Anda di halaman 1dari 21

MENDIDIK ANAK SESUAI FITRAH

10/10/2017 06:00:00 AM BERITA, GALERI

Dok. Humas Taro

Oleh: Retno Wahyuningsih*)


Orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama bagi anak, sebab dalam rumah tanggalah setiap
anak belajar banyak hal-hal penting mengenai kehidupannya kelak. Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Banyak hal dimulai dari rumah, anak tumbuh dan
berkembang, mengenal dirinya, ayah dan ibunya, saudara-saudaranya, belajar memahami segala sesuatu yang
terjadi di sekitar lingkungannya termasuk mengenal berbagai perbedaan bahkan konflik yang terjadi.
Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, dengan segenap kesempurnaan dan karakteristik yang dia
miliki, baik dia laki-laki maupun perempuan, sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Ar Ruum:30)
Fitrah Allah, maksudnya manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid.
Dalam konteks yang lebih luas, naluri beragama berarti kesadaran untuk senantiasa berada di jalan yang lurus
sesuai dengan aturan hidup yang Allah berikan, termasuk aturan yang berkaitan dengan kewajiban sebagai
manusia yang tercipta dalam dua gender, yaitu laki-laki dan perempuan. Ya. Ternyata Allah hanya menciptakan
manusia di dunia ini hanya dalam dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Tidak ada jenis kelamin di
antara keduanya, mereka diciptakan berpasang-pasangan untuk fungsi alih generasi sehingga manusia mampu
eksis di muka bumi sebagai khalifah Allah. Maka mendidik anak sesuai fitrahnya merupakan sebuah kewajiban
bagi para orang tua.
Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan yang mendasar. Perbedaan
tersebut telah diciptakan sedemikian rupa oleh Allah. Adanya perbedaan ini bukan untuk saling merendahkan,
namun semata-mata karena fungsi yang kelak akan diperankannya. Mengingat perbedaan tersebut, maka Islam
telah memberikan tuntunan agar masing-masing fitrah yang telah ada tetap terjaga. Islam menghendaki agar laki-
laki memiliki kepribadian maskulin, dan perempuan memiliki kepribadian feminin. Islam tidak menghendaki
wanita menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Pola asuh orang tua dan stimulasi yang diberikan, memiliki
peran yang besar dalam memperkuat identitas anak sebagai laki-laki atau perempuan. “Dari Ibnu Abbas ra
berkata: “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang berlagak wanita, dan wanita yang berlagak meniru laki-laki.
Dalam riwayat yang lain: “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang meniru wanita dan wanita yang meniru
laki-laki“. (HR. Bukhari).
Berkaitan dengan hal ini, sebelum melaksanakan tugas mendidik anak, orang tua perlu mengenali
karakteristik mendasar anak laki-laki dan perempuan, bahwa otak anak laki-laki dan perempuan memiliki sistem
dan fungsi yang berbeda. Perbedaan dasar tersebut membuat penerimaan individu, laki-laki maupun perempuan,
berbeda pula. Hal ini menjadi penting dalam urusan mengasuh dan mendidik anak. Perbedaan tersebut
melingkupi kapasitas otak dalam menerima perintah dan informasi. Otak laki-laki hanya punya kapasitas untuk
2.000 kata dan perempuan sekitar 70.000 kata sehari. Hal ini berdampak pada perbedaan memperlakukan anak
laki-laki dan perempuan:
Saat berbicara dengan anak laki-laki, hendaknya orang tua tidak banyak memerintah atau menyampaikan
informasi yang panjang dan saling tumpang tindih. Jika orang tua berbicara terlalu panjang kepada anak laki-
laki, mereka tidak akan lekas mengerti. Baiknya bicara lima belas kata lalu berhenti dan dilakukan
secara perlahan.
Setiap anak harus sejak dini diajarkan cara bertanggung jawab, sehingga tahu hak dan kewajibannya,
bagaimana mengendalikan cara berpikir, bagaimana menunjukkan diri sebagai laki-laki dan perempuan,
bagaimana bersikap, dan bagaimana mereka menutup auratnya. Pendidikan tersebut adalah bentuk dari
pendidikan seksualitas, yang harus diajarkan sejak dini. Seksualitas harus diajarkan sejak umur 2,5 tahun, baik
untuk anak laki-laki maupun perempuan.
Sementara itu, pendidikan seks dan reproduksi harus disiapkan sebelum anak mulai masuk usia pubertas. Anak-
anak bisa mulai diajarkan pendidikan seks dan reproduksi sejak umur 8-9 tahun. Hal ini lebih cepat diberikan
karena anak-anak sekarang tumbuh lebih cepat. Sekarang, 52% anak perempuan sudah menstruasi di umur 9
tahun, kemudian anak laki-laki mulai mimpi basah di umur 11 tahun.
Orang tua bisa mulai menjelaskan kepada anak pada usia menjelang pubertas tersebut tentang perubahan fisik
yang akan mereka alami, serta hal-hal dan cara menangani apa yang akan dihadapi. Hal-hal seperti menstruasi,
mimpi basah, pembalut, dan sebagainya, harus bisa diajarkan orang tua dengan cara yang ramah. Pada
akhirnya, orang tua harus mampu menjadi pendidik yang baik, termasuk dalam membedakan cara mendidik
anak laki-laki dan perempuan.
Menjauhkan anak dari berbagai rangsangan. Pada diri manusia terdapat potensi (dorongan) hidup yang
senantiasa mendorong untuk melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan. Orang ingin makan karena lapar,
ingin minum karena haus, ada atau tidak ada makanan. Sementara naluri baru akan muncul kalau ada
rangsangan-rangsangan dari luar. Dorongan seksual muncul misalnya setelah melihat atau
membayangkan lawan jenis, membaca buku, nonton film dan sebagainya, maka Islam telah memberi
seperangkat pemahaman yang dapat mengatur kecenderungan seksual manusia secara positip, yaitu dengan
seperangkat aturan dalam urusan pernikahan. Islam juga berusaha mencegah dan menjauhkan manusia dari
segala hal yang bisa membangkitkan perasaan seksualnya.
Membatasi pergaulan sejenis. Disamping telah memberikan aturan bagaimana bergaul dengan lawan jenis,
Islam juga memberikan atauran hubungan sejenis. Terkait masalah ini, Rasulullah SAW bersabda: ”Janganlah
seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah seorang
laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut, begitu juga janganlah perempuan tidur dengan perempuan
dalam satu selimut” (HR. Muslim). Laki-laki yang melihat aurat laki-laki ataupun perempuan yang melihat
aurat sesama perempuan akan terangsang. Hal ini dapat menjadi pemicu penyimpangan seksual. Apalagi kalau
tidur dalam satu selimut.
1.

Pertumbuhan dan perkembangan masa anak-anak merupakan masa yang sangat penting. Baik
pertumbuhan organ fisiknya, psikologis dan sosialisasi atau interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pada
masa ini hendaklah para orang tua memberikan bimbingan dan pengarahan termasuk di dalamnya masalah
seksual. Hendaknya para orang tua memberikan bimbingan dengan bijaksana. Dalam hal ini Islam telah
memberikan pedoman-pedomannya. Islam sebagai sistem ajaran yang lengkap telah memberikan tuntunan
kepada para pemeluknya. Pelanggaran dan ketidaktaatan terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah
dan RasulNya akan menyebabkan kehancuran peradaban manusia.
*) Penulis adalah Dosen IAIN Surakarta dan sebagai salah satu Kontributor Majalah TAQIYYA

Maaf nih, ayah dan bunda. Apakah kalian sudah mendidik anak sesuai fitrahnya? Ayah
bunda tahu gak fitrah anak itu apa?

Biar ayah bunda tahu saja ya. Ada anak tetangga saya. Tinggal di kota atau berasal dari ekonomi
yang cukup. Tapi di mata saya, anak 14 tahun itu sepertinya mengalami "defisit nurani".
Anaknya lumayan tampan, cerdas, jago ngomong. Ideal banget buat orang tua. Sesuai harapan
orang tua pada umumnya, punya anak cakep, pintar dan jago ngomong. Tapi sayang ayah bunda,
si anak itu juga pandai berbohong, demanding, sangat manipulatif dan tak punya rasa bersalah
sama sekali. Kalo kata saya, mirip sama politikus cilik deh.

Kok bisa sih anak ayah bunda, si anak mengalami krisis nurani?

Setelah saya cari tahu dan karena orang tuanya bertanya ke saya. Dapat disimpulkan, karena si
anak "hidupnya" selalu disanjung, dibanggain sama orang tuanya, bahkan selalu dibenarkan
dalam urusan apapun. Gak pernah dimarahi dan gak pernah mendengar kata “Jangan". Mungkin
juga karena ajaran ayah bunda yang pintar dalam ilmu parenting sehingga melarang ayah bunda
untuk berkata “Jangan” pada buah hati. Ayah bunda emang hebat.

Tapi sekarang si ortu anak tersebut, notabene tetangga saya mulai kesel dan sering mengeluh
tentang anaknya. Karena pandai berbohong, demanding, sangat manipulatif. Gak punya rasa
bersalah sama sekali, dalam hal apapun. Mungkin sering dimanjain. Cerdas sih tapi begitu deh...

Saya sempat tanya, anak Bapak ilmu agamanya gimana? Jawab tetangga saya, biasa saja. Sesuai
yang dari sekolah aja belajar agamanya. Saya cuma diam, gak tahu apa artinya ilmu agama
"biasa saja". Tolong dong kasih tahu saya kalo ada yang bisa jelasin.

Buat saya. Anak itu sungguh telah dididik tidak sesuai dengan fitrahnya. Mungkin justru dididik
sesuai fitrah orang tuanya. Sehingga wajar kalo anaknya kini, ngeselin bahkan ngerepotin orang
tua. Bisa jadi, anak ini bisa tumbuh jadi anak berbiaya mahal. Gak bisa hidup prihatin lagi.
Mengerikan sekali. Karena kita lupa bahwa uang, harta atau kekayaan itu cuma amanah Allah.
Mudah untuk dikurangi, mudah ditambahin. Asal Allah berkehendak.

Ayah bunda, kita tahu belajar itu sangat mulia. Tapi jangan sampai ilmu membuat kita jadi
begitu akademis dan teoritis. Pendidikan juuga butuh nurani, naluri, intuisi dan fitrah? Gak
sepenuhnya rasional itu benar. Kadang anak-anak pun perlu diajari untuk “lebih mendengar” hati
nurani. Suara-suara yang kadang mombolehkkan jengkel, marah atau melarang. Biar seimbang
saja.

Nah, jadi mendidik anak itu sesuai fitrahnya gimana? Fitrah itu buat ayah bunda harusnya:
 Fitrah itu sadar sebagai ciptaan Allah. Maka naluri agama harus lebih kuat daripada naluri
duniawi. Di sini lingkugan anak memegang peran penting.
 Fitrah itu potensi. Potensi untuk menjadi baik atau buruk. Maka anak perlu diarahkkan, dididik
dengan benar agar potensi baik ada dalam diri anak.
 Fitrah itu cenderung netral. Bisa melihat segala hal dalam hidup secara objektif, baik dari
internal maupun eksterna.

Pertanyaannya, di mana ada pendidikan yang sesuai fitrah anak?

Maaf ya, saya memang bukan ahlli pendidikan. Tapi setelah melihat secara langsung model
pendidikan Boarding School, sekolah ber-asrama; itulah tempat yang ideal buat ayah bunda.
Karena di boarding school, bukan hanya pendidikan berbasis kemandirian yang diterapkan. Tapi
juga mereka diajari untuk menghindari dikotomi keilmuan, antara ilmu agama dan ilmu umum.
Mereka dididik untuk punya IPTEK dan IMTAK yang seimbang. Anak saya Farid Nabil
Elsyarif, kebetulan baru saja diterima di SMAN Cahaya Madani Banten Boarding School
(CMBBS) Pandeglang. Di situ saya melihat sendiri, anak-anak yang punya kegiatan belajar dan
asrama yang padat, dari pukul 04.00 pagi hingga pukul 22.00 WIB. Setiap bertemu ayah bunda
siapapun menyapa Assalamualaikum. Mencuci baju sendiri, mencuci piring sesuai makan
sendiri. Hidup tanpa HP, tanpa televisi, tanpa laptop. Tidak boleh pakai baju lengan pendek,
tidak boleh pakai jeans. Bahkan di hari libur Minggu, mereka berada di Masjid untuk mengaji
agar hafal Al Qur'an. Semua itu inisiatif mereka sendiri, sesuai potensi yang dimiliki masing-
masing anak sebagai fitrahnya.

ngaji1-57962fb5c423bd1b334a9302.jpg
Semua unsur di boarding school adalah AKTOR pendidikan. Guru, wali kelas, wali asrama,
kakak kelas, dan anak sendiri harus SADAR bahwa pendidikan itu fitrah mereka. Boarding
school gak hanya membangun kecerdasan siswa secara akademis. Tapi juga mental siswa
ditempatkan pada “maqom” yang seharusnya. Mulai dari ucapan, perilaku dan sikap siswa selalu
terpantau, membangun tradisi positif hingga terciptanya nilai-nilai kebersamaan dan pribadi yang
patuh, tanggung jawab, jujur, dan yang penting baik.
Ayah bunda kan sibuk, kerja dan cari nafkah buat anak. Terus, emang bisa juga mendidik mereka
secara fitrah? Ahhh ayah bunda, harusnya sih beri ruang anak-anak bisa belajar dan tumbuh
sesuai fitrah mereka. Bukan sesuai fitrah ayah bunda yang “dipaksa” harus ada pada diri anak.
Kasihan mereka ayah bunda …

Ayah bunda, fitrah anak itu akan teruji dan terbukti pada saat mereka dewasa lho.
Masalahnya, mereka mampu atau tidak “melewati jalan terjal” di masa remaja. Sungguh,
semua tergantung anak-anak kita sendiri, bukan tergantung ayah bunda kok. #Boarding
School

Ketua Bidang Pendidikan dan Dakwah Salimah Kabupaten Kediri, Meika Dwi
Nastiti hadir pada program acara SAKINAH sebagai narasumber di KSTV Kediri,
Kamis 1/02/18.

Dalam kesempatan kali ini Ibu dua putri yang akrab disapa dengan panggilan Ibu
Meika ini menyampaikan tentang begitu banyaknya teori atau konsep ilmu
pengasuhan dan pendidikan (parenting). Namun pada dasarnya menurut Ibu
Meika, cara termudah dalam mendidik anak adalah mendidik mereka sesuai
fitrah.

“Di dalam agama Islam, fitrah adalah konsep tentang asal penciptaan manusia,
ini merupakan kondisi yang diciptakan oleh Allah SWT sesuai dengan
kepribadian anak yang sesungguhnya sejak ia dilahirkan, kondisi ini berpotensi
membawa pokok kebaikan,” ungkap Ibu Meika dalam acara yang disiarkan
langsung dari studio KSTV Kediri itu.

Masih dalam paparan materinya beliau menyampaikan tentang beberapa macam


fitrah manusia, yaitu fitrah keimanan, fitrah seksualitas, fitrah bakat/keunikan
dan fitrah belajar. Di dalam fitrah keimanan ada konsep mendidik yang
disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan usia anak mulai dari
pengenalan Allah sebagai Tuhan (tauhid Rububiyah) hingga penanaman
kesadaran untuk menjadikan Allah SWT sebagai pusat pengabdian (tauhid
Uluhiyah). Misinya adalah ketika anak sudah mencapai usia baligh mereka akan
menjadi pribadi yang taat beribadah kepada Allah dan menjadi khalifatu fil ardh.
Hadir pula dalam kesempatan ini Sekretaris PD Salimah Kabupaten Kediri,
Widyanti Nugraheni yang menyampaikan tentang fitrah seksualitas anak. Konsep
pendidikan yang mempersiapkan anak tumbuh menjadi pribadi yang mampu
berpikir, bersikap dan berperilaku sesuai gendernya. Prosesnya juga harus
disuaikan dengan usia anak, mengajarkan kepada mereka tanggungjawab
sesuai dengan gendernya, hingga diinformasikan tentang hukum-hukum yang
melekat pada mereka saat menghadapi usia aqil baligh. Semua ini menjadi
tanggung awab orang tua untuk mengondisikan sejak dini dan senantiasa
menjaganya.

Namun demikian seluruh upaya ini juga harus melibatkan pihak sekolah dan
tetap mngedepankan karakteristik anak.

Mengakhiri uraiannya, Sekretaris PD Salimah Kab. Kediri biasa disapa Ibu


Nunuk ini menyampaikan dengan upaya-upaya ini kita berharap semoga anak-
anak kita menjadi anak sholih/sholihah sehingga membuahkan amal jariyah
kelak ketika mereka mendoakan kita orang tuanya.

Lita Humas Media Salimah Kabupaten Kediri (Fdh)

Related Post

Mendidik Anak Sesuai Fitrah


Catatan Seminar Parenting “Mendidik Anak sesuai Fitrah” bersama Ust.
Harry Santosa

Serang, 18 Agustus 2018

Setiap anak terlahir dengan fitrah. Anak bukanlah kertas kosong. Namun
anak terlahir dengan membawa fitrah yang telah diinstall oleh Allah.
Seperti halnya sebuah HP baru yang sudah diinstall oleh penjualnya
maka demikianlah anak. Ia sudah diinstall fitrah oleh Allah.

Setiap bayi pasti malam hari terbangun dan subuh bangun untuk
menyusu. ini adalah contoh fitrah manusia yakni bangun subuh untuk
menegakkan sholat. Namun seringkali orang tua lah yang menyuruh
anaknya tidur kembali. Artinya, orang tua lah yang merusak fitrahnya.
Setiap bayi memiliki fitrah kebersihan yang membuatnya merasa risih
dan menangis saat popoknya basah dan kotor. Namun orang tua lah
yang memberikannya popok sekali pakai. Jadi seringkali tanpa disadari,
orang tua lah yang memiliki peran penting dalam “merusak” fitrah anak.

** Kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat merusak fitrah
anak adalah:

1. Abai
Orang tua terlalu sibuk dengan urusan dirinya sendiri sehingga
mengabaikan keinginan dan kebutuhan anak. Orang tua juga seringkali
abai terhadap perasaan anak sehingga merasa sudah memberikan yang
terbaik bagi anak namun tanpa melihat perasaan dan keinginan anak.

2. Lalai
Banyak orang tua yang lalai mendidik anaknya. Merasa bahwa anak
akan bertumbuh dengan sendirinya dan menyerahkan pendidikan
sepenuhnya kepada sekolah.

Di usia dini, banyak orang tua yang justru memberikan gadget kepada
anaknya dan lalai untuk mengajaknya berkomunikasi. Merka
menganggap bahasa anak akan tumbuh dengan sendirinya. Padahal
fitrah ini telah dirusak dengan adanya gadget dengan bentuk speech
delay. Padahal saat anak berusia 3 tahun, ia sudah harus selesai
dengan bahasa ibunya dan menguasai 9000 kata yang ditandai dengan
kemampuan mengkomunikasikan dan mengekspresikan keinginannya
lewat kata – kata.

Orang tua tidak boleh lalai mendidik anaknya. Karena mendidik anak itu
harus hands on, praktek langsung. Dan orang tua adalah pakar
parenting terbaik untuk anaknya. Allah tidak akan salah menempatkan
anak dengan orang tuanya. Tugas mendidik anak ada pada orang
tuanya. Orang tua bertugas menumbuhkan fitrah dan sekolah/ lembaga
pendidikan bertugas mengajarkan pengetahuan.

Banyak orang tua yang lalai mempersiapkan anaknya menuju masa akil
baligh. Sehingga banyak anak yang sudah baligh (dewasa secara
biologis) namun belum aqil (dewasa psikologis). Dalam islam diajarkan
bagi anak yang sudah aqil baligh, ia wajib mandiri dan menghidupi
dirinya sendiri. Namun banyak orang tua yang lalai dalam hal ini
sehingga tidak mendidik anaknya untuk mandiri saat aqil baligh dan
bahkan tidak memandirikan anaknya.

Jika dilihat sejak zaman Rasulullah, para panglima besar, para mufti dan
hingga para toko sumpah pemuda adalah pemuda di usia belasan tahun
yang sudah sangat begitu mandiri dan memiliki peran peradaban besar.
Karena mereka ditempa untuk mandiri tanpa kemanjaan dari orang tua.

3. Lebay / berlebihan
Fenomena ini banyak terjadi pada keluarga muda yang masih memiliki
anak 1. Banyak orang tua baru ini ingin anaknya segera bisa ini bisa itu
dan menggegas anaknya mengikuti syariat / perintah agama. Padahal di
usia dini, anak – anak belum memiliki kewajiban syariat. Maka yang
terjadi adalah banyak orang tua yang buru – buru memasukkan
anakknya ke sekolah usia dini, les baca, sekolah agama dll. Banyak pula
orang tua yang sudah menyuruh anak usia dini berkerudung, sholat dll
yang acapkali berujung pada kemarahan dan hukuman fisik jika tidak
dilakukan.

Padahal fitrahnya anak usia dini adalah bermain dan menyerap


informasi dari lingkungan sekitar. Di usia dini tugas orang tua adalah
membuat anak terpesona pada syariat dan kebiasaan baik. Memberikan
contoh kebiasaan membaca buku dan menyediakan koleksi buku akan
membuat anak terpesona dan mencintai aktifitas membaca daripada
bergegas memasukkan anak les calistung. Menunjukkan kebahagiaan
saat adzan berkumandang, berdoa dan memeluk anak akan membuat
anak terpesona dengan kegiatan sholat. Menunjukkan kebaikan sikap,
perasaan terlindung serta kenyamanan dalam berhijab akan membuat
anak terpesona dengan menutup aurat.

Tak perlu bergegas mengajarkan anak menjadi shalih dan beradab


namun tumbuhkan fitrah keimanannya terlebih dahulu. Karena shalih itu
adalah amal, bukan status. Di bawah usia 7 tahun otak anak masih
bekerja di ranah imajinasi dan perasaan sehingga buatlah ia terpesona
dengan kebaikan tanpa menuntutnya menjadi baik.
Kenakalan anak bisa jadi adalah potensi yang belum tumbuh buahnya
atau jeritan hati anak yang cedera fitrahnya. Maka jangan lihat nakalnya,
lihatlah potensi dibalik kenakalan itu dan evaluasi sebab kenakalan
tersebut. Tidak mungkin Allah menciptakan anak tanpa peran
peradabannya. Yang muncul adalah fitrah yang tidak berkembang
dengan tuntas, karena fitrah yang tumbuh subur akan memunculkan
peran peradaban dari hati yang berorientasi langit dan menebar manfaat
di bumi.

Agar mendidik tanpa kegalauan, maka belajarlah dari Luqman yang cara
mendidiknya diabadikan dalah QS. Luqman.

** Dalam ajaran Islam, sudah sangat jelas bahwa manusia diciptakan


untuk beribadah dan menjadi khalifah. Tinggal peran peradaban seperti
apakah yang akan dilakoni oleh setiap orangnya. Misi adalah penugasan
Allah kepada hambaNya untuk ditunaikan di dunia. Setiap individu
mempunyai misi. Setiap keluarga seharusnya memiliki misi keluarga
sehingga tidak menjadi keluarga yang mengikuti arus saja dan
menghasilkan anak – anak kerdil yang tidak mampu bertahan pada
jamannya. Dan misi keluarga ini sejatinya berasal dari suami yang
memimpin keluarga. Sedangkan istri harus melebur mendukung penuh
pencapaian misi keluarga ini. Jika suami belum menemukan misi
keluarga maka tugas istri adalah membantu menemukannya.

Sebagai contoh BJ. Habibie yang memiliki misi pribadi membuat


pesawat terbang untuk Indonesia, maka misi pribadi itu kemudian
dibesarkan menjadi misi keluarga. Dan Ibu Ainun pun melebur
meninggalkan karir pribadinya untuk mendukung dan mendidik anak –
anaknya mewujudkan misi keluarga itu.

Seperti kata Habibie bahwa:

cinta adalah melihat ke arah yang sama lalu bergandeng tangan menuju
ke arahnya.

Itulah yang terjadi dalam keluarga Habibie – Ainun.


Tugas orang tua adalah menghantarkan anak pada misi hidupnya. Misi
yang membuat anak memiliki peran besar bagi peradabannya. Misi yang
semakin dijalani semakin menumbuhkan cinta dan kedekatan pada
keluarga. Bukan ambisi yang semakin dilakoni malah menjauhkan dari
keluarga. Peran peradaban manusia hanya dapat dijalankan dengan
hebat jika fitrah terbangun dengan baik, membangun dan memberi
manfaat pada alam lingkungannya, sesuai dengan jamannya dan
dipandu oleh Kitabullah.

Sepanjang hidup harus punya pendamping agar peran peradaban bisa


dioptimalkan untuk memberikan manfaat sebesar – besarnya.
Pendamping itu adalah:
1. Murobbi ( pendamping akidah)
2. Maestro ( pendamping bisnis, karir dll)

Pendidikan seyogyanya adalah kegiatan yang mampu menghantarkan


fitrah kepada peran peradabannya. Sehingga anak siap menerima
syariat ketika fitrah – fitrahnya tumbuh subur. Dan proses belajar adalah
proses menjadi insan kamil yang berorientasi langit serta menebar
manfaat di bumi. Pendidik sejati adalah Allah yang menciptakan fitrah
dan menetapkan syariat. Maka kita hanya perlu mengikuti fitrah itu dan
dipandu oleh Kitabullah.

Ada keutamaan pada sepertiga waktu terakhir. Allah turun dari arsy
untuk menjumpai hambanya yang bersujud di sepertiga malam terakhir.
Malam Lailatul Qadr ada di sepertiga Ramadhan terakhir. Muhammad
SAW diangkat menjadi rasul di sepertiga terakhir usianya. Dan saat
manusia sudah sampai di sepertiga terakhir umurnya, seharusnya tidak
digunakan untuk bersantai atau menikmati masa pensiun. Namun justru
grafik produktifitas seharusnya menanjak naik untuk menuntaskan misi
nya. Hingga Allah mengakhiri penugasan itu dengan menghentikan
nafas.

** Ada 8 fitrah manusia:


1. Fitrah keimanan –> peran sebagai penyeru kebenaran
2. Fitrah Fisik dan Indera
3. Fitrah Belajar –> peran sebagai inovator
4. Fitrah Seksualitas –> peran keayahbundaan
5. Fitrah Bahasa
6. Fitrah Perkembangan
7. Fitrah Bakat –> peran sebagai ahli profesional
8. Fitrah individu dan Sosial

Semua fitrah ini harus tumbuh bersamaan secara lengkap. Ketika fitrah
anak tumbuh subur, ia akan mampu menerima syariat dan beramal
dengan ikhlas. Agar anak dapat beramal dengan ikhlas maka harus ada
3R yakni:
– Relevan : sesuai dengan fitrah
– Relation : adanya cinta yang kiat pada Allah, Rasulullah dan alam
lingkungannya
– Reason : adanya alasan kuat untuk melakukannya

Anak – anak yang menikmati sholat di usia 7 tahun, adalah anak – anak
yg menikmati iman sebelum usia 7 dan ia terpesona pada sholat dan
aktifitas keimanan lainnya. Tahapan keimanan adalah: aqidah,
mahabbah lalu da’wah. Sehingga yang pertama diajarkan adalah aqidah
yang kemudian ditumbuhkan kecintaan pada Allah, Rasulullah dan Islam
sehingga mampu menjadi penyeru kebenaran.

Masa kritis mendidik anak 11-14. Jika tidak tumbuh fitrahnya, anak akan
mengganggap semua yg ada disekitarnya ancaman. Karena tidak ada
anak salah gaul, yang ada adalah anak salah asuh. Anak yang diasuh
dengan benar dan tumbuh semua fitrahnya akan mampu melindungi diri
dan memiliki imunitas terhadap lingkungan yang buruk. Bahkan mampu
mejadi penyeru kebenaran di lingkungan itu.

**Tahapan perkembangan anak:


0 – 7 tahun : dekat dengan kedua orang tuanya
7-10 : dekatkan anak pada ayahnya agar anak memiliki sosok tauladan
11-14 : dekatkan anak pada ibunya agar anak laki – laki mampu
menghargai perempuan dan anak perempuan mampu menempatkan
dirinya

Anak seharusnya memiliki ayah dan ibu yang lengkap dalam


kehidupannya. Yakni ayah yang memiliki sifat keayahan dan ibu dengan
sifat keibuannya. Jika ayah dan ibu tidak ada, maka dapat digantikan
oleh orang lain yang memiliki peran dan sifat keayahan dan keibuan.
Dan jangan sampai anak memiliki dua ayah (ayah sesungguhnya dan
ibu yang bersifat keayahan) karena akan membuat anak bersifat kasar
dan keras. Namun jangan pula anak memiliki dua ibu (ibu sesungguhnya
dan ayah yang bersifat keibuan) agar anak tidak tumbuh menjadi anak
yang tidak rasional. Dua sifat pengasuhan ini harus seimbang sehingga
akan mampu menumbuhkan fitrah secara lengkap.

Peran pengasuhan tidak bisa dialihkan kepada orang lain. Karena kita
adalah orang tua terbaik bagi anak kita.

Deraskan maknamu, bukan tinggikan suaramu. Karena hujan lah yang


menumbuhkan bunga – bunga bukan petir dan guruhnya

MAKNA, arti, atau pengertian Fitrah (Fitri) dapat ditinjau dari segi bahasa dan istilah.

Secara bahasa, Fitrah berasal dari akar kata f-t-r (fa-tho-ro) dalam bahasa Arab (‫ )فطرة‬yang berarti
“membuka” atau “menguak”, juga berarti perangai, tabiat, kejadian, asli, agama, ciptaan
Fitrah juga mempunyai makna “asal kejadian”, “keadaan yang suci”, dan “kembali ke asal”. Maka,
Idul Fitri sering dimaknai sebagai "kembali ke keadaan suci tanpa dosa".

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata fitrah diartikan dengan sifat asli, bakat,
pembawaan perasaan keagamaan.

SURAH AR-RUUM (30) AYAT 30

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ; ...(tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurutfitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah"

AL-QUR'AN PERLU DI HAFAL

Namun yang lebih penting a d a l a h mengamalkanisi Al-Qur'andan untuk


mengamalkan, kita harus mengerti dan memahaminyalebih dahulu.

MEMAHAMI B U K A N L A H MENERJEMAHKAN

Setiap ayat dibutuhkan berbagai uraian dan penjelasan, baik dalam memahami arti dan juga
makna, sehingga kita merasa jelas dan plongyang tidak ragu-ragu lagi dalam memahaminya.

Ayat tersebut sebagai contohdari sekian banyak ayat-ayat Al-Qur'an


yang memerlukanuraian dan penjelasanagar supaya kita bisa memahaminya.

Entah sudah berapa lama dan berapa puluhan kali membaca ayat surah tersebut untuk bisa
memahaminya,tetapi tetap belum merasa plong.Bahkan sesudah membacabanyak tulisan dari
internet dengan uraian dan penjelasannya, malahan menjadi bingung.

KENAPA?

Banyak dari tulisan mereka, disampaikan dengan cara dan isi uraian dan penjelasannyam i r i
p, kalau tidak boleh dikatakan sama serta bersifatmembukalebar, tidak fokusdan banyak
macam-macam a r t i yang dicontohkan, sehingga malah membingungkan.

DARI AL-LUBAAB

Sudah kita telusuri dalam Buku Tafsir dari Bapak Quraish Shihab,namun kita tidak
menemukanjawaban, uraian atau penjelasan yang dapat meningkatkan pengertian dan
pemahaman kita,sampai gamblang.
URAIAN DAN PENJELASAN TERBAIK

Akhirnya kita mendapatkan uraian dan penjelasan t e r b a i kyang pernah kita


temukan, yang bisa memberikan pemahamandengan jelasuntuk surah Ar-Ruum (30) ayat
30 tersebut.

CONTOH

P a b r i k membuat "g e l a s" dengan kondisiatau kualitas sebagai "default factory


setting", y a i t u : kondisi awal sesuai disain
pabrik, dengan peruntukan atau tujuan sebagai "alat minum".

Maka fitrah-nya gelas a d a l a h sebagai alat minum.


Pabrik pasti telah memilihbahan, proses dan disain produknya sesuai dengan tujuannya.

Pertanyaannya :

Apakah g e l a s itu bisa dipakai sebagai alatuntukmandi ?

Jawabnya :

Tentu bisa, tetapi yang perlu diperhatikan, pasti tidak


nyamanmemakainyadan g e l a s itubisa pecah atau rusak.

SECARA U M U M

F i t r a h a d a l a h kondisiatau kualitas awalatas sesuatu hasil ciptaansi pembuat,


yang sesuai dengantujuan penciptaannya.

MENURUT AL-QUR'AN

F i t r a h a d a l a h bahasa Arab (faathiru), seperti dalam Al-Qur'an surah Al-Faathir (35)


ayat1, s e b a g a i :

Alhamdu lillaahi "faathiris"-samaawaati wal-ardhi

yang a r t i n y a :

Segala puji bagi Allah "Pencipta" langit dan bumi


F I T R A H ALLAH

Istilah f it r a h sering dimaknai sebagai suci dan potensi, dimana secara bahasa, artinya al-
khilqah y a i t u keadaan asalketika seorang manusia diciptakan oleh Allah,dalam keadaan
suci.

Jadi fitrah di sini a d a l a h fitrah Allah y a i t u penciptaanyang ditetapkan kepada


manusia,dimana bahwa manusia sejak lahir dalam keadaan suci,dengan artian tidak
mempunyai dosa.

ALLAH MAHA PENCIPTA

Dari ayat tersebut diatas,

F i t r a h secara umum artinya penciptaan, tetapi bila dikaitkandengan manusia, s e p e r t i :

f i t r a h manusia,

maka kata fitrah jadi bermakna sendiri, katakan sebagai suatu standar kualitas manusia,dan
kalimat f i t r a h manusia

artinya :

penciptaan manusia sesuai standar kualitas manusia

STANDAR KUALITAS MANUSIA

Artinya a d a l a h manusia jadi Hamba Allah danyang pandai mengabdi (ibadah) kepada
Allah SWT,seperti tersebut dalam surah Adz-Dzaariyaat (51) ayat 56, y a i t u :

....... Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia,melainkan supaya mereka menyembah-Ku

Oleh karena itu, struktur jasmani dan rohani manusia pasti bisa dipakai untuk mengabdi
(ibadah)kepada Allah, serta pastijuga cocok dan pasdipakaiuntuk beribadah.

Allah telah menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi :


Hamba Allah yang pandai mengabdi (ibadah) kepada AllahSWT

KESIMPULAN

Agar supaya gamblang, kita ulang pemahamannyaseperti

berikut :

 F i t r a h secara umum a d a l a h kondisiatau kualitas awalatas sesuatu hasil ciptaan si


pembuat, yang sesuai dengantujuan penciptaannya.
 F i t r a h manusia a d a l a h penciptaan manusia sesuai standar kualitas manusia, y a i t
u manusiasebagai Hamba Allah dan yang pandai mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT.
 Makna surah Ar-Ruum (30) ayat 30,
 .....fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahitu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah

menjadi :

penciptaan manusia oleh Allah SWT, menurut kualitas awal manusiayang sejak lahir dalam
keadaan suci,dalam artian tidakmempunyai dosa serta sesuai standar kualitas manusia.

Wallahu a'lam.

Tentu bisa, tetapi yang perlu diperhatikan, pasti tidak


nyamanmemakainyadan g e l a s itubisa pecah atau rusak.

SECARA U M U M

F i t r a h a d a l a h kondisiatau kualitas awalatas sesuatu hasil ciptaansi pembuat,


yang sesuai dengantujuan penciptaannya.

MENURUT AL-QUR'AN

F i t r a h a d a l a h bahasa Arab (faathiru), seperti dalam Al-Qur'an surah Al-Faathir (35)


ayat1, s e b a g a i :
Alhamdu lillaahi "faathiris"-samaawaati wal-ardhi

yang a r t i n y a :

Segala puji bagi Allah "Pencipta" langit dan bumi

F I T R A H ALLAH

Istilah f it r a h sering dimaknai sebagai suci dan potensi, dimana secara bahasa, artinya al-
khilqah y a i t u keadaan asalketika seorang manusia diciptakan oleh Allah,dalam keadaan
suci.

Jadi fitrah di sini a d a l a h fitrah Allah y a i t u penciptaanyang ditetapkan kepada


manusia,dimana bahwa manusia sejak lahir dalam keadaan suci,dengan artian tidak
mempunyai dosa.

ALLAH MAHA PENCIPTA

Dari ayat tersebut diatas,

F i t r a h secara umum artinya penciptaan, tetapi bila dikaitkandengan manusia, s e p e r t i :

f i t r a h manusia,

maka kata fitrah jadi bermakna sendiri, katakan sebagai suatu standar kualitas manusia,dan
kalimat f i t r a h manusia

artinya :

penciptaan manusia sesuai standar kualitas manusia

STANDAR KUALITAS MANUSIA

Artinya a d a l a h manusia jadi Hamba Allah danyang pandai mengabdi (ibadah) kepada
Allah SWT,seperti tersebut dalam surah Adz-Dzaariyaat (51) ayat 56, y a i t u :

....... Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia,melainkan supaya mereka menyembah-Ku
Oleh karena itu, struktur jasmani dan rohani manusia pasti bisa dipakai untuk mengabdi
(ibadah)kepada Allah, serta pastijuga cocok dan pasdipakaiuntuk beribadah.

Allah telah menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi :

Hamba Allah yang pandai mengabdi (ibadah) kepada AllahSWT

KESIMPULAN

Agar supaya gamblang, kita ulang pemahamannyaseperti

berikut :

 F i t r a h secara umum a d a l a h kondisiatau kualitas awalatas sesuatu hasil ciptaan si


pembuat, yang sesuai dengantujuan penciptaannya.
 F i t r a h manusia a d a l a h penciptaan manusia sesuai standar kualitas manusia, y a i t
u manusiasebagai Hamba Allah dan yang pandai mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT.
 Makna surah Ar-Ruum (30) ayat 30,
 .....fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahitu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah

menjadi :

penciptaan manusia oleh Allah SWT, menurut kualitas awal manusiayang sejak lahir dalam
keadaan suci,dalam artian tidakmempunyai dosa serta sesuai standar kualitas manusia.

Wallahu a'lam.

Home Tafsir dan Penafsiran Pengertian Fitrah Menurut Pakar

Pengertian Fitrah Menurut Pakar


Fitriyât dalam ilmu Logika merupakan salah satu makna terminologi fitrah pada
tema proposisi logika. Proposisi-proposisi fitri (fitriyât) merupakan sebuah
proposisi yang meskipun keterbuktian predikat untuk subyek di dalamnya
membutuhkan hadd-e wasath (middle term, relasi antara premis minor dan
premis mayor), tetapi hadd-e wasath ini senantiasa hadir di dalam pikiran,
dengan demikian proposisi ini termasuk dalam
proposisi yakini (definitive)dan badihi (self-evident, gamblang dengan
sendirinya). Oleh karena itu, para logikawan mengungkapkannya dengan
interpretasi “Qadhaya qiyasâtuha ma’aha”yaitu “proposisi-proposisi yang
analoginya senantiasa bersamanya”. Dalam tema teologi
terkadang fitriyât berada dalam makna khas ini.
Kadangkala kata fitri berlaku untuk proposisi-proposisi primer (primitive
statement). Yang dimaksud dengan proposisi-proposisi primer adalah sebuah
proposisi dimana pada saat dzihn (pikiran) menggambarkan predikat dan
subyeknya, maka pada saat itu pula ia membenarkannya. Ia tidak memerlukan
pemikiran yang ruwet dalam menghukumi dan mengakuinya. sebagaimana
yang terjadi dalam proposisiimtina’ tanaqudh (tertolaknya kontradiksi) yang
mengatakan: “Ijtimâ’ wa irtifa’ naqidhâin (berkumpul dan terangkatnya dua
kontradiksi secara bersamaan) adalah mustahil”.
Terkadang pula kata fitri dipergunakan dalam kaitannya dengan proposisi-
proposisi akhlak, dimana dalam hubungannya dengan akal merupakan
aktivitas yang actual. Seperti ketika kita mengatakan kalimat: “Bohong adalah
perbuatan yang tercela”, maka kalimat tersebut merupakan sebuah proposisi
fitri.
Kata fitri dalam sebagian hal, sinonim dengan kata “wijdân” (kata hati)”. Dalam
terminologi ini, maksud dari fitrah adalah isyarat pada dasar dan sumber
kemunculan hukum-hukum akhlak.
Kadangkala fitri sinonim dengan badihi (self-evident, gamblang dengan
sendirinya), baik dalam institusi imajinasi maupun dalam batasan
kejelasannya.Tentu saja apa yang sering dikatakan sebagai kejelasan badihi,
biasanya yang dimaksud adalah badihiyât awwaliyah(badihi-
badihi primer). Atas dasar inilah kadangkala proposisi “Kontradiksi adalah
mustahil”, biasa pula disebut sebagai fitri. Tetapi kita tidak menganggap materi
sebagai fitri sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian logikawan yang
memasukkannya dalam badihiyât dan yaqiniyât. Tetapi dalam institusi
imajinasi, rasanya tak jarang imajinasi-imajinasi badihi seperti
persepsi wujud (ada), 'adam (tiada),terkadang kita sifatkan sebagai fitri.
Misalnya ketika kita mengatakan: “Pahaman sesuatu merupakan sebuah
pahaman dimana setiap individu secara fitrah mampu memahaminya”.
Terkadang maksud dari fitri adalah makrifat dan ilmu hudhuri. Seperti ketika
kita mengatakan: “Adalah merupakan sebuah hal yang fitri apabila setiap orang
menyadari keberadaannya”. Yang dimaksud di sini adalah setiap orang
menyadari keberadaannya dengan ilmu hudhuri yang dimilikinya.
Terminologi lain dari fitrah adalah apa yang diungkapkan dalam filsafat
Descartes. Maksud fitriyah dalam filsafat ini adalah sebuah pahaman, dimana
akal insan secara sendirinya mampu mencerapnya dengan jelas. Seperti
pahaman ihwal Tuhan, gerak, kontinuitas dan nafs. Berdampingan
dengan fitriyahini, Descartes juga mengungkapkan dua kelompok lain untuk
makna-makna dan pahaman-pahaman, yang ia namakan sebagai fiktif dan
obyektif.1
Dalam filsafat Imanuel Kant, kata fitri terkadang juga dipergunakan dalam
kaitannya dengan duabelas kategori-nya.2
Istilah lain dari fitri, dapat kita jumpai dalam istilah Psikologi. Para psikolog
sepakat bahwa terdapat empat hasrat dan keinginan yang ada di dalam diri
manusia, yang terkadang keempat hasrat ini berada di bawah pengaruh
“hiss”(indra)”, dan mereka adalah:
a. Keinginan beragama
b. Keinginan untuk cantik/indah
c. Keinginan untuk berilmu
d. Keinginan berakhlak baik3
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
1Muhammad ‘Ali Furugy, “Seir Hikmat dar Eurupa”, J. 1, bag. Descartes.
2Murthadha Muthahari, Syarh Mabsuth-e Mandzumah, J. 3, hal 273; Levin
dkk, Falsafah Ya Pazyuhesh Hakekat’ terjemahan Jalaluddin Mujtabawi, hal.
287; Murthadha Muthahari, Fitrat, hal. 35.
3Syahid Murthadha Muthahari, Hiss-e Hallâqiyyat va Nu Âvari; Fitrat, hal. 49-
56

Anda mungkin juga menyukai