Anda di halaman 1dari 16

Pengertian Kesehatan Mental

Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan


dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Peristiwa-peristiwa
tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres
berat jangka panjang.

Jika kesehatan mental terganggu, maka timbul gangguan mental atau penyakit mental.
Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres,
berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti
diri sendiri.

Beberapa jenis gangguan mental yang umum ditemukan, antara lain depresi, gangguan
bipolar, kecemasan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan obsesif
kompulsif (OCD), dan psikosis. Beberapa penyakit mental hanya terjadi pada jenis
pengidap tertentu, seperti postpartum depression hanya menyerang ibu setelah
melahirkan.

Gejala Kesehatan Mental

Gangguan mental atau penyakit mental dapat diawali dengan beberapa gejala berikut
ini, antara lain:

 Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman.


 Delusi, paranoia, atau halusinasi.
 Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
 Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu menghantui.
 Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
 Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.
 Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan.
 Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
 Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari.
 Mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang tidak benar.
 Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan.
 Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah dalam
hubungan dengan orang lain.
 Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan takut
yang tidak biasa.
 Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan.
 Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan
narkoba.
 Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau
terlalu sedikit.
 Perubahan gairah seks.
 Rasa lelah yang signifikan, energi menurun, atau mengalami masalah tidur.
 Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti merawat anak atau pergi ke
sekolah atau tempat kerja.
 Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang.

Penyebab Kesehatan Mental

Beberapa penyebab umum dari gangguan mental, antara lain:

 Cedera kepala.
 Faktor genetik atau terdapat riwayat pengidap gangguan mental dalam keluarga.
 Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya.
 Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak.
 Memiliki kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak.
 Mengalami diskriminasi dan stigma.
 Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat.
 Mengalami kerugian sosial, seperti masalah kemiskinan atau utang.
 Merawat anggota keluarga atau teman yang sakit kronis.
 Pengangguran, kehilangan pekerjaan, atau tunawisma.
 Pengaruh zat racun, alkohol, atau obat-obatan yang dapat merusak otak.
 Stres berat yang dialami dalam waktu yang lama.
 Terisolasi secara sosial atau merasa kesepian.
 Tinggal di lingkungan perumahan yang buruk.
 Trauma signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius, atau
kejahatan dan yang pernah dialami.

Faktor Risiko Kesehatan Mental

Beberapa faktor risiko gangguan mental, antara lain:

 Perempuan memiliki risiko tinggi mengidap depresi dan kecemasan, sedangkan


laki-laki memiliki risiko mengidap ketergantungan zat dan antisosial.
 Perempuan setelah melahirkan.
 Memiliki masalah di masa kanak-kanak atau masalah gaya hidup.
 Memiliki profesi yang memicu stres, seperti dokter dan pengusaha.
 Memiliki riwayat anggota keluarga atau keluarga dengan penyakit mental.
 Memiliki riwayat kelahiran dengan kelainan pada otak.
 Memiliki riwayat penyakit mental sebelumnya.
 Mengalami kegagalan dalam hidup, seperti sekolah atau kehidupan kerja.
 Menyalahgunakan alkohol atau obat-obatan terlarang.
 

Diagnosis Kesehatan Mental

Dokter ahli jiwa atau psikiater akan mendiagnosis suatu gangguan mental dengan
diawali suatu wawancara medis dan wawancara psikiatri lengkap mengenai riwayat
perjalanan gejala pada pengidap serta riwayat penyakit pada keluarga pengidap.
Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang menyeluruh untuk mengeliminasi
kemungkinan adanya penyakit lain.

Jika diperlukan, dokter akan meminta untuk dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti
pemeriksaan fungsi tiroid, skrining alkohol dan obat-obatan, serta CT scan untuk
mengetahui adanya kelainan pada otak pengidap. Jika kemungkinan adanya penyakit
lain sudah dieliminasi, dokter akan memberikan obat dan rencana terapi untuk
membantu mengelola emosi pengidap.

Pencegahan Kesehatan Mental

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan mental, yaitu:

 Melakukan aktivitas fisik dan tetap aktif secara fisik.


 Membantu orang lain dengan tulus.
 Memelihara pikiran yang positif.
 Memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah.
 Mencari bantuan profesional jika diperlukan.
 Menjaga hubungan baik dengan orang lain.
 Menjaga kecukupan tidur dan istirahat.

Pengobatan Kesehatan Mental

Beberapa pilihan pengobatan yang akan dilakukan dokter dalam menangani gangguan
mental, antara lain:

 Psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi bicara yang memberikan media yang


aman untuk pengidap dalam mengungkapkan perasaan dan meminta saran.
Psikiater akan memberikan bantuan dengan membimbing pengidap dalam
mengontrol perasaan. Psikoterapi beserta perawatan dengan menggunakan
obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk mengobati penyakit
mental. Beberapa contoh psikoterapi, antara lain cognitive behavioral therapy,
exposure therapy, dialectical behavior therapy, dan sebagainya.
 Obat-obatan. Pemberian obat-obatan untuk mengobati penyakit mental
umumnya bertujuan untuk mengubah senyawa kimia otak di otak. Obat-obatan
tersebut berupa golongan selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI), serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor (SNRIs), dan
antidepresan trisiklik. Obat-obatan ini umumnya dikombinasikan dengan
psikoterapi untuk hasil pengobatan yang lebih efektif.
 Rawat inap. Rawat inap diperlukan jika pengidap membutuhkan pemantauan
ketat terhadap gejala-gejala penyakit yang dialaminya atau terdapat
kegawatdaruratan di bidang psikiatri, misalnya percobaan bunuh diri.
 Support group. Support group umumnya beranggotakan pengidap penyakit
mental yang sejenis atau yang sudah dapat mengendalikan emosinya dengan
baik. Mereka berkumpul untuk berbagi pengalaman dan membimbing satu sama
lain menuju pemulihan.
 Stimulasi otak. Stimulasi otak berupa terapi elektrokonvulsif, stimulasi magnetik
transkranial, pengobatan eksperimental yang disebut stimulasi otak dalam, dan
stimulasi saraf vagus.
 Pengobatan terhadap penyalahgunaan zat. Pengobatan ini dilakukan pada
pengidap penyakit mental yang disebabkan oleh ketergantungan akibat
penyalahgunaan zat terlarang.
 Membuat rencana bagi diri sendiri, misalnya mengatur gaya hidup dan
kebiasaan sehari-hari, untuk melawan penyakit mental. Rencana ini bertujuan
untuk memantau kesehatan, membantu proses pemulihan, dan mengenali
pemicu atau tanda-tanda peringatan penyakit.

Kapan Harus ke Dokter?

Jika diri sendiri atau kerabat menunjukkan gejala-gejala yang telah disebutkan di atas
secara terus-menerus dan tidak membaik, sebaiknya segera memeriksakan diri ke
dokter spesialis jiwa atau psikiater untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan
lebih lanjut. Untuk melakukan pemeriksaan, kamu bisa langsung membuat janji dengan
dokter di rumah sakit pilihan kamu di sini.

ogyakarta(15/12) - Kesehatan mental begitu istimewa, hingga WHO menetapkan setiap tanggal 10
Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Ditetapkannya momen ini tentu memiliki
tujuan, yaitu mengkampanyekan kesehatan mental dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai
isu-isu yang relevan berkaitan dengan kesehatan mental.
Lalu, apa yang dimaksud dengan kesehatan mental ? Menurt WHO (2004), kesehatan mental adalah
kondisi sejahtera dimana individu mampu :
1. Menyadari kemampuan yang ia miliki;
2. Mengatasi tekanan dan stres dalam kehidupan sehari-hari;
3. Bekerja produktif;
4. dan mampu berkontribusi aktif di lingkungan atau komunitasnya
Lalu, kondisi seperti apa yang masuk dalam kategori mengalami masalah kesehatan mental? Dan, apakah
kita sehat mental? Terdapat suatu istilah mental distress, yakni perasaan yang dialami oleh seseorang
ketika dihadapkan pada situasi yang menimbulkan ketidaknyamanan, misalnya tidak memiliki pekerjaan
tetap, mengalami PHK, beban kerja yang tinggi, banyaknya tugas sekolah, dikhianati teman, dsb.
Berbagai situasi tersebut akan memicu munculnya perasaan seperti sedih, kecewa, merasa bersalah,
pesimis, marah, benci, atau lainnya. Kondisi-kondisi ini sangatlah wajar, karena bagaimanapun juga, kita
akan selalu dihadapkan pada situasi yang sifatnya dinamis dan tidak terduga. Mental distress ini dapat
menjadi sebuah kesempatan bagi individu untuk berupaya mengatasinya dengan menggunakan
ketrampilan penyelesaian masalah secara tepat. Ketika individu mampu mengatasi kondisi tidak nyaman
tersebut dan berhasil mengembangkan dirinya secara positif, maka yang bersangkutan tidak
membutuhkan penanganan lebih lanjut yang mungkin melibatkan tenaga profesional.
Kemudian, kondisi apa yang dapat memicu masalah kesehatan mental lebih lanjut ? Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa mengalami suatu kejadian yang tidak nyaman dalam keseharian adalah hal
wajar. Otak manusiapun juga akan berusaha untuk menyeimbangkan kembali kondisi fisik dan psikologis
dengan cara adaptif. Namun, bila situasi yang terjadi datangnya terus-menerus (beruntun) dan sifatnya
sangat jarang dibanding keadaan mental distress, seperti kematian anggota keluarga, bullying yang sangat
berat,  hingga dirasa mengganggu fungsi keseharian, maka kondisi ini dapat beresiko memicu munculnya
masalah kesehatan mental. Jika individu tersebut belum mampu mengatasi masalah secara optimal, maka
yang bersangkutan dapat melibatkan peran profesional (misalnya psikolog) untuk membantunya
mengupayakan strategi penyelesaian masalah yang lebih efektif.
Terdapat pula istilah gangguan mental, yakni suatu keadaan dimana otak mengalami permasalahan
sehingga individu tidak dapat menjalankan fungsi kesehariannya, sebagai contoh kesulitan tidur hingga
beberapa waktu, mengurung diri di kamar dan menolak aktivitas, gangguan makan yang ekstrem,
menghindari relasi sosial, bahkan munculnya ide atau pikiran menyakiti diri. Kondisi ini tentu sudah
membutuhkan proses diagnosis dan penanganan lebih lanjut sesuai temuan gejala yang dilakukan oleh
profesional seperti psikiater dan psikolog.
Lantas, hal apa saja yang dapat kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental dan tetap dapat berfungsi
dalam keseharian?
1. Rawatlah diri secara berkala. Anda dapat melakukan teknik self care, yakni serangkaian tindakan
untuk fisik, emosi, dan spiritual  yang mencerminkan cara kita menjaga diri kita sendiri. Self-
care bukanlah sebuah keegoisan, melainkan bentuk kepedulian terhadap kesehatan dan
kesejahteraan fisik serta mental kita.  Meluangkan waktu untuk melakukan self-care dapat
membantu kita dalam  mengatasi stres, kecemasan, bahkan mengontrol
kemarahan.  Melakukan aktivitas sederhana dan yang disukai secara rutin dapat meningkatkan
kesejahteraan psikologis kita. Berikut beberapa contoh yang dapat kita lakukan sebagai bentuk
dari self care.
2. Bekali diri dengan kemampuan problem solving yang optimal. Sadari bahwa masalah hadir untuk
diselesaikan, bukan untuk dihindari (flight response). Pahami pula penyelesaian masalah tidak
bersifat instan, melainkan butuh proses dan konsistensi dalam mengupayakannya. Belajar tentang
manajemen stres dan ketrampilan mengelola emosi, dapat kita gunakan sebagai “amunisi”
manakala tengah dihadapkan pada situasi yang tidak nyaman.
3. Jangan melabel atau mendiagnosa diri. Memberikan cap bahwa “aku ini payah”, “aku memang
pantas mengalami ini”, dsb hanya akan menimbulkan ketidaknyamaan dalam diri karena adanya
rasa tidak berharga. Atau, “dari artikel ini, sepertinya aku depresi” atau “aku sering alami
swing mood, berarti aku mengalami bipolar”. Diagnosa adalah bagian dari proses pemeriksaan
yang dilakukan profesional untuk membantu pemberian penanganan (medis maupun psikologis)
yang tepat terhadap pasien. Jika memang merasakan ada yang tidak nyaman dan dinilai
menurunkan kualitas kesehatan, segera akses layanan kesehatan untuk melakukan konsultasi
dengan tenaga medis dan psikolog.
Sama halnya dengan kesehatan fisik, kesehatan mental juga merupakan sebuah kebutuhan dasar yang
akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Pahami kondisi diri, kenali situasi dan efeknya, upayakan
optimalisasi penyelesaian masalah, serta hubungi profesional jika memang sangat dibutuhkan. Selamat
berproses dalam perjalanan kehidupan. Salam sehat jiwa.
 

Aril Halida, M.Psi, Psikolog - Klinik Psikologi RS Jiwa Grhasia DIY


KESEHATAN MENTAL MASYARAKAT INDONESIA (PENGETAHUAN,

DAN KETERBUKAAN MASYARAKAT TERHADAP GANGGUAN

KESEHATAN MENTAL)

Oleh:

Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama

Email:

(adistywismaniputri@gmail.com; budhiwibhawa@gmail.com; ariesurya_gutama@yahoo.com)

ABSTRAK

Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala bentuk
gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi secara normal
dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah

yang akan ditemui sepanjang hidup seseorang dengan menggunakan kemampuan pengolahan stres.
Kesehatan mental merupakan hal penting yang harus diperhatikan selayaknya kesehatan fisik.

Diketahui bahwa kondisi kestabilan kesehatan mental dan fisik saling mempengaruhi. Gangguan

kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya diperoleh dari garis keturunan. Tuntutan

hidup yang berdampak pada stress berlebih akan berdampak pada gangguan kesehatan mental yang

lebih buruk.

Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi gangguan

mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari populasi orang

dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000 ada

1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional (Depkes, 2007). Data yang ada

mengatakan bahwa penderita gangguan kesehatan mental di Indonesia tidaklah sedikit sehingga

sudah seharusnya hal tersebut menjadi sebuah perhatian dengan tersedianya penanganan atau

pengobatan yang tepat.

Di berbagai pelosok Indonesia masih ditemui cara penanganan yang tidak tepat bagi para

penderita gangguan kesehatan mental. Penderita dianggap sebagai makhluk aneh yang dapat

mengancam keselamatan seseorang untuk itu penderita layak diasingkan oleh masyarakat. Hal ini

sangat mengecawakan karena dapat mengurangi kemungkinan untuk seorang penderita pulih. Untuk

itu pemberian informasi, mengedukasi masyarakat sangatlah penting terkait kesehatan mental agar

stigma yang ada di masyarakat dapat dihilangkan dan penderita mendapatkan penanganan yang tepat.

Kata Kunci : Kesehatan Mental, Gangguan Kesehatan Mental, Paradigma Masyarakat

PENDAHULUAN

Kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting bagi manusia sama halnya seperti

kesehatan fisik pada umumnya. Dengan sehatnya mental seseorang maka aspek kehidupan yang lain

dalam dirinya akan bekerja secara lebih maksimal. Kondisi mental yang sehat tidak dapat terlepas

dari kondisi kesehatan fisik yang baik.

Berbagai penelitian memberikan hasil bahwa adanya hubungan antara kesehatan fisik dan

mental seseorang, dimana pada individu yang menderita sakit secara fisik menunjukkan adanya

masalah psikis hingga gangguan mental. Sebaliknya, individu dengan gangguan mental juga

PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 2 NOMOR: 2 HAL: 147 - 300 ISSN: 2442-4480

253
menunjukkan adanya gangguan fungsi fisiknya. Sehat dan sakit merupakan kondisi biopsikososial

yang menyatu dalam kehidupan manusia. Pengenalan konsep sehat dan sakit, baik secara fisik

maupun psikis merupakan bagian dari pengenalan manusia terhadap kondisi dirinya dan bagaimana

penyesuaiannya dengan lingkungan sekitar.

Pada konsep Person in Environment menjelaskan bahwa keberadaan individu pada sebuah

lingkungan akan saling mempengaruhi. Hadirnya individu akan menghasilkan kondisi yang dinamis

bagi lingkungannya, dan juga lingkungan secara langsung maupun tidak langsung akan

mempengaruhi individu dan berdampak pada perubahan di diri individu tertentu. Hal ini menjelaskan

bagaimana seseorang yang menderita gangguan kesehatan mental merupakan hasil dari gagalnya

individu dalam beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya.

Kesehatan mental yang baik untuk individu merupakan kondisi dimana individu terbebas dari

segala jenis gangguan jiwa, dan kondisi dimana individu dapat berfungsi secara normal dalam

menjalankan hidupnya khususnya dalam menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah

yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya. Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi

dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk

mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta

berperan serta di komunitasnya.

Saat ini lebih dari 450 juta penduduk dunia hidup dengan gangguan jiwa. Prevalensi gangguan

mental pada populasi penduduk dunia menurut WorldHealth Organization (WHO) pada tahun 2000

memperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13%. Tahun 2002

hasil survei menunjukkan bahwa 154 juta orang secara global mengalami depresi dan 25 juta orang

menderita skizofrenia, 15 juta orang berada di bawah pengaruh penyalahgunaan zat terlarang, 50 juta

orang menderita epilepsy dan sekitar 877.000 orang meninggal karena bunuh diri tiap tahunnya.

Diprediksikan pada tahun 2015 menjadi 15%, dan pada negara-negara berkembang prevalensinya

lebih tinggi.

Dilihat dari angka penderita gangguan mental yang tiap tahun meningkat maka seharusnya

perawatan atau pengobatan yang ditawarkan juga semakin beragam, namun sayangnya hal ini tidak

berlaku di Indonesia dimana penderita gangguan kesehatan mental masih dianggap sebagai sesuatu

yang aneh dan penderitanya harus dikucilkan. Berbagai stigma diberikan pada penderita gangguan
kesehatan mental sehingga untuk keluarga penderitapun lebih memilih menutupi kondisi anggota

keluarganya.

Hal ini sangat disayangkan mengingat di zaman sekarang ini masyarakat diberikan berbagai

opsi untuk pengobatan penderita gangguan kesehatan mental namun lebih memilih untuk berobat ke

dukun atau orang pintar karena masih beranggapan bahwa sakit mental atau sakit jiwa itu dikarenakan

adanya gangguan makhluk halus atau sebagainya. Oleh karena itu, sudah seharusnya masyarakat

diedukasi tentang kesehatan mental, dan bagaimana cara penanganannya, agar penderita dapat

diminimalisir kondisi buruk mentalnya dan masyarakat akan menghilangkan pandangan-pandangan

yang tidak sesuai terhadap para penderita gangguan kesehatan mental

PEMBAHASAN

Gangguan kesehatan mental merupakan kondisi dimana seorang individu mengalami

kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi di sekitarnya. Ketidakmampuan dalam

memecahkan sebuah masalah sehingga menimbulkan stres yang berlebih menjadikan kesehatan

mental individu tersebut menjadi lebih rentan dan akhirnya dinyatakan terkena sebuah gangguan

kesehatan mental.

Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi gangguan

mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari populasi orang

dewasa. Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000 ada

1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional (Depkes, 2007).

PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 2 NOMOR: 2 HAL: 147 - 300 ISSN: 2442-4480

254

Menurut data Riskesdas 2007 angka rata-rata nasional gangguan mental emosional (cemas

dan depresi) pada penduduk usia 15 tahun adalah 11,6% atau sekitar 19 juta penduduk. Sedang

gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,46% atau sekitar 1 juta penduduk. Dari angka yang besar

tersebut, penderita gangguan mental yang diberikan fasilitas pengobatan sangatlah sedikit. Menurut

perhitungan utilisasi layanan kesehatan jiwa di tingkat primer, sekunder dan tersier kesenjangan

pengobatan diperkirakan >90% (Diatri, 2011). Hal ini berarti bahwa hanya <10% orang dan masalah

kesehatan jiwa terlayani di fasilitas kesehatan. Kerugian ekonomi minimal akibat masalah kesehatan

jiwa berdasarkan hasil Riskesdas 2007 tersebut mencapai Rp.20T, merupakan jumlah yang sangat
besar jika dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya (Depkes, 2007).

Gangguan kesehatan mental dapat diperoleh semenjak anak dari dalam kandungan maupun

ketika seseorang tumbuh dewasa namun dalam perkembangannya ditemui hal-hal yang dapat

berdampak pada stres yang berlebihan. Kehidupan yang semakin modern membawa berbagai macam

tuntutan yang harus dipenuhi. Bukan hanya karena sifatnya yang wajib atau penting melainkan

keinginan diakui oleh masyarakat menjadikan individu merasa harus mengikuti trend yang sedang

berlangsung tanpa sadar akan kapasitasnya.

Penyebab Gangguan Kesehatan Mental

Menurut Undang-undang No 3 Tahun 1966 yang dimaksud dengan "Kesehatan Jiwa" adalah

keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang dalam

penjelasannya disebutkan sebagai berikut:

“Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual

dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan

keadaan orang lain".

Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua

segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi dapat

disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan merupakan kondisi yang

memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu secara optimal, dan yang selaras

dengan perkembangan orang lain. Seseorang yang “sehat jiwa atau mental” mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

1. Merasa senang terhadap dirinya serta

a. Mampu menghadapi situasi

b. Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup

c. Puas dengan kehidupannya sehari-hari

d. Mempunyai harga diri yang wajar

e. Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak pula merendahkan

2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta

a. Mampu mencintai orang lain

b. Mempunyai hubungan pribadi yang tetap


c. Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda

d. Merasa bagian dari suatu kelompok

e. Tidak "mengakali" orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain "mengakali" dirinya

3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta

a. Menetapkan tujuan hidup yang realistis

b. Mampu mengambil keputusan

c. Mampu menerima tanggungjawab

d. Mampu merancang masa depan

e. Dapat menerima ide dan pengalaman baru

PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 2 NOMOR: 2 HAL: 147 - 300 ISSN: 2442-4480

255

f. Puas dengan pekerjaannya

Gangguan kesehatan mental adalah kondisi individu yang memiliki gejala-gejala gangguan

kejiwaan. Terdapat berbagai unsur penyebab terjadinya gangguan kesehatan mental pada seseorang,

gangguan kesehatan mental ini dibagi menjadi tiga kategori penyebab yakni faktor-faktor

somatogenik, psikogenil, dan sosiogenik.

Faktor somatogenik yang terdiri dari neroanatomi, nerofisiologi, nerokimia, tingkat kematangan

dan perkembangan organik, dan faktor-faktor pre dan perinatal. Faktor psikogenik meliputi interaksi

ibu-anak yang tidak abnormal seperti tidak adanya rasa percaya, peranan ayah, sibling rivaly,

intelegensi, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat, kehilangan yang

menyebabkan kecemasan, depresi, rasa malu atau salah, pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi

terhadap bahaya, dan tingkat perkembangan emosi. Faktor sosiogenik yang di dalamnya terdapat

kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, keluarga dengan ekspresi emosi tinggi atau rendah, tingkat

pendapatan atau ekonomi, tempat tinggal, masalah kelompok minoritas yang berprasangka, fasilitas

kesehatan, pendidikan, serta kesejahteraan yang tidak memedai, pengaruh rasial dan keagamaan, dan

nilai-nilai yang dijadikan pedoman. (http://elib.fk.uwks.ac.id/)

Dari ketiga faktor tersebut diketahui bahwa penyebab gangguan kejiwaan atau gangguan mental

tidak hanya dapat disebabkan salah satu faktor, karena sifat manusia yang utuh dimana sistem dalam

diri manusia merupakan sebuah kesatuan oleh karena itu sangat memungkin bahwa penyebab
gangguan kesehatan mental merupakan kombinasi dari ketiga kategori dengan satu kategori sebagai

penyebab utamanya. Oleh sebab perihal ini lah dalam melakukan assessment pada penderita haruslah

dilakukan secara detail dan menyeluruh.

Menurut Santrock (1999) penyebab gangguan jiwa pada umumnya dikategorikan menjadi aspek

jasmaniah atau biologi seperti contohnya keturunan, kegemukan yang cenderung psikosa manik

depresi dan dapat pula menjadi skizofernia, tempramen karena orang yang telalu sensitif, penyakit,

dan cedera tubuh.

Santrock juga menjelaskan bahwa gangguan jiwa juga dapat disebabkan oleh faktor psikologi

dimana seseorang dengan pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan

mewarnai perilaku, kebiasaan, dan sifatnya di masa yang akan datang. Pernyataan bahwa hidup

manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada suatu keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya

gangguan jiwa.

Gangguan Kesehatan Mental di Indonesia

Sebagai sebuah negara yang semakin berkembang, Indonesia tidak hanya mengikuti

perkembangan trend yang sifatnya positif namun juga membawa perkembangan yang sifatnya

merugikan seperti gangguan jiwa. Dijelaskan sebelumnya bahwa gangguan mental atau jiwa dapat

disebabkan oleh aspek dari luar individu, seperti halnya kehidupan dalam bermasyarakat. Ketika

seseorang dituntut untuk memenuhi atau melakukan hal-hal di luar kapasitasnya maka akan

menimbulkan stres yang berlebihan, dan jika tidak ditangani dengan tepat maka kondisinya akan

menjadi lebih buruk dan berakhir pada gangguan kejiwaan.

Diketahui dari Guru Besar ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Ascobat Gani

kerugian ekonomi minimal akibat masalah kesehatan mental berdasarkan Riskesdas 2007 adalah

sebesar Rp 20 triliun. Jumlah pasien Jamkesmas rawat inap terbanyak di rumah sakit (RS) Kelas A

pada 2010 lalu adalah Hebephrenic Schizophrenia (1.924 orang), Paranoid Schizophrenia (1.612

orang), Undifferentiated Schizophrenia (443 orang), Schizophrenia Unspecified (400 orang) dan

Other Schizophrenia (399 orang). Jumlah itu belum termasuk pasien rawat jalan. Dari total populasi

risiko 1,093,150 hanya 3.5 persen atau 38,260 yang baru terlayani di rumah sakit jiwa, rumah sakit

umum, atau pusat kesehatan masyarakat dengan fasilitas memadai. Menurut Pendiri Rumah

PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 2 NOMOR: 2 HAL: 147 - 300 ISSN: 2442-4480
256

Komunitas Penderita Skizofrenia Indonesia (KPSI) Bagus Utomo, penanganan atau proses pemulihan

pasien dengan gangguan jiwa di Indonesia masih buruk. (www.merdeka.com)

Di negara-negara maju sudah banyak cara pecegahan dan juga pengobatannya, berbeda

dengan di Indonesia khususnya beberapa daerah yang dalam urusan kesehatan mental masih jauh dari

memadai, dan cenderung bersifat primitif. Minimnya informasi mengenai gangguan kesehatan mental

membuat masyarakat masih menganggap bahwa masalah ini tidak dapat diselesaikan, sehingga tidak

ada pengobatan yang dapat diberikan pada penderita gangguan kesehatan mental kecuali diasingkan

atau dikucilkan yang terkadang caranya tidak manusiawi seperti mengurung di dalam sebuah kandang

atau dipasung.

Menurut Pendiri Rumah Komunitas Penderita Skizofrenia Indonesia (KPSI) Bagus Utomo,

penanganan atau proses pemulihan pasien dengan gangguan jiwa, salah satunya Skizofrenia di

Indonesia masih buruk. Masih terdapat 18 ribu penderita gangguan kesehatan mental khususnya

orang dengan Schizophrenia (ODS) yang dipasung. Umumnya dipasung dengan rantai. Banyak

tempat-tempat pengobatan jiwa di Indonesia ini tidak manusiawi. Ada pasien yang disuntik asalasalan
atau di pasung sampai mengidap penyakit kulit.Ada yang tidak manusiawi, dipaksa mengemis,

pasiennya sampai korengan, kudisan, kurus, tak diberi baju. Belum lagi biaya perawatan di beberapa

rumah sakit dan yayasan itu mahal. (www.merdeka.com)

Data yang telah dijabarkan sebelumnya sedikit menggambarkan bagaimana kondisi para

penderita gangguan kesehatan mental. Dukungan masyarakat yang menjadi aspek penting dalam

berkembangnya seseorang menjadi hal yang sangat sulit diraih oleh penderita gangguan kesehatan

mental. Masyarakat sulit menerima kondisi para penderita, mereka menganggap para penderita adalah

orang berbahaya, pasien yang tidak dapat pulih kesehatan mentalnya, dan layak untuk diasingkan.

Memberikan edukasi mengenai kesehatan mental, gangguan kesehatan mental, berikut

dengan penanganannya bukan hanya dibutuhkan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga yang

menderita gangguan kesehatan mental, melainkan kepada masyarakat pada umumnya. Dalam konsep

person in environment yang menjadi salah satu ciri khas dari pekerjaan sosial menjelaskan bahwa

keberadaan seseorang individu akan mempengaruhi dann dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya.

Untuk perihal kesembuhan penderita gangguan kesehatan mental maka seluruh lapisan masyarakat
wajib dan berhak mendapatkan informasi yang selengkap-lengkapnya untuk menciptakan lingkungan

(sosial) yang proporsional bagi kesembuhan para penderita.

Dengan memberikan pengetahuan mengenai kesehatan mental atau kejiwaan (termasuk

psikososial) kepada masyarakat maka secara bertahap stigma ‘orang aneh yang harus dikucilkan’

akan sedikit demi sedikit berkurang, dan bagi keluarga yang anggotanya memiliki gangguan

kesehatan mental atau kejiwaan akan langsung memberikan pengobatan di tempat yang sesuai, selain

itu dengan terbukanya pikiran masyarakat maka secara berkala profesi pekerja sosial dalam bidang

medis khususnya akan ikut terangkat. Tersedianya berbagai macam treatment seharusnya dapat

menjadi solusi atau jawaban bagi masyarakat yang mempertanyakan dan meragukan akan

kesembuhan bagi para penderita gangguan kesehatan mental atau kejiwaan.

Kuatnya stigma negatif masyarakat pada penderita gangguan kesehatan mental menjadikan

penderita tidak mendapatkan perawatan yang sesuai. Dianggap sebagai sebuah aib, keluarga penderita

gangguan kesehatan mental lebih memilih mengurung anggota keluarga yang terkena gangguan

mental di rumah, bahkan masih sering ditemui yang memilih memasung karena berpikiran bahwa

penderita gangguan kesehatan mental dapat membahayakan keselamatan orang lain.

Dengan stigma negatif tersebut maka akan sulit institusi kesehatan yang menangani pesoalan

ini untuk membantu mereka yang membutuhkan perawatan. Minimnya pengetahuan tentang

kesehatan mental,maupun gangguan kesehatanmental menjadikan masyarakat memilih untuk diam,

dan melakukan hal yang sangat sederhana sebagai bentuk pengobatan. Kurangnya keterbukaan

masyarakat terhadapa gangguan kesehatan mental menjadikan masyarakat terjebak di perspektif

masing-masing.

PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 2 NOMOR: 2 HAL: 147 - 300 ISSN: 2442-4480

257

Untuk mencapai jiwa yang sehat diperlukan usaha dan waktu untuk mengembangkan dan

membinanya. Jiwa yang sehat dikembangkan sejak masa bayi hingga dewasa, dalam berbagai tahapan

perkembangan. Pengaruh lingkungan terutama keluarga sangat penting dalam membina jiwa yang

sehat.

Apabila seseorang mengalami perubahan maka akan terjadi reaksi, baik secara jasmani

maupun kejiwaan yang disebut dengan stres. Sebagai contoh misalnya para karyawan atau manajer
merasakan stres apabila ada pekerjaan yang menumpuk atau jika ada kesulitan dalam hubungan kerja.

Stres dapat terjadi pada setiap orang dan pada setiap waktu, karena stres merupakan bagian dari

kehidupan manusia yang tidak dapat dihindarkan. Pada umumnya orang menyadari adanya stres,

namun ada juga yang tidak menyadari hahwa dirinya mengalami stres.

Reaksi seseorang terhadap stres dapat bersifat positif maupun dapat bersifat negatif. Reaksi

yang bersifat negatif atau merugikan, jika terjadi keluhan atau gangguan pada orang tersebut. Reaksi

bersifat positif, jika menimbulkan dampak yang menjadi pendorong agar orang berusaha. Stres yang

bersifat negatif/merugikan dapat terjadi apabila stres terlalu berat atau berlangsung cukup lama.

PENUTUP

Kesehatan mental atau kejiwaan merupakan hal vital bagi manusia sama halnya seperti

kesehatan fisik atau tubuh pada umumnya. Dengan sehatnya mental atau kejiwaan seseorang maka

aspek kehidupan yang lain dalam dirinya akan bekerja secara lebih maksimal.

Indonesia sebagai negara yang terus berkembang dalam berbagai aspek menjadikan

masyarakatnya semakin modern, yang identik dengan meningkatkatnya tuntutan kebutuhan hidup

yang harus dipenuhi sehingga berdampak pada tekanan yang berlebihan di pikiran masyarakat,

sehingga menjadi rentan terkena stress yang secara tidak langsung (sedikit-banyak) dapat

menimbulkan gangguan kesehatan mental atau kejiwaan. Penderita gangguan kesehatan mental

masih dianggap sebagai hal yang memalukan atau sebuah aib bagi keluarga atau kerabat yang salah

satu anggota keluarga mengalami gangguan kesehatan mental atau kejiwaan. Masyarakat Indonesia

beranggapan bahwa gangguan kesehatan mental atau kejiwaan tidak dapat disembuhkan sehingga

bagi penderitanya layak dikucilkan.

Kuatnya stigma negatif masyarakat pada penderita gangguan kesehatan mental menjadikan

penderita tidak mendapatkan perawatan yang sesuai. Dianggap sebagai sebuah aib, keluarga penderita

gangguan kesehatan mental lebih memilih mengurung anggota keluarga yang terkena gangguan

mental di rumah, bahkan masih sering ditemui yang memilih memasung karena berpikiran bahwa

penderita gangguan kesehatan mental dapat membahayakan keselamatan orang lain.

Dengan stigma negatif tersebut maka akan sulit institusi kesehatan yang menangani pesoalan

ini untuk membantu mereka yang membutuhkan perawatan. Minimnya pengetahuan tentang

kesehatan mental,maupun gangguan kesehatanmental menjadikan masyarakat memilih untuk diam,


dan melakukan hal yang sangat sederhana sebagai bentuk pengobatan. Kurangnya keterbukaan

masyarakat terhadapa gangguan kesehatan mental menjadikan masyarakat terjebak di perspektif

masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Mokhamad. (2012). “Rancangan Instrumen Deteksi Dini Gangguan Jiwa Untuk Kader dan

Masyarakat di Kabupaten Pekalongan”. Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol V No.2 September 2006.

Dewi, Kartika Sari. 2012. Buku Ajar Kesehatan Mental. UPT UNDIP Press : Semarang.

Kaplan, Tony. 2009. Children and Adolescent with Mental Health Problems. The Royal College of

Psychiatrists : London.

Semrud-Clikeman, Margaret. 2007. Social Competence in Children. Springer Science+Business

Media, LCC: USA.

Wibhawa,Budhi,dkk. 2010. Dasar-dasar Pekerjaan Sosial. Bandung. Widya Padjadjaran

PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 2 NOMOR: 2 HAL: 147 - 300 ISSN: 2442-4480

258

Modul Kesehatan Mental Dalam Kedaruratan. WHO

Faperta.ugm.ac.id. Kesehatan Jiwa. Diunduh pada tanggal 17 November 2014. Pukul 21.05 WIB.

Faperta.ugm.ac.id. Kesehatan Jiwa. Diunduh pada tanggal 20 november 2014. Pukul 21.05 WIB.

http://www.merdeka.com. Di Indonesia, ada 18 ribu penderita gangguan jiwa berat dipasung. Diakses

pada tanggal 14 Desember 2014. Pukul 20.05 WIB

Anda mungkin juga menyukai