PROFESI PENDIDIK
Diajukan untuk Mata Kuliah Profesi Pendidik dan Tenaga Kerja Kependidikan
Disusun oleh :
Kelompok 3
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Kelompok 3
BAB I
Pendahuluan
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui landasan-landasan hukum dari kode etik profesi pendidik.
2. Memahami pengertian kode etik pendidik.
3. Mengetahui fungsi dibentuknya kode etik profesi pendidik.
4. Mengetahui tujuan dibentuknya kode etik profesi pendidik.
5. Memahami cara penetapan kode etik profesi pendidik.
6. Mengetahui organisas-organasi profesi pendidik.
BAB II
Pembahasan
A. Landasan Hukum
Sama seperti profesi yang lainnya, profesi guru juga memiliki kode etik yang disebut
dengan kode etik guru. Rochman dan Heri Gunawan (2012:108) mengungkapkan bahwa
kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkna oleh setiap anggotanya dalam
melaksanakan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat.
Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian pada
Pasal 28 disebutkan bahwa kode etik merupakan pedoman sikap dan perilaku di dalam dan di
luar kedinasan. Kemudian pada kode etik pegawai negeri sipil disebutkan bahwa kode etik
adalah pedoman sikap, perilaku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam
hidup sehari-hari.
Berdasarkan pengertian di atas, maka kode etik guru adalah norma-norma yang
dijadikan sebagai landasan oleh sekelompok guru dalam melaksanakan tugas dan
pergaulannya di lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan tersebut oleh Ki Hajar
Dewantara disebut dengan istilah Tri Pusat Pendidikan, meliputi lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Jadi, pada kode etik profesi guru terdapat dua unsur pokok. Pertama, kode etik profesi
guru adalah landasan moral bagi guru. Kedua, kode etik profesi guru merupakan pedoman
bagi guru dalam berperilaku. Sebagai landasan dalam berperilaku bagi sekelompok guru,
norma pada kode etik profesi guru berisi berbagai petunjuk mengenai bagaimana seharusnya
guru bekerja serta berbagai larangan yang harus tidak boleh dilakukan oleh guru ketika
bekerja.
Kode etik profesi guru di Indonesia disebut dengan istilah Kode Etik Guru Indonesia
(KEGI). KEGI adalah norma dan asas yang disepakati serta diterima oleh guru-guru
Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidik, anggota masyarakat, serta warga negara Republik Indonesia.
KEGI tersebut kemudian menjadi sesuatu yang membedakan antara profesi guru
dengan profesi lainnya. Pada Keputusan Kongres XXI Persatuan Guru Republik Indonesia
Nomor VI/Kongres/XX/PGRI 2013 tentang kode etik guru terungkap bahw KEGI merupakan
pedoman perilaku guru Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas keprofesiannya.
Pada keputusan kongres tersebut juga terungkap bahwa KEGI terbagi menjadi dua
bagian, yaitu bagian kewajiban guru secara umum dan bagian kewajiban guru secara khusus.
Kewajiban guru secara umum yaitu: 1) menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah atau janji guru. Demi Allah (diucapkan sesuai dengan agamanya masing-masing)
sebagai guru Indonesia saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan:
1. Membaktikan diri saya untuk tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik guna
kepentingan kemanusiaan di masa depannya;
2. Melestarikan dan menjunjung tinggi martabat guru sebagai profesi terhormat dan
mulia;
3. Melaksanakan tugas saya sesuai dengan kompetensi jabatan guru;
4. Melaksanakan tugas saya serta bertanggung jawab yang tinggi dengan mengutaakan
kepentingan peserta didik, masyarakat, bangsa dan Negara serta kemanusiaan;
5. Menggunakan keharusan profesional saya semata-mata berdasarkan nilai-nilai agama
dan Pancasila;
6. Menghormati asasi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang guna mencapai
kedewasaannya sebagai warga negara dan bangsa Indonesia yang bermoral dan
berakhlak mulia;
7. Berusaha secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan keharusan professional;
8. Berusaha secara sungguh-sungguh untuk melaksanakan tugas-tugas guru tanpa
dipengaruhi pertimbangan bunsur-unsur di luar kependidikan;
9. Memberikan penghormatan dan pernyataan terima kasih pada guru yang telah
mengantarkan saya menjadi guru Indonesia;
10. Menjalin kerjasama secara sungguh-sungguh dengan rekan sejawat untuk
menumbuhkankembangkan dan meningkatkan profesionalitas guru Indonesia.
Pada Undang-Undang RUI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta beretanggung jawab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan diharapkan
dapat menelorkan peserta didik yang memiliki spesifikasi antara lain:
a. Beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
b. Sehat jasmani, berilmu dan terampil mengaplikasikan ilmunya.
c. Pancasilais.
Dalam rangka perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di Indonesia,
sudah terdapat sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur dan terkait
dengan perlindungan PTK, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
5. Undang-Undang tentag Hak Kekayaan Intelektual, yang meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten
c. Undang_Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk
d. Undang-UndangNomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
f. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
6. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan.
Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru
1) Pasal 39 ayat (1-4) 6) Pasal 47 ayat (2, 5, )
2) Pasal 40 ayat (3) 7) Pasal 49
3) Pasal 41 ayat (1-3) 8) Pasal 50 ayat (1-2)
4) Pasal 42 9) Pasal 51 ayat (1-2):
5) Pasal 46
Ketaatan guru pada kode etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan
norma-norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh etika
profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan
tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat.
Dengan demikian, aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan
pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan beretika akan terwujud.
A. Kesimpulan
Kode etik guru indonesia adalah himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru
yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Kode etik
guru indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru
warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdianya sebagai guru, baik di dalam maupun di
luar sekolah serta dalam kehidupan sehari hari di masyarakat. Dengan demikian, kode etik
guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para
anggota profesi keguruan.
Tujuan perumusan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota
dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu
organisasi profesi yang berlaku mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim
dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian , penetapan kode etik
tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-
orang yang diutus untuk dan atas nama anggota profesi dari organisasi tersebut.
B. Saran
https://asminatus1996.wordpress.com/2016/07/20/makalah-kode-etik-profesi-guru/
http://endangkomarasblog.blogspot.com/2016/08/landasan-hukum-kode-etik-guru-oleh-
prof_1.html
http://cerdassosiologi.blogspot.com/2016/12/penetapan-kode-etik-guru.html
Supriadi, D. 1998. Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud
https://www.inirumahpintar.com/2016/10/penetapan-dan-sanksi-pelanggaran-kode-etik.html
http://blogdutyanari.blogspot.com/2012/07/organisasi-profesi-kependidikan-di.html
http://tugasdaily.blogspot.com/2017/12/profesi-keguruan-penerapan-kode-etik.html