilaksanakan sedini mungkin untuk perawatan
dan pengobatan lebih lanjut ke sarana pelayanan yang lebih lengkap.Unit pelayanan
kesehatan yang menerima rujukan harus merujuk kembali pasien ke sarana kesehatan
yang mengirim, untuk mendapatkan pengawasan pengobatan dan perawatan termasuk
rehabilitasi selanjutnya.
2. Pengiriman spesimen atau penunjang diagnostik lain
a. Pemeriksaan
Bahan Spesimen atau penunjang diagnostik lainnya yang dirujuk, dikirimkan
ke laboratorium atau fasilitas penunjang diagnostik rujukan guna mendapat
pemeriksaan laboratorium atau fasilitas penunjang diagnostik yang tepat.
b. Konfirmasi
Sebagian Spesimen yang telah di periksa di laboratorium Puskesmas, Rumah
Sakit atau laboratorium lainnya boleh dikonfirmasi ke laboratorium yang lebih
mampu untuk divalidasi hasil pemeriksaan pertama.
3. Pengalihan pengetahuan dan keterampilan
Dokter Spesialis dari Rumah Sakit dapat berkunjung secara berkala ke Puskesmas.
Dokter Asisten Spesialis / Residen Senior dapat ditempatkan di Rumah Sakit
Kabupaten / Kota yang membutuhkan atau Kabupaten yang belum mempunyai dokter
spesialis. Kegiatan menambah pengetahuan dan ketrampilan bagi Dokter umum,
Bidan atau Perawat dari Puskesmas atau Rumah Sakit Umum Kabupaten / Kota dapat
berupa magang atau pelatihan di Rumah Sakit Umum yang lebih lengkap.
4. Sistem informasi rujukan
Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan di
catat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan, yang
berisikan antara lain : nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status pasien
keluarga miskin (gakin) atau non gakin termasuk umum, ASKES atau JAMSOSTEK,
tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosa, tindakan dan obat yang telah diberikan, termasuk
pemeriksaan penunjang, kemajuan pengobatan dan keterangan tambahan yang
dipandang perlu.
Informasi balasan rujukan dibuat oleh dokter yang telah menerima pasien rujukan
dan setelah selesai merawat pasien tersebut mencatat informasi balasan rujukan di
surat balasan rujukan yang dikirimkan kepada pengirim pasien rujukan, yang
berisikan antara lain: nomor surat, tanggal, status pasien keluarga miskin (gakin) atau
non gakin termasuk umum, ASKES atau JAMSOSTEK, tujuan rujukan penerima,
nama dan identitas pasien, hasil diagnosa setelah dirawat, kondisi pasien saat keluar
dari perawatan dan follow up yang dianjurkan kepada pihak pengirim pasien.
Informasi pengiriman spesimen dibuat oleh pihak pengirim dengan mengisi Surat
Rujukan Spesimen, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal, status pasien
keluarga miskin (gakin) atau non gakin termasuk umum, ASKES atau JAMSOSTEK,
tujuan rujukan penerima, jenis/bahan spesimen dan nomor spesimen yang dikirim,
tanggal pengambilan spesimen, jenis pemeriksaan yang diminta, nama dan identitas
pasien asal spesimen dan diagnos klinis.
Informasi balasan hasil pemeriksaan bahan/spesimen yang dirujuk dibuat oleh
pihak laboratorium penerima dan segera disampaikan pada pihak pengirim dengan
menggunakan format yang berlaku di laboratorium yang bersangkutan. Informasi
permintaan tenaga ahli / dokter spesialis dapat dibuat oleh Kepala Puskesmas atau
Rumah Sakit Umum Kab/Kota yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kab/Kota atau oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota yang ditujukan ke Dinas Kesehatan
Provinsi dengan mengisi Surat Permintaan Tenaga Ahli, yang berisikan antar lain :
nomor surat, tanggal, perihal Permintaan Tenaga Ahli dan menyebutkan jenis
spesialisasinya, waktu dan tempat kehadiran jenis spesialisasi yang diminta, maksud
keperluan tenaga ahli diinginkan dan sumber biaya atau besaran biaya yang
disanggupi.
Informasi petugas yang mengirim, merawat atau meminta tenaga ahli selalu ditulis
nama jelas, asal institusi dan nomor telepon atau handphone yang bisa dihubungi
pihak lain. Keterbukaan antara pihak pengirim dan penerima untuk bersedia
memberikan informasi tambahan yang diperlukan masing-masing pihak melalui
media komunikasi bersifat wajib untuk keselamatan pasien, spesimen dan alih
pengetahuan medis.
B. Alur Rujukan
Alur rujukan pasien berlaku secara umum, kecuali bagi rujukan kasus
kegawatdaruratan, bencana atau rujukan khusus. Ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam alur rujukan yaitu:
Ketentuan Umum
1. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik
yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub
spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan
tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan
perundangundangan yang berlaku
6. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
7. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
8. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
9. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
10. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi
dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau
ketenagaan.
Sebagai tambahan dalam Permenkes RI no. 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perorangan, mengatur tata cara rujukan sebagai berikut :
1. Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien bila keadaan
penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya, kecuali dengan alasan
yang sah dan mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.
2. Alasan tersebut adalah pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan medis,
sumber daya, atau geografis.
3. Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya.
4. Persetujuan diberikan setelah pasien dan/atau keluarganya mendapatkan
penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang.
5. Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi:
a. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
b. alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
c. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
d. transportasi rujukan; dan
e. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.
6. Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien
sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan
keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
b. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa
penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat
darurat; dan
c. membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima
rujukan.
7. Dalam komunikasi, penerima rujukan berkewajiban:
a. menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta
kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan; dan
b. memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.
8. Surat pengantar rujukan sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas pasien;
b. hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang)
yang telah dilakukan;
c. diagnosis kerja;
d. terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e. tujuan rujukan; dan
f. nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.
9. Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien dan
ketersediaan sarana transportasi.
10. Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus harus dirujuk dengan
ambulans dan didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
11. Dalam hal tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan kesehatan perujuk,
dapat dilakukan dengan menggunakan alat transportasi lain yang layak.
12. Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima
rujukan.
13. Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan kesehatan
lanjutan sejak menerima rujukan.
14. Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai
perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan pelayanan.
15. Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada asuransi
kesehatan atau jaminan kesehatan.
16. Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi kesehatan atau
jaminan kesehatan menjadi tanggung jawab pasien dan/atau keluarganya.
REFERENSI
Notoatmojo, S. (2008). Kesehatan Masyarakat: Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
BPJS Kesehatan. Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. Diunduh dari
http://rsmargono.jatengprov.go.id/home/downloadfile/Panduan_Praktis_Sistem_R
ujukan_Berjenjang.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan