Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata
kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan VI dengan judul “Etika Islam dalam
Penerapan Ilmu Sipil”.
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Parepare, Mei 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... i


Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................2
A. Etika Islam dalam Penerapan Ilmu ...................................................2
B. Kedudukan Ilmu Menurut Islam ......................................................3
C. Ilmu dan Kemanusiaan .....................................................................4
D. Fungsi Manusia dalam Perkembangan Ilmu ....................................7
E. Filsafat dalam Kemaslahatan Hidup Insani ......................................9
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................14
A. Kesimpulan ......................................................................................14
B. Saran ..................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika sangat penting bagi pengembangan ilmu, apapun disiplinnya. Tanpa
mempertimbangkan tujuan untuk kehidupan kemanusiaan dan keberlangsungan
lingkungan hidup baik hayati maupun non hayati adalah pembunuhan diri
eksistensi manusia. Etika merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau
yang dikenal dengan aksiologi. Aksiologi itu sendiri ialah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandangan
kefilsafatan. Di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan
dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti ekonomi, estetika, etika,
filsafat agama dan epistimologi.

Diberbagai media massa banyak membicarakan tentang teroris yang


melakukan serangkaian pemboman di berbagai tempat di Indonesia. Di balik bom
teroris tersebut ternyata menyisakan suatu masalah bahwa pemahaman keagamaan
yang tidak didialogkan dengan permasalahan-permasalahan yang sudah ada
sebelumya dan tidak dikomunikasikan dengan ilmuwan agama lainnya ternyata
bisa menimbulkan korban manusia-manusia tak bersalah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan ilmu dengan kemanusiaan ?
2. Bagaimana hubungan ilmu dan kemaslahatan hidup ?
3. Manakah ayat-ayat yang berkaitan dengan etika islam dalam penerapan ilmu?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Hubungan ilmu dengan kemanusiaan.
2. Mengetahui hubungan ilmu dan kemaslahatan hidup.
3. Mengetahui ayat ayat yang berkaitan dengan etika islam dalam penerapan
ilmu.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Islam Dalam Penerapan Ilmu Sipil


1. Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak
arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah
Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953
– mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 –
mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
“Etika adalah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan
kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan
seluruh tingkah laku manusia”.
Apakah Ilmu itu ?
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –
ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu
biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan
knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi
sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual
mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu
(science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :

2
“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa
Indonesia)
Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti
pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara
sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan
jalan keterangan disebut Ilmu. Sedangkan ilmu sipil adalah salah satu
cabang ilmu teknik yang mempelajari tentang bagaimana merancang,
membangun, merenovasi tidak hanya gedung dan infrastruktur, tetapi juga
mencakup lingkungan untuk kemaslahatan hidup manusia.
Ilmu adalah kumpulan ( akumulasi ) dari banyak pengetahuan, sedangkan
pengetahuan merupakan kumpulan (akumulasi ) dari banyak informasi.

B. Kedudukan Ilmu Menurut Islam


Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal
ini terlihat dari banyaknya ayat AL qur’an yang memandang orang berilmu dalam
posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi
dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Didalam Al qur’an , kata ilmu
dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran
Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa
yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam
sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani9 (1995;; 39) sebagai berikut
;‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah
penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak
kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta
menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’
ALLah s.w.t berfirman dalam AL qur;’an surat AL Mujadilah ayat 11
“ALLah meninggikan baberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang
beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi
ilmupengetahuan).dan ALLAH maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan
berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang
dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang
dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan

3
ALLah ,sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah bila melakukan hal-hal yang
dilarangnya, hal ini sejalan dengan fuirman Allah:
“sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba –hambanya
hanyaklah ulama (orang berilmu) ; (surat faatir:28)
Disamping ayat –ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu
sangat istimewa, AL qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a
agar ditambahi ilmu, seprti tercantum dalam AL qur’an sursat Thaha ayayt 114
“dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “.
Dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana
menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekeankan
pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman ALLah yang pertama
diturunkan yaitu surat Al Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang artinya:
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
Ayat –ayat trersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam
untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi
yang tinggi dihadapan ALLah akan tetap terjaga, yang berearti juga rasa takut
kepeada ALLah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk
melakukan amal shaleh , dengan demikian nampak bahwa keimanan yang
dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjd (1992:
130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola
hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan amal .

Ilmu sangat bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi


manusia dan alam semesta tergantung dengan orang-orang yang
menggunakannya. Untuk itu perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini oleh
para ilmuwan yang dapat menjadikan pengembangan ilmu dan aplikasinya bagi
kehidupan manusia agar tidak menimbulkan dampak negatif.

C. Ilmu Dan Kemanusiaan


Filsafat merupakan kajian ilmu yang sangat dipertimbangkan dalam
melakukan pelbagai bentuk tindakan manusia. Kajian ilmu tersebut diharapkan

4
agar manusia memanfaatkan alam ini dengan bijak sesuai dengan kebutuhan yang
tidak berlebihan pula agar alam yang kita tempati ini tidak rusak dan menjadi
bencana bagi umat manusia.
Hubungan ilmu dengan kemanusiaan sangatlah erat sekali dikarenakan
ilmu bisa berkembang karena keberadaan manusia,manusia mewujudkan sifat-
sifat baiknya untuk memelihara kelangsungan hidup ini didunia dan manusia
memenuhi kebutuhan hidupnya juga dengan ilmu.Hal ini sesuai dengan firman
Alloh SWT didalam Al-Qur’an yaitu mnusia diciptakan oleh Alloh sebagai
kholifah di bumi sebagai wakil tuhan untuk menjaga kehidupan didunia ini.

Tentunya degan ilmu manusia akan diarahkan kepada hal yang baik menurut
dirinya dan bermanfaat untuk lainnya. Dan manusialah yang bisa
mengembangkan keilmuaannnya yang didapat melalui proses berpikir.

1. Hubungan Antara Ilmu Dan Kemanusiaan


Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya terhadap
masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu “Umat manusia menjamin
urusannya untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan perhatiannya kepada ilmu
pengetahuan”. (Van Melsen,1987).
Dewasa ini ilmu menjadi sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, seolah-olah
manusia tidak dapat hidup tanpa ilmu pengetahuan. Kebutuhan yang
sederhanapun sekarang memerlukan ilmu, misalnya kebutuhan sandang, papan
,dan papan sangat tergantung dengan ilmu. Maka kegiatan ilmiah dewasa ini
berdasarkan pada dua keyakinan berikut.
1. Segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah, bukan saja
untuk mengerti realitas dengan lebih baik, melainkan juga untuk
menguasainya lebih mendalam menurut segala aspeknya.
2. Semua aspek realitas membutuhkan juga penyelidikan primer, seperti air,
makanan , udara, cahaya, kehangatan, dan tempat tinggal tidak akan cukup
untuk penyelidikan itu. (Van Melsen,1987).
Dengan demikian, ilmu pada dewasa ini mengalami fungsi yang berubah
secara radikal, dari tidak berguna sama sekali dalam kehidupan praktis menjadi “
tempat tergantung “ kehidupan manusia. Oleh karena itu keterkaitan ilmu dengan
kemanusiaan sangatlah erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan sendiri-
sendiri. Hal ini disebabkan ilmu tanpa manusia tidak akan berkembang pesat

5
sampai sekarang ini dan manusia tanpa ilmu juga tidak dapat hidup untuk proses
pemenuhan kebutuhan yang kompleks.
Walaupun pada zaman dahulu sering kita ketahui dalam sejarah peradaban
manusia saat itu memanfaatkan ilmu hanya untuk berperang dan menguasai
daerah jajahan baru sehingga peran serta ilmu itu sendiri jauh dari harapan
manusia dalam segi nilai dan moralitas. Dan inilah yang mengubah pemikiran
manusia saat ini untuk mencapai hakekat daripada keilmuan itu.
Kita ketahui juga ilmu saat ini berkembang dengan pesat yang
mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi, ilmu bukan
saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah
hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan ilmu bukanlah sarana yang
membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan
hidup itu sendiri.
Dengan ilmu manusia dapat memanfaatkan segala sesuatu didasari nilai
yang positif sehingga dalam kehidupan bersosialnya dapat terjalin hubungan yang
serasi, seimbang, selaras.

2. Manfaat Ilmu bagi Kemanusiaan


Ilmu pada dasarnya mengungkap realitas sebagaimana adanya.Hasil-hasil
kegiatan keilmuan memberikan alternatif kepada manusia untuk mengambil suatu
keputusan yang menurut dirinya menjadi keputusan yang terbaik, walaupun
nantinya keputusan itu dianggap kurang tepat oleh manusia lain. Akan tetapi
hakikat kebenaran pastinya akan dimanfaatkan oleh manusia secara umum karena
sifat daripada kebenaran yang mengungkap adalah waktu.
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang mempelajari alam sebagaimana
adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya: untuk apa
sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan ? dimana batas wewenang penjelejahan
keilmuan? Kearah mana pengembangan keilmuan harus diarahkan? Pertanyaan ini
jelas tidak merupakan urgensi ilmuwan seperti Copernicus, Galileo, dan ilmuwan
seangkatannya, namun bagi ilmuwan yang hidup dalam abad kedua puluh yang
telah mengalami dua kali perang dunia dan hidup dalam bayangan perang dunia
ketiga, pertanyaan-pertanyaan tidak dapat dielakkan. Dan untuk menjawab
pertanyaan ini maka ilmuwan berpaling kepada hakikat moral.

6
Banyaknya kejadian yang melanda umat manusia dewasa ini, manusia semakin
menyadari bahwa manfaat ilmu sangat penting membentuk etika, moral, norma,
dan kesusilaan.
Arti kesusilaan menurut Leibniz filsuf pada zaman modern berpendapat bahwa
kesusilaan adalah hasil suatu “ menjadi” yang terjadi di dalam jiwa.
Perkembangan dari nafsu alamiah yang gelap sampai kehendak yang sadar, yang
berarti sampai kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh lengkap, disebabkan oleh
aktivitas jiwa sendiri. Apa yang benar-benar kita kehendaki telah terkandung
sebagai benih di dalam nafsu alamiah yang gelap. (Harun Hadiwijoyo, 1990, hlm.
44-45). Oleh karena itu, tugas kesusilaan pertama ialah meningkatkan
perkembangan itu dalam diri manusia sendiri. Kesusilaan hanya berkaitan dengan
batin kita.

D. Fungsi manusia dalam perkembangan ilmu


Manusia merupakan makhluk yang sangat sempurna dibanding dengan makluk-
makluk ciptaan Alloh yang lain di muka bumi ini.Dengan dibekali pembawaan
dari Alloh SWT berupa akal untuk mengelola keseimbangan alam ini.Tujuan
Alloh menciptakan manusia itu sendiri adalah sebagai wakil atau kholifah secara
langsung di muka bumi ini agar tujuan hidup menjadi serasi, selaras, seimbang.
Manusia mendapatkan ilmu melalui perantaraan kalam yang diciptakan oleh
Alloh.Hal ini sesuai dengan firman Alloh surat Al-Alaq Ayat 1-5 sebagai berikut :

‫) َعلَّ َم‬٤( ‫)الَّذِي َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬٣( ‫)ا ْق َرأْ َو َربُّكَ األ ْك َر ُم‬٢( ‫ق‬ َ ‫) َخلَقَ اإل ْن‬١( َ‫ا ْق َرأْ بِاس ِْم َربِِّكَ الَّذِي َخلَق‬
ٍ َ‫سانَ ِم ْن َعل‬
)٥( ‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬
َ ‫اإل ْن‬
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dapat kita ketahui tentang ayat diatas bahwa Alloh menciptakan manusia
dengan penuh kasih sayang dan kesempurnaan baik secara fisik dan rohani.
Dengan dibekali hal diatas maka fungsi manusia terhadap ilmu adalah
menemukan, mengembangkan, menciptakan, kemudian mengevaluasi terhadap
ilmu yang didapatnya melalui proses berpikir yang alami dan sistematis. dengan
pemikiran seperti itu manusia bisa membagi atau memetakan suatu ilmu degan

7
spesifikasi tertentu yang berkembang saat ini dan sudah dimanfaatkan oleh
manusia.
Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu,
meskipun secara metodoloigis ilmu tidak membedakan ilmu-ilmu alam dengan
ilmu-ilmu sosial secara garis besar.
Berhubungan dengan ilmu sosial maka ada keterkaitan antara manusia
dengan kemanusiaan sehingga melahirkan konsep ilmu itu sendiri yaitu :
1. Interaksi
2. saling ketergantungan
3. Kesinambungan dan Perubahan
4. Keragaman/Kesamaan/Perbedaan
5. Konflik dan konsensus
6. Pola (Pattern)
7. Tempat atau lokasi
8. Kekuasaan atau Power
9. Nilai Kepercayaan
10. Keadilan Dan Pemerataan
11. Kelangkaan
12. Kekhususan
13. Budaya (Culture)
14. Nasionalisme.

E. Filsafat Dalam Kemaslahatan Hidup Insani


Kehidupan secara lebih baik merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh
manusia dalam kehidupannya. Untuk mencapai hidup secara lebih baik manusia
perlu untuk dibentuk atau diarahkan. Pembentukan manusia itu dapat melalui
pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi pengetahuan tentang diri dan dunianya,
melalui kehidupan sosial atau polis, dan melalui agama. Dalam paper kerja ini
kami akan membahas tentang unsur-unsur pembentuk manusia yang dapat
membantu manusia untuk hidup lebih baik. Dengan kata lain, konteks filsafat
budaya sebagai ilmu tentang kahidupan manusia akan lebih disempitkan atau
dibatasi pada kerangka berpikir pembentukan manusia yang lebih baik.
Pembentukan manusia yang lebih baik bukan dalam arti moral; baik buruknya
manusia, tetapi dalam arti pembentukan manusia sebagai makhluk yang hidup dan
berbudaya dalam perspektif filsafat budaya, yakni hidup yang lebih

8
bijaksana, dan lebih kritis. Filsafat bukanlah ilmu positif seperti fisika, kimia,
biologi, tetapi filsafat adalah ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu positif.
Kelompok mencoba mengangkat tiga unsur pembentukan manusia. Ketiga unsur
pembentuk itu antara lain:
(1) pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan lingkungannya;
(2) manusia dalam hubungannya dengan hidup komunitas; dan
(3) agama membantu manusia hidup dengan lebih baik.
Pengetahuan menjadi unsur yang penting dalam usaha membentuk
manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang memadai manusia dapat
mengembangkan diri dan hidupnya. Apa yang diketahui secara lebih umum dalam
pengetahuan, dalam ilmu diketahui secara lebih masuk akal. Dalam hal ini ilmu
lebih kritis daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan.
Sekalipun demikian kelompok megangkat pengetahuan untuk memahami hidup
manusia dan secara kritis dilihat oleh ilmu. Pengetahuan yang dimaksud di sini
lebih pada pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan dunianya. Ketika
manusia mengetahui dan mengenal dirinya secara penuh, ia akan hidup secara
lebih sempurna dan lebih baik dalam dunia yang adalah dunianya. Berkaitan
dengan itu manusia juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan atau
dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki tentang dunia atau lingkungannya,
manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara cepat dan lebih mudah.
Manusia ternyata tidak hidup sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam
hubungan dengan dan membutuhkan manusia lain, yang menunjukkan hakikat
dari manusia, yaitu sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain
untuk dapat membentuk dan mengembangkan dirinya sehingga dapat hidup secara
lebih baik; lebih bijaksana dan lebih kritis. Dengan demikian manusia pada
hakikatnya hidup bersama dengan orang lain atau hidup dalam suatu komunitas
tertentu, mengalami kehidupan polis. Jadi, kebersamaannya dengan orang lain
dalam suatu komunitas inilah yang turut menentukan pembentukan yang
memperkenankan manusia itu hidup atas cara yang lebih baik dan lebih sempurna
dalam dunianya.
Unsur lain yang menurut kelompok dapat membantu membentuk manusia
sehingga manusia dapat hidup secara lebih baik, lebih bijaksana adalah agama.
Dengan kata lain, agama mengandung nilai-nilai universal yang pada hakikatnya
mengajarkan yang baik bagi penganutnya.

9
Ketiga unsur pembentuk manusia untuk hidup secara lebih baik itu akan
dilihat dan dijelaskan secara lebih dalam pokok-pokok berikut.

I. Manusia mengetahui dirinya dan dunianya


Telah dikatakan sebelumnya (pada bagian pendahuluan) bahwa
pengetahuan merupakan salah satu unsur yang penting dalam hubungan dengan
pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik dan lebih sempurna. Manusia
adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan akan dirinya. Selain itu
juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia sebagai tempat dirinya
bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah dunia yang mampu
memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia di mana
manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang berguna
bagi pembentukan dan pengembangan dirinya.
Pengetahuan merupakan kekayaan dan kesempurnaan bagi makhluk yang
memilikinya. Manusia dapat mengetahui segala-galanya, maka ia menguasai
makhluk lain yang penguasaannya terhadap pengetahuan kurang. Dalam
lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih banyak adalah lebih baik
bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan
manusia berhubungan dengan dunia dan dengan orang lain, dan itu membentuk
manusia itu sendiri.
Namun, pengetahuan manusia begitu kompleks. Pengetahuan manusia
menjadi kompleks karena dilaksanakan oleh suatu makhluk yang bersifat daging
dan jiwa sekaligus, maka pengetahuan manusia merupakan
sekaligus inderawi dan intelektif. Pengetahuan dikatakan inderawi lahir atau
luar bila pengetahuan itu mencapai secara langsung, melalui penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba, kenyataan yang mengelilingi
manusia. Sementara, pengetahuan itu dikatakan inderawi batin ketika
pengetahuan itu memperlihatkan kepada manusia, dengan ingatan dan khayalan,
baik apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang terdapat di
luar jangkauan manusia. Pengetahuan intelektif merupakan watak kodrati
pengetahuan manusia yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana pengetahuan yang dimiliki manusia tentang dirinya dan
dunianya dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik? Manusia
mengetahui dirinya berarti mengenal dengan baik kelebihan dan kekurangan yang
ada pada dirinya. Sementara, manusia mengetahui duninya berarti menusia
mengenal secara baik apa yang ada atau terkandung dalam dunianya itu, baik

10
potensi yang dapat memudahkan manusia itu sendiri maupun tantangan yang
diperhadapkan kepadanya. Kekurangan manusia dapat diatasi dengan apa yang
ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu relasi, baik relasi dengan orang lain
maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan pengenalan atas diri dan dunianya
membantu manusia untuk mengarahkan dirinya kepada hidup yang lebih baik.
Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan lingkungannya adalah melalui
pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja pendidikan yang diharuskan untuk
seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia, dan yang membedakannya dari
semua binatang.

Jadi, melalui pengetahuanlah manusia mempunyai hubungan dengan


dirinya, dunia dan orang lain. Melalui pengetahuan benda-benda
dimanisfestasikan dan orang-orang dikenal, dan bahwa tiap orang menghadiri
dirnya. Melalui pengetahuan pula manusia bisa berada lebih tinggi, dan dapat
membentuk hidupnya secara lebih baik. Dengan pengetahuan manusia dapat
melalukan sesuatu atau membentuk kembali sesuatu yang rusak menjadi baik
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Melalui pengetahuan manusia dapat
mengenal dirinya, orang lain dan dunia di sekitarnya, sehingga ia mampu
menempatkan dirinya dalam dunianya itu (dapat beradaptasi dengan dunianya).

II. Manusia dalam hidup komunitas


Secara umum komunitas dapat diartikan sebagai suatu perkumpulan atau
persekutuan manusia yang bersifat permanen demi pencapaian suatu tujuan umum
yang diinginkan. Dan umumnya tujuan yang hendak dicapai itu didasarkan atas
kesatuan cinta dan keprihatinan timbal balik satu dengan yang lain. Jadi, secara
tidak langsung hidup komunitas dapat dimengerti sebagai suatu kehidupan dimana
terdapat individu-individu manusia yang membentuk suatu persekutuan guna
mancapai suatu tujuan bersama. Dan tujuan yang dicapai itu selalu merunjuk pada
nilai-nilai tertentu yang diinginkan bersama. Misalnya, nilai kebaikan, keindahan,
kerja sama dan sebagainya. Selanjutnya, dalam mencapai tujuan bersama itu
setiap individu (anggota persekutuan) saling berinteraksi atau bekerjasama satu
dengan yang lain guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
Akan tetapi serentak pula tak dapat disangkal bahwa melalui kehidupan
komunitas kepribadian manusia dapat dibentuk melalui proses sosialisai dan
internalisasi. Artinya, melalui nilai-nilai yang dicapai dalam hidup komunitas itu

11
disampaikan kepada setiap individu (anggota persekutuan). Selanjutnya, nilai-
nilai itu dijadikan oleh pegangan dalam diri setiap individu.
Dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih
baik, maka pertanyaan yang patut dikemukakan adalah apakah kehidupan
komunitas dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik atau lebih
bijaksana dan kritis?

Menjawab pertanyaan di atas maka dapat dikatakan bahwa kehidupan


komunitas dapat membentuk hidup manusia secara lebih baik. Dapat dikatakan
demikian karena pada dasarnya kodrat manusia adalah makhluk sosial. Itu
berarti manusia selalu berada bersama dengan sesamanya atau orang lain. Ia tidak
berada sendirian, melainkan selalu berada bersama dengan orang lain. Manusia
selalu berada dengan orang lain dan membentuk suatu persekutuan yang disebut
sebagai komunitas. Mereka membentuk hidup besama karena ada nilai yang ingin
dicapai secara bersama. Nilai yang ingin dicapai adalah membentuk hidup secara
lebih baik. Nilai hidup secara lebih baik itu dicapai lewat interaksi atau kerja
sama setiap individu dalam komunitas. Selanjutnya, setelah mencapai nilai yang
diinginkan itu (membentuk hidup secara lebih baik), kemudian disosialisasikan
kepada individu (anggota komunitas) dan selanjutnya individu menjadikan nilai
tersebut menjadi pegangan dalam dirinya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa melalui kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia secara
lebih baik, lewat nilai yang ditemukan dalam kehidupan komunitas itu. Nilai
itulah yang membentuk manusia menjadi lebih baik, lebih bijaksana dan kritis
dalam hidup.

III. Agama membantu manusia hidup lebih baik


Arti budaya telah diangkat kembali oleh renesans dengan
karakter naturalistik, yaitu budaya dipahami sebagai pembentukan manusia dalam
dunianya, yakni sebagai pembentukan yang memperkenankan manusia hidup atas
cara yang lebih bijaksana dan lebih sempurna dalam dunia yang adalah dunianya.
Dalam konteks ini, agama mendapat tempat dan peranan penting. Agama
dimengerti sebagai unsur integral dari budaya, terutama karena mengajarkan
bagaimana hidup dengan baik, hidup dengan bijaksana dan nilai-nilai universal
lainnya. Dalam agama terkandung ajaran-ajaran kebijaksanaan (dalam arti tertentu
filsafat dipahami sebagai kebijaksanaan) yang dapat mengarahkan manusia
kepada hidup yang lebih baik. Dengan demikian, hidup yang lebih baik dalam

12
perspektif filsafat budaya adalah pembentukan kebijaksanaan secara internal
dalam diri manusia melalui ajaran-ajaran agama.
Manusia tidak dapat dilepaskan dari agama dalam kehidupannya.
Maksudnya adalah bahwa agama menjadi sarana di mana manusia dapat
memenuhi keinginannya untuk dapat hidup dengan lebih bijaksana. Dengan kata
lain agama membantu manusia untuk dapat hidup lebih baik. Melalui agama
manusia dapat menjadi bijaksana untuk mencapai realisasi dirinya yang lengkap
sehingga menjadi suatu microcosmos yang sempurna dalam macrocosmos.
Setiap agama umumnya mengajarkan kepada para penganut atau
pengikutnnya untuk hidup sebagai orang yang saleh, baik di hadapan manusia
maupun di hadapan yang ilahi. Dengan demikian agama dapat mengarahkan
manusia kepada hidup yang lebih baik. Agama membentuk manusia untuk
menjadi lebih baik, lebih bijaksana dengan menanamkan nilai-nilai universal
dalam diri manusia itu.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran


1. Ilmu sangat bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi
manusia dan alam semesta tergantung dengan orang-orang yang
menggunakannya. Untuk itu perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini
oleh para ilmuwan yang dapat menjadikan pengembangan ilmu dan
aplikasinya bagi kehidupan manusia agar tidak menimbulkan dampak
negatif.
2. Peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2
(dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran
dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma
sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun
struktur ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai
standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar
manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat
Islam dalam mengaplikasikan iptek. Jika dua peran ini dapat dimainkan
oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari
Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Mari kita simak
firman-Nya: “Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Qs. al-A’raaf [7]: 96).

14
DAFTAR PUSTAKA

Burhanudin Salam, 1998. Pengantar Filsafat, Jakarta, Bina Aksara


Hartono Kasmadi, dkk. 1990. Filsafat Ilmu, Semarang, IKIP Semarang Press
Hasbullah Bakry, 1986, Sistematika Filsafat, Jakarta, Wijaya.
Jan Hendrik Rapat, 1996. Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Kanisius
Jujun S. Suriasumantri, tt. Filsafat Ilmu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Solihatin Etin, Rahardjo, 2008, Cooperative Learning, Jakarta, PT. Bumi Aksara
Surajiyo, 2008, Fislafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: PT.
Bumi Aksara

15

Anda mungkin juga menyukai