Anda di halaman 1dari 19

KODE ETIK PROFESI PENDIDIK (GURU) dan ORANISASI

PROFESI PENDIDIK

Diajukan untuk Mata Kuliah Profesi Pendidik dan Tenaga Kerja Kependidikan

Dosen pengampu : Drs. Adi Putra, M.Pd

Disusun oleh :

Kelompok 3

Febby Pasaribu 1107617152

Penina Damayanti 1107617132

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Jakarta, 7 April 2019

Kelompok 3
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Permasalahan pendidikan merupakan kompleksitas daripada segenap para
kontributor pendidikan, dalam hal ini guru. Pembangunan melalui pendidikan dapat
dilihat dari sikap profesional seorang guru yang berdedikasi, kredibel dan memiliki
kompetensi yang dibutuhkan dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan.
Sikap dan perilaku seorang guru dapat memberikan efek yang signifikan bagi peserta
didik sebab setiap tutur kata dan perbuatannya merupakan teladan bagi peserta didik.Sebelum
era sekarang, telah lama profesi guru di Indonesia dipersepsi oleh masyarakat sebagai
“profesi kelas dua”.
Idealnya, pilihan seseorang untuk menjadi guru adalah “panggilan jiwa” untuk
memberikan pengabdian pada sesama manusia dengan mendidik, mengajar,
membimbing, dan melatih, yang diwujudkan melalui proses belajar-mengajar serta
pemberian bimbingan dan pengarahan kepada siswa agar mencapai kedewasaan masing-
masing. Dalam kenyataannya, menjadi guru tidak cukup sekadar untuk memenuhi panggilan
jiwa,tetapi juga memerlukan seperangkat keterampilan dan kemampuan khusus.Etika dan
moral akhir-akhir ini menjadi perbincangan krusial apalagi dibidang sosial dan
politik. Etika dan moral seringkali menjadi bahan pertimbangan bahwasanya kedua
kata tersebut sebagai ukuran tentang asas-asas dan nilai-nilai yang dianggap baik dan
buruk. Sistem nilai itu berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf
sosial.
Etika profesi merupakan cabang dari etika sosial. Etika profesi diartikan sebagai
sikap dan perilaku yang berlaku dalam pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap pengetahuan khusus. Dalam hal ini etika profesi berkaitan erat
dengan tanggung jawab profesinya, asosiasi profesional, lingkungan pekerjaan dan
pedoman sikap yaitu kode etik. Bertens (1993:6) mengemukakan bahwa “etika berarti juga:
kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik.”.
Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang
ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan buruk, apa yang
benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh
seorang professional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa landasan hukum dari kode etik profesi pendidik?
2. Apakah kode etik pendidik itu?
3. Apakah fungsi dari kode etik profesi pendidik itu?
4. Apa tujuan dibentuknya kode etik profesi pendidik?
5. Bagaimana cara penetapan kode etik profesi pendidik?
6. Apa saja organisasi profesi pendidik?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui landasan-landasan hukum dari kode etik profesi pendidik.
2. Memahami pengertian kode etik pendidik.
3. Mengetahui fungsi dibentuknya kode etik profesi pendidik.
4. Mengetahui tujuan dibentuknya kode etik profesi pendidik.
5. Memahami cara penetapan kode etik profesi pendidik.
6. Mengetahui organisas-organasi profesi pendidik.
BAB II
Pembahasan

A. Landasan Hukum
Sama seperti profesi yang lainnya, profesi guru juga memiliki kode etik yang disebut
dengan kode etik guru. Rochman dan Heri Gunawan (2012:108) mengungkapkan bahwa
kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkna oleh setiap anggotanya dalam
melaksanakan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat.
Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian pada
Pasal 28 disebutkan bahwa kode etik merupakan pedoman sikap dan perilaku di dalam dan di
luar kedinasan. Kemudian pada kode etik pegawai negeri sipil disebutkan bahwa kode etik
adalah pedoman sikap, perilaku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam
hidup sehari-hari.
Berdasarkan pengertian di atas, maka kode etik guru adalah norma-norma yang
dijadikan sebagai landasan oleh sekelompok guru dalam melaksanakan tugas dan
pergaulannya di lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan tersebut oleh Ki Hajar
Dewantara disebut dengan istilah Tri Pusat Pendidikan, meliputi lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Jadi, pada kode etik profesi guru terdapat dua unsur pokok. Pertama, kode etik profesi
guru adalah landasan moral bagi guru. Kedua, kode etik profesi guru merupakan pedoman
bagi guru dalam berperilaku. Sebagai landasan dalam berperilaku bagi sekelompok guru,
norma pada kode etik profesi guru berisi berbagai petunjuk mengenai bagaimana seharusnya
guru bekerja serta berbagai larangan yang harus tidak boleh dilakukan oleh guru ketika
bekerja.
Kode etik profesi guru di Indonesia disebut dengan istilah Kode Etik Guru Indonesia
(KEGI). KEGI adalah norma dan asas yang disepakati serta diterima oleh guru-guru
Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidik, anggota masyarakat, serta warga negara Republik Indonesia.
KEGI tersebut kemudian menjadi sesuatu yang membedakan antara profesi guru
dengan profesi lainnya. Pada Keputusan Kongres XXI Persatuan Guru Republik Indonesia
Nomor VI/Kongres/XX/PGRI 2013 tentang kode etik guru terungkap bahw KEGI merupakan
pedoman perilaku guru Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas keprofesiannya.
Pada keputusan kongres tersebut juga terungkap bahwa KEGI terbagi menjadi dua
bagian, yaitu bagian kewajiban guru secara umum dan bagian kewajiban guru secara khusus.
Kewajiban guru secara umum yaitu: 1) menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah atau janji guru. Demi Allah (diucapkan sesuai dengan agamanya masing-masing)
sebagai guru Indonesia saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan:
1. Membaktikan diri saya untuk tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik guna
kepentingan kemanusiaan di masa depannya;
2. Melestarikan dan menjunjung tinggi martabat guru sebagai profesi terhormat dan
mulia;
3. Melaksanakan tugas saya sesuai dengan kompetensi jabatan guru;
4. Melaksanakan tugas saya serta bertanggung jawab yang tinggi dengan mengutaakan
kepentingan peserta didik, masyarakat, bangsa dan Negara serta kemanusiaan;
5. Menggunakan keharusan profesional saya semata-mata berdasarkan nilai-nilai agama
dan Pancasila;
6. Menghormati asasi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang guna mencapai
kedewasaannya sebagai warga negara dan bangsa Indonesia yang bermoral dan
berakhlak mulia;
7. Berusaha secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan keharusan professional;
8. Berusaha secara sungguh-sungguh untuk melaksanakan tugas-tugas guru tanpa
dipengaruhi pertimbangan bunsur-unsur di luar kependidikan;
9. Memberikan penghormatan dan pernyataan terima kasih pada guru yang telah
mengantarkan saya menjadi guru Indonesia;
10. Menjalin kerjasama secara sungguh-sungguh dengan rekan sejawat untuk
menumbuhkankembangkan dan meningkatkan profesionalitas guru Indonesia.
Pada Undang-Undang RUI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta beretanggung jawab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan diharapkan
dapat menelorkan peserta didik yang memiliki spesifikasi antara lain:
a. Beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
b. Sehat jasmani, berilmu dan terampil mengaplikasikan ilmunya.
c. Pancasilais.
Dalam rangka perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di Indonesia,
sudah terdapat sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur dan terkait
dengan perlindungan PTK, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
5. Undang-Undang tentag Hak Kekayaan Intelektual, yang meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten
c. Undang_Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk
d. Undang-UndangNomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
f. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
6. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan.
Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru
1) Pasal 39 ayat (1-4) 6) Pasal 47 ayat (2, 5, )
2) Pasal 40 ayat (3) 7) Pasal 49
3) Pasal 41 ayat (1-3) 8) Pasal 50 ayat (1-2)
4) Pasal 42 9) Pasal 51 ayat (1-2):
5) Pasal 46

B. Pengertian Kode Etik Guru


Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak,
tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban
yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.
Etika, pada hakikatnya merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan
tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat
diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama
manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya
berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku.
Kode etik guru indonesia adalah himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru
yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Kode
etik guru indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap
guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdianya sebagai guru, baik di dalam
maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari hari di masyarakat. Dengan
demikian, kode etik guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk
pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi
undang-undang. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan
norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi,
organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial,
etika dan kemanusiaan.
Istilah “kode etik” itu bila di kaji maka terdiri dari dua kata yakni “kode” dan “etik”.
Perkataan “etik” berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang berarti watak, adab atau cara
hidup. Dapat diartikan bahwa etik itu menunjukkan “cara berbuat yang menjadi adat,
karena persetujuan dari kelompok manusia”. Dan etik biasanya dipakai untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang disebut “kode” sehingga terjemahlah apa yang disebut “kode etik”.
Etika artinya tata susila atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam
mengerjakan satu pekerjaan. Jadi, “kode etik guru” diartikan sebagai “aturan tata susila
keguruan”.
Kode Etik Guru (KEG), Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), atau nama lain sesuai
dengan yang disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi guru, merupakan pedoman
bersikap dan berperilaku yang menjelaskan dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika
jabatan guru. Dengan demikian, guru harus menyadari bahwa jabatan mereka merupakan
suatu profesi yang terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Di sinilah esensi bahwa
guru harus mampu memahami, menghayati, mengamalkan, dan menegakkan Kode Etik
Guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan menjalani kehidupan di masyarakat.
Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru
dengan teman kerja, murid dan wali murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi
tugasnya. Menurut Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan
teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang
mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik.
Sebagai kalangan profesional, sudah waktunya guru Indonesia memiliki kode etik dan
sumpah profesi. Guru juga harus memiliki kemampuan sesuai dengan standar minimal
sehingga nantinya “tidak malapraktik” ketika mengajar.
Adanya sumpah profesi dan kode etik guru, menurut Achmad Sanusi, sebagai rambu-
rambu, rem, dan pedoman dalam tindakan guru khususnya saat kegiatan mengajar.
Alasannya, guru harus bertanggung jawab dengan profesi maupun hasil dari pengajaran
yang ia berikan kepada siswa. Jangan sampai terjadi malapraktik pendidikan.
Ada beberapa kode etika guru di indonesia antara lain sbb:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia
seutuhnya berjiwa Pancasila
2. Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya
untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
6. Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya
7. Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
nasional
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
9. Guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

C. Fungsi Kode Etik Bagi Guru


Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan oleh
1. Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai
pedoman pelaksanaan tugas professional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang
professional.
2. Biggs dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : 1.
Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. (2). Mencegah terjadinya
pertentangan internal dalam suatu profesi. (3). Melindungi para praktisi dari kesalahan
praktik suatu profesi.
3. Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya
difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan
misi dalam mendidik peserta didik.
4. Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru
bagi guru itu sendiri, antara lain :
a. Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
b. Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan
pemerintah.
c. Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab
pada profesinya.
d. Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan
profesinya dalam melaksanakan tugas.

Ketaatan guru pada kode etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan
norma-norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh etika
profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan
tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat.
Dengan demikian, aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan
pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan beretika akan terwujud.

D. Tujuan Perumusan Kode Etik Guru


Tujuan perumusan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota
dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. R.Hermawan (1979) menjelaskan tujuan
mengadakan kode etik adalah:
a) untuk menjunjung tinggi martabat profesinya
b) untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
c) untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesinya
d) untuk meningkatkan mutu profesi
e) untuk menuningkatkan mutu organisasi profesi.
E. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku mengikat
para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi
profesi. Dengan demikian , penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara
perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas
nama anggota profesi dari organisasi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan
mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut,
jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam
organisasi profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di
dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi
tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang
melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.

F. Jenis-jenis Organisasi Profesi Kependidikan


Secara kuantitas, tidak berlebihan jika banyak kalangan pendidik menyatakan bahwa
organisasi profesi kependidikan di indonesia berkembang pesat bagaikan tumbuhan di
musim penghujan. Sampai sampai ada sebagian pengemban profesi pendidikan yang
tidak tahu menahu tentang organisasi kependidikan itu. Yang lebih dikenal kalangan
umum adalah PGRI.
Disamping PGRI yang salah satu organisasi yang diakui oleh pemerintah juga
terdapat organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang
didirikan atas anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, organisasi
ini tidak ada kaitan yang formal dengan PGRI. Selain itu ada juga organisasi profesional
guru yang lain yaitu ikatan serjana pendidikan indonesia (ISPI), yang sekarang sudah
mempunyai banyak devisi yaitu Ikatan Petugas Bimbingan Belajar (IPBI), dan lain-lain,
hubungannya secara formal dengan PGRI juga belum tampak secara nyata, sehingga
belum didapatkan kerjasama yang saling menunjang dalam meningkatkan mutu
anggotanya.
Berikut ini jenis-jenis organisasi profesi kependidikan yang ada di Indonesia:
a. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru
Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru
Indonesia (PGI) tahun 1932.

Tujuan utama pendirian PGRI adalah:


- Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan)
- Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi) Pendirian
PGRI sama dengan EI: “education as public service, not commodity”.
- Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya
(organisasi ketenagakerjaan).

Makna Visi PGRI adalah:


- Wahana mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
- Wahana untuk membela, mempertahankan, dan melestarikan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
- Wahana untuk meningkatkan integritas bangsa dalam menjamin terpeliharanya keutuhan,
kesatuan, dan persatuan bangsa.
- Berperan aktif memperjuangkan tercapainya tujuan nasional dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa.
- Wadah bagi para guru dalam memperoleh, mempertahankan, meningkatkan, dan
membela hak asasinya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan
pemangku profesi kependidikan.
- Wahana untuk memberikan perlindungan dan membela kepentingan guru dan tenaga
kependidikan yang berhubungan dengan persoalan-persoalan hukum.

Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Profesi :


- Wahana memperjuangkan peningkatan kualifikasi dan kompetensi bagi guru.
- Wahana mempertinggi kesadaran dan sikap guru dan tenaga kependidikan dalam
meningkatkan mutu profesi dan pelayanan kepada masyarakat.
- Wahana menegakkan dan melaksanakan kode etik dan ikrar guru Indonesia.
- Wahana untuk melakukan evaluasi pelaksanaan sertifikasi, lisensi, dan akreditasi bagi
pengukuhan kompetensi profesi guru.
- Wahana pembinaan bagi Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis di bidang pendidikan
yang menyatakan diri bergabung atau bermitra dengan PGRI.
- Wahana untuk mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis,
jenjang, dan satuan pendidikan guna mneningkatkan pengabdian dan peran serta dalam
pembangunan nasional.
- Wahana untuk mewujudkan pengabidan secara nyata melalui anak lembaga dan badan
khusus.
- Wahana untuk mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan,
organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, dan atau organisasi kemasyarakatan
umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan.

Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Ketenagakerjaan :


- Wahana untuk memperjuangkan terwujudnya hak-hak guru dan tenaga kependidikan
- Wahana untuk memperjuangkan kesejahteraan guru yang berupa: imbal jasa, rasa aman,
hubungan pribadi, kondisi kerja dan kepastian karier.
- Wahana untuk mewujudkan prinsip dan pendekatan ketenagakerjaan dalam upaya
meningkatkan harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota.
- Wahana untuk memperkuat kedudukan, wibawa dan martabat guru serta kesetiakawanan
organisasi.
- Wahana untuk membela dan melindungi guru sebagai pekerja.
- Wahana untuk membina dan meningkatkan hubungan kerjasama dengan organisasi
ketenagakerjaan baik lokal, regional maupun global.

Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi yang Mandiri :


- Menjalin kerjasama dengan semua pihak atas dasar kemitrasejajaran, saling menghormati
dan berdiri di atas semua golongan.
- Menggali dan mengembangkan potensi baik sumber daya manusia maupun sumber daya
keuangan dan sumber daya organisasi lainnya yang tidak tergantung dari pihak manapun.
- Membangun transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan organisasi
dengan menempatkan iuran anggota sebagai sumber utama pembiayaan organisasi.

Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi yang Non Partisan :


- PGRI tidak menjadi bagian dari partai politik manapun dan tidak berafiliasi dengan partai
manapun.
- PGRI memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk menentukan pilihan politiknya
secara merdeka.
- PGRI selalu menjalin hubungan baik dengan seluruh partai dan komponen masyarakat
dalam memajukan pendidikan nasional.

Misi PGRI adalah:


- Menjaga, mempertahankan, dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, membela
dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta mewujudkan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
- Berperan aktif dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan dan kebudayaan yang
berlandaskan asas demokrasi, keterbukaan, pengakuan terhadap hak asasi manusia,
keberpihakan pada rakyat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, profesionalisme dan kesejahteraan
anggota.
- Melaksanakan, mengamalkan, mempertahankan dan menjunjung tinggi kode etik profesi
guru Indonesia.
- Membangun sikap kritis terhadap kebijakan pendidikan yang tidak memihak kepada
kepentingan masyarakat.
- Melaksanakan dan mengelola organisasi berdasarkan tata kelola yang baik (good
govermance).
- Memperjuangkan perlindungan hukum, profesi, dan kesejahteraan anggota PGRI.
- Mewujudkan PGRI sebagai organisasi profesi yang mempunyai kewenangan akreditasi,
sertifikasi, dan lisensi pendidik dan tenaga kependidikan.
- Memperkuat solidaritas, soliditas, demokratisasi, dan kemandirian organisasi di semua
level/tingkatan.
- Menyamakan persepsi, visi, dan misi para guru/pendidik dan tenaga kependidikan sebagai
pilar utama pembangunan pendidikan nasional.
- Mewujudkan PGRI sebagai organisasi yang memiliki kekuatan penekan (pressure group),
pemikir (thinker), dan pengendali (control).

b. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)


MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran
yang berada di suatu sanggar/kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling
berkomunikasi, belajar dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan
kinerja guru sebagai praktisi/perilaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas . Menurut
Mangkoesapoetra, MGMP merupakan forum atau wadah profesional guru mata pelajaran
yang berada pada suatu wilayah kebupaten/kota/kecamatan/sanggar/gugus sekolah.
Tujuan MGMP adalah:
Tujuan diselenggarakannya MGMP menurut pedoman MGMP adalah:
1. Tujuan umum.
Tujuan MGMP adalah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan
profesionalisme guru.
2. Tujuan khusus.
- Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata pelajaran dalam upaya mewujudkan
pembelajaran yang efektif dan efisien.
- Mengembangkan kultur kelas yang kondusif sebagai tempat proses pembelajaran yang
menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan siswa.
- Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran. .
Menurut Mangkoesapoetra, tujuan diselenggarakannya MGMP adalah untuk:
- Memotivasi guru, meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merencanakan,
melaksanakan dan membuat evaluasi program pembelajaran dalam rangka meningkatkan
keyakinan diri sebagai guru profesional.
- Meningkatkan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran
sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.
- Mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru dalam melaksanakan
tugas sehari-hari dan mencari solusi alternative pemecahan sesuai dengan kaarakteristik
mata pelajaran masingmasing, guru, sekolah dan lingkungannya.

Peranan MGMP adalah:


Menurut pedoman MGMP, MGMP berperan untuk:
- Mengakomodir aspirasi dari,oleh dan untuk anggota.
- Mengakomodasi aspirasi masyarakat/stokeholder dan siswa
- Melaksanakan perubahan yang lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran.
- Mitra kerja Dinas Pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan pendidikan.

Sedangkan menurut Mangkoesapoetra peranan MGMP adalah:


a. Reformator dalam classroom reform, terutama dalam reorientasi pembelajaran efektif.
b. Mediator dalam pengembangan dan peningkatan kompetensi guru terutama dalam
pengembangan kurikulum dan sistem pengujian
c. Supporting agency dalam inivasi manajemen kelas dan manajemen sekolah.
d. Collaborator terhadap unit terkait dan organisasi profesi yang relevan.
e. Evaluator dan developer school reform dalam konteks MPMBS.
f. Clinical dan academic supervisor dengan pendekatan penilaian appraisal.

Fungsi MGMP adalah


Adapun fungsi MGMP menurut Mangkoesapoetra adalah:
a. Menyusun pogram jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek serta
mengatur jadwal dan tempat kegiatan secara rutin.
b. Memotivasi para guru untuk mengikuti kegiatan MGMP secara rutin, baik di tingkat
sekolah, wilayah, maupun kota.
c. Meningkatkan mutu kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengujian/evaluasi pembelajaran di kelas sehingga mampu
mengupayakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di sekolah.

c. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)


Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada
awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal
menyangkut komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama
sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984.
Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu: (a) Menghimpun para
sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia; (b) meningkatkan sikap
dan kemampuan profesional para angotanya; (c) membina serta mengembangkan ilmu, seni
dan teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan pembangunan
bangsa dan negara; (d) mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam
bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidikan; (e) meindungi dan memperjuangkan kepentingan
profesional para anggota; (f) meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai
spesialisasi pendidikan; dan (g) menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan.
Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI)
yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang telah ada himpunannya adalah
Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana
Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.
d. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17
Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini
berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam
menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini
merupakan himpunan para petugas bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan
serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu
layanannya.
Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah
sebagai berikut ini.
1. Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.
2. Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik,
alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan
demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan
sebaik-baiknya.
3. Meningatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan
tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program
layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
Untuk menopang pencapaian tujuan tersebut dicanangkan empat kegiatan, yaitu:
1. Pengembangan ilmu dalam bimbingan dan konseling;
2. Peningkatan layanan bimbingan dan konseling;
3. Pembinaan hubungan dengan organisasi profesi dan lembaga-lembaga lin, baik dalam
maupun luar negeri; dan
4. Pembinaan sarana (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
Kegiatan pertama dijabarkan kembali dalam anggaran rumah tangga (ART IPBI, 1975)
sebagai berikut ini.
1. Penerbitan, mencakup: buletin Ikatan Petugas Bmbingan Indoesia dan brosur atau
penerbitan lain.
2. Pengembangan alat-alat bimbingan dan penyebarannya.
3. Pengembangan teknik-teknik bimbingan dan penyebarannya.
4. Penelitian di bidang bimbingan.
5. Penataran, seminar, lokakarya, simposium, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis.
6. Kegiatan-kegiatan lain untuk memajukan dan mengembangkan bimbingan.
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan

Kode etik guru indonesia adalah himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru
yang tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Kode etik
guru indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru
warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdianya sebagai guru, baik di dalam maupun di
luar sekolah serta dalam kehidupan sehari hari di masyarakat. Dengan demikian, kode etik
guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para
anggota profesi keguruan.

Tujuan perumusan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota
dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu
organisasi profesi yang berlaku mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim
dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian , penetapan kode etik
tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-
orang yang diutus untuk dan atas nama anggota profesi dari organisasi tersebut.

Organisasi-organisasi profesi pendidik yang ada di Indonesia yang lebih dikenal


kalangan umum adalah PGRI. Disamping PGRI yang salah satu organisasi yang diakui oleh
pemerintah juga terdapat organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) yang didirikan atas anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu ada
juga organisasi profesional guru yang lain yaitu ikatan serjana pendidikan indonesia (ISPI),
yang sekarang sudah mempunyai banyak devisi yaitu Ikatan Petugas Bimbingan Belajar
(IPBI),

B. Saran

Sebaiknya sebagai pendidik, sebelum pada akhirnya menjalani profesi yang


professional baiknya memahami terlebih dahulu kode etik profesi pendidik. Hal ini bertujuan
agar dapat menjadi pendidik yang professional yang menjalankan hak dan kewajibannya serta
tidak melanggar kode etik itu sendiri.
Daftar Pustaka

https://asminatus1996.wordpress.com/2016/07/20/makalah-kode-etik-profesi-guru/

Syamsuddin, M. Abin. 1999. Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan.


Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

http://endangkomarasblog.blogspot.com/2016/08/landasan-hukum-kode-etik-guru-oleh-
prof_1.html

http://cerdassosiologi.blogspot.com/2016/12/penetapan-kode-etik-guru.html
Supriadi, D. 1998. Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud

https://www.inirumahpintar.com/2016/10/penetapan-dan-sanksi-pelanggaran-kode-etik.html

http://blogdutyanari.blogspot.com/2012/07/organisasi-profesi-kependidikan-di.html

http://tugasdaily.blogspot.com/2017/12/profesi-keguruan-penerapan-kode-etik.html

Anda mungkin juga menyukai