# usaha mikro
a. Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;
b. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;
c. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak
memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
d. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang
memadai;
b. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;
c. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah
akses ke lembaga keuangan non bank;
d. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk
NPWP
# Usaha Kecil
a. Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang
berubah;
b. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
b. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana,
keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah
membuat neraca usaha;
c. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
d. Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha;
e. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;
f. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti
business planning
# usaha menengah
a. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih
teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain,
bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
b. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi
dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau
pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
c. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada
Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;
d. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha,
izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
e. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
b. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang
Baik
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Industri Obat Tradisional, yang selanjutnya disebut IOT, adalah industri yang membuat
semua bentuk sediaan obat tradisional.
Industri Ekstrak Bahan Alam, yang selanjutnya disebut IEBA, adalah industri yang
khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir.
Usaha Kecil Obat Tradisional, yang selanjutnya disebut UKOT, adalah usaha yang
membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan
efervesen.
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOTB,
adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Bentuk Sediaan adalah identifikasi obat tradisional dari bentuk fisiknya yang terkait
kepada penampilan fisik maupun cara pemberian obat tradisional.
Sertifikat CPOTB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa Industri dan
Usaha Obat Tradisional telah memenuhi Persyaratan Teknis CPOTB dalam membuat
satu jenis bentuk sediaan obat tradisional.
Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT adalah industri yang dapat
membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.
Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha yang
dapat membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet
dan efervesen.
Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang
hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel,pilis, cairan obat
luar dan rajangan.
Usaha jamu racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya
yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau
sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
Usaha jamu gendong adalah usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan
menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan
tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan tidak lebih dari 600°C.
Sediaan galenik adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung.
Obat tradisional produksi dalam negeri adalah obat tradisional yang dibuat dan/atau
dikemas di dalam negeri.
Obat tradisional kontrak adalah obat tradisional yang seluruh atau sebagian tahapan
pembuatan dilimpahkan kepada industri obat tradisional atau usaha kecil obat
tradisional berdasarkan kontrak.
Obat tradisional lisensi adalah obat tradisional yang seluruh tahapan pembuatan
dilakukan oleh industri obat tradisional atau usaha kecil obat tradisional di dalam negeri
atas dasar lisensi.
Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu;
b. dibuat dengan menerapkan CPOTB;
c. memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang
diakui;
d. berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah;
dan
e. penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan
tidak menyesatkan.